DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ....... ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................. 1
1.3 Manfaat............................................................................................... 2
1.4 pengaruh wilayah di ndonesia
terhadap produksi susu kambing etawa 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA.......................................................................... 4
2.1 karakteristik
kambing etawa............................................................... 4
2.2 pakan
kambing etawa......................................................................... 5
2.3 manajeman
pemeliharaan kambing etawa........................................... 7
2.4 produksi
susu kambing peranakan etawa.......................................... 10
BAB III METODE
PEMELIHARAAN KAMBING PERANAKAN ETAWA................................................. 14
3.1 metode pemeliharaan entesif
kambing peranakan etawa.................. 14
3.2 metode pemeliharaan semi etensif
kambing peranakan etawa.... ..... 14
3.3 metode pemeliharaan kambing
pernakan etawa secara tradisional 15
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 16
4.1 kesimpulan........................................................................................ 16
4.2 saran.................................................................................................. 16
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan adalah
kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan hewan ternak untuk dimanfaatkan
oleh manusia. Peternakan memiliki arti yang penting
bagi kehidupan manusia, baik sebagai sumber protein hewani yang dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan turut berperan serta dalam
meningkatkan perekonomian negara. Produk-produk yang dihasilkan seperti daging,
susu, jeroan, dan tulang serta kulit bahkan bulu sekalipun dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, perlu dikembangkan cara beternak yang baik
untuk memaksimalkan potensi peternakan, yaitu dengan penerapan manajemen
pemeliharaan dan perawatan kesehatan ternak.
Walaupun demikian, masih banyak orang
yang menganggap kambing adalah ternaknya orang miskin dan sering membuat susah,
perusak tanaman dan penyebab erosi (perusak lingkungan). Persepsi negatif ini
sangat tidak menguntungkan dalam perspektif pengembangan ternak kambing untuk
kesejahteraan masyarakat. Pandangan negatif ini terus berkembang sampai pada
masalah kesehatan di mana ada pendapat mengkonsumsi daging kambing dan/atau susu
kambing erat kaitannya dengan tingginya kadar kolesterol darah dan berbahaya
bagi kesehatan. Namun kalau dilihat secara mendalam dan penuh kejujuran, ternak
kambing dapat memberi manfaat yang begitu besar bagi manusia bila dikelola
dengan baik melalui penyediaan daging, susu, kulit dan pupuk organik.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui manajemen ternak kambing etawa
2.
Mengetahui siklus reproduksi
dan produksi kambing etawa
3.
Mengetahui tata laksana
pemasaran
1.3 Manfaat
1.
Dapat mengaplikasikan manajemen
ternak kambing etawa sebagai potensi usaha.
2.
Dapat belajar dan mengetahui
siklus reproduksi dan waktu produksi kambing etawa.
3.
Dapat mengetahui teknik
pemasaran.
1.4
pengaruh wilayah di ndonesia terhadap produksi susu kambing etawa
Kambing perah merupakan komoditas baru
di Indonesi yang kemungkinan memiliki prospek pengembangan yang baik. Walaupun
belum terbukti secara Ilmiah, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah
bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai penyakit pernafasan, seperti
asma dan TBC. Oleh karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga
yang masih cukup tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda
sebagai peghasil susu dan daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing
pernah memerlukan investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan
disamping ini relatif lebih mudah dalam manajemen.
Menurut produk yang dihasilkan, ternak
kambing dikelompokkan menjadi 4 yaitu penghasil daging (tipe pedaging), Dari
aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di dunia
juga mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia
mengkonsumsi kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang utama
setelah sapi dan ayam. Pasokan daging kambing relatif terbatas karena usaha
peternakan kambing di Indonesia di dominasi oleh usaha rumah tangga dengan
skala pemilikian 4 – 10 ekor. Permintaan kambing untuk konsumen khususnya
seperti restauran dan hotel-hotel masih dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan
daging kambing dalam negeri kurang sesuai untuk masakan yang dikehendaki oleh
restauran dan hotel tersebut. Pengembangan pasar ke pasar spesifik merupakan
peluang ekonomi yang pantas diraih dengan pengusahaan peternakan kambing sistem
ranch, dan hal ini sangat sesuai dengan kambing PE.
Penghasil susu (tipe perah), Jumlah anak
per kelahiran (litter size) bervariasi 1 sampai dengan 3 ekor dengan tingkat
produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya.
Biaya investasi usaha ternak kambing relatif rendah dan pemeliharaannya pun
jauh lebih mudah dibanding sapi. Komoditas susu kambing juga memiliki propek
yang baik sejalan dengan semakin memasyarakatnya susu tersebut. Penghasil bulu
(tipe bulu/mohair/cashmere), dan penghasil daging dan susu (tipe dwi guna).
Kambing Peranakan Etawah (PE) adalah
termasuk dalam kelompok kambing dwiguna. Kambing ini merupakan hasil
persilangan antara kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang (lokal) di
masa lalu (zaman kolonial Belanda). Kambing PE telah beradaptasi baik dengan
kondisi tropis basah di Indonesia. Sistem perkawinan yang tak terkontrol dan
tanpa diikuti seleksi yang terarah menyebabkan besarnya variasi penotipe
(penampakan luar) dan genotipe (genetik) dari kambing PE ini. Beberapa karakter
penting dari kambing PE yaitu: bentuk muka cembung, telinga relatif panjang
(18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan betina bertanduk pendek. Warna bulu
bervariasi dari kream sampai hitam. Bulu pada bagian paha belakang, leher dan
pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada bagian lainnya. Warna putih
dengan belang hitam atau belang coklat cukup dominan. Tinggi badan untuk jantan
70-100 cm, dengan berat badan dewasa mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50
kg untuk betina. Diakui ataupun tidak, daerah kawasan pegunungan Menoreh di
perbatasan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah sejak dulu adalah sentra kambing PE di Indonesia, dan
dari sinilah kambing PE menyebar ke berbagai daerah di Indonesia (Litbang,
2011).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Karakteristik
Kambing Etawa
Kambing etawa
adalah kambing yang didatangkan dari India. Kambing etawa juga disebut kambing
jamnapari. Bagi Anda yang masih awam mengenai kambing jenis ini mungkin merasa
kesulitan untuk mengetahui ciri-ciri umum kambing peranakan etawa.
ciri-ciri umum kambing peranakan etawa
a. Tinggi kambing jantan etawa berkisar antara 90—127
sentimeter dan betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot jantan bisa mencapai
91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang
dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina
bertanduk pendek.
b. Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga 3
liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing etawa dengan kambing lokal
dikenal sebagai kambing peranakan etawa (PE). Kambing PE berukuran hampir sama
dengan etawa, namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.
c. Kambing etawa ras kaligesing mulanya didatangkan
dari India oleh pemerintah Belanda pada masa penjajahan. Kemudian, secara turun
temurun dikembangbiakkan oleh masyarakat Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing,
Kabupaten Purworejo.
d. Namun dalam perkembangannya, kini kambing
peranakan etawa ini dibudidayakan secara meluas hampir di seluruh Kabupaten
Purworejo. Bahkan, telah merambah di beberapa wilayah seperti Yogyakarta,
Kudus, Jepara, Banyuwangi, Malang, Kediri, Trenggalek, dan kota-kota lain di
luar Jawa.
Bagi anda yang masih awam, berikut ini
ciri-ciri umum kambing peranakan etawa ras kaligesing.
1. Kambing etawa betina
a. Badan besar
b. Tinggi
gumba 70—90 sentimeter
c. Berat hidup 45—80 kilogram
d. Panjang badan jantan 65—85 sentimeter
e. Kepala tegak, jenong menyerupai ikan louhan, dan
garis profil melengkung
f. Memiliki tanduk mengarah ke belakang (kebanyakan
pendek)
g. Telinga panjang berukuran 10—28 sentimeter serta
melipat dan pada ujungnya lebar menggantung
h. Kambing berkembang dengan baik, puting susu besar
dan panjang
i.
Pola warna
bulu bervariasi antara hitam, putih, cokelat kekuningan, atau kombinasi
keduanya
j.
Paha kaki
belakang berbulu lebat dan panjang
2. Kambing etawa jantan
a. Badan besar
b. Tinggi gumba 90—110 sentimeter
c. Berat hidup 65—120 kilogram
d. Panjang badan 85—115 sentimeter
e. Kepala tegak, garis profil melengkung
f. Memiliki tanduk mengarah ke belakang
g. Telinga lebar menggantung panjang serta melipat
pada ujungnya. Panjang telinga jantan antara 25—41 sentimeter
h. Lingkar testis bisa mencapai 23 sentimeter
i.
Warna bulu
bervariasi antara hitam, putih, cokelat kekuningan, atau kombinasi keduanya
j.
Paha kaki belakang
berbulu lebat dan panjang
2.2 Pakan
Kambing Etawa
Makanan Kambing
adalah jenis pakan kambing etawa yang baik. Merupakan daftar makanan yang aman
dan memiliki kandungan gizi yang melimpah. Sehingga menunjang pertumbuhan
kambing.
Sebagai binatang
herbivora, otomatis kambing hanya mau makan makanan yang berjenis tumbuhan.
Seperti rumput-rumputan dan dedaunan. Tapi tak menutup kemungkinan juga doyan
makan buah-buahan.
Pakan adalah
sebuah jenis bahan yang secara kesuluruhan atau sebagian dapat di makan dan di
cerna oleh hewan ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan ternak
dapat bersumber dari tumbuhan atau bukan tumbuhan. Kualitas oleh bahan pakan
ternak tergantung dari kandungan nutrisi dan komposisi kimianya, dan kandungan
zat anti-nutrisi di dalamnya. Zat yang paling penting dalam pakan adalah
protein. Bahan bahan pakan yang berkualitas harus mengandung protein,
karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin yang seimbang,Cek juga cara membuat
keripik bayam.
Berikut Jenis
Pakan Kambing Etawa :
1. Suase
Suase adalah sebuah pakan ternak hijau
hijauan yang di simpan dalam keadaan bentuk segar. Berbeda dengan silase yang
di simpan dalam keadaan kering agar untuk jangka waktu panjang, maka suase di
simpan hanya untuk jangka waktu pendek saja.
Yaitu hanya untuk beberapa hari saja
yang dengan tujuan hanya untuk efisiensi tenaga, karena peternak tidak perlu
mencari hijauan bagi setiap harinya.Biasanya pakan suase berasal dari tanaman
seperti padi padian, dan rerumputan. Dengan adanya suase dapat membuat ketersediaan
makanan kambing bertambah lebih banyak dan dapat di berikan kapan saja.
2. Hijauan Kering dan Jerami
Pakan hijauan kering atau di sebut
juga silase merupakan pakan hijauan kering yang di awetkan dan di simpan dalam
keadaan terbungkus kantong plastik yang kedap udara, drum. Dan tentunya sudah
mengalami proses fermentasi dan dalam keadaan tanpa udara atau di sebut juga
dengan anaerob.
Silase adalah sebuah rumput segar yang
langsung di keringkan sampai dengan kandungan air 60%, lalu di simpan ke dalam
keadaan anearob. Proses silase melibatkan semua bakteri atau mikroba yang akan
membentuk dalam asam susu. Yaitu Lactis Acidi dan Streptococcus yang bisa hidup
dengan cara anerob dan dalam derajat keasaman 4 (pH 4).
Oleh demikian proses silase terjadi
dalam keadaan kantung yang kedap udara, sehingga pakan tidak akan cepat
membusuk oleh bakteri lain atau juga jamur.
Pakan yang tergolong ke dalam pakan
hijau kering adalah semua dari jenis jerami atau pakan hijauan ternak yang di
potong potong lalu di jemur. Manfaat serat kasar dari pakan hijauan kering
adalah lebih 18%.
3. Kulit Pisang
Pakan alternatif kambing biasanya
dibutuhkan untuk menyeimbangkan gizi. Rumput memang baik bagi kambing, tapi
kalau bisa juga menambah jenis makanan yang lain, maka akan jauh lebih baik kandunganya.
Rahasia sukses untuk para peternak kambing rupanya mereka lebih suka memberikan
makanan kambing yang berupa kulit pisang. Ya, kulit buah pisang.
4. Mineral
Mineral atau zat-zat garam sangat
dibutuhkan untuk kebutuhan hewat ternak perah. Zat anorganik yang di butuhkan
juga oleh tubuh ternak juga bermacam macam. Kandungan Di Mineral yang di
butuhkan juga pada ternak ada dua macam adalah mineral makro dan mineral mikro.
Fungsi dari sebuah mineral makro
adalah untuk mbentuk organ tubuh pada sebuah hewan ternak dan itu di butuhkan
dalam jumlah besar. Mineral mikro yang di butuhkan hewan ternak untuk tidak
banyak dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan kondisi konsentrasi yang
kecil.
5. Pakan Konsentrat Kambing
Makanan kambing dan pakan alternatif
bagi kambing juga terkadang terbuat dalam wujud berbentuk konsentrat cairan.
Jadi ini akan bertekstur seperti minuman maupun bubur untuk kambing. Terbuat
dari aneka macam jenis bahan, terutama kalsium dan garam dapur.
2.3 Manajeman
Pemeliharaan Kambing Etawa
Bibit ternak
unggul merupakan faktor produksi utama dalam usaha peternakan. Sebaik apapun
manajemen yang diberikan jika kualitas bibit ternak rendah (jelek) maka usaha
peternakan akan menjadi kurang efisien. Dalam hal ini unit usaha pembibitan
memegang peran penting dalam penyediaan bibit unggul. Sayangnya usaha
pembibitan kambing PE di Indonesia secara ekonomis belum begitu menarik untuk
dilakukan, sehingga bibitan ternak kambing dan menerapkan prinsif-prinsif
seleksi yang benar dan terarah masih terbatas dilakukan oleh instansi
pemerintah. Ada banyak metode/pola pembibitan salah satunya adalah pola village
breeding Centre (VBC). Pada pola ini petani diikut sertakan dalam usaha
pembibitan bersama-sama dengan pemerintah/swasta.
Faktor produksi
kedua adalah pakan ternak. Konsumsi pakan yang cukup (jumlah dan kualitasnya)
akan menentukan mampu tidaknya ternak tersebut mengekpresikan potensi genetik
yang dimilikinya. Bagi ternak yang digembalakan pemenuhan gizi sebagian
besar/semuanya tergantung dari ternak itu sendiri. Tapi bagi ternak yang
dikandangkan, pemenuhan gizinya tergantung dari petani. Setiap ekor kambing
harus mendapat pakan hijauan segar sekitar 10% berat badannya. Pakan hijauan
tersebut dapat berupa rumput, legum, dan limbah hasil pertanian (jerami kedelai,
kacang panjang, kacang tanah, daun jagung dll). Walaupun demikian ternak
kambing perlu diberi pakan penguat (konsentrat dan pakan imbuhan/ suplemen)
untuk menutupi kekurangan zat gizi pada pakan hijauan. Makin banyak variasi
campuran pakan hijauan yang diberikan makin baik, untuk saling melengkapi
sehingga ternak mengkonsumsi zat gizi yang cukup. Sama dengan ternak lainnya,
kambing juga memerlukan 5 gizi utama yaitu: energi, protein, mineral, vitamin
dan air dalam jumlah yang cukup agar dapat tumbuh, berkembang biak dan
berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya.
Bagi ternak yang
digembalakan secara terus menerus seperti peternakan di negara Australia, New
Zealand dll, kandang ternak boleh dibilang tidak diperlukan. Namun di Indonesia
di mana penggembalaan jarang dilakukan dan kalaupun ada sangat terbatas, faktor
kandang menjadi penting. Kandang adalah rumahnya ternak dan oleh karenanya
kandang hendaknya dibangun sebaik mungkin agar nyaman bagi ternak dan
pengelolanya (peternak). Kandang panggung adalah tipe kandang yang paling
populer di Jawa, di samping kandang lantai tanah. Kandang panggung menjamin
kondisi kandang dan ternak menjadi lebih bersih.
Faktor produksi
penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah kesehatan ternak. Sehat
merupakan kata kunci menuju produktivitas tinggi setiap makhluk hidup. Hal
sebaliknya akan terjadi bila kondisi kesehatan terganggu (sakit). Penyakit pada
kambing dapat dibedakan atas 2 yaitu penyakit menular (disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur, parasit darah, cacing dan kutu) dan penyakit tidak menular
(antara lain karena kurang gizi, kurang mineral, tanaman beracun, dan racun).
Adapun cara penularan penyakit adalah (1) Kontak langsung dengan hewan sakit,
tanaman beracun, racun; (2) Kontak dengan bahan tercemar penyakit/racun, dan
(3) Dibawa serangga, pekerja kandang, angin.
Ada berbagai macam
jenis penyakit pada ternak kambing, tiga diataranya yaitu mastitis, scabies dan
bloat adalah paling sering dijumpai, khususnya pada kambing perah. Mastitis
adalah penyakit infeksi pada ambing oleh bakteri. Menjaga kebersihan/sanitasi
merupakan cara terbaik mencegah mastitis, termasuk melakukan “teat dip” setiap
kali pemerahan. Teat dip (larutan celup puting susu): 250 ml chlorohexadine 2%
+ 45 ml gliserin + air sehingga menjadi 1 liter larutan. Tanda-tanda mastitis
antara lain ambing terasa panas, sakit dan membengkak, dan bila diraba terasa
ada yang mengeras pada ambing; Warna dan kualitas air susu abnormal, seperti
ada warna kemerahan (darah), pucat seperti air, kental kekuningan atau
kehijauan. Mastitis dapat diobati dengan antibiotik. Pengobatan dilakukan
dengan memasukkan antibiotik melalui puting susu, setelah ambing dikosongkan
(diperah) terlebih dahulu. Pengobatan dapat dilakukan 2-3 kali per hari, sampai
ternak benar-benar sembuh.
Scabies
(Gudugan/Gatal) adalah penyakit kulit yang paling sering dan serius terjadi
pada kambing. Cara penularannya adalah dengan kontak langsung dengan ternak
yang terinfeksi (sakit), atau kontak dengan alat atau kandang yang tercemar
(bekas ternak sakit). Pengobatannya adalah dengan injeksi invermectin
(sub-cutan/bawah kulit) atau cara tradisional dengan mengoleskan campuran
belerang dengan oli. Pencegahan terhadap penyakit selalu lebih baik dari
pengobatan. Menjaga kebersihan kandang, peralatan dan ternaknya harus selalu
dilakukan, dan jika terjadi penyakit ini ternak terjangkit harus diisolasi
(dipisahkan) dari ternak yang sehat. Ternak yang terkena penyakit scabies akan
selalu menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang terinfeksi karena gatal. Bagian kulit
yang terinfeksi mengalami penebalan, nafsu makan berkurang dan ternak jadi
kurus, bulu kusam dan berdiri dan rontok, serta produktivitas menurun. Pada
penyakit yang akut tidak jarang akan berakhir dengan kematian.
Bloat/Tympani
(Kembung Perut) terjadi akibat pembentukan gas dalam lambung secara berlebihan
dan dalam waktu yang cepat. Kadang-kadang penyakit ini terjadi secara mendadak.
Pencegahan adalah hindari memberikan hijauan muda secara berlebihan, atau
hijauan yang masih mengandung embun pagi, dan ternak cukup mendapat ”exercise”.
Hindari pemberian hijauan satu jenis/macam, terutama hijauan leguminosa.
Berikan rumput kering sebelum memberikan legum. Pengalaman di lapang,
pengobatan dengan berbagai macam cara dengan tingkat keberhasilan yang
bervariasi antara lain dengan menggunakan minuman sprit, minyak nabati/goreng,
asam jawa, obat antangin (obat untuk manusia) dll. Jika cara di atas gagal,
cara terakhir adalah dengan menusukkan jarum besar/trocar/canula atau alat
sejenisnya ke dalam lambung sebelah kiri. Tingkat kesuksesan cara ini adalah
rendah, karena 60-80% dari ternak yang diperlakukan demikian akan mati karena
infeksi.
Pemeliharan secara
intensif dapat mencapai pertambahan bobot 100-150 gram perhari dengan rata –
rata 120 gram perhari atau 700 – 1.050 gram dengan rata – rata 840 gram
perminggu. Pemiliharaan secara semi – intensif hanya menghasilkan pertambahan
bobot 30-50 gram perhari (Mulyono dan Sarwono, 2005).
2.4 Produksi
Susu Kambing Peranakan Etawa
Untuk menjaga kelangsungan hidup
suatu populasi ternak, maka ternak tersebut harus melakukan
reproduksi/perkembangbiakan. Secara fisiologis, aktivitas reproduksi pada
kambing sudah mulai sejak usia dini (muda), namun ekspresi tingkah laku seksual
(birahi/estrus) yang sebenarnya baru nampak pada saat pubertas yaitu sekitar
umur 6-12 bulan. Walaupun demikian perkawinan pertama sebaiknya dilakukan
setelah ternak mencapai dewasa tubuh atau telah mempunyai berat badan sekitar
60-70% dari berat badan dewasanya.
Ekspresi seksual dan kinerja
reproduksi dipengaruhi oleh kerja hormon, seperti FSH, LH, estrogen,
progesteron dan/atau testosteron. Mekanisme kerja hormon tersebut sangat
komplek, dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk iklim. Pada daerah
sub-tropis yang mempunyai empat musim, di mana perbedaan antara lamanya siang
dan malam sangat mencolok, kambing menunjukkan aktifitas seksual musiman, dan
beranak sekali dalam setahun. Lain halnya di daerah tropis, termasuk Indonesia,
kambing di daerah ini tidak menunjukkan aktivitas seksual musiman, artinya ternak
tersebut dapat dikawinkan sepanjang tahun. Dengan manajemen perkawinan yang
baik, beranak tiga kali dalam 2 tahun adalah sangat mungkin terjadi. Potensi
ini adalah peluang untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing. Walaupun
demikian disarankan untuk melakukan penjadwalan perkawinan agar pada saat
beranak dan laktasi pakan hijauan cukup tersedia. Kambing betina hanya mau
kawin pada saat periode birahi (estrus) yang relatif singkat (12 – 48 jam), dan
ini berulang (siklus) setiap 18 - 24 hari (rataan 20 hari). Berbeda halnya
dengan kambing jantan, aktivitas seksualnya dapat terjadi sepanjang tahun.
Kambing jantan, sering kurang disukai karena baunya yang kurang sedap (prengus)
dan agresif. Demikian juga ada anggapan bahwa pejantan tidak menghasilkan anak
sehingga banyak petani enggan memelihara pejantan. Padahal tanpa pejantan,
petani sudah pasti tidak akan dapat hasil (anak dan susu) dari ternak betina
yang dipeliharanya. Kambing anak jantan yang pertumbuhannya baik akan mulai
dapat kawin pada umur yang relatif muda 6 – 10 bulan, namun sebaiknya pejantan
muda tersebut mulai dipakai sebagai pemacek pada umur sekitar 15-18 bulan.
Kemampuan kawin pejantan dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti breed, kondisi tubuh dan kesehatan. Beberapa pejantan juga ada yang
menunjukkan kesukaannya (preference) terhadap betina tertentu. Pada perkawinan
secara alami disertai dengan pengaturan perkawinan yang baik setiap pejantan
dapat mengawini 3-4 ekor induk per minggu (12-16 ekor per bulan). Maka bila
interval beranak adalah 8 bulan, sebenarnya secara teoritis rasio jantan/betina
dapat mencapai 1: 74-112. Penggunaan pejantan untuk breeding harus diikuti
dengan pencatatan (rekording) yang baik agar jangan terjadi perkawinan kerabat
dekat (inbreeding). Untuk tujuan kawin secara inseminasi buatan (IB), pejantan
perlu dilatih untuk dapat ejakulasi dalam vagina buatan. Pejantan yang sangat
aktif akan mudah dan mau menaiki betina, bahkan ternak jantan, serta ejakulasi
pada vagina buatan. Volume ejakulat 0.5 – 2 ml, konsentrasi sperm 1 – 3
milyar/ml, skor motilitas > 70%, abnormal sperm 8 – 15%.
Reproduksi kambing juga dipengaruhi
oleh tingkat kecukupan gizi yang ada. Kebutuhan pakan kambing dipenuhi dengan
rumput yang di tanam oleh proyek di areal yang ada. Selain rumput, kambing juga
memerlukan makanan tambahan berupa bijibijian untuk mempercepat pertumbuhannya.
Tambahan pakan diperkirakan 24 ton per tahun. Untuk menyuburkan rumput
dipergunakan pupuk organik yang banyaknya 32 kg per ha per tahun. Pemupukan
hanya dilakukan pada 3 tahun pertama proyek, untuk masa-masa selanjutnya rumput
hanya akan dirawat, zat-zat organik yang dapat menyuburkan tanah dapat
diperoleh dari kompos kotoran ternak. Selain itu untuk kepentingan ditambahkan
obat-obatan berupa hormon vitamin.
Daging kambing jantan umumnya kurang
disenangi karena memiliki serat yang kenyal dan bau yag cukup tajam. Oleh
karenanya, penjualan kambing jantan dilakukan pada usia muda kecuali kambing
jantan yang hendak dijadikan pejantan.
Perkiraan perkembangan kambing pada
ranch didasarkan pada perhitungan berikut:
1.
Kematian tahunan kambing dewasa
: 10%
2.
Daya tahan hidup (survival
rate) jantan : 65%
3.
Daya tahan hidup (survival
rate) betina : 85%
4.
Tingkat pergantian induk : 35%
5.
(Kematian 10%, penyisihan
karena tua 20%, tidak subur dan alasan lain 5%)
6.
Persentasi induk yang
disisihkan : 10%
7.
Tingkat pengantian induk : 25%
Usaha kambing ternak ini menggunakan induk 16 ekor
dengan periode pemeliharaan selama 6 tahun. Ratusan litter size yang diperoleh
adalah 2,25 ekor/kelahiran. Pejantan digunakan selama 2 tahun dan nisbah antara
penggunaan jantan terhadap betina sebesar 1 : 8. Setelah lewat 2 tahun dijual
sebagai pejantan afkir dengan harga yang sedang berlaku di pasaran. Anak betina
dipilih sebanyak 2% sebagai replacement stock, sedangkan anak jantan semuanya
dijual. Penjualan ternak dilakukan atas dasar per kg bobot badan hidup.
Dengan sistem manajemen yang baik maka periode laktasasi
dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama kedua,
dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama dan
bulan kedua, dapat mencapai produksi 4 liter/ekor/hari.
BAB
III
METODE
PEMELIHARAAN KAMBING PERANAKAN ETAWA
3.1 Metode
Pemeliharaan ekstensif Kambing Peranakan Etawa
Sistem pemeliharaan secara intensif
ini artinya kambing yang dipelihara petani dikurung/dikandangkan sepanjang
hari.Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan pengandangan terus menerus
atautanpa penggembalaan, sistem ini dapat mengontrol dari faktor lingkungan yang
tidak baik dan mengontrol aspek- aspek kebiasaan kambing
.Dalam sistem pemeliharaan ini perlu
dilakukan pemisahan antara jantan dan betina sehubungan dengan ini perlu
memisahkan kambing betina muda dari umur tiga bulan sampaicukup umur untuk
dikembangbiakkan, sedangkan untuk pejantan dan jantan harusdikandangkan atau
ditambatkan terpisah
Kambing yang diternak secara intensif
membutuhkan perhatian penuh dari pemiliknya, berupa kegiatan rutin sehari-hari
dan kegiatan insidental.Perhatian itu mutlak karena kehidupan ternak sepenuhnya
terkurung di dalam kandang.Seumur hidup, kambing berada di kandang dan tidak
bisa berkeliaran kemana-mana.Kandang intensif terdiri dari dua jenis, yaitu
kandang koloni dan kandang individual.Produktivitas kambing yang dipelihara
secara intensif dapat ditunjang dengan pemberian pakan hijauan maupun
konsentrat yang baik dengan komposisi yang sesuai, penanggulangan penyakit,
penanganan pasca panen dan pemasaran serta jenis bangsa kambing dan umurnya
3.2 Metode
Pemeliharaan Semi Etensif Kambing Peranakan Etawa
Sistem
pemeliharaan secara semi intensif merupakan gabungan pengelolaan ekstensif
(tanpa penggembalaan) dengan intensif, tetapi biasanya membutuhkan
penggembalaan terkontrol dan pemberian pakan konsentrattambahan (Williamson dan
Payne 1993).Menurut Mulyono dan Sarwono (2005), pertambahan bobot kambing yang
digemukkan secara semi-intensif, rata-rata hanya 30-50 gram per hari.
3.3 Metode
Pemeliharaan Kambing Pernakan Etawa Secara Tradisional
Para peternak
masih melakukan pemeliharaan kambing PE secara tradisional dengan ciri
penggunaan tenaga kerja keluarga, dan pemanfaatan sumber daya belum maksimal
sehingga tingkat keuntungan belum memadai. Mayoritas peternak kambing PE
bertindak sebagai pemilik dan pekerja, meskipun ada beberapa peternak yang
tidak menjadikan usaha peternakan ini sebagai mata pencaharian utama atau hanya
sampingan saja. Peternak membangun kandang kambing ada yang dikelompokan di
satu wilayah
komplek kandang
yang menempati tanah kas desa, adapula yang berada di sebelah rumah ataupun di tanah
pekarangan milik warga. Pada umumnya peternak memiliki dua sampai lima ekor
kambing, namun ada juga yang lebih dari lima ekor kambing bahkan sampai ratusan
ekor.
Produktifitas susu
kambing yang dihasilkan tidaklah menentu, karena tidak semua kambing menghasilkan
susu. Walupun demikian tetap ada hasil lain yang tidak seberapa harganya kini
banyak diminati para petani organik yakni kotoran dan air seni dari kambing PE.
Pengelolaan peternakan kambing pun membutuhkan perhatian khusus, hal ini
terkait dengan berbagai hal yang mempengaruhinya, terutama modal yang harus
disediakan pada awal usaha dan untuk biaya pemeliharaan serta pakan kambing PE.
Peternak kambing PE seringkali mengalami kerugian akibat ketidakseimbangan
antara produksi susu yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan peternak
untuk memenuhi kebutuhan hidup dari kambing PE tersebut, selain itu pemasaran
susu kambing ternyata juga belum optimal hal ini dikarenakan belum semua
peternak dapat mengolah susu kambing dalam berbagai produk, serta menjual
langsung susu kambing kepada konsumen.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengembangan kambing perah PE akan terwujud dengan baik
bila diikuti dengan kebijakan yang tepat: (1) Dalam upaya akselerasi penerapan
inovasi teknologi produksi kambing perah PE di lapangan, diperlukan kebijakan
pemerintah dalam pembentukan kawasan sentra produksi kambing perah di setiap
provinsi yang dikelola oleh petani bekerjasama dengan pusat-pusat pembibitan
pemerintah. (2) Pemerintah hendaknya memfasilitasi dan mengawasi pembentukan
jejaring kerja (net-working) antara swasta dan petani dalam bentuk kemitraan
yang saling menguntungkan dan berbagi resiko secara adil. (3) Keberadaan
industri pengolahan susu (IPS) modern akan menjadi harapan petani dalam
kelangsungan berproduksi karena kepastian penyerapan susu dari swasta akan
menjadi jaminan pasar bagi petani. (4) Pemerintah hendaknya memacu pengembangan
kambing perah secara luas melalui perangkat kebijakan yang kondusif bagi
pengembangan IPTEK, mitra usaha dan petani.
4.2 Saran
Peternakan kambing etawa dengan system breeding yang
baik dapat berkembang dengan baik di Indonesia. Sehingga tidak hanya
memanfaatkan susu sapi yang mungkin harga relative lebih mahal dibandingkan
dengan susu kambing etawa.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely
J. dan Bade H. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : B.
Srigandono. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Elieser.S.
2012.Performan Hasil Persilangan antara Kambing Boer dan Kacang sebagai Dasar
Pembentukan Kambing Komposit. Pasca-sarjana UGM. Yogyakarta.
Kambing
di Maluku Utara [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. InstitutKambing Kacang
(Capra Hircus) untuk Program Pemuliaan Ternak.
Ludgate,
P. J. 2006. Sukses Beternak Kambing dan Domba. Agro Inovasi, Jakarta.
Mulyono
S, dan Sarwono B. 2005. Penggemukan Kambing Potong. Cetakan Kedua.Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Mulyono
S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.
Parasmawati
F, Suyadi, Wahyuningsih S. 2013. Performan reproduksi pada persilangan kambing
boer dan peranakan etawah (PE). J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 23 (1):11 – 17.
Sodiq
A. dan Abidin Z. 2008.Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa.
Cetakan Pertama. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Soebandi,
Partodiharjo. 1981. Ilmu Reproduksi Hewan: Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Sutama,
I. K. 2011. Inovasi Teknologi Reproduksi Mendukung Pengembangan Kambing Perah
Lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 4.No.3. Badan Litbang Pertanian.
Bogor.
Toelihere
M R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Angkasa. Bandung. Williamson G, dan
Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di daerah Tropis.Gajah