IDENTIFIKASI
DAN PSIKOTERAPI TERHADAP ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah kejiwaan menjadi bagian yang selalu muncul dalam
kehidupan manusia di dunia. Adanya kondisi sedemikian rupa menggerakkan para
pa-kar psikologi maupun psikiatri untuk mencarikan solusinya. Hasilnya te-lah
ditunjukkan berupa ragam model penanganan psikoterapi.1 Psikoterapi merupakan
kegiatan berupa treatment kepada seseorang yang kondisi keji-waannya terganggu,
melalui terapi atau intervensi pada aspek psikologis.2 Secara garis besar
terdapat beberapa model pokok pendekatan dalam terapi psikologi. Pertama,
psikoanalisis yang dicetuskan oleh Freud. Terapi ini didasari “adanya kehidupan
mental yang tidak disadari seperti dalam dunia mimpi beserta pemaknaan mimpi”.
Kedua, behavioristik yang ber-pendapat adanya kelainan sikap dikarenakan oleh
proses belajar yang tidak tepat. Ketiga, psikologi humanistik, berpedoman bahwa
setiap individu itu memiliki keinginan dan kesadaran
Perkembangan kemajuan zaman, globalisasi dan modernisasi
ternyata menimbulkan banyak perubahan dalam berbagai segi kehidupan. Kondisi
demikian merambah pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolo-gi sehingga
berdampak terhadap perubahan dinamika suatu kehidupan. Termasuk dalam dunia
psikologi pada spesifikasi psikoterapi. Psikoterapi yang berkembang saat ini
menjadi empat jenis, yaitu: Pertama adalah terapi psikofarmaka, merupakan
treatment fisik-biologis pada pasien yang menga-lami depresi melalui obat
anti-depresan. Kedua, terapi psikologis yangser-ing dikenal denganterapi
psikologi biasa. Pendekatan terapi ini fokus pada penanganan masalah kejiwaan
yang merujuk pada aliran psikologi barat. Adapun jenis yang ketiga adalah
terapi psikososial. Terapi psikososial ada-lah treatment psikologi untuk
penderita gangguan maladaptasi sosial. Ke-empat adalah terapi psikoreligius.4
Psikoterapi ini ditawarkan untuk anak penyandang ADHD (attention deficit
hyperactivity disorder). Sindrom ketidak-seimbangan aktivitas yang muncul pada
anak dengan gejala restlessatau hip-eraktif, rendahnya perhatian, semaunya
sendiri, dan distruktif. Hal demikian dapat mengganggu prestasi di bidang
akademik serta proses pembelajaran mereka di sekolah.5 Anak yang menderita ADHD
harus mendapat perha tian khusus untuk mendapatkan terapi supaya berkembang
sebagaimana mestinya. Berangkat dari
pembahasan tersebut psikoterapi menjadi penting di-lakukan bagi penderita ADHD.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder secara istilah
adalah hambatan pemusatan perhatian disertai kondisi hiperaktif. Secara umum
sudah ban-yak penelitian tentang faktor penyebab Attention Deficit
Hyperactivity Disor-der. Meskipun demikian, belum bisa dipastikan secara pasti
fakor dominan atau utama penyebab adanya gangguan tersebut. Para ahli
menyimpulkan bahwa Attention Deficit Hyperactivity Disorder disebabkan adanya
masalah genetikal, bahan-bahan kimia, virus, problem kehamilan dan persalinan
serta kondisi yang dapat mengintervensi penyebab rusaknya jaringan otak
manusia.
Tidak hanyan faktor hereditas saja, dalam penelitian yang
lain memper-lihatkan bahwa lingkungan sosial ternyata juga memiliki peran dan
andil yang cukup besar. Pemanfaatan teknologi informasi audio-visual berupa
televisi, komputer, dan gadget secara tidak tepat disinyalir ikut berperan
memperburuk timbulnya sindrom tersebut. Perlu diketahui bahwa gejala ini juga
bisa muncul pada anak yang mempunyai kondisi neurologis normal. Faktor
penyebabnya bisa disebabkan oleh pola asuh orangtua kepada anak.
B.
Identifikasi ADHD
Diagnosa gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder
sangat beragam, tidak ada jenis tes yang pasti untuk melakukan mengetahui
apakah anak mengidap ADHD atau tidak. Gejala ADHD tersebut bergantung pada
umur, situasi, dan lingkungan anak. Dapat dikatakan, ADHD merupakan suatu
gangguan yang kompleks.6 yang berhubungan dengan kelainan aspek kog-initif,
psikomotorik, maupun afektif. Perlu diketahui bahwa kemunculan gejala ADHD
dimulai pada umur kanak-kanak, bersifat menahun. Gejala utamanya berupa
hambatan kon-sentrasi, pengendalian diri, serta hiperaktif.7 Pada gejala
Inatensi anak ser-ing terlihat mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
(tidak bisa fokus). Adanya stimulus secara spontan dari indera masing-masing
sangat mempengaruhi konsentrasi mereka. Daya tahan konsentrasi mereka sangat
terbatas, sehingga menghambat proses information receiving dari luar
(ling-kungan). Kemudian pada gejala Impulsifitas, anak mengalami kelainan sikap
atau ketidak harmonisan antara pikiran dengan tindakannya. (Disor-der among
think and do). Faktor sense atau perasaan begitu mendominasi seh-ingga mereka
sangat cepat merespon. Anak juga mengalami hambatan da-lam menentukan skala
prioritas ketika sedang beraktifitas, kondisi demikian sangat mengganggu
kepribadian dan lingkungannya. Pada gejala Hiperak-tifitas, anak mengalami
aktifitas berupa gerakan motorik yang berlebih di atas rata-rata aktifitas
motorik anak normal sesuai usianya. Mereka terlalu banyak bergerak serasa tanpa
lelah dan tujuan yang jelas bahkan sangat sulit untuk ditenangkan.
C.
Panduan
Identifikasi
Dalam melaksanakan proses identifikasi ADHD American
Psychiatric Association (APA), menggunakan standar untuk memastikan hambatan
da-lam memusatkan perhatian dengan merujuk kepada DSM IV “Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder, edition4th”antara lain:
“Pertama, fokus atau perhatian lemah. Ciri-cirinya antara
lain: hal-hal yang detail sukar dipahami, sering menciptakan kesalahan fatal
“sembrono” dalam beraktifitas, ketika diajak berbicara secara langsung tidak
didengar-kan, arahan atau instruksi tidak diindahkan, gagal menyelesaikan
peker-jaan, seringkali kehilangan benda berharga, kurang menyukai tantangan,
menghindari tugas-tugas yang membutuhkan kerja keras mental, mudah sekali lupa
dalam menyelesaikan aktifitas dan rutinitas.8 Kedua, Hiperaktivi tas
Impulsifitas. Kondisi hiperaktif mempunyai ciri-ciri menonjol yaitu men-galami
kecemasan. Ditunjukkan dengan kondisi tangan atau kaki “meng-geliat” di kursi,
tidak tahan lama duduk di dalam kelas seperti anak normal biasanya, aktif
berlarian atau melakukan gerakan berlebihan pada keadaan yang tidak semestinya.
Saat remaja atau dewasa gejala sebatas pada peras-aan cemas yang sifatnya
subjektif muncul dari diri sendiri.Sedangkan gejala impulsifitas pada diri
mereka ditandai dengan seringnya menjawab pertan-yaan sebelum penanya selesai
mengajukan suatu pertanyaan, kurang mam-pu bersabar dalam kegiatan antri atau
menunggu, senang menginterupsi atau mengganggu orang lain, seperti rnemotong
diskusi.9 Ketiga, beberapa gejala kurang fokus yang muncul sebelum anak berusia
7 tahun. Keempat, terdapat hambatan ketika berada di dua atau lebih keadaan.
Kelima, terda-pat hambatan secara klinis, signifikan pada fungsi sosial,
akademik, atau pekerjaan. Keenam, gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya
skizofrenia, atau gangguan psikotik yang lain. Berikut adalah prosedur dalam
melaku-kan identifikasi:
Kemudian hal-hal yang harus dicermati adalah dampak
ADHD pada penderita itu sendiri beserta orang di sekitar lingkungannya.
Sepertinya ter lihat simpel, tetapi dampak ADHD sebenarnya bisa diamati
melalui tiga as-pek, yakni aspek pendidikan, perilaku, dan sosial anak.
“Dampak ADHD terhadap pendidikan antara lain:
1)
membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memulai aktifitas;
2)
kurang berprestasi;
3)
ketidak stabilan dalam melakukan ritme pekerjaan;
4)
mengabaikan in-struksi atau perintah;
5)
mengabaikan tugas;
6)
selalu meninggalkan benda-benda;
7)
kebingungan;
8)
menangguhkan pekerjaan;
9)
motivasi rendah;
10)
kesulitan mengerjakan tugas;
11)
menghindari teman;
12)
berperilaku ka-cau.10
Sedangkan pengaruh ADHD pada perilaku: menuntut, turut campur
dengan orang lain, mudah frustasi, kurang mengendalikan diri, tidak
ten-ang/gelisah, lebih banyak bicara, suka menjadi pemimpin, mudah berubah
pendiran, mengganggu, cenderung untuk mendapat kecelakaan, dan mudah bingung,
mengalami hari-hari baik dan buruk. Pengaruh ADHD terhadap aspek sosial antara
lain egois, cemas, kasar, kurang peka, kurang dewasa, tertekan, harga diri
rendah, membuat keributan, tidak berfikir panjang, me-narik diri dari kelompok,
sering berperilaku tanpa perasaan, dan tidak mau menunggu giliran.”
D.
Metode ADHD
Meskipun ada obat untuk ADHD, ada sejumlah pilihan
pengobatan yang telah terbukti efektif bagi beberapa anak. Strategi yang
efektif termasuk pendekatan perilaku, farmakologi, dan metode multimodal.
1.
Pendekatan
Perilaku
Pendekatan
perilaku merupakan satu set luas intervensi tertentu yang memiliki tujuan
bersama memodifikasi lingkungan fisik dan sosial untuk mengubah atau mengubah
perilaku.12 Mereka digunakan dalam pengoba tan ADHD untuk memberikan struktur
untuk anak dan untuk memperkuat perilaku yang sesuai. Mereka yang biasanya
menerapkan pendekatan pe-rilaku termasuk orang tua serta berbagai profesional,
seperti psikolog, per-sonil sekolah, masyarakat terapis kesehatan mental, dan
dokter perawatan primer. Jenis pendekatan perilaku meliputi pelatihan perilaku
wali murid serta pendidik (keduanya diajarkan keterampilan manajemen anak),
pro-gram sistematis manajemen kontingensi (misalnya penguatan positif, “wak-tu
menyendiri,” biaya respon, dan token economy) , terapi perilaku klinis
(training dalam pemecahan masalah dan keterampilan sosial), dan pengo-batan
kognitif-perilaku (misalnya, self-monitoring, verbal diri instruksi,
pengembangan strategi pemecahan masalah, self-reinforcement). Secara umum,
pendekatan ini dirancang untuk menggunakan strategi pengajaran dan penguatan
langsung untuk perilaku positif dan konsekuensi langsung bagi perilaku yang
tidak pantas. Pilihan ini, program yang sistematis dari manajemen kontingensi
intensif dilakukan di dalam kelas khusus dan kamp musim panas dengan pengaturan
dikendalikan oleh individu yang sangat terlatih telah ditemukan untuk menjadi
sangat efektif. Sebuah studi kemudi-an dilakukan oleh Pelham, Wheeler, dan
Chronis (1998) menunjukkan bah-wa dua pelatihan pendekatan-orang tua dalam
terapi perilaku dan perilaku kelas intervensi-juga berhasil dalam mengubah
perilaku anak-anak dengan ADHD. Selain itu, interaksi rumah-sekolah yang
mendukung pendekatan yang konsisten adalah penting untuk keberhasilan
pendekatan perilaku.
Penggunaan
strategi perilaku memegang janji tetapi juga menyajikan beberapa keterbatasan.
Teknik perilaku mungkin menarik bagi orang tua dan profesional untuk alasan
berikut:
a.
Strategi perilaku yang digunakan paling sering ketika
orang tua tidak ingin memberikan obat anak mereka;
b.
Strategi perilaku juga dapat digunakan bersama dengan
obat-obatan (li-hat metode multimodal);
c.
Teknik behavioral dapat diterapkan dalam berbagai
pengaturan ter-masuk sekolah, rumah, dan masyarakat; dan
d.
Strategi perilaku mungkin satu-satunya pilihan jika
anak memiliki reak-si yang merugikan terhadap obat-obatan.
Hasil penelitian tentang efektivitas teknik perilaku yang
dicampur. Sementara studi yang membandingkan perilaku anak selama periode dan
mematikan terapi perilaku menunjukkan efektivitas terapi perilaku, sulit untuk
mengisolasi efektivitasnya. Banyaknya intervensi dan ukuran hasil membuat
analisis yang cermat dari efek terapi perilaku sendiri, atau dalam hubungan
dengan obat, sangat sulit. Sebuah review yang dilakukan oleh McInerney, Reeve,
dan Kane (1995) menegaskan bahwa pendidikan yang efektif dari anak-anak dengan
ADHD membutuhkan modifikasi instruksi akademik, manajemen perilaku, dan
lingkungan kelas. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode
perilaku menawarkan kesempatan bagi anak-anak untuk bekerja pada kekuatan
mereka dan belajar manaje-men diri, penelitian lain menunjukkan bahwa
intervensi perilaku yang efek-tif tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dari
pengobatan dengan psiko-stimulan.
Terapi perilaku telah ditemukan efektif hanya jika
diimplementasikan dan dipelihara. Memang, strategi perilaku bisa sulit untuk
menerapkan secara konsisten di semua pengaturan yang diperlukan untuk itu
menjadi maksimal efektif. Meskipun program manajemen perilaku telah ditunjuk-kan
untuk meningkatkan kinerja akademik dan perilaku anak-anak dengan ADHD, ikutan
dan pemeliharaan perawatan sering kurang.
Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknik
perilaku mungkin gagal untuk mengurangi karakteristik inti ADHD untuk hiperak-tif,
impulsif, dan kurangnya perhatian. Sebaliknya, kita harus mempertim-bangkan
bahwa masalah anak-anak dengan ADHD jarang terbatas pada gejala inti sendiri.
Anak-anak sering menunjukkan jenis lain dari kesulitan psikososial, seperti
agresi, perilaku pemberontak oposisi, prestasi akademik, dan depresi. Karena
banyak dari kesulitan lain tidak dapat dikelola melalui psychostimulants,
intervensi perilaku mungkin berguna dalam menangani ADHD dan masalah lain anak
dapat menunjukkan.
2.
Pendekatan
Farmakologi
Terapi farmakologi tetap menjadi salah satu bentuk yang
paling umum, namun yang paling
kontroversial, pengobatan ADHD.13 Penting untuk di-catat bahwa keputusan untuk
meresepkan obat apapun adalah tanggung jawab medis tidak
pendidikan-profesional, setelah berkonsultasi dengan keluarga dan kesepakatan
tentang rencana pengobatan yang paling tepat. terapi farmakologi termasuk
penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat anti-kecemasan, antipsikotik, dan
suasana hati stabilisator (NIMH, 2000). Stimulan mendominasi penggunaan klinis
dan telah ditemukan efektif dengan 75 sampai 90 persen anak-anak dengan ADHD.
Stimulan termasuk methylphenidate (Ritalin), Dextroamphetamine (Dexedrine), dan
pemoline (Cylert).14 Jenis-jenis obat (antidepresan, anti-kecemasan obat, antipsikotik,
dan stabilisator suasana hati) digunakan terutama bagi mereka yang tidak
menanggapi stimulan, atau mereka yang memiliki gangguan berdampingan. Hasil
Studi Perawatan Multimodal (MTA), yang dibahas lebih lanjut secara rinci pada
bagian berikutnya, mengkonfirmasi temuan penelitian tentang penggunaan
pengobatan farmakologis untuk pasiendengan ADHD. Secara khusus, studi ini
menemukan bahwa penggunaan obat hampir mirip tingkat efektifitasnya dengan
pengobatan multimodal obat dan perilaku intervensi. Penyelenggara obat di
sekolah perlu mengembangkan rencana untuk me-mastikan obat yang diberikan
sesuai dengan rekomendasi dokter, sertakan rencana ini di anak IEP, menjaga hak
anak dan orang tua untuk kerahasiaan medis
Para peneliti percaya bahwa psikostimulan mempengaruhi bagian
otak yang bertanggung jawab untuk memproduksi neurotransmitter.
Neu-rotransmiter adalah bahan kimia di ujung saraf yang membantu impuls
lis-trik perjalanan di antara sel-sel saraf. Neurotransmitter yang bertanggung
jawab untuk membantu orang menghadiri aspek penting dari lingkungan mereka.
Obat yang sesuai merangsang bahan kimia underfunctioning untuk menghasilkan
neurotransmitter tambahan, sehingga meningkatkan kemam puan anak
untuk memperhatikan, impuls kontrol, dan mengurangi hiperak-tivitas. Obat yang
diperlukan untuk mencapai hal ini biasanya membutuh-kan beberapa dosis
sepanjang hari, sebagai dosis individu obat berlangsung untuk waktu yang
singkat (1 sampai 4 jam). Namun, bentuk lambat atau berjangka waktu-release
obat (misalnya, Konser) memungkinkan seorang anak dengan ADHD untuk terus
mendapatkan keuntungan dari obat se-lama jangka waktu yang lama. Dokter, guru,
dan orang tua harus berkomu-nikasi secara terbuka tentang perilaku dan
disposisi anak untuk mendapat-kan dosis dan jadwal ke titik di mana anak bisa
tampil maksimal di kedua pengaturan akademik dan sosial, sekaligus menjaga efek
samping semini-mal mungkin. Jika ditentukan bahwa anak harus menerima
pengobatan se-lama hari sekolah, penting untuk mengembangkan rencana untuk memas-tikan
bahwa obat yang diberikan sesuai dengan rencana. Rencana tersebut akan menjadi
komponen yang tepat dari anak IEP. Selain itu, sekolah harus memastikan bahwa
anak dan hak-hak orang tua untuk kerahasiaan medis dipertahankan.
Meskipun efek positif dari obat perangsang adalah langsung,
semua obat memiliki efek samping. Menyesuaikan dosis obat dapat mengurangi
beberapa efek samping. Beberapa efek samping yang lebih umum termasuk insomnia,
gugup, sakit kepala, dan penurunan berat badan. Dalam kasus yang lebih sedikit,
mata pelajaran telah melaporkan memperlambat per-tumbuhan, gangguan tic, dan
masalah dengan pemikiran atau dengan in-teraksi sosial. Obat juga bisa mahal,
tergantung pada obat yang diresepkan, frekuensi pemberian, dan frekuensi
berikutnya isi ulang. Obat jenis stimulan tidak “menormalkan” seluruh rentang
masalah perilaku, dan anak-anak di bawah perawatan mungkin tingkat masih
manifest yang lebih tinggi dari masalah perilaku dibandingkan rekan-rekan
mereka. Meskipun demikian, American Academy of Pediatrics (AAP) menemukan bahwa
setidaknya 80 persen anak-anak bakal menanggapi salah satu stimulan jika mereka
diberi-kan dengan sistematis. Di bawah perawatan medis, anak-anak yang gagal
menunjukkan efek positif atau yang mengalami efek samping tak tertahank-an pada
satu jenis obat dapat menemukan obat lain membantu. AAP me-laporkan bahwa
anak-anak yang tidak menanggapi salah satu obat mungkin memiliki respon positif
terhadap obat alternatif, dan menyimpulkan bahwa stimulan mungkin menjadi
teknik yang aman dan efektif untuk mengobati ADHD pada anak-anak.
Pada bulan Januari 2003, jenis baru obat nonstimulant untuk
pengoba-tan anak-anak dan orang dewasa dengan ADHD telah disetujui oleh FDA.
Atomoxetine, juga dikenal sebagai Straterra, dapat diresepkan oleh dokter dalam
beberapa kasus.
3.
Pendekatan
Multimodal
Penelitian menunjukkan bahwa bagi banyak anak-anak cara
terbaik un- tuk mengurangi gejala
ADHD adalah penggunaan pendekatan gabungan. Sebuah studi terbaru oleh
NIMH-Pengobatan Studi multimodal Anak-anak dengan ADHD (MTA) adalah studi
terpanjang dan paling menyeluruh dari efek intervensi ADHD (MTA Cooperative
Group, 1999a, 1999b). Studi ini di-ikuti 579 anak-anak antara usia 7 dan 10 di
enam lokasi nasional dan di Ka-nada. Para peneliti membandingkan efek dari
empat intervensi: obat yang diberikan oleh para peneliti, intervensi perilaku,
kombinasi obat-obatan dan intervensi perilaku, dan tidak ada intervensi
perawatan masyarakat (yaitu, perawatan medis umum yang disediakan di
masyarakat). Intervensi multi-modal membaik: Prestasi akademik, interaksi
orangtua-anak, perilaku yang berkaitan dengan Sekolah. Dan mengurangi : kecemasan
anak dan perilaku oposisi.
Dari empat intervensi diselidiki, para peneliti menemukan
bahwa gabun-gan obat/pengobatan perilaku dan pekerjaan perawatan obat secara
signifi-kan lebih baik daripada terapi perilaku sendiri atau kepedulian
masyarakat sendiri untuk mengurangi gejala-gejala ADHD. Perawatan multimodal
yang sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial bagi siswa yang
be-rasal dari lingkungan stres tinggi dan anak-anak dengan ADHD dalam
kom-binasi dengan gejala kecemasan atau depresi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dosis obat yang lebih rendah efektif dalam perawatan multimodal,
sedangkan dosis yang lebih tinggi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
sama dalam pengobatan obat-satunya.
Para peneliti menemukan peningkatan dalam bidang berikut
setelah menggunakan intervensi multimodal: kecemasan anak, prestasi akademik,
perilaku oposisi, dan interaksi orangtua-anak. Hasil positif juga ditemukan
dalam perilaku yang berhubungan dengan sekolah ketika pengobatan multi-modal
digabungkan dengan keterampilan ditingkatkan orangtua, termasuk tanggapan
disiplin yang lebih efektif, dan bala bantuan yang tepat. Temuan ini direplikasi
di semua enam lokasi penelitian, meskipun ada perbedaan substansial antara
situs karakteristik sosiodemografi sampel mereka’. Ha-sil keseluruhan
penelitian ini tampaknya berlaku untuk berbagai anak-anak dan keluarga yang
diidentifikasi sebagai yang membutuhkan layanan pengobatan untuk ADHD.
Penelitian lain menunjukkan bahwa perawatan multimodal memegang nilai bagi
anak-anak untuk siapa perawatan dengan obat saja tidak cukup.
Pada bulan Oktober 2001, AAP merilis rekomendasi berbasis
bukti un-tuk pengobatan anak-anak didiagnosis dengan ADHD. Pedoman mereka
menyatakan bahwa:
- Dokter
perawatan primer harus membuat program pengobatan yang mengakui ADHD
sebagai kondisi kronis;
- The
mengobati dokter, orang tua, dan anak, bekerja sama dengan per-sonil
sekolah, harus menentukan hasil sasaran yang tepat untuk mem-bimbing
manajemen;
- Dokter
harus merekomendasikan mediasi stimulan dan / atau terapi perilaku yang
sesuai untuk meningkatkan hasil sasaran pada anak-anak dengan ADHD;
- Ketika
manajemen yang dipilih untuk anak dengan ADHD belum ber-temu hasil
sasaran, dokter harus mengevaluasi diagnosis asli, penggu-naan semua
perawatan yang tepat, kepatuhan terhadap rencana pengo-batan, dan
kehadiran kondisi hidup bersama; dan
- Dokter
harus secara berkala memberikan ikutan sistematis untuk anak dengan ADHD.
Pemantauan harus diarahkan untuk menargetkan hasil dan efek samping,
dengan informasi yang dikumpulkan dari orang tua, guru, dan anak.
Laporan
AAP menekankan bahwa pengobatan ADHD (apakah perilaku, farmakologis, atau multimodal)
memerlukan pengembangan rencana pera-watan-anak tertentu yang menggambarkan
tidak hanya metode dan tujuan pengobatan, tetapi juga termasuk sarana
pemantauan dari waktu ke waktu dan rencana khusus untuk mengikuti. Proses
pengembangan hasil sasaran membutuhkan masukan-hati dari orang tua, anak-anak,
dan guru serta per-sonil sekolah lain di mana tersedia dan sesuai.16 AAP
menyimpulkan bahwa orang tua, anak-anak, dan pendidik harus setuju pada
setidaknya tiga sam-pai enam target kunci dan perubahan yang diinginkan sebagai
syarat un-tuk membangun rencana perawatan. Tujuan harus realistis, dapat
dicapai, dan terukur. Laporan AAP menemukan bahwa, untuk sebagian besar
anak-anak, obat perangsang sangat efektif dalam pengelolaan gejala inti ADHD.
Bagi banyak anak, intervensi perilaku yang berharga sebagai pengobatan primer
atau sebagai tambahan dalam pengelolaan ADHD, berdasarkan sifat kondisi hidup
bersama, hasil target khusus, dan keadaan keluarga
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
ADHD merupakan gangguan pemusatan perhatian disertai
hiperaktif. ADHD dapat disebabkan oleh faktor keturunan (herediter), sosial dan
ling-kungan. Ada dugaan kuat juga pengaruh dari televisi, komputer, dan
vid-eogame, faktor emosi dan pola pengasuhan. ADHD merupakan gangguan atau
kelainan pada aspek koginitif, psikomotorik, maupun afektif yang ber-sifat
kompleks. Kemunculan gejala ADHD dimulai pada usia anak-anak dan bersifat
menahun. Gejala utamanya berupa hambatan konsentrasi (inat-ensi), pengendalian
diri (impulsifitas), dan hiperaktifitas. Efektifitas prose-dur psikoterapi
secara umum dapat dilakukan melalui pendekatan perilaku, pendekatan
farmakologi, dan pendekatan multimodal atau gabungan.
Psikoterapi atau pengobatan yang telah terbukti efektif bagi
beberapa anak meliputi pendekatan perilaku yang memiliki tujuan memodifikasi
lingkungan fisik dan sosial untuk mengubah perilaku. Farmakologi dengan
menggunakan psikostimulan, antidepresan, obat anti-kecemasan, antipsiko-tik,
dan suasana hati stabilisator. Serta metode multimodal atau gabungan obat/
pengobatan perilaku, dengan perawatan obat secara signifikan dis-ertai terapi
perilaku untuk mengurangi gejala-gejala ADHD. Adapun dalam kasus ADHD,
psikologi pendidikan Islam kontemporer menawarkan beberapa solusi diantaranya
adalah: 1) terapi desensititasi melalui proses membayangkan atau relaksasi; 2)
terapi sholat secara khusu’ (meditasi); 3) terapi auto-sugesti melaui do’a
dalam sholat dengan memberikan sugesti terhadap diri untuk berbuat baik
(hypnosis theory); 4) terapi aspek kebersa-maan melalui sholat berjamaah; 5)
terapi murottal yang bersifat menenang-kan penderita ADHD
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky,
M. Hamdani Bakran. Konseling & Psikoterapi Islam: Penerapan
Metode
Sufistik. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.
Al-Ghazali,
Abū Ḥāmid Muḥammad b. Muḥammad al-. Rahasia-Rahasia Sha-lat. Diterjemahkan oleh
Muhammad al- al-Baqir. Bandung: Karisma, 1993.
Al-Mahalliy,
Jalaluddin, dan Jalaluddin As-Suyuthi. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut
Asbaabun Nuzul Jilid 4. Bandung: Sinar Baru, 1990.
Bruno, Frank
Joe. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius, 1989. Caroline,
Stephannie. “Komunikasi Interpesonal Antara Terapis Dengan
Anak
Penyandang ADHD.” Jurnal e-Komunikasi Vol. 2, no. 2 (2014).
http://publication.petra.ac.id/index.php/ilmu-komunikasi/article/ view/1767.
Darajat,
Zakiah. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Cet. 15. Jakarta: Gu-nung Agung,
1996.
Desiningrum,
Dinie Ratri. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain, 2016.
eprints.undip.ac.id/51629/1/Dinie_Ratri_-_Buku_ Psikologi_ABK_2016.pdf.
Djamaludin
Ancok, Fuad Nashori Suroso, dan Muh Sungaidi Ardani. Psikologi Islami: Solusi
Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
F, Chrisna.
Writing Skill for Adhd: Terapi Dan Bimbingan Menulis Untuk Anak
ADHD.
Sleman: Maxima, 2014.
Hatiningsih,
Nuligar. “Play Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi Pada Anak Attention
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 1,
no. 2 (2013): 324–42. https://doi.org/10.22219/ jipt.v1i2.1586.
Hawari,
Dadang. Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Yogya-
karta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997.
Mahalliy,
Jalaluddin al-, dan Jalaluddin Suyūṭī. Terjemah Tafsir Jalalain Beri-kut
Asbaabun Nuzul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru, 1990.
Malik B.
Badri, dan Siti Zainab Luxfiati. Dilema Psikolog Muslim. Jakarta: Pus-taka
Firdaus, 1991.
Mariyah,
Mariyah, Christiyanti Aprinastuti, dan Brigitta Erlita Tri Ang-gadewi.
“Pengembangan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Kemam-puan Belajar Matematika Pada
Anak Dengan ADHD.” Prosiding Temu Ilmiah Nasional X Ikatan Psikologi
Perkembangan Indonesia, Peran Psikolo-gi Perkembangan Dalam Penumbuhan
Humanitas Pada Era Digital, Vol. 1 (2017). http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ippi/article/
view/2195.
Nashori,
Fuat. Membangun Paradigma Psikologi Islam. Yogyakarta: SIPRESS, 1994.
Paternotte,
Arga, dan Jan Buitelaar. ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Dirsoder) :
Gangguan Pemusatan Perhatian dan hiperaktivitas. Jakarta: Pre-nada Media Group,
2010.
Pykhtina,
Olga, Madeline Balaam, Gavin Wood, Sue Pattison, dan Patrick Olivier.
“Designing for Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Play Therapy: The
Case of Magic Land.” In Proceedings of the Designing Inter-active Systems
Conference. Newcastle, UK: ACM, New York, USA, 2012.
http://people.cs.vt.edu/~mccricks/dis12-cogdisab/pos-pykhtina.pdf.
Rachmawati,
Praptiwi. “Penerapan Terapi ‘Back in Control (BIC)’ Pada Anak ADHD (Attention
Deficits Hiperactivity Disorder).” Warta Warga (blog), 2010.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/penerapan-terapi-%e2%80%9cback-in-control-bic%e2%80%9d-pada-anak-adhd-attention-deficits-hiperactivity-disorder/.
Roshinah,
Fithroh Roshinah, Laila Nursaliha, dan Saiful Amri. “Pengaruh Terapi Murottal
Terhadap Tingkat Hiperaktif – Impulsif Pada Anak At-tention Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD).” Pelita - Jurnal Penelitian Mahasiswa UNY Vol. 9, no. 2
(2014). https://journal.uny.ac.id/index. php/pelita/article/view/4017.
Rusmawati,
Diana, dan Endah Kumala Dewi. “Pengaruh Terapi Musik Dan Gerak Terhadap
Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Dengan Gangguan ADHD.” Jurnal
Psikologi UNDIP Vol. 9, no. 1 (2011). https://doi.org/10.14710/jpu.9.1.
Selekta,
Mayang Cendikia. “Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Pada Anak
Usia 2 Tahun.” Jurnal Medula Vol. 1, no. 3 (2013). http://juke.
kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/109.
Serfontein,
Gordon. The Hidden Handicap: How to Help Children Who Suffer from Dyslexia,
Hyperactivity and Learning Disabilities. East Roseville, NSW: Simon &
Schuster, 1994.
Sugiarmin,
Mohamad. “Bahan Ajar: Anak Dengan ADHD.” Bandung :
PLB, 2007.
file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/.../ ADHD.pdf.
Sukanto Mm.
Nafsiologi: Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi. Jakarta:
Integrita
Press, 1985.
No comments:
Post a Comment