BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Dalam
kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam
mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai
tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang
lain perlu diperhatikan.
Perilaku etis dalam kegiatan
berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu
sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika
dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang
menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut
menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum.
Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik
pada taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat
antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama.
Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada
masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran
etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak
sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam
kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran
etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung
jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang
tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk
menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis
untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa
pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan
alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan
berbagai cara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan batasan dan rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
prinsip-prinsip dari etika bisnis?
2.
Bagaimana
tujuan dari etika bisnis?
3.
Bagaimana
peran etika bisnis?
4.
Faktor-faktor
apa saja yang membuat pebisinis melakukan pelanggaran etika bisnis?
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan wawasan yang utuh,
komprehensip dan mendalam tentang etika dalam berbisnis dengan berbagai prinsip
dan tujuannya.
1.4 Manfaat Pembuatan Makalah
Manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca khususnya para calon pebisnis
memiliki dan mengerti akan wawasan yang utuh mengenai prinsip-prinsip, tujuan, serta peran etika bisnis sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan bisnis
yang real di masyarakat pada umumnya.
1.5 Metode Pembuatan Makalah
Kami membuat makalah ini dengan
beberapa metode antara lain :
a.
Kepustakaan
yaitu mencari buku-buku yang berkaitan dengan materi yang kami bahas.
b.
Pencarian
ilmu dan teori yang berkaitan dengan materi yang kami bahas melalui Internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Etika
Istilah Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari
bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai
arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Untuk
menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens,
2000):
1.
Etika sebagai Praktis
a.
Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan
atau justru tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma
moral.
2.
Etika sebagai Refleksi
a.
Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan
dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai
objeknya.
c.
Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
2.2 Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang
menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk
mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis
dari bahasa Inggris “business”, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas,
ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan
yang mendatangkan keuntungan. Di dalam melakukan bisnis, kita wajib untuk
memperhatikan etika agar di pandang sebagai bisnis yang baik. Bisnis
beretika adalah bisnis yang mengindahkan serangkaian nilai-nilai luhur yang
bersumber dari hati nurani, empati, dan norma. Bisnis bisa disebut etis apabila
dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu menggunakan nuraninya.
Berikut ini ada beberapa
pengertian bisnis menurut para ahli :
v Allan afuah
(2004)
Bisnis
adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dana
menjual barang ataupun jasa agar mendapatkan keuntungan dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan ada di dalam industry
v T. chwee
(1990)
Bisnis merupaka
suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan
masyarakat.
v Grifin dan
ebert
Bisnis
adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan.
2.4 Pengertian
Etika Bisnis
Secara
sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum
yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan
di masyarakat.
Etika
bisnis juga merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar
formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang
digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan
jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Etika bisnis
lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang
lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam
kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur
oleh ketentuan hukum. Berikut ini beberapa pengertian
etika bisnis menurut para ahli :
v Zimmerer (1996:20),
etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai –
nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan
memecahkan persoalan.
v Ronald J. Ebert dan
Ricky M. Griffin (2000:80), etika bisnis adalah istilah yang sering digunakan
untuk menunjukkan perilaku dari etika seseorang manajer atau karyawan suatu
organisasi.
v K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis,
(Yogjakarta: Penerbit Kanisius, 2000, Hal. 5), Etika Bisnis adalah pemikiran
refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis
v Velasquez, 2005, Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar
moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis
v Hill dan
Jones, 1998, Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar
guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika
mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks.
v Steade et al
(1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and Environment An
Introduction”).Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
v Business &
Society - Ethics and Stakeholder Management, Caroll&Buchholtz, Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan
juga masyarakat
v Von der Embse dan R.A. Wagley dalam
artikelnya di Advance Managemen Journal (1988), memberikan tiga pendekatan
dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
1)
Utilitarian
Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu,
dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi
manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan
dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2)
Individual
Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki
hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut
harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan
hak orang lain.
3)
Justice
Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara
kelompok.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam
kegiatan bisnis:
1)
Selain
mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2)
Bisnis
adalah bagian penting dalam masyarakat
3)
Bisnis
juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak –
pihak yang melakukannya.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah:
1)
Pengendalian
diri
2)
Pengembangan
tanggung jawab social (social responsibility)
3)
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
4)
Menciptakan
persaingan yang sehat
5)
Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”
6)
Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7)
Mampu
menyatakan yang benar itu benar
8)
Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke
bawah
9)
Konsekuen
dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10) Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11) Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan
2.4 Perkembangan
Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
menurut Bertens (2000):
1.
Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap
kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota
Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi
perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan
mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang
paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.
Etika Bisnis
Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
4.
Etika Bisnis
Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang
disebutEuropean Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika Bisnis
menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia
Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia.Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28
Juli 1996 di
2.5 Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Adapun prinsip-prinsip etika bisnis
yaitu sebagai berikut :
1.
Prinsip
otonomi
Prinsip
otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan
bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan
misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan
dan komunitasnya.
2.
Kesatuan
(Unity)
Adalah
kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang memadukan keseluruhan
aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan
yang menyeluruh.
3.
Kehendak
Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi kebebasan itu tidak
merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan
bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4. Kebenaran
(kebajikan dan kejujuran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam
konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat,sikap dan perilaku benar yang
meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
5.
Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya,
pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.
6.
Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran,
tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
7.
Tanggung
jawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
2.6 Tujuan Etika Bisnis
Tujuan etika
bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan batasan-batasan para
pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan monkey
business atau dirty business yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait
dalam bisnis tersebut.
Etika bisnis
mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik
(etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya
dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia
bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis
mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis
bagi pelakunya
Etika Bisnis
adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji
dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks.
Etika bisnis
merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika
Serikat. Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi
moral perilaku manusia dan peraturan-peraturan yang mempunyai profesi di bidang
bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha
untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika dibidang hubungan ekonomi
antar manusia. Secara terperinci, Richard T.de George menyebut bahwa etika
bisnis menyangkut empat kegiatan sebagai berikut:
a)
Penerapan
prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-prinsip etika
bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau
tindakan yang diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau
tidak. Dengan demikian etik bisnis membantu pra pelaku bisnis untuk mencari
cara guna mencegah tindakan yang dinilai tidak etis.
b)
Etika bisnis
tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia bisnis,
tetapi juga metematika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah
perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisasi
atau perusahaan bisnis. Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
c)
Bidang
telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai bisnis. Dalam hal
ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada umumnya dan sistem
ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah keadilan sosial, hak milik, dan
persaingan.
d)
Etika bisnis
juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan multinasional, jaringan konglomerat
internasional, dan lain- lain.
Pencapaian tujuan etika
bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar
moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku
bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara
untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
2.
Banyak
perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan
ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya
atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau
konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan
perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar
moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan
peraturan.
3.
Situasi
politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini
diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan
usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi
untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan
akibatnya.
4.
Lemahnya
penegakan hukum.
Banyak orang
yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap
memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5.
Belum ada
organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan
manajemen.
Organisasi
seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus
menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
2.7 Peran
Etika Bisnis
Adapun etika
bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana
diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua. Dan biasanya
dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang
transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan
yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Menurut
Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok
yaitu :
a)
Memiliki
produk yang baik
b)
Memiliki
managemen yang baik
c)
Memiliki
Etika
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut
pandang ekonomi, hukum dan etika.
1)
Sudut
pandang ekonomis.
Bisnis
adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan
produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan
untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian
keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui
interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good
business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang
berkualitas etis.
2)
Sudut
pandang etika
Dalam
bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua
yang bisa kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati
kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita
sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu
juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3)
Sudut
pandang Hukum
Bisa
dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang atau
Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam
praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional
maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang
normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena
peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila
terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal :
“Quid leges sine moribus” yang artinya : “apa artinya undang-undang kalau tidak
disertai moralitas “.
2.8 Fungsi
Etika Bisnis Terhadap Perusahaan
Setelah
mengetahui betapa pentingnya etika yang harus diterapkan pada perusahaan
bisnis, tentunya etika memiliki fungsi yang sangat berpengaruh terhadap
kemajuan perusahaan itu sendiri. Permasalahan etika bisnis yang terjadi di
perusahaan bervariasi antara fungsi perusahaan yang satu dan fungsi perusahaan
lainnya. Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat terspesialisasi dalam
berbagai bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung memiliki
masalah etika tersendiri. Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika
bisnis yang terjadi di beberapa bidang fungsi perusahaan, yaitu: etika bisnis
di bidang akuntansi (accounting ethics), keuangan (finance ethics), produksi
dan pemasaran (production and marketing ethics), sumber daya manusia (human
resources ethics), dan teknologi informasi (information technology ethics) yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)
Etika bisnis
di Bidang Akuntansi (Accounting Ethics)
Fungsi
akuntansi merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan. Dengan
demikian kejujuran, integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi
merupakan syarat mutlak yang harus diterapkan oleh fungsi akuntansi. Salah satu
praktik akuntansi yang dianggap tidak etis misalnya penyusunan laporan keuangan
yang berbeda untuk berbagai pihak yang berbeda dengan tujuan memperoleh
keuntungan dari penyusunan laporan keuangan seperti itu. Dalam realita kegiatan
bisnis sering kali ditemukan perusahaan yang menyusun laporan keuangan yang
berbeda untuk pihak-pihak yang berbeda. Ada laporan keuangan internal
perusahaan, laporan keuangan untuk bank, dan laporan keuangan untuk kantor
pajak. Dengan melakukan praktik ini, bagian akuntansi perusahaan secara sengaja
memanipulasi data dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan
palsu tersebut.
b)
Etika bisnis
di Bidang Keuangan (Financial Ethics)
Skandal
keuangan yang berasal dari pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara
tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran
etika bisnis dalam bidang keuangan dapat terjadi misalnya melalui praktik
window dressing terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan
pinjaman ke bank. Melalui praktik ini seolah-olah perusahaan memiliki
rasio-rasio keuangan yang sehat sehingga layak untuk mendapatkan kredit.
Padahal sebenarnya kondisi keuangan keuangan perusahaan tidak sesehat seperti
yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang telah dipercantik. Contoh lain
pelanggaran etika keuangan misalnya melalui penggelembungan nilai agunan
perusahaan, sehingga perusahaan dapat memperoleh kredit melebihi nilai agunan
kredit yang sesungguhnya.
c)
Etika bisnis
di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production and Marketing Ethics)
Hubungan
yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan berbagai
permasalahan etika bisnis di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi
konsumen dari perlakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan,
pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dijelaskan berbagai perbuatan
yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Antara lain, pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
(1)
tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyarakatkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
tidak sesuai
dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
(3)
tidak sesuai
dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya.
(4)
tidak sesuai
dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan
dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
d)
Etika Bisnis
di Bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics)
Salah satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika bisnis paling besar di era 1990-an sampai awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi: serangan terhadap wilayah privasi seseorang, pengumpulan, penyimpanan, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transaksi e-commerce, perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak kekayaan intelektual.
Salah satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika bisnis paling besar di era 1990-an sampai awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi: serangan terhadap wilayah privasi seseorang, pengumpulan, penyimpanan, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transaksi e-commerce, perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak kekayaan intelektual.
2.9 Faktor-Faktor
Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan
pelanggaran antara lain:
a)
Banyaknya
kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
b)
Mengejar
Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest)
c)
Ingin
menambah mangsa pasar
d)
Ingin
menguasai pasar.
e)
Pertentangan
antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals versus Personal
Values)
Dari factor-faktor tersebut, faktor
pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan
produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan
sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk
sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk
menjelek-jelekkan produk iklan lain.
2.11 Sanksi
Pelanggaran Yang Akan Diterima Jika Perusahaan Tidak Menerapkan Etika Didalam
Bisnisnya
Pelanggaran
etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih
keuntungan, yang sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 yang berbunyi “Pelaku
usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat”. Pasal ini menjelaskan tentang Tender adalah tawaran
mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan
barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Dan unsur dari bersekongkol itu
sendiri adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, secara terang-terangan
maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya,
membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, menciptakan persaingan semu,
menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan, tidak menolak
melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa
tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta
tender tertentu, pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau
pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang
mengikuti tender, dengan cara melawan hukum. Hal diatas adalah pelanggaran yang
akan diterima kepada perusahaan yang tidak menerapkan etika didalam bisnisnya
karena memiliki unsur kecurangan. Hal lain yang menjadikan pelanggaran terhadap
perusahaan yang tidak menerapkan etika didalam bisnisnya adalah pegawai
perusahaan yang melakukan pelanggaran Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja
(Code of Conduct) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengenaan sanksi atas
bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Komisaris dan Direksi, berpedoman
pada anggaran dasar perusahaan dan keputusan RUPS. Sedangkan pengenaan sanksi
terhadap pegawai perusahaan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam Peraturan
Disiplin Pegawai (PDP) maupun aturan kepegawaian yang berlaku. Pelaporan adanya
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai tanpa disertai dengan
bukti-bukti pelanggaran dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dari contoh pelanggaran diatas
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang menjadikan perusahaan untuk
menerapkan etika di dalam bisnisnya bukanlah dari perusahaan itu sendiri
melainkan adanya kejujuran dari para pegawai yang bekerja di perusahaan tersebut
sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang damai serta menjadikan perusahaan
tersebut menjadi perusahaan yang menerapkan etika didalam bisnisnya.
2.12 Etika Bisnis di Indonesia
Di Indonesia, etika bisnis merupakan
sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru. Sebagai sesuatu yang bukan baru, etika
bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis dalam masyarakat Indonesia,
artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia.
Dalam memproduksi sesuatu kemudian
memasarkannya, masyarakat Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada
pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi. Namun dengan ciri khas masyarakat
Indonesia yang cinta damai, maka masyarakat Indonesia termotivasi untuk
menghindari konflik-konflik kepentingan termasuk dalam dunia bisnis.
Secara normatif, etika bisnis di Indonesia
baru mulai diberi tempat khusus semenjak diberlakukannya UUD 1945, khususnya
pasal 33. Satu hal yang relevan dari pasal 33 UUD 45 ini adalah pesan moral dan
amanat etis bahwa pembangunan ekonomi negara RI semata-mata demi kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia yang merupakan subyek atau pemilik negeri ini. Jadi
pembangunan ekonomi Indonesia sama sekali tidak diperuntukkan bagi segelintir
orang untuk memperkaya diri atau untuk kelompok orang tertentu saja yang
kebetulan tengah berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat Indonesia.
Dua hal penting yang menjadi hambatan bagi perkembangan etika bisnis di
Indonesia adalah budaya masyarakat Indonesia dan kondisi sosial-politik di
Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam persaingan dunia usaha yang
sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat
ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya informasi saat
ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas.
Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara
etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia
bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku
bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat
kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen dalam
lingkaran bisnis. Pemasok (supplier),perusahaan, dan konsumen, adalah
elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga
etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan
baik.
Etika berbisnis ini bisa dilakukan
dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan dalam kerjasama akan berpengaruh
besar terhadap reputasi perusahaan tersebut, baik dalam lingkup mikro maupun
makro. Tentunya ini tidak akan memberikan keuntungan segera, namun ini
adalah wujud investasi jangka panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran
bisnis. Oleh karena itu, etika dalam berbisnis sangatlah penting.
3.2 Saran
Perlu adanya
sadar diri didalam hati para pegawai didalam perusahaan yang ingin menerapkan
etika didalam bisnis agar tidak adanya kecurangan atau kebohongan yang terjadi
pada perusahaan itu nantinya dan perlu diterapkannya sanksi atau hukuman yang
berat apabila ada salah satu pegawai yang melanggarnya, sehingga etika di dalam
bisnis pun dapat berjalan dengan baik dan lancer di perusahaan tersebut.
No comments:
Post a Comment