DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1
Latar
Belakang...................................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah................................................................................. 2
1.3
Tujuan
Makalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1
Proses
Morfofonemik......................................................................... 3
2.2
Proses
Perubahan Fonem.................................................................... 6
2.3
Proses
Penambahan Fonem................................................................. 8
2.4
Proses
Penghilangan Fonem............................................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................. 12
3.1
Kesimpulan......................................................................................... 12
3.2
Saran................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam setiap bahasa, kata memegang peranan penting dalam membangun
sebuah kalimat. Demikian juga dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia
dikenal berbagai bentuk kata. Jika ditinjau dari bentuknya, kata dapat dibedakan menjadi dua
jenis,
yaitu kata dasar dan kata turunan. Kata dasar adalah kata-kata yang belum
mendapat imbuhan (afiks) (KBBI, 1997: 451). Kata dasar dapat menjadi dasar bagi pembentukan kata yang lebih kompleks. Misalnya, kata duduk dapat dipakai
sebagai dasar untuk membentuk kata menduduki dan mendudukkan.
Pada umumnya kata dasar berupa
bentuk bebas, tanpa mengalami proses morfologis apa pun sudah mempunyai waktu
mandiri dan mempunyai makna fratikal dalam kalimat, seperti kata duduk.
Namun kata
itu lebih lazim disebut sebagai kata dasar bebas atau morfem
bebas, yaitu morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu
bangun kalimat (KBBI, 1997: 665). Kata turunan pada dasarnya merupakan kata yang dibentuk
melalui proses transposisi, pengimbuhan (afiksasi), pengulangan (reduplikasi/R), atau pemajemukan (komposisi).
Beberapa kesalahan
berbahasa yang dilakukan oleh penutur bahasa ada kalanya terdapat dalam tataran fonologis,
morfologis, sintaksis, dan atau kesalahan logika. Salah satu
kesalahan dalam tataran morfologis adalah penggunaan kata dengan morfofonemik
yang tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku. Akan
tetapi, penggunaan dalam masyarakat sama kuatnya, atau susah dipastikan mana
yang benar dan mana yang salah sehingga menimbulkan problematik. Misalnya, adanya bentuk-bentuk mempesona dan menterjemahkan dalam pemakaian bahasa. Sesuai
dengan kaidah morfofonemik, seharusnya bentuk yang benar adalah memesona dan menerjemahkan.
Adanya kesalahan
berbahasa yang berkaitan
dengan proses morfofonemik lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai
kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Padahal, kecermatan
berbahasa sangat diperlukan dalam rangka politik bahasa, yakni kecintaan
terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. Meskipun
tidak mempengaruhi makna yang didukung, kesalahan morfofonemik jelas tidak
mencerminkan ketaatan dalam berbahasa. Oleh karena itu, kaidah-kaidah
morfofonemik dalam bahasa Indonesia perlu dipelajari agar kesalahan
penggunaannya dapat diminimalisasi. Seberapa jauh penutur bahasa Indonesia menggunakan
kata-kata yang menyimpang dari kaidah morfofonemik? Seperti
apakah contoh-contoh kesalahan yang dilakukannya? Tulisan ini akan mencoba mengungkapkan beberapa
bentuk menyimpang dalam bahasa Indonesia yang sering muncul dalam pemakaian,
baik dalam ragam lisan maupun tulis sehingga memunculkan problematic
dalam bahasa Indonesia.
Selain itu, tulisan ini juga akan membahas dan meluruskan problematik
tersebut dengan berlandaskan pada kaidah-kaidah morfofonemik dalam bahasa
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka masalah
yang akan kami bahas adalah sebagai berikut :
- Bagaimana
proses morfofonemik?
- Bagaimanakah
proses perubahan fonem?
- Bagaimana
proses penambahan fonem?
- Bagaimana
proses hilangnya fonem?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Untuk
mengetahui proses morfofonemik.
- Untuk
mengetahui proses perubahan fonem.
- Untuk
mengetahui proses penambahan fonem.
- Untuk
mengetahui proses hilangnya fonem.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Morfofonemik
Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi diakibatkan adanya pengelompokkan
morfem. Proses morfofonemik adalah peristiwa
fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfonemik
dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar
(morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun
konfiks (Kridalaksana, 2007:183).
Peristiwa morfonemik dalam bahasa Indonesia dapat kita
lihat misalnya pada prefiks me- . Dalam proses afiksasi, prefiks me- tersebut
akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut
aturan-aturan fonologis tertentu. Istilah “morfofonemis” menunjukkan kaidah
yang menyesuaikan bentuk-bentuk alomorf-alomorf yang bersangkutan secara fonemis.
Morfofonemik bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi
enam macam yaitu:
1.
Penghilangan bunyi
2.
Penambahan bunyi
3.
Perubahan bunyi
4.
Perubahan dan penambahan
bunyi
5.
Perubahan dan
penghilangan bunyi
6.
Peloncatan bunyi
Ada beberapa proses morfofonemik dilihat dari sifat pembentukannya. Proses tersebut adalah proses yang secara
otomatis dan proses yang tidak otomatis. Menurut Harimurti Kridalaksana, proses
morfofonemik terjadi atas 10 yaitu:
1.
Pemunculan fonem
2.
Pengekalan fonem
3.
Pemunculan dan pengekanan fonem
4.
Pergeseran fonem
5.
Perubahan dan pergeseran fonem
6.
Pelepasan fonem
7.
Peluluhan fonem
8.
Penyisipan fonem secara historis
9.
Pemunculan fonem berdasarkan poka
asing
10.
Variasi fonem bahasa sumber
Menurut Zaenal Arifin dan Junaiyah Kedua ahli bahasa ini mengelompokkan
proses morfofonemik pada afiks-afiks yang mengalaminya.
a. Morfofonemik Prefiks
meng-
Ada tujuh peristiwa
morfofonemik pada prefiks meng-, yaitu :
1) Jika ditambahkan pada
dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /h/, /x/ bentuk
meng- tetap meng-/men-/.
Misalnya : mengawali,
mengikuti, mengubah, mengekor, mengarang, menghitung
2) Jika prefiks meng-
ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/, /r/, /y/, atau
/w/, bentuk tersebut akan menjadi me-
Misalnya : melalui,
meronta, meyakini, mewariskan
3) Jika prefiks meng-
ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /d/, atau /t/, prefiks
tersebut berubah menjadi men-
Misalnya : mendengar,
menulis
4) Jika prefiks meng-
ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, atau /f/, prefiks tersebut
berubah menjadi mem-
Misalnya : membawa,
memarkir, memfitnah
Fonem /f/ berasal dari
bahasa asing maka tidak diluluhkan. Pada kata patuhi dan pakai, fonem /p/
luluh. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk
yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal dengan per- dan pe- tertentu.
Misalnya : mempelajari,
memperbincangkan
5) Jika prefiks meng-
ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /j/, dan /s/, bentuk
meng- berubah menjadi men-, meny-, men-,
Misalnya : mencubit,
mencopot, menjadikan, menjajakan, menyapu
6) Jika prefiks meng-
ditambahkan pada dasar yang bersuku satu, bentuk meng- berubah menjadi menge-
Misalnya : mengetik,
mengerem, mengepel, mengebom
7) Jika verba yang berdasar
tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan mempertahankan peluluhan
konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu mempertahankan unsur nge- di depan
dasar yang direduplikasi. Sufiks (jika ada) tidak ikut direduplikasi, misalnya
: menulis-nulis, menari-nari, mengelap-ngelap
b. Morfofonemik Prefiks
per-
Ada tiga peristiwa
morfofonemik pada prefiks per-, yaitu:
1) Prefiks per- berubah
menjadi pe- apabila ditambahkan pada dasar yang dimulai fonem /r/ atau dasar
yang suku pertamanya berakhir dengan /er/
Misalnya : perasa,
peraba, pekerja, peserta
2) Prefiks per- berubah
menjadi pel- apabila ditambahkan pada bentuk dasar ajar. pelajariMisalnya : per- + ajari
3) Prefiks per- tidak
mengalami perubahan bentuk jika bergabung dengan dasar lain di luar kaidah 1
dan 2 di atas.
Misalnya : perdalam,
perluas, perkaya, perindah, perbaiki
c. Morfofonemik Prefiks
ber-
Ada empat peristiwa
morfofonemik pada prefiks ber-, yaitu :
1) Prefiks ber- berubah
menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /r/
Misalnya : beransel,
berupa, berenang, berendam
2) Prefks ber- berubah
menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan
/er/
bekerjaMisalnya : ber +
kerja
besertaber + serta
berkaryaBandingkan
dengan : ber + karya
berkurbanber + kurban
dalam kedua kata
tersebut prefiks ber tidak berubah karena suku pertamanya tidak berakhir dengan
/er/ tetapi /ar/ dan /ur/.
3) Prefiks ber- berubah
menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu
belajarMisalnya : ber + ajar
4) Prefiks ber- tidak
berubah bentuknya apabila digunakan dengan dasar di luar kaidah 1-3 di atas.
berlayarMisalnya : ber
+ layar
bermainber +main
berperanber+peran
d. Morfofonemik Prefiks
ter-
Morfofonemik ter
mengalami dua peristiwa morfofonemik yaitu:
1) Jika suku pertama kata
dasar berakhir dengan bunyi /er/, fonem /r/ pada prefiks ter- ada yang muncul
dan ada pula yang tidak.
terpercayaMisalnya :
ter + percaya
tercerminter + cermin
2) Di luar kaidah di atas,
ter- tidak berubah bentuknya.
terpilihMisalnya : ter
+ pilih
terbawater + bawa
2.2 Proses Perubahan Fonem
Proses perubahan fonem terjadi karena adanya pertemuan fonem meng-dan peng- dengan bentuk dasarnya. Fonem /ng/ pada kedua morfem berubah menjadi /m,n,/ hingga morfem meng-,
berubah menjadi mem-, meny-,dan meng dan morfem peN- berubah menjadi pem-,
pen-, peny-, dan peng-,.
Perubahan-perubahan itu bergantung
pada kondisi dasar yang mengikutinya. Dalam hal ini bunyi/N/ harus menjadi
bunyi nasal yang artikulator dan daerah artikulasinya sama homorgan dengan
bunyi pertama bentuk dasarnya. Misalnya, meN-
berubah menjadi mem- apabila
melekat pada bentuk dasar yang diawali fonem b sebab bunyi nasal yang homorgan
dengan b/ adalah/m/.
- Fonem
/ng/ pada morfem meng- dan peng- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk
dasar yang mengikutinyaberawal dengan /f,b,f/
Misalnya :
meng- +
paksa = memaksa
meng- +
bantu = membantu
peng- +
bantu = pembantu
meng- +
fitnah = memfitnah
peng- +
fitnah = pemfitnah
- Fonem
/n/ pada meng- dan peng- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar
yang mengikutinya berawal dari fonem /t,d,s/.
Misalnya :
men- +
tulis = menulis
pen- +
datang = pendatang
men +
supporf = menssupport
- Fonem
/ng/ pada morfem men- dan pen- berubah menjadi /Å„/ apabila
bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s,s,c,j/.
Misalnya :
meN- + sapu = menyapu
peN- +
cari = peńcari
peN- +
judi = penjudi
- Fonem
/ng/ pada meng- dan peng- berubah menjadi /ᶯ/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem /k,g,x,h dan vokal / .
Misalnya :
meN-
+ kacau = mengacau
peN-
+ garis = penggaris
meN- +
angkut = mengangkut
Dapat diketahui juga akibat
bergabungnya morfem {ber-}, {per-}, {per-an}, dan {memper-i} dengan bentuk
dasarnya, terjadi perubahan fonem /r/ menjadi /l/. Fonem /r/ pada morfem
{ber-}, {per-}, {per-an}, dan {memper-i} berubah menjadi /l/ apabila bertemu
bentuk dasar ajar. Kondisi inilah yang disebut berdistribusi komplementer
(Sumadi, 2010:143).
Terjadi juga pada perubahan morfem
{praktek} menjadi {praktik} apabila bertemu dengan afiks –an atau afiks –um.
Dalam kajian morfologi, kondisi ini disebut berdistribusi komplementer. Dengan
kata lain, morfem {praktek} dan {praktik} merupakan alomorf. Hal yang sama
terjadi pada bentuk dasar apotik dan kata apoteker. Morfem {apotik} berubah
menjadi {apotek} apabila bertemu dengan afiks –er (Sumadi, 2010:143).
2.3 Proses Penambahan Fonem
Proses penambahan fonem terjadi karena adanya pertemuan morfem meN-
dengan bentuk dasar yang terdiri atas dua suku kata.
- Fonem
tambahannya adalah /g/, sehingga meN- berubah menjadi menge-
Misalnya :
meN- + bom = mengebom
peN- + bor = pengebor
meN-
+ bur = mengebur
- Fonem
tambahan /e/ juga terjadi pada :
peN- + bentuk dasar satu suku kata sehingga :
peN- => penge-
Contoh :
peN- + bom => pengebom
peN- + cat => pengecat
peN-+ las => pengelas
#namun pada contoh-contoh diatas selain penambahan fonem / / juga
terjadi proses penambahan fonem yaitu fonem /N/ => /n,/
akibat
pertemuan morfem
Terjadi penambahan fonem /?/ apabila bentuk dasar
berakhir dengan vocal /a/
-an + bentuk dasar
Ke-an + bentuk dasar
peN-an + bentuk dasar
contoh :
-an + terka => terkaan/terka?an/
Ke-an + raja => kerajaan /keraja?an/
peN-an + ada => pengadaan/pengada?an/
- Penambahan
fonem /w/ apabila bentuk dasar berakhiran dengan/u,o,aw/
Contoh :
peN-an + temu => pertemuan / pertemuwan
peN-an + toko => pertokoan / pertokowan
peN-an + kacau/kacaw => pengacauan / pengacauwan
- Penambahan
fonem /Y/ apabila bentuk dasar berakhiran dengan /i,ay/
Contoh :
-an + hari => harian / hariyan
-an + lambai/lambay => lambaian / lambaiyyan
ke-an + lestari => kelestarian
Pada contoh-contoh tersebut di atas jelaslah bahwa
selain proses penambahan fonem /É™/, terjadi juga proses perubahan fonem, ialah
perubahan fonem /N/ menjadi /ɧ/. Akibat pertemuan morfem {–an}, {ke-an}, dan {peN-an}
dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /Ê”/ apabila bentuk dasar itu
berakhir dengan vocal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhir
dengan /u/, /o/, dan /aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu
berakhir dengan /i/ dan /ay/.
2.4 Proses Penghilangan Fonem
Proses hilangnnya fonem /ng/ pada meng-dan peng- terjadi karena adanya
pertemuan morfem meng- dan peng- dgan bentu dasar yang berawal
dengan fonem /l,r,y,w,dan nasal/.
Misalnya :
meng- +
lerai = melerai
per- + ragakan = peragakan
ber- +
rapat = berapat
Berdasarkan pendapat dari Harimurti dengan Ramlan, maka kita akan
mengklasifikasikan kedua pendapat tersebut sehingga terdapat delapan jenis
morfofonemik, yaitu:
- Proses
Perubahan Bunyi
Misalnya :
meng- +
fitnah = memfitnah
peng- +
undang = pengundang
peng- +
khutbah = pengkhutbah
- Proses
Penambahan Bunyi
Misalnya :
PeN-an +
sandra = penyandra
Ke-an + punya = kepunyaan
-an+ buka = pembukaan
- Proses
Penghilangan Bunyi
Misalnya :
ber- + rumah = berumah
ter- +
rasa = terasa
per- +
ramping = peramping
- Proses
pengekalan bunyi
misalnya :
ter- +
pukul = terpukul
ber- +
hasil = berhasil
- Proses
Perubahan dan Penambahan bunyi
Misalnya :
men- + las = mengelas
peN- + cat = pengecat
- Proses
Perubahan dan Penghilangan bunyi
Misalnya :
meN- +
suplai = mensuplai
meN- + kensel = mengkensel
- Proses
perubahan dan pengekalan bunyi
Misalnya :
meng- +
kukur = mengkukur
peng- + kaji = pengkaji
- pergeseran/
perubahan posisi fonem ( konsonan)
Misalnya
:
teliti +
peng-an menjadi /pe-ne-li-ti-yan/
bantu + an menjadi
/ka-ji-yan/
bantu + -an menjadi
/ban-tu-wan/
- Fonem-fonem
/p,t,s,k/ pada awal morfem akan hilang akibat pertemuan morfem meN- dan
peN-
Contoh :
meN- + paksa
=> memaksa
meN- + tulis => menulis
meN- + sapu => menyapu
meN- + karang => mengarabg
peN- + pangkas => pemangkas
peN- + tulis => penulis
peN- + sapu => penyapu
peN- + karang => pengarang
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah kita memaparkan hasil dari makalah ini maka
simpulannya adalah morfofonemik menjelaskan beberapa kaidah-kaidah dengan
penambahahan afiksasi seperti, prefiks meng-,
per-, ber-, ter-, di-,dan kan-
dan Juga sufiks –i dan –an.
Morfofonemik juga memiliki proses yang terbagi menurut
Harimurti Kridalaksana yaitu proses yang secara otomatis dan proses yang tidak
otomatis, dan proses morfofonemik menurut Ramlan terbagi tiga proses yaitu : Proses perubahan
fonem, proses penambahan fonem dan proses penghilangan fonem.
3.2
Saran
Dengan mengkaji masalah morfofonemik diharapkan kita
mampu memahami masalah-masalah berbahasa agar tidak terjadi kesalahan dari
pemahaman berbahasa yang kita miliki
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi,
Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi
ketiga, Jakarta : Balai Pustaka.
Chaer,
Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas.
2003. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Direktorat PLP.
Keraf,
Gorys.1980. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas.
Ende-Flores: Penerbit Nusa Indah.
Kridalaksana,
Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT.Gramedia
Pustaka Utama.
Ramlan,M.
1997. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV.Karyono.
Verhaar.
2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Press.