DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 1
C.
Tujuan........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Konsep Amar
Ma'ruf Nahi Munkar............................................................. 3
B.
Hukum Amar
Ma'ruf Nahi Munkar.............................................................. 3
C.
Ruang Lingkup
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar............................................... 4
D.
Rukun-Rukun
Amar Ma'ruf Nahi Munkar................................................... 4
E.
Bentuk dan
Macam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar........................................ 5
F.
Perintah Amar
Ma'ruf Nahi Munkar dalam Hadits..................................... 6
G.
Refleksi
Contoh Amar Ma'ruf Nahi Munkar.............................................. 11
BAB III PENUTUP............................................................................................. 13
A.
Kesimpulan................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
menempatkan manusia itu tidak saja dalam dimensi individu, akan tetapi juga
dalam dimensi sosial sebagai anggota masyarakat. Manusia pula diciptakan bukan
untuk berjalan sendiri melainkan diciptakan untuk hidup secara damai dan
berdampingan dengan makhluk hidup yang ada di sekelilingnya. Manusia pada
hakekatnya adalah cipataan Allah yang hampir sempurna, terlebih lagi manusia
mulia yang telah diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, yaitu Nabi Agung Muhammad
SAW. Beliau adalah manusia mulia yang mengemban tugas penting bagi seluruh
alam. Beliau lah seseorang yang diutus untuk menyampaikan risalah-Nya kepada
seluruh manusia di muka bumi. Terebih risalah Allah yang memuat esensi perintah
dan larangan Allah SWT. Salah satunya, adalah risalah perintah untuk mengajak
kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Inilah yang nantinya menjadi
kewajiban bagi seluruh manusia untuk melaksanakannya. Kewajiban ini pun mutlak
harus dikerjakan oleh seluruh manuisa khususnya umat Islam. Dimanapun dan
kapanpun perintah ini akan tetap eksis dan menjadi salah satu tugas umat Islam
dalam menegakkan tiang agama. Memerintahkan hal yang baik dan mencegah hal yang
mungkar (amar ma'ruf nahi munkar) merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh
semua orang. Karena hal ini telah menjadi salah satu syi'ar dakwah agama Islam
yang harus selalu dijunjung dan ditegakkan.
Oleh karena itu,
dalam makalah ini, penulis akan membahas konsep amar ma'ruf nahi munkar itu
sendiri beserta hukum, rukun, bentuk, dan macamnya menurut beberapa pakar
ilmuan muslim. Dalam makalah ini pula akan dipaparkan beberapa contoh yang
dapat dijadikan bahan refleksi untuk implementasi amar ma'ruf nahi munkar dalam
era kehidupan modern.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep amar
ma'ruf nahi munnkar?
2.
Apa hukum dan rukun
amar ma'ruf nahi munkar?
3.
Apa bentuk dan macam
amar ma'ruf nahi munkar?
4.
Bagaimana penjelasan
amar ma'ruf nahi munkar menurut Al-Qur'an dan Hadits?
5.
Apa contoh amar ma'ruf
nahi munkar dalam era modern?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan
memahami konsep amar ma'ruf nahi munkar dengan benar.
2.
Untuk mengetahui hukum
dan rukun amar ma'ruf nahi munkar dengan benar.
3.
Untuk mengetahui
berbagai bentuk dan macam amar ma'ruf nahi munkar.
4.
Untuk memahami
penjelasan amar ma'ruf nahi munkar menurut Al-Qur'an dan Hadits.
5.
Untuk mengetahui,
memahami, dan mengaplikasikan contoh amar ma'ruf nahi munkar dalam era
kehidupan modern.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Amar Ma'ruf
Nahi Munkar
Makna Amar Makruf
Nahi Munkar artinya memerintahkan yang ma’ruf dan melarang munkar.
Ma’ruf artinya diketahui, dikenal, disadari. Munkar artinya ditolak,
diingkari, dibantah. Kamus menjelaskan ma’ruf sebagai apasaja diketahui
dan dikenal baik oleh setiap orang sebagai kebaikan. Dalam Hadits, ma’ruf adalah
adalah segala hal yang diketahui orang berupa ketaatan kepada Allah,
mendekati-Nya, berbuat baik kepada manusia, dan semua yang dianjurkan syarak.
Ma’ruf diketahui oleh semua orang, bila mereka melihatnya mereka tidak
menolaknya. Munkar adalah apa saja yang dipandang buruk ,
diharamkan dan dibenci oleh syarak
Abul A’la
al-Maududi menjelaskan: bahwa tujuan yang utama dari syariat ialah untuk
membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat (kebaikan-kebaikan) dan
membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan kejahatan-kejahatan.
Al-Ma'ruf
– menurut Mufradat ar-Raghib dan lainnya – adalah nama setiap perbuatan yang
dipandang baik menurut akal atau agama (syara'). Sedangkan al-Munkar berarti
setiap perbuatan yang oleh akal sehat dipandang jelek, atau akal tidak
memandang jelek atau baik, tetapi agama (syariat) memandangnya jelek
Ada
yang berpendapat, al-Ma'ruf adalah suatu nama yang mencakup setiap perbuatan
dikenal sebagai suatu ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dan berbuat
baik (ihsan) kepada manusia. Sedangkan al-Munkar sebaliknya.
1.2 Hukum
Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Mengajak kepada
al-Ma'ruf dan melarang dari al-Munkar, termasuk di antara fardhu-fardhu
kifayah. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa kewajiban ini adalah kewajiban atas
keseluruhan umat, dan ini yang oleh para ulama disebut fardhu kifayah. Apabila
segelongan dari umat melakssanakannya, gugurlah kewajiban itu dari yang lain.
Seluruh umat dikenai kewajiban itu, tetapi bila segolongan umat telah ada yang
melaksanakannya, maka tertunaikan kewajiban itu dari yang lain.
Sufyan
Ats-Tsauri – rahimahullah – pernah menjawab ketika ada pertanyaan: Apakah
seseorang masih harus menyeru (amar ma'ruf nahi munkar) kepada orang lain yang
diketahui bahwa dia tak akan menerima seruan itu? Jawab beliau itu: "Ya,
agar seruan itu nanti menjadi asalan di sisi Allah bagi si penyeru itu.
2.3 Ruang
Lingkup Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
Ruang lingkup
amar ma’ruf dan nahi munkar sangat luas sekali, baik dalam aspek aqidah,
ibadah, akhlaq maupun mu’amalat (sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni budaya, dsb.
Tauhidullah,
mendirikan shalat, mambayar zakat, amanah, toleransi beragama, membantu kaum
dhu’afa dan mustadh’afin, disiplin, transparan dan lain sebagainya adalah
beberapa contoh sikap dan perbuatan yang ma’ruf. Sebaliknya, kebalikan dari
sikap-sikap itu adalah hal-hal yang munkar.
2.4 Rukun-Rukun
Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Imam Al-Ghazali
mengatakan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa ada beberapa rukun yang harus
dipenuhi ketika proses amar ma'ruf dan nahi mungkar dilaksanakan. Berikut empat
rukun yang harus dipenuhi
1.
Al-Muhtashib
Yaitu pelaksana
amar ma'ruf nahi mungkar. Ia adalah orang mukallaf, muslim dan orang yang
sanggup. Maka keluar dari padanya anak kecil, orang kafir, dan orag yang lemah.
2.
Hisbah
Yaitu setiap perbuatan
yang ada sekarang yang terang bagi muhtasib (pelaku hisbah) dengan tanpa
mengintai serta diketahui adanya perbuatan munkar tanpa ijtihad. Maka ini ada
empat syarat:
1.
Adanya perbuatan munkar
2.
Kemungkaran itu ada
pada keadaan itu
3.
Bahwa perbuatan munkar
itu terang bagi muhtasib dengan tanpa mengintai
4.
Bahwa ia adalah
perbuatan munkar yang diketahui dengan tanpa ijtihad
3.
Orang yang menjadi
obyek hisbah
Syaratnya adalah
bahwa muhtasab alaih dengan sifat yang menjadikan perbuatan yang dilarang
daripadanya itu munkar dan sedikit-sedikitnya apa yang mencukupi dalam hal itu
adalah bahwa ia adalah manusia dan tidak disyaratkan bahwa ia seorang mukallaf.
4.
Hakikat Ihtisab
Yaitu pelaksanaan
hisbah. Dan hisbah mempunyai
tingkat-tingkat dan sopan santun. Diantaranya adalah:
1.
Ta'arruf
Yaitu tingkat untuk mencari pengertian dengan
berlakunya perbuatan munkar.
2.
Ta'rif (Pemberitahuan)
Dalam
kandungan pemberitahuan adalah penyadaran atas kebodohan dan kednguan. Karena
pembodohan itu menyakitkan.
3.
Larangan dengan
pengajaran dan nasihat serta menakuti terhadap Allah SWT.
4.
Memaki, menggunakan
kekerasan dengan ucapan yang keras dan kasar.
5.
Merubah dengan tangan
6.
Memberikan ancaman dan
menakut-nakuti.
7.
Langsung memukul dengan
tangan, kaki dan lainnya dari apa saja yang tidak ada padanya penggunaan
senjata
2.5 Bentuk
dan Macam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
2.5.1
Bentuk Amar Ma'ruf Nahi
Munkar
Aplikasi dari
hal ini ada banyak bentuknya, ada yang bersifat nonformal maupun formal. Dari
yang bersifat nonformal contohnya: saat kita melalui suatu tempat lalu
menjumpai seorang yang akan mencuri, dan kewajiban kita adalah mencegah dari
hal itu dan mengarahkan kepada hal yang ma’ruf karena mencuri merupakan hal
yang bersifat munkar. Dan bersifat formal dapat kita analisa bahwa bentuk amar
ma’ruf nahi munkar bisa merambah kepada berbagai hal seperti halnya Pendidikan.
Islam sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi kependidikan yang mampu
membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin dan
muttaqin melalui proses tahap demi tahap.
2.5.2
Macam-Macam Kemunkaran
1.
Kemunkaran-kemunkaran
Masjid
Kemungkaran-kemungkaran
masjid terbagi kepada makruh dan terlarang. Diantara apa yang terlihat di
masjid-masjid ialah memburukkan shalat dengan meninggalkan thuma'ninah pada
ruku' dan sujud dan itu adalah kemungkaran yang membatalkan shalat dengan nash
hadits, maka wajib melarangnya kecuali menurut madzhab Hanafi yang berkeyakinan
bahwa demikian itu tidak mencegah sahnya shalat. Kemungkaran-kemungkara masjid
yang lain adalah masuknya orang gila, anak-anak kecil dan orang-orang mabuk di
masjid. Dan tidak apa-apa dengan masuknya anak kecil ke dalam masjid apabila ia
tidak bermain dan baginya tidak diharamkan.
2.
Kemunkaran-kemunkaran
Pasar
Di antara
kemungkaran-kemungkaran yang biasa terjadi di pasar adalah berdusta dalam
mencari keuntungan dan menyembunyikan cacat. Kemunkaran-kemunkaran yang lain
adalah menjual alat-alat permainan (alat-alat music) dan menjual bentuk-bentuk
binatang yang bergambar pada hari-hari raya untuk anak-anak.
3.
Kemunkaran-kemukaran di
Jalan Raya
Di antara
kemunkaran-kemunkaran jalan di Jalan Raya adalah mengikat binatang di atas
jalan di mana dapat menyempitkan jalan dan menajiskan orang-orang yang lewat.
Ini karena jalan raya itu bersekutu manfaatnya dan tidak boleh seseorang
mengkhususkannya untuk dirinya selain sekedar keperluan. Begitu pula membuang
sampah di pinggir jalan dan mencerai-beraikan kulit semangka atau menyiram air
di mana dikhawatirkan tergelinciir dan terjatuh
4.
Kemunkaran-kemunkaran
di Kamar Mandi
Di antara
kemunkaran-kemunkaran kamar mandi adalah membuka aurat dan memandangnya. Begitu
pula membenamkan tangan dan bejana-bejana yang najis pada air yang sedikit dan
mencuci sarung dan cambung yang najis di telaga yang airnya sedikit. Karena hal
itu menajiskan air kecuali madzhab Maliki
5.
Kemunkaran-kemunkaran
Pertamuan
Di antaranya
adalah menghemparkan kain sutra bagi laki-laki, maka itu haram. Begitu pula
berkumpulnya wanita di bagian atas rumah untuk melihat laki-laki manakala di
kalangan laki-laki itu ada pemuda-pemuda yang dikhawatirkan timbul fitnah dari
mereka. Begitu pula kalau ada orang laki-laki yang memakai pakaian sutera atau
cincin emas. Maka ini orang fasiq, tidak boleh duduk bersamanya tanpa dharurat.
Begitu pula jika pada perjamuan terdapat orang pembuat tertawa dengan
cerita-cerita dan bermacam-macam kelangkaan maka kalau ia membuat tertawa
dengan perkataan keji dan dusta, maka tidak datang dan pada saat itu wajib
inkar kepadanya
2.6
Perintah Amar Ma'ruf
Nahi Munkar dalam Hadits
1.
Hadits yang Menjadi
Landasan
a.
Hadis pertama
2686 - حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ
غِيَاثٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، قَالَ: حَدَّثَنِي
الشَّعْبِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
مَثَلُ المُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ، وَالوَاقِعِ فِيهَا، مَثَلُ قَوْمٍ
اسْتَهَمُوا سَفِينَةً، فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ بَعْضُهُمْ
فِي أَعْلاَهَا، فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ عَلَى
الَّذِينَ فِي أَعْلاَهَا، فَتَأَذَّوْا بِهِ، فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ يَنْقُرُ
أَسْفَلَ السَّفِينَةِ، فَأَتَوْهُ فَقَالُوا: مَا لَكَ، قَالَ: تَأَذَّيْتُمْ بِي
وَلاَ بُدَّ لِي مِنَ المَاءِ، فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَنْجَوْهُ
وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ، وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا أَنْفُسَهُمْ
" رواه البخاري
“ Diriwayatkan
dari Nu’man bin basyir r.a dari nabi SAW, beliau bersabda, “perumpamaan orang
yang selalu melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di
dalamnya, bagaikan orang yang membagi tempat di dalam kapal, sebagian mendapat
bagian di atas dan sebagian di bawah. Ketika orang-orang yang di bawah
membutuhkan air, mereka harus naik ke atas, tentunya akan mengganggu orang yang
di atas. Oleh karena itu, (yang di bawah) berkata, “kami akan melubangi kapal ini
agar tidak mengganggu orang-orang yang berada di atas. Jika yang di atas
membiarkan hal itu, niscaya semua akan binasa, tetapi jika yang di atas
menyadari dan mencegah mereka yang di bawah, maka semua akan selamat.
“(HR.Bukhari).
Takhrij Hadis
Hadis ini secara lafdziyah diriwayatkan oleh
Bukhari (Shahih al-Bukhari, 3:237) dengan mata rantai sanad: ‘Umar ibn
Hafs ibn Ghayyats dari ayahnya (Hafs ibn Ghayyats) dari A’masy dari Sya’bi dari
Nu’man ibn Basyir. Hadis semakna dengan lafal sedikit berbeda diriwayatkan juga
oleh Bukhari (Shahih al-Bukhari, 3: 182) dengan mata rantai sanad: Abu
Nu’aim – Zakaria – A’masy – Sya’bi – Nu’man ibn Basyir. Juga diriwayatkan oleh
Tirmidzi dengan mata rantai sanad: Ahmad ibn Muni’ – Abu Mu’awiyah – A’masy –
Sya’bi – Nukman ibn Basyir. Selain itu hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad
ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 4: 268, 269), dan oleh al-Humaidi (Musnad
al-Humaidi, 3:919). Hadis ini berkualitas shahih sebagaimana yang
dikemukakan oleh imam Bukhari.
Penjelasan
Hadis
Penulis An-Nawawi – menyitir
hadits Nu’man bin Basyir Al-Anshari r.a ini ke dalam bab “amar ma;ruf nahi
munkar”. Dari nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda , “perumpamaan orang yang
selalu melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya,”.
Melaksanakan perintah maksudnya istiqomah dalam menjalankan perintah
allah, lalu melakanakan kewajiban lalu meninggalkan keharaman. Sedangkan orang
yang terjerumus di dalamnya maksudnya yang terjerumus dalam had allah, yaitu
orang yang mengerjakan perbuatan haram dan meninggalkan kewajiban. Mereka
bagaikan orang yang membagi tempat di
kapal, sebagian mendapat bagian di atas dan sebagian di bawah. Ketika orang
orang-orang yang di bawah membutuhkan air,mereka harus ke atas, tentunya mereka
akan menganggu orang yang di atas.Sehingga (yang di bawah) berkata, “ kami akan
melubangi kapal ini sehingga tidak mengganggu orangoramg yang berada di atas”.
Begitulah yang mereka inginkan.
Nabi bersabda,” Jika yang di atas
membiarkan hal itu, niscaya semuanya akan binasa” karena jika yang di bawah
melubangi perahu, air akan masuk kemudian perahu akan tenggelam.”tetapi jika
yang di atas menyadari dan mencegah mereka
yang di bawah,maka mereka akan selamat”. Yaitu baik yang di bawah atau
yang di atas akan selamat.
Perumpamaan yang dibuat Nabi SAW ini
memiliki makna dan hikmah yang sangat
tinggi. Manusia yang memeluk agama allah seperti orang yang berada di dalam perahu, yang berlayar di
atas laut dan diterpa oleh gelombang. Jika jumlah mereka banyak maka sebagian
mereka harus ada di bawah dan sebagian harus ada di atas sehingga beban perahu
seimbang dan mereka tidak berdesak-desakan. Keselamatan perahu itu menjadi
tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, jika ada seorang penumpang perahu
itu yang
ingin merusaknya, mereka harus memegang kedua tangannya agar tidak melakukan pengerusakan. Jika itu tidak mereka
lakukan maka mereka semua akan binasa. Begitulah agama allah. Jika
orang-orang rasionalis, ilmuan, dan agamawan mampu mengeliminir orang-orang
bodoh maka akan selamat. Akan tetapi, jika mereka membiarkan apa yang mereka
inginkan niscaya mereka akan binasa seluruhnya
5.
Hadis Kedua
(49) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ كِلَاهُمَا، عَنْ قَيْسِ بْنِ
مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ - قَالَ:
أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ.
فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ، فَقَالَ: الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ، فَقَالَ: قَدْ
تُرِكَ مَا هُنَالِكَ، فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا
عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيمَانِ». رواه مسلم
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah
ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah
mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya
dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”
Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim
dalam kitab Shahihnya (1: 167) dengan mata rantai sanadnya dari:
- Muslim
– Abu Bakar ibn Abi Syaibah – Waki’ – Sufyan – Qays ibn Muslim – Thariq
ibn Syihab – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah;
- Muslim
– Muhammad ibn Mutsanna – Muhammad ibn Ja’far – Syu’bah – Qays ibn Muslim
– Thariq ibn Syihab – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah.
- Muslim-
Abu Kuraib Muhammad ibn ‘Allai – Abu Mu’awiyah – A’masy – Ismail ibn Roja’
– Ayahnya (Roja’) – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah.
Selain Muslim, periwayat hadis ini adalah Ibn Majah (Sunan ibn
Majah, 12: 17), Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 22: 96, 23:79), Baihaqi
Ial-Sunan al-Kubra, 5: 1366) dan Ibn Hibban (Shahih ibn Hibban, 2: 103). Hadis
ini berkualitas shahih.
Penjelasan Hadis
1.
Memberantas kemunkaran
Semua ulama’ sepakat bahwa
memberantas kemunkaran hukumnya wajib. Karenanya, setiapmuslim wajib
memberantas kemunkaran yang ada sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan
tangan, lisan, atau hatinya.
a.
Memberantas kemunkaran
dengan hati.
Mampu mengetahui
hal-halyang ma’ruf dan mengingkari kemunkaran melalui hati merupakan fardlu
‘ain bagi setiap individu muslim dalam kondisi apapun. Barangsiapa yang tidak
dapat membedakan antara kebaikan dan kemunkaran maka ia akan celaka. Dan
Barangsiapa yang mengetahui kemunkaran tapi tidak mengingkarinya maka ini
pertanda hilangnya iman dari hati.
Ali ra.pernah
berkata, “jihad yang menjadi kunci pertama kemenangan kalian, adalah jihad dengan
tangan, lalu lisan,lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak mengetahui yang
baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya, kemunkaran yang terjadi, maka ia
akan kalah. Sehingga kondisi pun berbalik yang di atas menjadi bawah.
Mengingkari
kemunkaran dengan hati hanya dilakukan dalam kondisi lemah.
Ibnu Mas’ud ra. Berkata,”Mungkin di
antara kalian ini ada yang akan mengetahui kemunkaran, tapi tidak mampu
memberantasnya dan hanya bisa mengadu kepada Allah bahwa ia benci kemunkaran
itu.”
Adapun yang dikatakan lemah atau
tidak mampu adalah kondisi di mana dimungkinkan (jika ia mengingkari kemunkaran
dengan tangan atau lisan) adanya suatu bahaya yang akan menimpa dirinnya dan
tidak bisa menanggung itu semua.
b.
Memberantas kemunkaran
dengan tangan dan lisan.
Dalam masalah ini terdapat 2 hukum
:
1.
Fardlu kifayah
Jika suatu kemunkaran diketahui
oleh lebih dari satu orang, dari masyarakat muslim, maka hukum memberantas
kemumkaran tersebut adalah fardlu kifayah.
2.
Fardlu
‘Ain
Hukum ini
berlaku bagi individual yang mengetahui kemunkaran dan mampu untuk
memberantasnya.
2.
Pemahaman
yang harus diubah.
Ada sebagian
masyarakat yang mempunyai pemahaman salah terhadap amar ma’ruf nahi munkar.
Ketika mereka tidak mampu/ enggan melaksanakannya, mereka berdalih dengan ayat
ini.
“Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, orang yang sesat ini tidak akan
member mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapatkan petunjuk.”(Al-Ma’idah :
105).
Imam
Nawawi berkata, “Yang benar dalam memahami ayat di atas adalah sesungguhnya
jika kalian menunaikan apa yang telah diwajibkan kepada kalian,maka orang-orang
selain kalian, yang tidak mau menunaikannya tidak akan mencelakakan kalian.”
Ini
senada dengan firman Allah,”Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain.” (Al-An’am : 164).
Jika demikian,
maka yang diwajibkan adalah amar ma’ruf nahi munkar.
3.
Amar
Ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang diyakini tidak akan menerimanya.
Para ulama
berpendapat, bahwa Amar Ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang diyakini tidak
akan menerimanya itu wajib,karena yang diwajibkan hanyalah menyampaikan, sedang
menerima atau tidak bukan tanggung jawab kita.
4.
Cara
melakukan amar ma’ruf nahi munkar
Melakukan amar
ma’ruf nahi munkar haruslah dengan sabar, ikhlas, saling menasihati dan bukan
malah membuat kekacauan dan tidak dengan paksaan. Dan hendaklah melakukan amar
ma’ruf nahi munkar dengan lemah lembut. Imam syafi’I berkata, “ Barangsiapa
yang menasihati saudaranya secara sembunyi-sembunyi maka ia benar-benar telah
memberi nasehat. Sedangkan barangsiapa yang menasihati saudaranya di hadapan
orang banyak,maka ia telah membuka aibnya.”
2.7 Refleksi Contoh Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Di
antara contoh yang bisa kita telaah dan pahami adaah sebagai berikut:
1.
Diriwayatkan, bahwa Muawiyah
r.a pernah menahan gaji. Berdirilah Abu Muslim al Khaulani seraya berkata
padanya, "wahai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan hasil jerih
payahmu, bukan pula hasil jerih payah ayahmu, dan bukan pula hasil jerih payah
ibumu." Perawi (Abu Nuaim) berkata, 'Makanakum (tetaplah ditempatmu sekalian).
'Lalu dia menghilang dari pandangan orang-orang yang hadir beberapa saat,
kemudia datang lagi di depan mereka sementara dia telah mandi, seraya berkata,
'Sesungguhnya Abu Muslim telah berbicara kepadaku yang menimbulkan kemaharanku
dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
الغضب من الشيطان،
والشيطان خلق من النار، وإنما تطفأ النار بالماء، فإذا غضب أحدكم فليغتسل. رواه
أبو داود
"Marah
itu dari pengaruh setan. Setan diciptakan dari api dan api dapat dipadamkan
dengan air, maka jika salah seorang di antara kamu marah, hendaklah ia mandi.
(H.R. Abu Dawud
2.
Diantara yang pernah dijadikan
dalil (alasan) oleh al Makmun al Abbasi (salah seorang Khalifah Abbasiyah)
ketika ada yang menasihatinya dengan kasar dank eras. Dia berkata, "Wahai
laki-laki, berlemahlembutlah, sebab Allah SWT telah mengutus rasul yang baik
darimu (yaitu Nabi Musa a.s) kepada orang yang lebih jahat dariku (Fir'aun),
tetapi Allah menyuruhnya bersikap lembut. Dia berfirman, (Q.S. Thaahaa: 44)
فقولا له قولا لينا
لعله يتذكر أو يخشى (طه:44)
"Maka
katakanlah olehmu berdua (hai Musa dan Harun) padanya (Fir'aun) dengan
perkataan yang lemah lembut, semoga dia ingat (sadar) atau merasa takut."
3.
Hamad bin Salmah berkata,
"Sesungguhnya Shilat bin Usyaim pernah dilewati oleh seorang laki-laki
yang memakai kain sampai menjulur ke bawah (melewati mata kakinya). Ketika
melihat itu, para sahabat Shilat ingin menangkapnya dengan cara kekerasan,
tetapi Shilat berkata, 'Biarkan aku yang menghadapinya. 'Lalu dia berkata,
'Wahai putra saudaraku, sesungguhnya kau mempunyai keperluan padamu. 'Dia
berkata, 'Apa keperluanmu wahai paman!' Dia berkata, 'Aku senang jika kamu
menaikkan kainmu. 'Maka dia menjawab, 'Baiklah, semoga engkau mulia. 'Maka dia
pun menaikkan kainnya. Selanjutnya Shilat berkata pada teman-temannya, 'Jika
mereka mencacinya, dia akan menjawab tidak dan kamu tidak mulia serta menelamu
semua.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dimana umat muslim, untuk itu mendapatkan perintah untuk berbuat baik dan
menjauhi perbuatan munkar. Untuk bagaimana dapat terciptanya kebaikan dan
dijauhinya kemunkaran tersebut, lahirlah perintah untuk melakukan anjuran untuk
berbuat baik dan meninggalkan kemunkaran yang dikenal sebagai amar ma'ruf nahi
munkar.
Dengan adanya peran amar ma’ruf nahi munkar yang dialamatkan kepada
setiapin divide maupun kepada masyarakat secara luas, maka keburukan, kerusakan
dan kemudharatan tersebut dapat
ditiadakan atau diminimalisir serta sebaliknya kebaikan dan kemaslahatan akan
dapat diciptakan. Sehingga peran amar ma’ruf nahi munkar ini sangatlah besar
dirasakan manfaatnya bagi seluruh hamba Allah Yang Maha Pemurah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar bin
Muhammad bin Abdillah Ibnul Arabi. Tanpa Tahun. Ahkaamul Qur’an. Beirut: Daarul
Fikr.
Abu Bakar Jabir al-Jazairi.
2017. Tafsir al-Qur’an al-Aisar. Jakarta: Darus Sunnah.
Abu al-Farj
Jamaluddin Abdirrahman Ali bin Muhammad al-Jauzi. 1994. Zaadul Masiir fii ‘Ilmi
at Tafsiir. Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Ahmad bin Abdul
Halim bin Abdus Salam bin Taimiyyah. 1998. Iqtidhaa’ ash-Shiraatil Mustaqiim.
Saudi: Wizarah Syu’un al-Islamiyyah wal Auqaf.
Ahmad bin Hambal
asy-Syaibani. 2001. al-Musnad. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah. Ahmad Muhammad
Syakir. 2017. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunnah. Ahmad bin
Utsman al-Mazyad. 2015. Mukhtashar Jami’ul Ulum wal Hikam. Jakarta: Darul Haq.
Nahyi ‘Anil Munkar
wa Arkaanuhu wa Majaalaatuhu. Mesir: Daar Isybiliya.
Hamud bin Ahmad
ar-Ruhaili. 2007. Al-Qaa’idah al-Muhimmah fil Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil
Munkar fii Dhau’il Kitaabi was Sunnah. Saudi: Daar Ibnu Jauzi.
Ibnu Manzhur. 1987.
Lisan al-Arab. Beirut: Daar Ihya at-Turats al-Arabi.
Ibnu Qudamah
al-Maqdisi. 2017. Mukhtashar Minhajul Qashidin. Jakarta: Darul Haq. Muslim bin
Hajjaj an-Naisaburi. 2010. Shahih Muslim. Mesir: Maktabatu Fayyadh.
Muhammad bin
Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri. 2018. Ensiklopedia Manajemen Hati. Jakarta:
Darus Sunnah.
Muhammad bin
Isma’il al-Bukhari. 2015 Shahih al-Bukhari. Mesir: Darul Alamiyyah. Muhammad
Hayat as-Sindi. 1994. Syarhul Arba’in an-Nawawiyyah. Dammam: Ramadilin Nasyr.
Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin. 2004. Tanbiihul Afhaam Syarhu Umdatil Ahkam, Saudi: Maktabah
ash-Shahaabah.
Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin. 2015.
Syarah Riyadhus Shalihin. Jakarta:
Darus Sunnah.
Muhammad Nashiruddin
al-Albani. Tanpa Tahun.
Shahiihul Jaami’ush Shaghiir
wa Ziyaadatuhu. Riyadh: Maktabah al-Islamiyy.
Musthafa al-Bugha
dan Muhyiddin Mistu.
1992. Al-Wafi fii
Syarhil Arba’’in an- Nawawiyyah. Madinah: Maktabah Daarut Turats.