BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada kemajuan
dalam bidang industri semakin pesat di Indonesia tentunya memerlukan
tenaga-tenaga teknisi yang terampil dalam kemampuan serta dedikasi yang tinggi
didalam bidangnya. Untuk memenuhi itu semua perlu diadakan cara pendidikan yang
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh suatu industri. Perkembangan industri
yang begitu cepat serta diikuti oleh kemajuan teknologi tentu membutuhkan
teknisi-teknisi yang cakap, terampil dan terdidik sehingga mampu berpartisipasi
di dalam dunia industri yang sedang digiatkan oleh pemerintah saat ini.
Berbagai jenis
peralatan telah banyak dibuat dan digunakan sebagai penunjang dalam suatu
industri, oleh sebab itu di perlukan pemahaman tentang bagaimana mekanisme
perawatan dan oprasional yang tepat. Guna menerapkan pengetahuan dan teknologi
secara teoritis maupun peraktek agar tidak terjadi kesenjangan pengetahuan,
kami sebagai mahasiswa teknik mesin memiliki tanggung jawab dan tantangan besar
agar sumber daya manusia yang berkualitas dalam memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada saat ini maupun masa yang akan datang.
PT. Karya tanah
subur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan
pabrik pengolahan kelapa sawit (PPKS) yang menghasilkan minyak mentah dari
biji-biji kelapa sawit. Maka perkembangan dan ilmu pengetahuan di masa sekarang
tentang mesin-mesin industri sangat di butuhkan, khususnya pengetahuan Ripple
Mill.
B. Tujuan Kerja Praktek
Adapun tujuan dari kerja praktek bagi mahasiswa, yaitu:
1.
Untuk menerapkan teori-teori yang di dapat kanpada perkuliahan di
lingkungan pabrik
2.
Mempelajari dan mengetahui proses produksi pabrik kelapa sawit
3.
Untuk mengetahui seberapa pentingnya keselamatan kerja dan kedisiplinan waktu dalam melaksanakan tugas
4.
Untuk mengetahui cara dan proses kinerja mesin Ripple Mill pada proses pemecahan biji
kelapa sawit (Nut) di PT Karya Tanah
Subur.
C.
Ruang Lingkup Kerja Praktek
Agar penulisan kerja praktek ini (KP) lebih terarah dan tidak meluas penjelasannya maka penulis membatasi permasalahannya pada Tinjauan Proses Kinerja Ripple Mill.
D. Manfaat Praktek Lapang
Adapun manfaat dari praktek lapang ini adalah :
1.
Mengetahui secara langsung proses kinerja
mesin Ripple Mill pada
proses pengolahan biji kelapa sawit (Nut).
2.
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang proses pengolahan biji kelapa sawit (Nut)
E. Tempat dan Waktu Kerja Praktek
Kegiatan praktek lapan gini dilaksanakan di PT Karya Tanah Subur, berlokasi di Desa Padang Sikabu Kec Kaway XVI Kab Aceh Barat dan berlangsung selama ± 1 bulan mulai tanggal 04 Februari sampai 10 Maret 2018.
1.
Metodologi Kerja Praktek
Adapun metode pelaksanaan yang
digunakan dalam kerja praktek ini adalah :
2.
Observasi/Pengamatan di Lapangan
Pengamatan langsung di PT Karya Tanah Subur, Aceh Barat.
3.
Wawancara Dan Diskusi
Dalam pengumpulan data perlu dilakukan diskusi atau Tanya jawab dengan manager, asisten kepala teknik, pembimbing lapangan, mandor dan
para pekerja yang ada dilapangan mengenai hal–hal yang
berhubungan dengan
proses pemecahan Nut.
4.
Praktek Langsung
Kegiatan praktek langsung dilakukan untuk memperoleh pengalaman di dunia
kerja dan mempelajari kesesuaian antara teori dengan praktek di lapangan
mengenai hal yang berkaitan dengan pengolahan serta hal-hal lain yang terkait.
5.
Studi Kepustakaan
Studi
pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan mempelajari buku-buku yang
berhubungan dengan Proses pemecahan Nut
di PT Karya
Tanah Subur Aceh Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi
Saat ini
Industri
konstruksi sebagai penyumbang GDP (gross domestic product) yang cukup besar
6-7% (BPS- 2002)
dan penyedia lapangan kerja yang sangat dominan sekitar 4 juta
tenaga kerja (BPS-2002) seharusnya dapat
berkembang dengan pesat dan penuh gairah. Kenyataannya industri konstruksi belum
tumbuh secara sehat dan bergairah sehingga masih belum mampu menjadi andalan
bagi ekonomi nasional, sejak
krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang masih cukup menderita
akibat dampak tersebut terbukti dengan penurunan yang sangat tajam pada saat
krisis sampai sekarang belum
pulih benar belanja pembangunan dari
total sekitar 25 triliyun rupiah turun sampai
sekitar 7 triliyun rupiah pada tahun 1999 dan mulai berangsur-angsur naik sejak
tahun 2000.
Keterpurukan
itu tentu akan mengurangi kesempatan industri konstruksi untuk menyiapkan diri
dalam menghadapi globalisasi
yang terus mendekat dan akan berlaku secara penuh tahun 2020, sementara itu secara progressive pemerintah harus melonggarkan
ketentuan pembatasan sesuai aturan yang telah
disepakati dalam
WTO.
B.
Kondisi
Faktor
Pekerja
dan Profesional Konstruksi, masalah mendasar yang dihadapi para pekerja
kosntruksi dan profesional konstruksi adalah masalah pengaturan spesialisasi
keahlian yang belum terbakukan dan belum
tuntasnya kesepakatan saling pengakuan secara internasional sehingga tidak
dapat menikmati kesempatan
kerja secara antar negara (crossborder), kecuali untuk skill dan unskilled
labour dengan upah yang rendah. Pada
saat ini asosiasi profesi sedang mencoba untuk membenahinya dengan melakukan
koordinasi yang baik antara perguruan tinggi, pemerintah, asosiasi profesi dan
Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi. Efisiensi Usaha, biaya transaksi ekonomi masih terlalu tinggi, mengakibatkan
biaya overhead perusahaan menjadi tinggi menyebabkan kegiatan usaha secara umum
belum efisien.
Privatisasi, privatisasi dan investasi dari sektor prasarana, seperti telekomunikasi,
jalan, jembatan,
pelabuhan udara serta pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik, belum lancar dan
karena dana yang masuk
umumnya dari luar negeri tidak akan banyak membuka kesempatan bagi jasa
konstruksi nasional, kebanyakan mereka sudah membawa pelaku jasa konstruksi
dari negara masing-masing, kalau
diadakan persaingan bebas pelaku jasa konstruksi nasional belum tentu mampu
bersaing sebagai kontraktor utama, karena persyaratan yang terlalu berat
terutama pengalaman dan kekayaan
perusahaan (networth). Penelitian,
Pengembangan, Pendidikan dan Lembaga Kerja sama,
penelitian di bidang industri konstruksi masih sangat kurang, baik dari sektor pemerintah
maupun swasta. Pendidikan dan kerja sama dengan perguruan tinggi, pelaku usaha,
asosiasi dan Lembaga
Pengembangan Konstruksi Nasional maupun daerah masih belum efektif.
Efisiensi
Pemerintahan, efisiensi pemerintahan juga masih belum tinggi dan masih sangat
perlu ditingkatkan.
Pendanaan, pendanaan konstruksi selama ini didapat dari berbagai sumber yaitu
modal asing, ekspor
kredit, project financing, kredit
perbankan, modal dalam negeri dan anggaran pemerintah.
Pendanaan dengan project financing dan pola-pola in-konvensional lainnya untuk proyek-proyek
infrastruktur sangat diharapkan. Aturan/code/standard, pada dasarnya standar
yang diacu adalah standar
ISO 2000 dan ISO 14000 (untuk manajemen lingkungan hidup) akan tetapi belum
semua pelaku jasa konstruksi menerapkan. Design Standar dan pelaksanaan konstruksi
disusun oleh Badan Badan
Terpisah yang sekarang dilebur menjadi Standardisasi Industri Indonesia (SII).
C.
Kondisi
Struktur Dan Persaingan
Jumlah perusahaan yang bergerak sebagai
kontraktor spesialis belum seimbang dengan perusahaan generalis,
demikian juga jumlah perusahaan besar dan kecil masih timpang sehingga struktur
persaingannya belum
sehat.
1. Kondisi
Industri Pendukung
Industri Bahan Bangunan sudah tersedia
dengan jenis yang beranekaragam dan harga yang cukup berdaya
saing. Industri Transportasi merupakan penunjang yang penting bagi industri
konstruksi seirama dengan kondisi
prasarana transportasi nasional yang belum cukup memadai industri transportasi
masih menjadi kendala bagi industri konstruksi.
D.
Kondisi
Demand
Tuntutan
pemberi tugas dalam mutu, waktu dan harga masih belum tinggi dan belum seragam.
Besar pasar,
pembelanjaan konstruksi sangat merosot pada saat terjadi krisis pada tahun 1998
dan mulai merambat naik
sejak tahun 2000 diharapkan kenaikan tersebut akan mampu menggairahkan kembali
kegiatan konstruksi. Kegiatan konstruksi
mulai dari sebagian proyek-proyek konstruksi yang tertunda
semasa krisis, pembangunan apartemen dan bangunan komersial telah mulai tampak,
proyek-
proyek
baru kebanyakan bangunan komersial. Sementara proyek-proyek energi juga masih
berjalan tetapi investasi di
bidang industri umumnya masih belum banyak bergerak kembali. Pasar lokal dan regional,
Industri Konstruksi Indonesia belum banyak dikenal di lingkungan negara
tetangga yang tergabung baik dalam AFTA
maupun APEC, karena pengusaha jasa konstruksi lebih mengutamakan pasar
dalam negeri yang dianggap lebih aman dan tidak terlalu beresiko. Demand
supply, demand- supply
pada tahun 2003 adalah supply yang dihasilkan sektor konstruksi sebesar Rp 8.46
triliun,- demand antara yang
dihasilkan industri konstruksi adalah sebesar Rp 21.528 triliun,- sehingga
nilai tambah brutonya adalah
Rp10.96 triliun, (Statistik 2001-2003).
1.
Kemampuan perusahaan
Information
Communication Technology (ICT), belum banyak dimanfaatkan secara efektif oleh perusahaan-perusahaan
konstruksi nasional. Teknologi,
penerapan dan pengembangan teknologi dirasakan
kurang pesat sehingga peningkatan nilai tambah kurang tinggi dibanding dengan
negara berkembang lain, Sumber
Daya Manusia, kompetensi sumberdaya dalam bidang Manajemen Usaha, Manajemen
Proyek, Profesional, dan tenaga terampil belum standar dan belum merata.,
Keuangan dan Pendanaan,
kemampuan perusahaan dalam memobilisasi dana belum tinggi. Manajemen Proyek,
Secara umum penerapan manajamen proyek berstandar internasional belum membudaya
dalam pelaksanaan
proyek-proyek konstruksi. Logistik dan Pengadaan, Kemampuan pengadaan outsourcing
internasional belum cukup tangguh, baik dalam hal networking dan negosiasi.
2. Tantangan
Yang Dihadapi
Masalah
Produktivitas Kinerja dan Project Delivery
Masa depan industri konstruksi Indonesia sangat
tergantung kepada kemampuannya untuk mengantisipasi,
membangun dirinya dan tanggapannya terhadap masalah-masalah pokok, tantangan dan
peluang. Masalah paling besar yang sedang dihadapi adalah masalah globalisasi,
desentralisasi, penggunaan
teknologi informasi, penataan dan pengembangan tenaga kerja profesional,
kekurangan tenaga terampil dan
kurangnya kolaborasi diantara pelaku jasa konstruksi nasional sehingga produktivitasnya
rendah sesuai dengan data-data Badan Pusat Statistik dan hasil penelitian yang dilakukan
sehingga daya saingnya masih rendah (Budiwibowo 2005).
Industri konstruksi nasional secara
sektoral masih mengalami kendala dan kelemahan dibidang organisasional, dan
struktural. Secara individual
perusahaan masih kurang memuaskan baik dari sudut schedule performance index, cost
performance index dan compliant
terhadap persyaratan, akibat dari kelemahan organisasi dan management,
penerapan ICT , research dan pengembangan
serta kelemahan dalam bidang pendanaan
Penelitian dan Pengembangan Kegiatan research dan pengembangan sangat rendah dan
boleh dikatakan hampir belum tersentuh oleh kebanyakan pelaku usaha jasa
konstruksi, baik dalam bidang manajemen proyek, manajemen konstruksi, construction engineering, information
communication technology, apalagi material engineering. Ini disebabkan karena
persaingan yang terlalu ketat sehingga profit margin-nya sangat tipis, dan
struktur yang kurang sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan
investasi di bidang penelitian dan pengembangan apalagi bagi perusahaan kecil.
Usaha-usaha yang tidak
terkoordinir dari berbagai sektor dalam bidang penelitian
dan pengembangan yakni sektor perusahaan, pemerintah,
perguruan tinggi makin memperparah kondisi kekurangan dana riset dan pengembangan.
Peluang Dalam Privatisasi Perusahaan
Jasa kontruksi nasional belum mampu mengambil kesempatan dari privatisasi di
dalam maupun di luar negeri
yang seharusnya merupakan potensi pasar konstruksi yang cukup besar. Tambahan
lagi perusahaan Indonesia kurang mempunyai kemampuan in-house dalam
”design-build-operate-maintain” dan belum menganggap kemampuan ini sebagai satu
keperluan. Sehingga kesempatan ini banyak diambil oleh kontraktor asing.
3. Globalisasi
dan Perdagangan bebas
Tantangan
yang dihadapi industri konstruksi adalah kesiapan dalam menghadapi era
persaingan bebas global. Seperti telah
disampaikan di atas globalisasi dan perdagangan bebas merupakan tantangan besar
dan akan menjadi masalah bagi industri konstruksi nasional bila tidak segera
dilakukan tindakan yang memadai
untuk meningkatkan produktivitas industri konstruksi nasional.
·
Penyebab
Berdasarkan survey
didapati penyebab rendahnya daya saing karena rendahnya produktivitas tersebut terutama
karena: 1). penempatan tenaga kerja belum sesuai, 2). intensitas penggunaan
teknologi yang masih rendah, 3).
kurangnya koordinasi antar pelaku usaha jasa konstruksi (belum ada kerja sama dalam
pemanfaatan sumber daya, kerja sama operasional, kerja sama pemasaran, kerja
sama pengembangan dan
penelitian), 4). belum berfungsinya secara maksimal lembaga untuk kerjasama
antar pelaku jasa konstruksi, pemerintah maupun perguruan tinggi, 5). struktur
dan persaingan yang
belum sehat, 6).
kemampuan pengelola usaha jasa konstruksi yang masih belum optimal (Porter
1985), 7). belum
terlalu menuntutnya (demand sophistication) para pengguna jasa konstruksi dalam
mutu dan waktu, 8).
struktur industri belum ideal dan 9). biaya transaksi terlalu tinggi.
E.
Harapan Masa Depan
1. Globalisasi
dan Perdagangan Bebas
Globalisasi
akan memberikan ancaman sekaligus peluang apabila salah dalam memahami manfaat dan
kekurangan WTO dapat diambil kesimpulan yang salah (Gallagher 2000):
2. Melancarkan
perdagangan alih teknologi.
3. Membeli
barang modal dengan harga
a. competitive.
1)
Membeli brainware
dengan harga competitive.
2)
Meningkatkan kemampuan
menciptakan nilai tambah.
3)
Meningkatkan export untuk mata dagangan yang
berpotensi karena comparative advantage.
4)
Meningkatkan kapasitas
infrastruktur komunikasi,
transportasi dan perbankan.
·
WTO merusak lingkungan
hidup.
·
WTO menginjak-injak hak
azasi manusia.
·
WTO mematikan
orang..
·
WTO meningkatkan
ketidak merataan.
·
WTO menggerogoti
perkembangan lokal dan menghukum negara miskin.
·
WTO menggerogoti
kedaulatan nasional.
·
WTO hanya melayani
kepentingan perusahaan
transnasional.
·
The WTO is a stacked
court.
a. Memanfaatkan
Kesempatan yang timbul
Menggali
Comparative advantage
1.
Meningkatkan kapasitas
infrastruktur komunikasi, transportasi
dan perbankan.
2.
Meningkatkan export
untuk mata perdagangan yang mempunyai komparative
advantage.
3.
Melancarkan perdagangan
dan alih tekonologi.
4.
Membeli barang modal
dengan harga competitive.
5.
Meningkatkan kemampuan
menciptakan nilai tambah.
6.
Keterbukaan access terhadap informasi dan pengetahuan.
7.
Keseimbangan
perdagangan, dan harga komoditas yang adil.
8.
Kesempatan kerja.
1)
Sumberdaya alam galian
dan energi.
2)
Sumberdaya kelautan.
3)
Sumberdaya manusia.
4)
Pertumbuhan ekonomi.
5)
Pengembangan pertanian,
kehutanan dan perkebunan.
6)
Segera memetakan cluster-cluster
industri.
Kesehatan Industri
Konstruksi Jangka panjang Kesempatan
di dalam dan di luar negeri untuk membangun prasarana umum seperti
transportasi, kelistrikan, air
bersih, irigasi dan juga fasilitas produksi akan sangat besar: Dalam hal negara
berkembang adalah
pembangunan baru dan di negara maju adalah penggantian yang sudah lapuk dan ketinggalan
jaman. Kesempatan ini masih akan sangat terbuka bagi kontraktor nasional bila
mampu
meningkatkan daya
saingnya secara global, maupun lokal.
Ø Pasar
Regional dan Global
Pertumbuhan
pasar regional dan global dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia, yang dapat
mengimbangi penurunan pasar dalam negeri dan mengambil kesempatan pertumbuhan
yang pesat di luar negeri.
Kontraktor nasional harus bersiap untuk memperoleh kesempatan dari pertumbuhan
pasar global, khususnya regional.
1. Peran
Pemerintah Dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Karena
industri konstruksi memberikan konstribusi yang cukup besar dalam meningkatkan
kemakmuran maka seharusnya menjadi vested interest bagi pemerintah dan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional (LPJKN) untuk memastikan kekuatan dan daya saing industri konstruksi naional.
Pemerintah sebagai pengguna, pengatur, dan partner, pemerintah mempunyai peran
yang sangat besar untuk
mengarahkan masa depan industri konstruksi dengan menciptakan lingkungan usaha
yang sehat dan menunjang kegiatan industri konstruksi guna mempercepat
tercapainya tujuan nasional.
a. Pendanaan
Pendanaan adalah masalah besar yang
dihadapi bagi perumbuhan industri konstruksi apalagi bila ingin memperoleh
kesempatan dalam pasar global. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat memfasilitasi
setidaknya untuk mendapatkan dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional seperti
ADB, IBRD dan pendanaan lain melalui financial engineering yang kreatif.
b. Membuka
Pasar Global
Pemerintah dan LPJKN
hendaknya membantu untuk membuka akses pasar global, dengan kebijakan hubungan
bilateral sementara WTO belum berlaku secara penuh. Membantu mengurangi resiko dengan
program bantuan pendanaan melalui lembaga semacam Bank Expor Impor dalam
membantu resiko karena masalah
valuta dan masalah politik, misalnya.
c. Menata
Persaingan Yang Sehat
Pemerintah harus
mempromosikan persaingan yang sehat, tanpa adanya praktek-praktek korupsi, kolusi
dan persaingan yang tidak sehat lainnya.
d. Strategi
Teknologi dan Penelitian Pengembangan
Usaha-usaha dalam pengembangan
teknologi hendaknya dikoordinasikan dengan baik antara perusahaan,
pemerintah, perguruan tinggi, salah satunya misalnya data bank pengembangan
teknologi konstruksi agar tidak
terjadi overlap, duplikasi dan area yang tertinggal sehingga dana pengembangan teknologi
dapat digunakan secara efektif dan efisien, selain itu pemerintah harus
menetapkan kebijakan mempermudah
penyebaran penerapan dan pengembangan teknologi, misalnya dengan kebijakan
insentif, preferential contracting (affirmative action), sistem evaluasi
pemenang tender dengan nilai terbaik
bukan penawaran terendah.
e. Penataan
profesional Di bidang Konstruksi
Penataan klasifikasi
dan sertifikasi serta peningkatan kompetensi dari para profesional dan pekerja konstruksi
dalam hal ini pemerintah dan LPJKN hendaknya segera membuat pengaturan yang
jelas dan transparan. Dan
memperoleh pengakuan internasional dengan menandatangani Mutual Recognition
Agreement (MRA).
f. Penanaman
Modal dan Privatisasi
Masalah privatisasi
hendaknya juga menjadi fokus perhatian dari pemerintah sehingga laju pembangunan
dapat meningkat tanpa melupakan perlunya kestabilan hubungan sosial, dengan mengusahakan
partisipasi kontraktor nasional secara maksimal melalui program affirmative
action yang legal menurut WTI.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agar
industri konstruksi nasional dapat bertahan dan berdaya saing tinggi dalam
persaingan global perlu dilakukan
langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
1.
Perbaikan kekurangan
a. Kebijakan
kompetensi nasional dalam bidang keahlian, sertifikasi dan regulasi, badan pelatihan.
b. Kebijakan
kerjasama antara pelaku dan pendukung jasa konstruksi dalam bidang
pengembangan, penyebaran best practice.
c. Kebijakan
mengenai badan kerja sama antar pelaku, pendukung, universitas dan memfungsikan
LPJKN sebagai lembaga untuk kolaborasi, pengembangan sumber daya, kemampuan,
dan pemasaran.
d. Kebijakan
dalam menegakkan Governance dan persaingan sehat.
e. Kebijakan
peningkatan kemampuan manajemen bisnis dan manajemen proyek para pelaku jasa
konstruksi.
f. Kebijakan
penetapan standar tinggi dan sosialisasi kampanye mutu.
g. Kebijakan
untuk penurunan entry barrier untuk
meningkatkan persaingan sehat.
h. Kebijakan
penurunan biaya transaksi agar ekonomi berjalan lebih efisien.
2. Pemanfaatan
potensi
a. Kebijakan
dalam mengamankan pasar dalam negeri untuk kontraktor nasional.
b. Kebijakan
mendorong tumbuhnya industri bahan bangunan.
c. Pelatihan
ketrampilan dan profesional bertaraf internasional di bidang konstruksi.
d. Kebijakan
dalam memanfaatkan kondisi politik dan ekonomi guna menunjang pertumbuhan
industri konstruksi nasional.
3. Merubah
tantangan menjadi peluang
a. Kebijakan
penyusun strategi bertahan dan menyerang sekaligus.
b. Kebijakan
dalam kerja sama dengan badan-badan internasional, dan kontraktor
internasional.
c. Memanfaatkan
harapan untuk perbaikan
d. Kebijakan
dasar untuk mengoperasionilkan lembaga kerja sama (institution for collaboration).
e. Kebijakan
dalam pemanfaatan pertumbuhan permintaan jasa konstruksi yang meningkat.
B.
Saran
1. Industri
konstruksi nasional di masa depan dapat tumbuh cepat dan bergairah bila
ditetapkan kebijakan yang tepat
dan secara konsisten dilaksanakan sesuai prioritasnya, kemungkinan sebaliknya terjadi
bila tidak segera dilakukan tindakan yang sesuai. Demikian wawasan yang dapat
disampaikan mengenai industri
konstruksi nasional semoga dapat menjadi masukan bagi sektor industri
konstruksi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Budiwibowo,
A. (2005). Cluster Konstruksi Indonesia. Bidang kekhusuan Manajemen Konstruksi,
Program
Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Magister Ilmu Teknik.
Jakarta.
Gallagher,
P. (2000). Guide to the WTO and developing Countries. London, Kluwer Law
International, London. Porter, M. (1985). Competitive Advantage.
Free Press. New York, USA.
Porter,
M. E. (1990). The Competitiveness Advantages of Nations. The Free Press. New
York.
Porter,
M. E. (1998). On Competition. A Harvard Buisness Review Book. Boston.
Biro Pusat
Statistik. (2001-2003). Statistik Konstruksi Indonesia. Jakarta.
No comments:
Post a Comment