DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.....................................................................................................
DAFTAR ISI
....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
A.
Latar Belakang …..........................................................................................................
B.
Rumusan Masalah …......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
A.
Pengertian filsafat ilmu dan hubungan dengan geografi…............................................
B.
Ontologi geografi ...........................................................................................................
C.
Epistemologi geografi ....................................................................................................
1. Objek dan tujuan Epistemologi................................................................................
2. Landasan Epistemologi ...........................................................................................
D.Aksiologi
geografi .........................................................................................................
a. Teori menurut idealisme ...........................................................................................
b. Teori nilai menurut realism.......................................................................................
c. Karakteristik dan jenis-jenis nilai
Aksiologi.............................................................
1). Karakteristik nilai............................................................................................
2). Jenis-jenis nilai…..............................................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................................
A.
Simpulan ........................................................................................................................
B.
Saran ..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang filsafat ilmu
biasanya diberikan kepada mahasiswa pascasarjana khususnya program doktor
sebagai pondasi dalam memahami filosofi bidang ilmunya pada saat para mahasiswa
melakukan kegiatan penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat setelah memperoleh
pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin meningkatkan kesadaran kita dalam
meletakkan hakekat “kebenaran” tentang suatu hal pada tempat yang tepat. Kita
semakin menyadari bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang kita peroleh
ternyata bersifat relative (tidak bersifat absolute). Dalam konteks inilah
latar belakang tulisan ini dihadapkan pada persoalan bagaimana perkembangan
ilmu geografi (di Indonesia) saat ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana
namun menurut hemat penulis hal yang sederhana tersebut justru memiliki
implikasi yang sangat luas dan mendalam.
Paling
tidak ada dua pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geografi saat ini.
Pendapat pertama menganut faham geografi sebagai ilmu yang bersifat generalis
yang tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat kedua memiliki pemikiran
bahwa geografi dapat dikembangkan dalam spesialisasi spesialisasi (cabang atau
bahkan ranting) tertentu.
Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan
kebenaran masing masing sebagai dasar pertimbangan.
Tulisan
ini disusun dengan maksud untuk menyegarkan kembali pemikiran kita tentang
dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geografi. Proses penyegaran
kembali ini perlu dilakukan karena kita ingin tetap memposisikan ilmu geografi
sebagai bidang ilmu yang diakui dan selalu relevan dengan dinamika perkembangan
sains dan teknologi dewasa ini. Dalam tulisan ini, dari berbagai buku pustaka,
akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu
sebagai pengantar pokok bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi dua definisi
geografi sebagai titik tolak telaah geografi sebagai bidang ilmu, metode
keilmuan beserta asumsi asumsinya dan selanjutnya disampaikan beberapa
pemikiran dari hasil telaah inti tulisan ini sebagai penutup .
Dalam
tulisan ini juga akan ditunjukkan posisi pengetahuan tentang teknik mutakhir
seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi
geografi (GIS) sebagai sarana analisis dalam studi geografi sehingga diperoleh
kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) dan teknik analisis penelitian.
Geografi Ontologi merupakan salah
satu cabang ilmu filsafat yang mengkaji hakikat sebenarnya suatu ilmu. Oleh
karena itu,supaya para geografi Indonesia tidak terjebak pada kajian rumpun
ilmu lain, kiranya perlu memahami kembali aspek ontologi filsafat ilmu
geografi.Secara ontologi ilmu geografi harus dipahami secara utuh oleh para
geograf. Hal ini dapat dilakukan dengan merujuk kembali pengertian – pengertian
geogra yang dikemukakan oleh para ahli
dan perhimpunan geogra.Ada beragam definisi geografi yang berkembang saat ini,misalnya pendapat
Hangget(1983) yang menyatakan bahwa Geography is an integrative discipline that
brings together the physical and human dimensions of the world in the study of
people,place,and environments.Selain itu,ada juga definisi geografi yang
dirumuskan oleh para ahli geografi
Indonesia pada Seminar dan Lokakarya di Semarang tahun 1988 yang
menjelaskan bahwa geografi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan
menggunakan sudut pandang kelingkungan & kewilayahan dalam konteks
keruangan. Dari definisi tersebut,secara eksplisit dapat dipahami bahwa
geografi merupakan bidang ilmu yang integratif antara aspek dan sosial. Dalam
mengkaji fenomena geosfer tidak boleh hanya menyentuh aspek sik saja.Kajian
geosfer harus komprehensif meliputi
aspek sik dan sosial (manusia). Selain itu,ilmu geografi merupakan
analisa sintesis terhadap fenomena geosfer (Arild Holt-Jensen, 2003; Haggett,
1983).Dalam melakukan kajian geosfer,seorang geograf harus menggunakan tiga
pendekatan utama yaitu keruangan,kelingkungan,dan kompleks wilayah.Tiga
pendekatan tersebut merupakan ciri khas geografi yang tidak dimiliki oleh ilmu
lain.Pendekatan keruangan menekankan pada analisa sintesis terhadap variasi
perbedaan lokasi di permukaan bumi serta faktor-faktor apa yang dominan
mempengaruhi perbedaan tersebut.Kemudian,pendekatan kelingkungan menekankan
pada hubungan (interaksi) antara manusia dengan lingkungan (alam). Sementara itu,
pendekatan kompleks wilayah adalah penggabungan antara keruangan dan
kelingkungan.Analisis kompleks wilayah menekankan pada kajian komprehensif
terhadap suatu wilayah meliputi aspek sik dan manusia (Arild Holt-Jensen, 2003;
Haggett, 1983).Dalam melakukan analisis terhadap fenomena geosfer,penggunaan
ketiga pendekatan tersebut disesuaikan dengan topik (tema) kajian. Misalnya
dalam kajian geografi bencana,penggunaan
pendekatan keruangan menekankan pada kajian tentang perbedaan variasi jenis
bencana (Mönter & Otto, 2017),contohnya mengapa Pulau Sumatra memiliki
indeks risiko gempa bumi sangat tinggi dibandingkan dengan Palau
Kalimantan.Dalam hal ini,kajian tersebut harus menyajikan faktor yang dominan
mempengaruhi perbedaan jenis bencana antara satu wilayah dengan lainnya.
B.
Rumusan Masalah
berdasarkan
latar belakang penulisan makalah ini, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud Ontologi geografi dalam Filsafat ?
2.
Apakah Pengertian Epistemologi ?
3.
Jelaskan teori nilai menurut realisme dalam Aksiologi geografi !
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN HUBUNGAN DENGAN GEOGRAFI
Defenisi FilsafatSecara etimologis, filsafat berasal
dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani.Filsafat dalam bahasa inggris,yaitu
philosophy,sedangkan dalam bahasa Yunani,filsafat merupakan gabungan dua
kata,yaitu philein yang berarti cinta
atau philos yang
berartimencintai,menghormati,menikmati,dan Sophia dan sofein yang
artinya kehikmatan,kebenaran,kebaikan, kebijaksanaan,atau
kejernihan.Berdasarkan teori tersebut,berfilsafat atau filsafatberarti mencintai,menikmati kebijaksaan atau
kebenaran.Hal ini sejalan dengan apa yang diucapkan ahli filsafat Yunani kuno,
Socrates,bahwa filosof adalah orang yang
mencintai atau mencari kebijaksanaan atau
kebenaran.Jadi,filosof bukanlah
orang yang bijaksana atau berpengetahuan benar,melainkan orang yang sedang
belajar dan mencari kebenaran atau
kebijaksaan.Dalam bahasa Indonesia,filsafat berasal dari bahasa Arab
filsafah,yang juga berakar pada istilah yunani. Pengertian filsafat itu juga
dapat dibedakan dari dua segi, yaitu segi yang statis dan darisegi yang
dinamis. Dikatakan dinamis karena dimana pada akhirnya orang
harus mencari kebijaksanaan itu dengan beraneka macam cara dan metode yang
dimiliki dan kemampuan yang ada,dan dikatakan statis karena orang dapat
mencukupkan diri atau merasa cukup untuk sekedarmencintai kebijaksanaan
tersebut.Akan tetapi walaupun demikian,secara terinci dan secara khusu filsafat
itu dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencari kebenaran yang
sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada atau mencari
hakikat segala sesuatu yang secara ringkas dapat dikatakan sebagai usaha
mencari kebenaran yang hakiki.
Ilmu filsafat adalaha Ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,alam
semesta,dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana ilmu filsafat dapat dicapai oleh akal manusia
dan bagaimana seharusnya sikap manusia
setelah mencapai pengetahuan itu.[ CITATION Sut07 \l 1033 ] Sebagai manusia
yang beriman,sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah SWT. yang telah
membekali kita akal.Melalui akal itulah kita mampu bernalar sehingga kita
menjadi makhluk yang berbudaya, yang lebih mulia dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Sekiranya hewan yang diberi akal oleh AllahSWT, maka kita harus
khawatir,karena mungkin yang akan dilestarikan agar tidak punah bukanlah
harimau Jawa atau harimau Sumatera, melainkan manusia Jawa atau manusia
Sumatera.[ CITATION Sus13 \l 1033 ]Filsafat,sebagai sebuah metode berpikir yang
sistematis merupakan salah satupendekatan tersendiri dalam memahami
kebenaran.Dalam konteks keagamaan,pemikiran tentang berbagai hal dan
urusan.ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda,
yaitumengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai
istilah tersebut seseorangharus menegaskan atau sekurang-kurangnya menyadari
arti mana yang dimaksud.Menurut cakupannya
pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap
pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai
satu kebulatan.Jadi,dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu
seumumnya (science-in-general).[ CITATION The07 \l 1033 ] Ilmu adalah merupakan
suatu pengetahuan,sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan
segala sesuatu yang diketahui manusia.Itulah bedanya filsafat dengan
ilmu,karena ilmu itu sendiri merupakan pengetahuan yang berupa informasi yang
didalami sehingg amenguasai pengetahuan tersebut yang menjadi suatu
ilmu.Ilmu pengetahuan merupakan
rangkaian kata yang sangat berbeda namun memiliki kaitan yang sangat kuat.Ilmu
dan pengetahuan memang terkadang sulit dibedakan oleh sebagian orang karena
memiliki makna yang berkaitan dan sangat
berhubungan erat.Membicarakan
masalah ilmu pengetahuan dan definisinya memang sebenarnya tidak semudah
yang diperkirakan.Adanya berbagai
definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong untuk memahami
hakikat ilmu pengetahuan itu.
Hubungan Antara Ilmu Dan
FilsafatFilsafat berbicara tentang ilmu,begitulah Kattsof mengutarakan jalinan
filsafat denganilmu.Bahasa yang dipakai
dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannyadi dalamnya
ilmu. Sementara itu Saifullah memberikan kesimpulan umum bahwa pada dasarnya
filsafat tiada lain adalah hasil pemikiran
manusia,hasil spekulasi manusia betapa pun tidak sempurnanya daya
kemampuan pikiran manusia.Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan,dalam hal
bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan pikiran manusia, yaitu berpikir
filosofis,spekulatif, dan empiris ilmiah.Perbedaan antara keduanya,terutama
untuk filsafat menentukan tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk hidup.Karenanya,filsafat inilah
kemudian disebut sebagai induknya ilmu pengetahuan.[ CITATION Sus13 \l 1033
]Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu
kesatuan,namun dalam perkembangannya
mengalami divergensi,dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi
pemikiran manusia,kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat
sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing,bukan untuk me-ngisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat
hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual
manusia.Harold H.Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat,karena terdapat persamaan sekaligus
perbedaan antara ilmu dan filsafat,di samping di kalangan ilmuwan sendiri
terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu,demikian
juga di kalangan filsufter dapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan
tugas filsafat.Adapun persamaan(lebih tepatnya persesuaian)antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan
berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan,terhadap hal-hal tersebut baik
filsafat maupun ilmu bersikap kritis.
B.ONTOLOGI
GEOGRAFI
Ontologi merupakan salah satu kajian
filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Tokoh Yunani yang memiliki pandangan
yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,Plato,dan Aristoteles .Pada
masanya,kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun
yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu
berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap
ada berdiri sendiri).
•Hakikat
kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
1. Kuantitatif,yaitu dengan
mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.
Kualitatif,yaitu dengan
mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu,seperti.misalnya
daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara
sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni
Monisme, Dualisme, Materialisme, Idealisme, Agnostisisme.
•Monisme:Aliran yang mempercayai bahwa
hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja,baik yang asa itu berupa
materi maupun rohani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya.Para filosof
pra-Socrates seperti Thales,Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam kelompok
Monisme,selain juga Plato dan Aristoteles.
Ontologi
merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang
paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas
pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana,dan sampai pada kesimpulan
bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu”.Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan
pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.
•Dualisme: kelompok ini meyakini sumber
asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat,yaitu materi(jasad) dan
jasmani(spiritual).Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang
menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya
kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Descartes
adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia
ruang (kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan
forma (bentuk yang berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima
prinsip dualisme ini, karena kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca
indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal
dan perasaan hidup.
•Materialisme: aliran ini menganggap
bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala sesuatu yang lainnya yang kita
sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
Menurut pahan materialisme bahwa jiwa atau roh itu hanyalah merupakan proses
gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.
Materialisme
terkadang disamakan orang dengan naturalisme.Namun sebenarnya terdapat
perbedaan antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang
menganggap bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada.
(Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedangkan yang dimaksud alam (natural)
disana ialah segala-galanya meliputi benda dan roh. Sebaliknya materialisme
menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya dengan
benda.
Filsafat
Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka disebut
filsafat alam (natuur filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam
ini pada unsur-unsur kebendaan yang pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap
bahwa unsur asal itu air. Anaximandros (610-545 s.M) menganggap bahwa unsur
asal itu apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M)
menganggap bahwa unsur asal itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini
adalah Demokritos (460-360 s.M) menggap bahwa hakikat alam ini merupakan
atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan sangat halus. Atom-atom itulah
yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak
pendapat materialisme klasik yang lebih tegas.
•Idealisme: idealisme merupakan lawan
dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme. Aliran menganggap bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka warna itu semua berasal dari roh (sukma) atau
yang sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak
menempati ruang. Menurut aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis
daripada penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini adalah “manusia
menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan
manusia. Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah
badannya, bayangan atau penjelmaan saja.
•Agnostisisme: pada intinya Agnostisisme
adalah paham yang mengingkari bahwa manusia mampu mengetahui hakikat yang ada
baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini juga menolak
pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah
para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang
Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat ada (being) manusia, tetapi yang ada
adalah keberadaan (on being)-nya.
Istilah
istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
•yang-ada
(being)
•kenyataan/realitas
(reality)
•eksistensi
(existence)
•esensi
(essence)
•substansi
(substance)
•perubahan
(change)
•tunggal
(one)
•jamak
(many)
Aspek
Ontologi Geografi meliputi :
a)
Konsep Geografi, secara etimologi berarti ilmu bumi, secara terminologi adalah
ilmu yang mempelajari fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan,
kewilayahan dalam konteks keruangan.
b)
Ruang lingkup Geografi adalah aspek alam dan aspek kemanusiaan.
c)
Obyek studi, berupa obyek material adalah geosfer meliputi atmosfer, lithosfer,
hidrosfer, biosfer dan antroposfer, sedangkan obyek formal berupa analisis
keruangan, ekologi dan kewilayahan.
d)
Konsep geografi meliputi konsep : lokasi, jarak, keterjangkauan, pola,
geomorfologi, aglomerasi, perbedaan wilayah, nilai kegunaan, interaksi dan
keterkaitan keruangan.
Jadi
bagian ini mencoba menafsirkan alam sebagaimana adanya serta dapat dikembangkan
secara realitas yang lebih dalam lagi dan tidak berhenti pada dimensi waktu.
C.EPISTEMOLOGI
Epistemologi merupakan aspek yang
membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita
mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Istilah epistemologi
didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi
berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan
logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para
ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi
itu. Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang
sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada
suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi
adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan
validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan bahwa
epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian,
struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Jadi, Epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pengetahuan
adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Pengetahuan
inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini
yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau
dari segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat
berbeda jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang
dan semakin bertambah.
Dalam
aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme,
premis mayor, dan premis minor.
1).Analogi,
analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar
terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
2).Silogisme,
silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak
langsung,yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
3).Premis
Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan,kebenaran,dan
kepastian.
4).Premis
Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan
dalil-dalilnya.
1.Objek
dan Tujuan Epistimologi
Dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan
tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara
cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran,
sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan
tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan.
Objek
epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan
suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu
sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka
sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques
Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan
untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan
tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
2.Landasan
Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut
metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang
benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan
lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut
ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah
merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki
fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Metode
ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan
pengetahuan ilmu. Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan
dalam langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini
secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup
dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga
batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran
dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
b. Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha
untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini
kitamengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah
tersebut.Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala
yang sedang kita telaah.
c. Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita
untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang
mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas.
Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif
dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
d. Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan
langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi
fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam
hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
e. Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk
megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta
tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis
itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal
hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita
kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
f. Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah
hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru
dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut
sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat
diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu.
Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai
premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan
demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur
sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
D.AKSIOLOGI
GEOGRAFI
Aksiologi merupakan bagian
dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Aksiologi: nilai kegunaan ilmu,penyelidikan tentang prinsip-prinsip
nilai.Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,
terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti
teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.[1] Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem mempunyai
rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk
pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.[1] Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[1]
Aksiologi
dibagi kepada tiga bagian menurut Sumantri, yaitu: (1) Moral Conduct (tindakan
moral), bidang ini melahirkan disiplin ilmu khusus yaitu “ilmu etika”
atau nilai etika. (2) Esthetic Expression (Ekspresi Keindahan), bidang ini
melahirkan konsep teori keindahan atau nilai estetika. (3) Sosio Political Live
(Kehidupan Sosial Politik), bidang ini melahirkan konsep Sosio Politik
atau nilai-nilai sosial dan politik.[1] Aksiologi adalah
suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam
kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian manusia.
Socrates berpendapat bahwa masalah yang pokok adalah kesusilaan, tetapi
semenjak masa hidup socrates masalah hakikat yang-baik senantiasa menarik
banyak kalangan dan dipandang bersifat hakiki serta penting untuk dapat
mengenal manusia.[1]
Aksiologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut
kefilsafatan. Sejalan dengan itu, Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah
studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan,
keindahan, dan kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang
hakikat tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika.Tetapi dewasa ini,
istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog
filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori
nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good
and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan
(means and ends).[1] Aksiologi mencoba
merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti
apa itu baik (what is good). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis
tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka
menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.Dalam Encyclopedia of Philosophy
dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga
bentuk value dan valuation, yaitu:
Nilai,
digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit
seperti: baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam
kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia
berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.Nilai
sebagai kata benda konkret.Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai.
a).Teori
nilai menurut idealisme.
Idealisme
berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos karena itu seseorang
dikatakan baik, jika banyak berinteraksi dalam pelaksanaan hukum-hukum itu.
Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai
hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal
seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang
haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk itu, ekspresi perasaan yang
mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi
yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan pakaian dan suasana kesungguhan
tersebut.
b).Teori
Nilai Menurut Realisme
Menurut
realisme, sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan
hidupnya. Realisme memandang bahwa baik dan buruknya keadaan manusia tergantung
pada keturunan dan lingkungannya. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan
antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh lingkungannya. George
Santayana memadukan pandangan idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan
menyatakan bahwa “nilai” itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal,
karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya
kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung tinggi asas otoriter atau
nilai-nilai, namun tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif menentukan
nilai-nilai itu atas dirinya sendiri.
c).Karakteristik
dan Jenis-jenis Nilai Aksiologi
1.Karakteristik
Nilai
Ada
beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu :
a).Nilai
objektif atau subjektif
Nilai
itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai;
sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya
tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan
apakah ini bersifat psikis atau fisik.
b).Nilai
absolute atau berubah
Suatu
nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah
berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta akan
berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social. Dipihak
lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan keinginan
atau harapan manusia.[1]
Jenis-
jenis Nilai
Aksiologi
sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu :
Etika
Istilah
etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam
istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan
moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan.[1] Etika merupakan
teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan
yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya dalam
kehidupan.
Jadi,
etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara
memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang
perilaku manusia. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis
dalam pendapat-pendapat spontan kita.
2.Jenis-
jenis Nilai
Aksiologi
sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu :
a).Etika
Istilah
etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam
istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan
moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan.[1] Etika merupakan
teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan
yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya dalam
kehidupan.
Jadi,
etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara memandangnya
dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku
manusia. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita.
BAB III
PENUTUPAN
A.
KESIMPULAN
Geografi merupakan ilmu yang sangat
menarik untuk dipelajari.Pada hakikatnya belajar geografi lebih menekankan pada
cara unik untuk mempelajari bumi dengan berbagai ilmu bantu dalam persepktif
geography eye (sudut pandang geografi meliputi: keruangan, kelingkungan, dan
kompleks wilayah).Hal ini yang menjadi kekuatan ilmu geografi yang tidak
dimiliki oleh ilmu lain.Oleh karena itu,sudah saatnya para geografi untuk
kembali ke landasan tersebut.Spesialisasi yang terlalu jauh jusrtu membuat ilmu
geografi semakin kabur dan tidak jelas serta bersinggungan dengan ilmu lain.Kondisi
tersebut sangat tidak menguntungkan bagi geografi.Sudah sepatutnya,bagi ilmuan
geografi untuk memengang teguh tiga pendekatan utama geografi tersebut dalam
kajian berbagai isu.Dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dari
aspek epistimologi geografi,penulis menyakini hasil penelitian dan kajian yang
dilakukan akan semakin menarik dan komprehensif.Hasil penelitian tersebut akan
menjadi masukan berharga bagi stakeholders.Kemudian,dalam konteks pendidikan
geografi,sudah saatnya kurikulum geografi di Indonesia direvisi dan
disempurnakan.Kurikulum geografi kedepan harus memiliki standar yang jelas
serta berbasis Higher Order inking Skill (HOTS).Kompetensi dasar yang
dirumuskan harus dapat merangsang siswa untuk berpikir kiritis dan analisis.Selain
itu,muatan konten dalam silabus lebih menekankan pada kehidupan sehari – hari
siswa.
B.
SARAN
Penulis berharap semoga makalah ini
dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat menambah pengetahuan dalam hal
Perspektif Filsafat Ilmu Geografi.Dan juga penulis mengharapkan adanya
sumbangsih kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyesunan makalah
berikutnya yang lebih sempurnah lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Adib,
Mohammad, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2011
Akhmadi,
Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: Raja grafindo Persada, 2007
Budi,
F. Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern, Jakarta:
Erlangga, 2010
Hadi,
Hardono, Epistemologi Filsafat Pengetahuan………,
S.
Juhaya, Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana, 2003
Tafsir,
Ahmad, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003,
http://lingkarpenadamayana.wordpress.com/category/filsafat/,
diunduh pada tanggal 11 Mei 2017
http://mdsutriani.wordpress.com/2012/06/23/aliran-filsafat-rasionalisme/,
diunduh pada tanggal 11 Mei 2017.