DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................... I
DAFTAR
ISI......................................................................................... II
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar
Belakang............................................................................ 1
B. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................... 3
A. Masyarakat
Sejahtera.................................................................. 3
B. Keluarga
Sejahtera...................................................................... 3
C. Indikator
Keluarga Sejahtera...................................................... 4
D. Jenis
Indikator Masyarakat......................................................... 6
E. Kriteria
Masyarakat Sejahtera..................................................... 6
F. Tingkat
Kesejahteraan Keluarga................................................. 7
G. Kriteria
Masyarakat Tidak Sejahtera........................................... 7
H. Indikator
Kemiskinan.................................................................. 8
BAB
III PENUTUP.............................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kesejahteraan
merupakan tujuan dari setiap keluarga. Kesejahteraan dapatdimaknai sebagai
kemampuan keluarga untuk dapat memenuhi semua kebutuhan agarmemiliki kehidupan
yang layak, sehat serta produktif. Berdasarkan data Badan PusatStatistik (BPS)
per September 2018, masih terdapat 25,67 juta penduduk yang tinggaldi
bawah garis kemiskinan atau mereka yang tidak memiliki kemampuan untukmemenuhi
semua kebutuhan pokoknya. Penduduk miskin ini Sebagian besar tinggal di wilayah
pedesaan yang erat kaitannta dengan usaha pertanian. Tingkat pendapatan
seseorang akan berpengaruh besar terhadap ketenangan atau kesejahteraan, orang
bisa menjadi tidak sejahtera dalam rumah tangganya karena tidak tenang jiwanya
dalam menyesuaikan diri.
Program
pembangunan keluarga sejahtera mulai digalakkan dengan dibuat UU No. 10 Tahun
1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.
Kemudian pada 29 Juni 1993, presiden mencanangkan bahwa setiap tangga 29 Juni
sebagai “Hari Keluarga Nasional (Harganas)” sebagai simbol bahwa keluarga
dikembangkan menjadi wahana pembangunan bangsa. Dengan penetapan ini, maka
dikembangkan kebijakan strategi yang diperlukan untuk mengembangkan
keberhasilan “Gerakan pembangunan Keluarga Sejahtera” secara lengkap. Keluarga
merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat
kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan tercipta komunitas
keluarga yang sehat.
Dalam
memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain
sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, potensi regional (sumber daya
alam, lingkungan, infrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur
kegiatan produksi dan kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja
produksi dan pemasaran ada skala lokal, regional dan global (Sururi, 2017).
Keterbatasan
indikator ekonomi dalam merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat
telah meningkatkan perhatian dunia terhadap aspek sosial dalam pembangunan.
Kemajuan pembangunan yang selama ini lebih banyak dilihat dari indikator
ekonomi, seperti: pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan dinilai belum
cukup untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan yang sesungguhnya. Indikator
ekonomi tersebut pada umumnya diukur secara obyektif dengan pendekatan berbasis
uang (monetary-based indicators) (hidayat, 2016).
Tingkat
kesejahteraan dapat di nilai dari dua cara, yaitu dengan menggunakan indikator
objektif dan menggunkan indikator subjektif. Indikator ini bukan bermaksud
menggantikan pendapatan dalam mengukur tingkat kesejahteraan, melainkan
indikator ini memperluas skala pengukuran tingkat kesejahteraan dengan
pendapatan sebagai indikator objektif dan memasukan indikator subjektif seperti
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, ketersediaan waktu luang,
kondisi lingkungan, keharmonisan keluarga, kondisi rumah, dan kemanan. Indeks
kebahagian merupakan indikator subjektif dalam mengukur tingkat kesejahteraan
yaitu ukuran kepuasan seseorang terhadap indikator yang ada di dalam indeks
kebahagiaan tersebut. Sedangkan untuk mengukur tingkat kesejahteraan dengan
indikator objektif dapat diukur melalui pendapatan.
Di
Indonesia pengukuran indeks kebahagiaan mulai dilakukan sejak tahun 2013 dengan
menggunakan indikator kepuasan hidup, yaitu penelitian kepuasan responden
terhadap 10 aspek kehidupan sosial meliputi: kesehatan,pendidikan, pekerjaan,
pendapatan rumah tangga,keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang,
hubungan sosial, kondisi rumah dan aset, keadaan lingkungan, dan kondisi
keamanan.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui kesejahteraan masyarakat
2. Untuk
mengetahui indikator kesejahteraan masyarakat
3. Untuk
mengetahui indikator kesejahteraan keluarga
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Masyarakat
Sejahtera
Kesejahteraan masyarakat merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam paradigma pembangunan ekonomi, pembangunan
ekonomi dikatakan berhasil jika tingkat kesejahteraan masyarakat semkin
baik.kesenjangan dan ketimpangan dalam kehidupan masyarakat di akibatkan oleh
keberhasilan pembangunan ekonomi yang tanpa disertai peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Menurut Badrudin (2012) Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu
kondisi yang menunjukkan tentang keadaan kehidupan masyarakat yang dapat
dilihat dari standar kehidupan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu
keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar yang terlihat dari rumah yang layak,
tercukupinya kebutuhan akan sandang (pakaian) dan pangan (makanan), pendidikan,
dan kesehatan, atau keadaan dimana seseorang mampu memaksimalkan utilitasnya
pada tingkat batas anggaran tertentu dan kondisi dimana tercukupinya kebutuhan
jasmai dan rohani (Todaro dan Stephen C.smith). Menurut Undang-undang No 11
Tahun 2009, kesejahteraan sosial yaitu kondisi yang menunjukkan terpenuhinya
kebutuhan material,spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak
serta mampu menggembangkan diri untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat atau kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator
yang dapat dijadikan ukuran, yaitu tingkat pendapatan keluarga, komposisi
keluarga, rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk konsumsi pangan
dan non-pangan ,tingkat pendidikan keluarganya, dan tingkat kesehatan keluarga
(BPS Indonesia 2014).
B. Kesejahteraan
Keluarga
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang
bersifat subjektif, sehingga setiapkeluarga atau individu di dalamnya yang
memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai
yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan
(BKKBN). Kesejahteraan menurut BPS (2011) adalah suatu kondisi dimana seluruh
kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tanggatersebut dapat dipenuhi sesuai
dengan tingkat hidup.
Keluarga Sejahtera merupakan keluarga
yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yanglayak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi,selaras dan
seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat danlingkungan
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009).
Status kesejahteraan dapat diukur
berdasarkan proporsi pengeluaran rumahtangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga
dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan
pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan
bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk
kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan
bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status
kesejahteraan yang masih rendah.
C. Indikator
Keluarga Kesejahteraan
Aspek keluarga sejahtera dikelompokkan
berdasarkan 21 indikator sesuai dengan pemikiran para pakar sosiologi dalam
membangun keluarga sejahtera dengan mengetahui faktor-faktor dominan yang
menjadi kebutuhan setiap keluarga. Faktor-faktor dominan tersebut terdiri dari:
1. Pemenuhan
kebutuhan dasar terdiri atas 6 indikator yaitu:
a. Pada
umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
b. Anggota
keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah dan
berpergian.
c. Rumah
yang ditempati memiliki atap, lantai dan dinding yang baik.
d. Bila
ada anggota keluarga sakit dibawa kesarana Kesehatan.
e. Bila
pasangan usia subur ingin ber KB pergi kesarana pelayanan kontrasepsi.
f. Semua
anak umur 7-15 tahun dalam keluarga sekolah.
2. Pemenuhan
kebutuhan psikologi terdiri atas 8 indikator:
a. Pada
umumnya keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan
masing-masing.
b. Paling
kurang seminggu sekali seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur.
c. Seluruh
anggota keluarga memperoleh satu set pakaian baru paling kurang sekali dalam
setahun.
d. Luar
lantai rumah paling kurang 8m2 untuk setiap penghuni rumah.
e. Tiga
bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga sehingga dapat melaksanakan
aktivitas masing-masing.
f. Ada
seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan.
g. Seluruh
anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa membaca dan menulis.
h. Pasangan
usia subur dengan dua anak atau lebih menggunakan obat/alat kontrasepsi.
3. Kebutuhan
perkembangan terdiri dari 3 indikator, yaitu:
a. Keluarga
berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
b. Sebagian
penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang.
c. Kebiasaan
keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk
berkomunikasi.
d. Keluarga
memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/radio/tv dan internet.
4. Kebutuhan
aktualisasi diri dalam kegiatan masyarakat di lingkungannya terdiri dari 2
indikator, yaitu:
a. Keluarga
secara teratur dengan sukarela memberikan sumbangan material untuk kegiatan
sosial.
b. Ada
anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/institusi masyarakat.
D. Jenis
Indikator Masyarakat
a. Indikator
input
Berkaitan dengan
penunjang pelaksanaan program dan turut menentukan keberhasilan program.
Contohnya:
-
Rasio murid-guru
-
Rasio dokter-penduduk
-
Rasio
puskesmas-penduduk
b.
Indikator proses
Menggambarkan
bagaimana proses pembangunan berjalan.
Contohnya:
-
Rata-rata jml jam kerja
-
Rata-rata jml kunjungan ke
puskesmas
-
% kelahiran yang ditolong dukun
c.
Indikator output
Menggambarkan
bagaimana hasil (output) dari suatu program kegiatan telah berjalan. Contohnya:
-
AKB
-
Angka harapan hidup
-
TPAK
E. Kriteria
Masyarakat Sejahtera menurut Badan Pusat Statistik
Indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu,pendapatan, konsumsi atau pengeluaran
keluarga, keadaan 14 tempat tinggal serta fasilitas yang dimiliki ,kesehatan
anggota keluarga dan,tingkat pendidikan anggota keluarga (BPS,2014).
·
Indikator pendapatan
per Tahun 1) Tinggi (> Rp 10.000.000) 2) Sedang (Rp 5.000.000) 3) Rendah (Rp
< 5.000.000)
·
Indikator pengeluaran
per Tahun 1) Tinggi (> Rp 5.000.000) 2) Sedang (Rp 1.000.000- Rp5.000.000)
3) Rendah (< Rp 1.000.000).
·
Indikator untuk tempat
tinggal dinilai dengan lima kriteria yaitu jenis atap, jenis dinding, status
kepemilikan, lantai dan luas.
F. Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat
Menurut BKKBN (2009) tingkat
kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi lima tahapan, yaitu:
1. Tahapan
keluarga pra sejahtera (KPS)
Yaitu keluarga
yang tidak memenuhi salah satu dari 6 indikator keluarga sejahtera I atau
indikator kebutuhan dasar keluarga (basic needs).
2. Tahapan
keluarga sejahtera I (KS I)
Yaitu keluarga
mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari
8 indikator keluarga sejahtera II atau indikator kebutuhan psikologis keluarga.
3. Tahapan
keluarga sejahtera II (KS II)
Yaitu keluarga
yang mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I dan 8 indikator KS II, tetapi
tidak memenuhi salah satu dari 5 indikator keluarga sejahtera III atau
indikator kebutuhan pengembangan dari keluarga.
4. Tahapan
keluarga sejahtera III (KS III)
Yaitu keluarga
yang mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I, 8 indikator KS II, dan 5
indikator KS III, tetapi tidak mampu memenuhi salah satu dari 2 indikator
keluarga sejahtera III plus atau indikator aktualisasi diri keluarga.
5. Tahapan
keluarga sejahtera III plus (KS III plus)
Yaitu keluarga
yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6 indikator tahapan KS I, 8 indikator KS
II dan 5 indikator KS III, serta 2 indikator tahapan KS III plus.
G. Kriteria
Masyarakat Tidak Sejahtera
Adapun kriteria yang digunakan untuk
mengukur dan menentukan suatu keluarga dapat dikatakan miskin (tidak sejahtera)
yaitu:
a. Luas
latai tempat tinggal delapan meter persegi per orang.
b. Jenis
lantai terbuat dari tanah,bambu maupun kayu murahan.
c. Dinding
tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu dengan kualitas rendah, tembok
tanpa diplester (dihaluskan).
d. Tidak
memiliki WC atau menggunakan WC umum.
e. Sumber
penerangan rumah tidak menggunakan listrik.
f. Sumber
air minum berasal dari sumur,mata air tidak terlindungi, sungai, maupun air
hujan.
g. Bahan
bakar untuk memasak berupa kayu bakar, arang, minyak tanah.
h. Seluruh
anggota keluarga hanya mampu mengkonsumsi daging, ayam dan susu satu kal dalam
seminggu.
i.
Seluruh anggota
keluarga hanya mampu membeli satu stel pakaian dalam satu tahun.
j.
Hanya sanggup makan
sebanyak satu atau dua kali dalam sehari.
k. Tidak
sanggup membayar biaya pengobatan di layanan kesehatan atau puskesmas.
l.
Pekerjaan kepala rumah
tangga adalah petani yang memiliki luas lahan 500, buruh tani, nelayan, buruh
bagunan, buruh perkebunan, ataupun pekerjaan lainnya yang memiliki penghasilan
dibawah Rp.600.000 per bulan. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga yaitu, tidak
sekolah,tamat SD, ataupun hanya SD 21. Tidak memiliki tabungan,barang yang jika
dijual mudah dengan nilai minimal Rp.500.000. Apabila 9 variabel terpenuhi maka
suatu rumah tangga dapat dikatakan sebagai rumah tangga miskin atau rumah
tangga yang tidak sejahtera.
H. Indikator
Kemiskinan
Menurut BPS, kemiskinan adalah
ketidakmampuan untuk memenuhi standar dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun
bukan makanan. Standar ini disebut sebagai garis kemiskinan, yakni kebutuhan
dasar makanan setara 2100 kalori energi per kapita per hari, ditambah nilai
pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan makanan yang paling pokok (BPS, 1996). BPS
telah mengembangkan model penentuan penduduk miskin didasarkan pada model
estimasi konsumsi sebagai berikut:
Ln yvh = xvh β + nv +
Evh
Dimana:
Ln
yvh: log konsumsi per kapita dari rumah tangga h dalam desa v
xvh:
suatu vektor dari karakteristik observasi, termasuk di dalamnya variabel tingkat desa
nv:
merepresentasikan unsur galat (error term) tingkat desa
Evh:
unsur galat rumah tangga, diasumsikan nv tidak berkorelasi antar desa dan Evh
tidak berkorelasi antar rumah tangga.
Variabel yang digunakan untuk sebagai
indikator kemiskinan (BPS, 2001):
No |
Variabel |
1. |
Luas tanah bangunan tempat tinggal |
2. |
Jenis lantai bangunan tempat tinggal |
3. |
Jenis dinding tempat tinggal |
4. |
Fasilitas tempat buang air besar |
5. |
Sumber penerangan |
6. |
Sumber air minum |
7. |
Bahan bakar untuk memasak |
8. |
Konsumsi daging
susu ayam / minggu |
9. |
Pembelian pakaian baru untuk setiap anggota rumah
tangga dalam setahun |
10. |
Makan dalam sehari untuk setiap anggota rumah
tangga |
11. |
Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas/
poliklinik |
12. |
Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga |
13. |
Pendidikan teringgi kepala keluarga |
14. |
Pemilikan asset / tabungan |
BAB
III
PENUTUP
Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar yang terlihat dari rumah yang layak, tercukupinya
kebutuhan akan sandang (pakaian) dan pangan (makanan), pendidikan, dan
kesehatan, atau keadaan dimana seseorang mampu memaksimalkan utilitasnya pada
tingkat batas anggaran tertentu dan kondisi dimana tercukupinya kebutuhan
jasmai dan rohani (Todaro dan Stephen C.smith).
Status
kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumahtangga
(Bappenas, 2000). Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi
pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi
pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan
proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah
tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional. 2009. Hubungan program keluarga Berencana dengan Kesejahteraan
Keluarga. Jakarta: BKKBN
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS). 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta:
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang
No.52 Tahun 2009 tantang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Lembaga Negara RI Tahun 2009, No.52. Jakarta: Sekretariat Negara
Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan
Keluarga. Jogjakarta: Graha ilmu