Saturday, 9 May 2020

MAKALAH SYARIAH PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUPNYA


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk itu manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Selain akidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup), syariat (jalan hidup) adalah salah satu bagian agama Islam. Sebagai jaln hidup, syariah merupakan the way of life  umat Islam. Hidup manusia yang dibimbing dengan syariah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.
Syariah adalah tatanan dan ketentuan Allah yang harus dijalankan perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, dalam syariah diajarkan tentang  hal-hal yang wajib, yang sunnah, yang mubah, yang makruh dan yang haram dikerjakan dalam seluruh aspek kehidupan  manusia baik dalam beribadah maupun dalam pergaulan hidup manusia. Karena hal inilah syariah sangat penting untuk dipelajari sejak dini mungkin oleh seluruh umat manusia  di bumi ini.
Syariah akan ada disepanjang masa selama dunia ini belum kiamat, senantiasa relevan degan keadaan dunia dimana saja, karena syariah adalah atura Allah dan itulah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiannya di dunia dan akherat.

B.  Rumusan Masalah
1.    Pengertian Syari’ah
2.    Ruang Lingkupnya

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui arti syari’ah
2.    Untuk mengetahui ruang lingkup syari’ah

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian dan Ruang lingkupnya
1.    Pengertian Syariah
Syariat Islam (Arab: شريعة إسلامية Kata syara' secara etimologi berarti jalan-jalan yang bisa di tempuh air", maksud nya adalah jalan yang di lalui manusia untuk menuju allah. Syariat Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam. Selain berisi hukum, aturan dan panduan peri kehidupan, syariat Islam juga berisi kunci penyelesaian seluruh masalah kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Pengertian Syariah Menurut Ashshiddieqy adalah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk para hamba-Nya dengan perantara Rasullullah, supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar iman dan takwa, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun yang mengenai akhlak dan akidah, kepercayaan yang bersifat batiniah.
Menurut Agnides, Pengertian Syariah ialah sesuatu yang tidak akan diketahui adanya, seandainya saja tidak ada wahyu ilahi.
Fyzee Mengemukakan Pengertian Syariah yaitu sebagai berikut, syariat dalam bahasa Inggris disebut Connon of Law yakni keseluruhan perintah Tuhan. Dimana Tiap-tiap perintah itu dinamakan hukum. Hukum Allah tidak mudah dipahami dan syariah itu meliputi semua tingkah laku manusia.
Pengertian Syariah Menurut Hanafi adalah apa (hukum-hukum) yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang di bawah oleh salah seorang Nabi-Nya, baik hukum-hukum itu berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut sebagai "hukum-hukum cabang dan amalan". Oleh karenanya maka dihimpunlah ilmu Fiqih, ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan kepercayaan yaitu yang disebut sebagai "hukum-hukum Pokok" atau keimanan, yang terhimpun dalam kajian ilmu kalam.
Menurut Rosyada, Pengertian Syariah ialah menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan umat manusia lainnya. Zuhdi Mengatakan, Pengertian Syariah yaitu sebagai hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya untuk Hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar iman dan takwa, baik yang berkaitan dengan akidah, amaliyah (Ibadah dan Muamalah) dan yang berkaitan dengan akhlak.
Berdasarkan Pengertian Syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Syariah adalah segala apa yang disyariatkan oleh Allah. Baik dengan Al-qur'an maupun dengan Sunnah Nabi ataupun yang dapat melengkapi  semua dasar-dasar agama, akhlak, hubungan manusia dengan manusia, bahkan meliputi juga apa yang menjadi tujuan hidup dan kehidupan manusia untuk keselamatan dunia dan akhirat.

B.  Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Hukum Islam menurut Zainuddin Ali, sebagai berikut :
1.    Ibadah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Ibadah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual) yang terdiri atas :
a)        Rukun Islam Yaitu mengucapkan syahadatin, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji bila mempunyai kemampuan (mampu fisik dan nonfisik).
b)        Ibadah yang berhubungan dengan rukun islam dan ibadah lainnya, yaitu badani dan mali. Badani (bersifat fisik), yaitu bersuci, azan, iqamat, itikad, doa, shalawat, umrah dan lain-lain. Mali (bersifat harta) yaitu zakat, infak, sedekah, kurban dan lain-lain.
2.      Muamalah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Muamalah adalah peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan barang atau uang, penemuan, pengupahan, warisan, wasiat dan lain-lain.
3.      Jinayah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Jinayah ialah peraturan yang menyangkup pidana islam, di antaranya : qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman memabukkan, murtad dan lain-lain.
4.      Siyasah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Siyasah yaitu menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, di antaranya : persaudaraan, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan dan lain-lain.
5.      Akhlak sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Akhlak yaitu sebagai pengatur sikap hidup pribadi, di antaranya : syukur, sabar, rendah hati, pemaaf, tawakal, berbuat baik kepada ayah dan ibu dan lain-lain.
6.      Peraturan lainnya di antaranya : makanan, minuman, sembelihan, berbutu,
nazar, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dakwah, perang dan lain-lain. Jika ruang lingkup hukum islam di atas dianalisis objek pembahasannya, maka akan mencerminkan seperangkat norma ilahi yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan yang terjadi antara manusia yang satu dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dan benda serta alam lingkungan hidupnya. Norma ilahi sebagai pengatur tata hubungan yang dimaksud adalah kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara dalam hubungan langsung antara manusia dengan Tuhannya, dan kaidah muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan makhluk lain di lingkungannya.

C.  Syariah dan Fiqih  serta keabadian syariat islam
Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah, karena fiqh itu pada hakikatnya adalah jabaran praktis dari syariah.[1] Karenanya, sebelum membahasa tentang arti fiqh, terlebih dahulu perlu dibahas arti dan hakikat syariah.
1.    Pengertian Syariah
Secara etimologis syariah berarti “jalan yang harus diikuti.” Kata syariah muncul dalam beberapa ayat Al-Qur’an, seperti dalm surah Al-Maidah:48, asy-Syura: 13, yang mengandung arti “ jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan.”(Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih. Hal. 1). Dalam hal ini agama yang ditetapkan oleh Allah disebut syariah, dalam artian lughawi karena umart isla selalu melaluinya dalam kehidupannya.
Menurut para ahli, syariah secara terminologi adalah “segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia diluar yang mengenai akhlak”. Dengan demikian syariah itu adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah. Karena memang syariah itu adalah hukum amaliah yang berbeda menurut perbedaan Rasul yang membawanya dan setiap yang dating kemudian mengoreksi yang dating lebih dahulu. Sedangkan dasar agama yaitu tauhid/aqidah tidak berbeda antara Rasul yang satu dengan yang lain. Sebagian ulama ada yang mengartikan syariah itu dengan: “ Apa-apa yang bersangkutan dengan peradilan serta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada hal yang halal dan haram.” Lebih dalam lagi Syaltut mengartikan syariah dengan “hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi hamba-hambaNya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan manusia. Dr.Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syariah itu adalah apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat huku yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia.
2. Pengertian Fiqh
(فالاصل لغة) هو ما بني عليه غيره – كاصل الجدار.[2]
Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal.[3] Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.[4]
Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’I, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam uraian ini. penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum. Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh nash.
Dari penjelasan diata dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan syariah memiliki hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik itu harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang disebut  syari’ah. Untuk mengetahui semua kehendak-Nya tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi apapun dan bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci. Ketentuan yang terinci tentang amaliah manusia mukalaf[5]  yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah itu disebut fiqh.[6]
3. Keabadian Syariat Islam
Hukum Islam, baik dalam pengertian syariat maupun dalam pengertian fiqh di bagi dalam dua bidang.
a.    Ibadah, menurut bahasa, artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan doa. Ibadah dalam makna taat atau mentaati (perintah) diungkapkan Allah dalam Al-Quran surat Yaasiin (36): 60
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
yang terjemahan artinya sebagai berikut, “Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan, (karena) sesungguhnya setan itu adalah musuhmu yang nyata”.
Ibadah itu sendiri terbagi atas:
a)    Rukun Islam: mengucapkan syahadatain, mengerjakan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bila mempunyai kemampuan (mampu fisik dan nonfisik)
b)   Ibadah yang berhubungan rukun Islam dan ibadah lainnya, yaitu bersifat Badani (bersifat fisik), yaitu bersuci: wudu, mandi, tayamum, peraturan untuk menghilangkan najis, peraturan air, istinja, dan lain-lain, azan, iqamat, i’tikaf, doa, dan lain-lain. Dan bersifat Mali (bersifat harta): zakat, infak, shadaqah, qurban, aqiqah, fidyah,dan lain-lain.
Dalam hubungan ini perlu dipahami bahwa hakikat ibadah adalah menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam surat Adz-Zariyaat (51): 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُون
Dan, Aku tidak menciptakan  jin dan manusia kecuali untk beribadah kepada-Ku”.
Ketentuan hukum ibadah ini, semula diatur secara global (mujmal) dalam Al-Quran, kemudian dijelaskan oleh Sunnah Rsul—berupa ucapan, perbuatan atau penetapannya—dan diformulasikan oleh para fuqaha (ahli hukum) ke dalam kitab-kitab fiqh. Pada prinsipnya dalam masalah ibadah, kaum muslimin menerimanya sebagai ta’abbudyy , artinya diterima dan dilaksankan dengan sepenuh hati, tanpa terlebih dahulu merasionalisasikannya. Hal ini karena arti ibadah sendiri menghambakan diri kepada Allah, Zat yang berhak disembah. Dan manusia tidak memiliki kemampuan untuk menangkap secara pasti alasan (‘illat) dan hikmah apa yang terdapat di dalam perintah ibadah tersebut. Dari uraian di atas, jelas bahwa ibadah adalah sari ajaran Islam berupa pengabdian atau penyerahan diri kepada Allah (Ensiklopedi Islam, 1993, jilid 2, halaman 143-144).
b.    Muamalat, mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya,
seperti perikatan, sanksi hukum dan aturan lain, agar terwujud ketertiban dan keadilan, baik secara perorangan maupun kemasyarakatan. Muamalat ini dipilih sesuai dengan aspek dan tujuan masing-masing. Abdul Wahab Khalaf, op.cit., halaman 32-33 merinci sebagai berikut
1.  hukum kekeluargaan (ahwal al-syakhsiah) yaitu hukum yang berkaitan dengan urusan keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan keluarga satu dengan yang lainnya.
2.  Hukum Sipil (civics/al-ahkam al-madaniyah) yang mengatur hubungan individu-individu serta bentuk-bentuk hubungannya seperti: jual beli, sewa-menyewa, utang piutang, dan lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmoni di dalam masyarakat.
3.  Hukum Pidana (al-ahkam al-jinaiyah) yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan pelaku perbuatan pidana dan masyarakat.
4.  Hukum Acara (al-ahkam al-murafaat) yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan hak, dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum. Hukum ini mengatur cara beracara di lembaga peradilan, tujuannya untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat.
5.  Hukum Ketatanegaraan (al-ahkam al-dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat.
6.  Hukum Internasional  (al-ahkam al=duwaliyah) mengatur hubungan antar negara Islam dengan negara lainnya dan hubungan warga muslim dengan nonmuslim, baik dalam masa damai atau masa perang.
7.  Hukum Ekonomi (al=ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah). Hukum ini mengatur hak-hak seorang pekerja dan orang yang memperkerjakannya, dan mengatur sumber keuangan negara dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya.

D.  Hubungan syariah dengan kehidupan dunia
Dalam Islam segala sesatu telah diatur, mulai dari lahir hingga meninggal dunia, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali tidak ada yang tidak diatur dalam Islam. Sehingga kesempurnaan islam merupakan keniscayaan yang luar biasa bagi pemeluknya. Syariat artinya hukum atau jalan yang sesuai dengan peraturan Allah swt. Allah telah menurunkan agama Islam secara lengkap dan sempurna kepada nabi Muhammad saw.
Ajaran Islam juga merupakan ajaran yang jelas dan mudah dimengerti, prkatis untuk diamalkan, dan sejalan dengan kepentingan manusia dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Allah swt berfirman dalam al-Quran. ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِي مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٖ لِّإِثۡمٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ Terjemahan: Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. Al-Maidah: 03) Jumhurul ulama menafsirkan ayat ini khususnya pada kata "terpaksa" yang dimaksud adalah dalam keadaan darurat, sama sekali tidak menemukan makanan yang halal, maka kita boleh memakan makanan yang diharamkan sekedar untuk mengisi perut yang kosong agar tidak mati. Bagi Islam, syariat hanya berlaku bagi bagi orang yang telah dewasa (baligh) dan berakal sehat.
Anak kecil belum dikenai syariat islam hingga dia dewas dan orang gila tidak dikenai syariat Islam hingga dia waras dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tanda baligh bagi pria adalah ketika dia mimpi basah (mimpi bersetubuh) dengan lawan jenis (perempuan). Sedangkan untuk perempuan ditandai dengan telah mengalami menstruasi (datang bulan). Bagi setiap muslim dan muslimah keharusan mematuhi syariat dijelaskan dalam firman Allah swt. sebagai berikut. ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ Terjemahan: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (Q.S. Al-Jatsiyah: 18) Syariat Islam dalam pembahasannya secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:
Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah swt. dan alam gaib yang tak terjangkau oleh indera manusia (Ahkam Syariyyah I'tiqadiyyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu Tauhid. Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (Ahkam Syariyyah Khuluqiyyah) yang menjadi bidang bahasan ilmu tasawuf (akhlak). Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara ibadah kepada Allah swt. atau hubungan manusia dengan Allah (vertikal), serta ketentuan yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.
Akhir-akhir ini umat islam biasanya mengidentikkan syariat dengan fiqih, oleh karena sedemikian erat hubungan keduanya.Akan tetapi pada dasarnya keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Syariat islam merupakan ketentuan-ketentuan Allah swt yang sangat mendasar dan global sehingga tidak dapat dirubah oleh siapapun dan kapanpun, syariat bersifat kekal. Sedangkan fiqih merupakan penjabar dari syariat yang berasal dari ijtihad para mujtahid, sehingga dalam perkara perkara tertentu fiqih bersifat lokal dan temporal. Itulah sebabnya ada sebutan fiqih kebangsaan, fiqih irak, dan lain sebagainya. Selain itu fiqih merupakan hasil dari pemikiran mujtahid sehingga ada yang namanya fiqih Syafi'i, Fiqih Maliki, Fiqih Hambali, dan Fiqih Hanafi.

E.  Hubungan syariah dengan kehidupan Akhirat
SEJATINYA setiap manusia menyadari bahwa hidupnya di dunia akan bertemu titik akhir berupa kematian. Saat kematian itu tiba, sirnalah segala kenikmatan hidup. Tinggallah manusia sebatang kara, terbujur kaku di dalam kubur.
Namun, rasio manusia tidak kehilangan cahaya kala berbicara kematian. Sebab, ternyata kematian adalah satu jalan untuk manusia dapat terangkat semua hijab pandangan mata hatinya terhadap hakikat dari kebenaran dan kehidupan itu sendiri.
Oleh karena itu, Islam memberikan penjelasan bahwa kehidupan di dunia ini laksana pertanian menuju akhirat. Siapa yang menanam kebaikan ia akan memperoleh kebaikan dan sebaliknya.
Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin berkata, “Tidaklah mungkin untuk menghasilkan bibit (tanaman) ini kecuali di dunia, tidak ditanam, kecuali pada kalbu dan tidak dipanen kecuali di akhirat.”
Kemudian Al-Ghazali mengutip hadits Nabi, “Kebahagiaan yang paling utama adalah panjang umur di dalam taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dalam kata yang lain, jika ditanya, siapa manusia yang beruntung dan bahagia, adalah yang menjadikan dunia sebagai ladang beramal, “bercocok tanam” untuk kebaikan akhiratnya. Dalam hal ini, ayat Al-Qur’an sangat eskplisit menjelaskan.
ü  فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ
ü  فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ
ü  وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
ü  فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.” (QS. Al Qari’ah [101]: 6-9).
Baca:  Pergunakan Usia Panjangmu dengan Amal Shalih (1)
Dengan demikian sebenarnya cukup sederhana memahami tentang bagaimana semestinya kaum Muslimin memandang kehidupan dunia, yakni bagaimana amal kebaikannya lebih unggul daripada amal keburukannya.
Terlebih secara gamblang Allah juga telah menyebutkan bahwa diciptakannya kehidupan dan kematian ini hanyalah untuk menguji kehidupan umat manusia, dan mengetahui siapa yang terbaik amalnya.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).
وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan
adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS: Hud [11]: 7).
Memahami hal tersebut, hati kita akan semakin terang kala melihat sosok para sahabat menjadikan dunia sebagai bekal untuk akhirat.
Sebut saja pebisnis ulung masa Nabi, Abdurrahman bin Auf, seluruh hasil dari perniagaannya ia salurkan untuk menyantuni para veteran perang Badar, para janda Rasulullah, dan memberi makan anak yatim dan fakir miskin di Madinah.
Tidak saja mereka yang diberi Allah rezeki berupa harta, yang memiliki potensi pada sisi lainnya dan dengan kekuatan apapun yang mereka miliki, mereka tidak pernah lemah, loyo, apalagi letoy dalam mengisi kehidupan dunia dengan kebaikan demi kebaikan.
Abdullah bin Amr misalnya, sejak awal menjadi Muslim, ia telah memusatkan perhatiannya terhadap Al-Qur’an. Setiap turun ayat, ia langsung menghafalkan dan berusaha keras untuk memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hafal seluruhnya.
Kemudian dari sisi kecerdasan intelektual, lihatlah Muadz bin Jabal. Kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat dikenal oleh seluruh penduduk Madinah. Sampai-sampai dikatakan Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khathab.
Namun kecerdasannya bukan untuk merengkuh keuntungan pribadi dan menghimpun kekayaan dunia. Tetapi membela agama Allah. Hal ini terbukti kala Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam hendak mengirimnya ke Yaman. Beliau bertanya, “Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?”
Kitabullah,” jawab Mu’adz.
 Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula.
 Saya putuskan dengan Sunnah Rasul.”
 Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?
Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia,”
jawab Muadz.
Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. “Segala puji bagi Allah yang telah
memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh
Rasulullah,” sabda beliau.
Kemudian, perhatikanlah sosok Nabi yang membuat Abdullah bin Amr terkagum-kagum dengan amalannya yang nampaknya sederhana, sepele, ternyata Nabi menyebutnya malah membuat lelaki itu tercatat sebagai ahli Surga.
Abdullah bin Amr adalah sosok yang penasaran dengan amalan lelaki itu. Setelah bermalam di rumah lelaki itu dan meneliti amalan yang dikerjakan, nihil, Abdullah tak menemukan amalan khusus apapun.
Maka pada saat hari terakhir, dimana ia akan berpamitan, kepada pria itu Abdullah berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan yang membuatmu menjadi penghuni surga, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Aku bermaksud dengan melihat amalanmu itu aku akan menirunya supaya bisa menjadi sepertimu. Tapi, ternyata kau tidak terlalu banyak beramal kebaikan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu mencapai sesuatu yang dikatakan Rasulullah sebagai penghuni surga?” ucapnya penuh penasaran.
Laki-laki itu pun tersenyum dan menjawab ringan, “Aku tidak memiliki amalan, kecuali semua yang telah engkau lihat selama tiga hari ini.” Jawabannya itu tak memuaskan hati Abdullah ibn Amr.
Baca: Pergunakan Usia Panjangmu dengan Amal Shalih (2)
Namun, ketika Abdullah melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata kepada Abdullah, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”
Mendengarnya perkataan tersebut, takjublah Abdullah bin Amr bin Ash. Ia yakin sifat tak pernah iri, dengki, dan hasad membuat pria itu masuk Surga.
Subhanalloh, demikianlah orang-orang terdahulu mengisi kehidupannya di dunia. Mereka fokus, bersungguh-sungguh beramal dengan apa yang mereka mampu lakukan dengan niat hanya ingin mendapat ridha Allah, sehingga perangai, perilaku dan orientasi hidup mereka di dunia adalah Allah.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Syariah adalah : tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.
Ruang lingkup yaitu mencakup : ibadah, muamalah, murakahat, jinayat, siyasah  akhlak, peraturan-peraturan  lainnya.

B.  Saran
Demikianlah tugas ini kami buat, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya memabngun bagi para pembacanya seabgai keempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan makalah-makalah selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca dan terkhusus buat kami. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Arfin Hamid, 2011. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan. PT Umitoha Ukhuwa Grafika : Makassar.
https://saripedia.wordpress.com/tag/keabadian-syariat/
Syafe’I Rachmat, ilmu ushul fiqih. Bandung; Pustaka Setia, 2010
Syarifuddin Amir, ushul fiqh, Jakarta; Kencana Perdana Media Group. 2011
www.wikipedia.com
www.Wikipedia.com , mukallaf, mujtahid,; ciputat, akses pada 10 maret 2013 hakim, abdul hamid, al-bayan.
Zainuddin Ali, 2008. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Penerbit Sinar Grafika : Jakarta.



No comments:

Post a Comment