Saturday, 15 January 2022

MAKALAH AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNGKAR DALAM PERFEKTIF HADIST

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah........................................................................................ 1

C.    Tujuan........................................................................................................... 2

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

A.    Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar............................................................. 3

B.    Hukum Amar Ma'ruf Nahi Munkar.............................................................. 3

C.    Ruang Lingkup Amar Ma'ruf Nahi Mungkar............................................... 4

D.    Rukun-Rukun Amar Ma'ruf Nahi Munkar................................................... 4

E.     Bentuk dan Macam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar........................................ 5

F.     Perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam  Hadits..................................... 6

G.    Refleksi Contoh Amar Ma'ruf Nahi Munkar.............................................. 11

 

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 13

A.    Kesimpulan................................................................................................. 13

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Islam menempatkan manusia itu tidak saja dalam dimensi individu, akan tetapi juga dalam dimensi sosial sebagai anggota masyarakat. Manusia pula diciptakan bukan untuk berjalan sendiri melainkan diciptakan untuk hidup secara damai dan berdampingan dengan makhluk hidup yang ada di sekelilingnya. Manusia pada hakekatnya adalah cipataan Allah yang hampir sempurna, terlebih lagi manusia mulia yang telah diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, yaitu Nabi Agung Muhammad SAW. Beliau adalah manusia mulia yang mengemban tugas penting bagi seluruh alam. Beliau lah seseorang yang diutus untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh manusia di muka bumi. Terebih risalah Allah yang memuat esensi perintah dan larangan Allah SWT. Salah satunya, adalah risalah perintah untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Inilah yang nantinya menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk melaksanakannya. Kewajiban ini pun mutlak harus dikerjakan oleh seluruh manuisa khususnya umat Islam. Dimanapun dan kapanpun perintah ini akan tetap eksis dan menjadi salah satu tugas umat Islam dalam menegakkan tiang agama. Memerintahkan hal yang baik dan mencegah hal yang mungkar (amar ma'ruf nahi munkar) merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh semua orang. Karena hal ini telah menjadi salah satu syi'ar dakwah agama Islam yang harus selalu dijunjung dan ditegakkan.

Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan membahas konsep amar ma'ruf nahi munkar itu sendiri beserta hukum, rukun, bentuk, dan macamnya menurut beberapa pakar ilmuan muslim. Dalam makalah ini pula akan dipaparkan beberapa contoh yang dapat dijadikan bahan refleksi untuk implementasi amar ma'ruf nahi munkar dalam era kehidupan modern.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana konsep amar ma'ruf nahi munnkar?

2.      Apa hukum dan rukun amar ma'ruf nahi munkar?

3.      Apa bentuk dan macam amar ma'ruf nahi munkar?

4.      Bagaimana penjelasan amar ma'ruf nahi munkar menurut Al-Qur'an dan Hadits?

5.      Apa contoh amar ma'ruf nahi munkar dalam era modern?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui dan memahami konsep amar ma'ruf nahi munkar dengan benar.

2.      Untuk mengetahui hukum dan rukun amar ma'ruf nahi munkar dengan benar.

3.      Untuk mengetahui berbagai bentuk dan macam amar ma'ruf nahi munkar.

4.      Untuk memahami penjelasan amar ma'ruf nahi munkar menurut Al-Qur'an dan Hadits.

5.      Untuk mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan contoh amar ma'ruf nahi munkar dalam era kehidupan modern.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

           

2.1 Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar

            Makna Amar Makruf Nahi Munkar artinya memerintahkan yang ma’ruf dan melarang munkar. Ma’ruf artinya diketahui, dikenal, disadari. Munkar artinya ditolak, diingkari, dibantah. Kamus menjelaskan ma’ruf sebagai apasaja diketahui dan dikenal baik oleh setiap orang sebagai kebaikan. Dalam Hadits, ma’ruf adalah adalah segala hal yang diketahui orang berupa ketaatan kepada Allah, mendekati-Nya, berbuat baik kepada manusia, dan semua yang dianjurkan syarak. Ma’ruf diketahui oleh semua orang, bila mereka melihatnya mereka tidak menolaknya. Munkar adalah  apa saja yang dipandang buruk , diharamkan dan dibenci oleh syarak

Abul A’la al-Maududi menjelaskan: bahwa tujuan yang utama dari syariat ialah untuk membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat (kebaikan-kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan kejahatan-kejahatan.

            Al-Ma'ruf – menurut Mufradat ar-Raghib dan lainnya – adalah nama setiap perbuatan yang dipandang baik menurut akal atau agama (syara'). Sedangkan al-Munkar berarti setiap perbuatan yang oleh akal sehat dipandang jelek, atau akal tidak memandang jelek atau baik, tetapi agama (syariat) memandangnya jelek

            Ada yang berpendapat, al-Ma'ruf adalah suatu nama yang mencakup setiap perbuatan dikenal sebagai suatu ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dan berbuat baik (ihsan) kepada manusia. Sedangkan al-Munkar sebaliknya.

 

1.2  Hukum Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Mengajak kepada al-Ma'ruf dan melarang dari al-Munkar, termasuk di antara fardhu-fardhu kifayah. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa kewajiban ini adalah kewajiban atas keseluruhan umat, dan ini yang oleh para ulama disebut fardhu kifayah. Apabila segelongan dari umat melakssanakannya, gugurlah kewajiban itu dari yang lain. Seluruh umat dikenai kewajiban itu, tetapi bila segolongan umat telah ada yang melaksanakannya, maka tertunaikan kewajiban itu dari yang lain.

Sufyan Ats-Tsauri – rahimahullah – pernah menjawab ketika ada pertanyaan: Apakah seseorang masih harus menyeru (amar ma'ruf nahi munkar) kepada orang lain yang diketahui bahwa dia tak akan menerima seruan itu? Jawab beliau itu: "Ya, agar seruan itu nanti menjadi asalan di sisi Allah bagi si penyeru itu.

2.3  Ruang Lingkup Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Ruang lingkup amar ma’ruf dan nahi munkar sangat luas sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun mu’amalat (sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dsb.

Tauhidullah, mendirikan shalat, mambayar zakat, amanah, toleransi beragama, membantu kaum dhu’afa dan mustadh’afin, disiplin, transparan dan lain sebagainya adalah beberapa contoh sikap dan perbuatan yang ma’ruf. Sebaliknya, kebalikan dari sikap-sikap itu adalah hal-hal yang munkar.

 

2.4  Rukun-Rukun Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Imam Al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa ada beberapa rukun yang harus dipenuhi ketika proses amar ma'ruf dan nahi mungkar dilaksanakan. Berikut empat rukun yang harus dipenuhi

1.      Al-Muhtashib

Yaitu pelaksana amar ma'ruf nahi mungkar. Ia adalah orang mukallaf, muslim dan orang yang sanggup. Maka keluar dari padanya anak kecil, orang kafir, dan orag yang lemah.

2.      Hisbah

Yaitu setiap perbuatan yang ada sekarang yang terang bagi muhtasib (pelaku hisbah) dengan tanpa mengintai serta diketahui adanya perbuatan munkar tanpa ijtihad. Maka ini ada empat syarat:

1.      Adanya perbuatan munkar

2.      Kemungkaran itu ada pada keadaan itu

3.      Bahwa perbuatan munkar itu terang bagi muhtasib dengan tanpa mengintai

4.      Bahwa ia adalah perbuatan munkar yang diketahui dengan tanpa ijtihad

3.      Orang yang menjadi obyek hisbah

Syaratnya adalah bahwa muhtasab alaih dengan sifat yang menjadikan perbuatan yang dilarang daripadanya itu munkar dan sedikit-sedikitnya apa yang mencukupi dalam hal itu adalah bahwa ia adalah manusia dan tidak disyaratkan bahwa ia seorang mukallaf.

4.      Hakikat Ihtisab

Yaitu pelaksanaan hisbah. Dan  hisbah mempunyai tingkat-tingkat dan sopan santun. Diantaranya adalah:

 

1.      Ta'arruf

Yaitu tingkat untuk mencari pengertian dengan berlakunya perbuatan munkar.

2.      Ta'rif (Pemberitahuan)

Dalam kandungan pemberitahuan adalah penyadaran atas kebodohan dan kednguan. Karena pembodohan itu menyakitkan.

3.      Larangan dengan pengajaran dan nasihat serta menakuti terhadap Allah SWT.

4.      Memaki, menggunakan kekerasan dengan ucapan yang keras dan kasar.

5.      Merubah dengan tangan

6.      Memberikan ancaman dan menakut-nakuti.

7.      Langsung memukul dengan tangan, kaki dan lainnya dari apa saja yang tidak ada padanya penggunaan senjata

 

2.5  Bentuk dan Macam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

2.5.1        Bentuk Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Aplikasi dari hal ini ada banyak bentuknya, ada yang bersifat nonformal maupun formal. Dari yang bersifat nonformal contohnya: saat kita melalui suatu tempat lalu menjumpai seorang yang akan mencuri, dan kewajiban kita adalah mencegah dari hal itu dan mengarahkan kepada hal yang ma’ruf karena mencuri merupakan hal yang bersifat munkar. Dan bersifat formal dapat kita analisa bahwa bentuk amar ma’ruf nahi munkar bisa merambah kepada berbagai hal seperti halnya Pendidikan. Islam sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin dan muttaqin melalui proses tahap demi tahap.

 

2.5.2        Macam-Macam Kemunkaran

1.      Kemunkaran-kemunkaran Masjid

Kemungkaran-kemungkaran masjid terbagi kepada makruh dan terlarang. Diantara apa yang terlihat di masjid-masjid ialah memburukkan shalat dengan meninggalkan thuma'ninah pada ruku' dan sujud dan itu adalah kemungkaran yang membatalkan shalat dengan nash hadits, maka wajib melarangnya kecuali menurut madzhab Hanafi yang berkeyakinan bahwa demikian itu tidak mencegah sahnya shalat. Kemungkaran-kemungkara masjid yang lain adalah masuknya orang gila, anak-anak kecil dan orang-orang mabuk di masjid. Dan tidak apa-apa dengan masuknya anak kecil ke dalam masjid apabila ia tidak bermain dan baginya tidak diharamkan.

2.      Kemunkaran-kemunkaran Pasar

Di antara kemungkaran-kemungkaran yang biasa terjadi di pasar adalah berdusta dalam mencari keuntungan dan menyembunyikan cacat. Kemunkaran-kemunkaran yang lain adalah menjual alat-alat permainan (alat-alat music) dan menjual bentuk-bentuk binatang yang bergambar pada hari-hari raya untuk anak-anak.

3.      Kemunkaran-kemukaran di Jalan Raya

Di antara kemunkaran-kemunkaran jalan di Jalan Raya adalah mengikat binatang di atas jalan di mana dapat menyempitkan jalan dan menajiskan orang-orang yang lewat. Ini karena jalan raya itu bersekutu manfaatnya dan tidak boleh seseorang mengkhususkannya untuk dirinya selain sekedar keperluan. Begitu pula membuang sampah di pinggir jalan dan mencerai-beraikan kulit semangka atau menyiram air di mana dikhawatirkan tergelinciir dan terjatuh

4.      Kemunkaran-kemunkaran di Kamar Mandi

Di antara kemunkaran-kemunkaran kamar mandi adalah membuka aurat dan memandangnya. Begitu pula membenamkan tangan dan bejana-bejana yang najis pada air yang sedikit dan mencuci sarung dan cambung yang najis di telaga yang airnya sedikit. Karena hal itu menajiskan air kecuali madzhab Maliki

 

5.      Kemunkaran-kemunkaran Pertamuan

Di antaranya adalah menghemparkan kain sutra bagi laki-laki, maka itu haram. Begitu pula berkumpulnya wanita di bagian atas rumah untuk melihat laki-laki manakala di kalangan laki-laki itu ada pemuda-pemuda yang dikhawatirkan timbul fitnah dari mereka. Begitu pula kalau ada orang laki-laki yang memakai pakaian sutera atau cincin emas. Maka ini orang fasiq, tidak boleh duduk bersamanya tanpa dharurat. Begitu pula jika pada perjamuan terdapat orang pembuat tertawa dengan cerita-cerita dan bermacam-macam kelangkaan maka kalau ia membuat tertawa dengan perkataan keji dan dusta, maka tidak datang dan pada saat itu wajib inkar kepadanya

 

2.6  Perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam  Hadits

1.      Hadits yang Menjadi Landasan

a.       Hadis pertama

2686 - حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، قَالَ: حَدَّثَنِي الشَّعْبِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَثَلُ المُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ، وَالوَاقِعِ فِيهَا، مَثَلُ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا سَفِينَةً، فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَعْلاَهَا، فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلاَهَا، فَتَأَذَّوْا بِهِ، فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ يَنْقُرُ أَسْفَلَ السَّفِينَةِ، فَأَتَوْهُ فَقَالُوا: مَا لَكَ، قَالَ: تَأَذَّيْتُمْ بِي وَلاَ بُدَّ لِي مِنَ المَاءِ، فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَنْجَوْهُ وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ، وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا أَنْفُسَهُمْ " رواه البخاري

Diriwayatkan dari Nu’man bin basyir r.a dari nabi SAW, beliau bersabda, “perumpamaan orang yang selalu melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya, bagaikan orang yang membagi tempat di dalam kapal, sebagian mendapat bagian di atas dan sebagian di bawah. Ketika orang-orang yang di bawah membutuhkan air, mereka harus naik ke atas, tentunya akan mengganggu orang yang di atas. Oleh karena itu, (yang di bawah) berkata, “kami akan melubangi kapal ini agar tidak mengganggu orang-orang yang berada di atas. Jika yang di atas membiarkan hal itu, niscaya semua akan binasa, tetapi jika yang di atas menyadari dan mencegah mereka yang di bawah, maka semua akan selamat. “(HR.Bukhari).

 

Takhrij Hadis

Hadis ini secara lafdziyah diriwayatkan oleh Bukhari (Shahih al-Bukhari, 3:237) dengan mata rantai sanad: ‘Umar ibn Hafs ibn Ghayyats dari ayahnya (Hafs ibn Ghayyats) dari A’masy dari Sya’bi dari Nu’man ibn Basyir. Hadis semakna dengan lafal sedikit berbeda diriwayatkan juga oleh Bukhari (Shahih al-Bukhari, 3: 182) dengan mata rantai sanad: Abu Nu’aim – Zakaria – A’masy – Sya’bi – Nu’man ibn Basyir. Juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan mata rantai sanad: Ahmad ibn Muni’ – Abu Mu’awiyah – A’masy – Sya’bi – Nukman ibn Basyir. Selain itu hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 4: 268, 269), dan oleh al-Humaidi (Musnad al-Humaidi, 3:919). Hadis ini berkualitas shahih sebagaimana yang dikemukakan oleh imam Bukhari.

 

 

Penjelasan Hadis

Penulis  An-Nawawi – menyitir hadits Nu’man bin Basyir Al-Anshari r.a ini ke dalam bab “amar ma;ruf nahi munkar”. Dari nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda , “perumpamaan orang yang selalu melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya,”.

Melaksanakan perintah maksudnya istiqomah dalam menjalankan perintah allah, lalu melakanakan kewajiban lalu meninggalkan keharaman. Sedangkan orang yang terjerumus di dalamnya maksudnya yang terjerumus dalam had allah, yaitu orang yang mengerjakan perbuatan haram dan meninggalkan kewajiban. Mereka bagaikan orang yang membagi  tempat di kapal, sebagian mendapat bagian di atas dan sebagian di bawah. Ketika orang orang-orang yang di bawah membutuhkan air,mereka harus ke atas, tentunya mereka akan menganggu orang yang di atas.Sehingga (yang di bawah) berkata, “ kami akan melubangi kapal ini sehingga tidak mengganggu orangoramg yang berada di atas”. Begitulah yang mereka inginkan.

            Nabi bersabda,” Jika yang di atas membiarkan hal itu, niscaya semuanya akan binasa” karena jika yang di bawah melubangi perahu, air akan masuk kemudian perahu akan tenggelam.”tetapi jika yang di atas menyadari dan mencegah mereka  yang di bawah,maka mereka akan selamat”. Yaitu baik yang di bawah atau yang di atas akan selamat.

                        Perumpamaan yang dibuat Nabi SAW ini memiliki makna dan hikmah  yang sangat tinggi. Manusia yang memeluk agama allah seperti orang  yang berada di dalam perahu, yang berlayar di atas laut dan diterpa oleh gelombang. Jika jumlah mereka banyak maka sebagian mereka harus ada di bawah dan sebagian harus ada di atas sehingga beban perahu seimbang dan mereka tidak berdesak-desakan. Keselamatan perahu itu menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, jika ada seorang penumpang perahu itu  yang  ingin merusaknya, mereka harus memegang kedua tangannya agar  tidak melakukan pengerusakan. Jika itu  tidak mereka  lakukan maka mereka semua akan binasa. Begitulah agama allah. Jika orang-orang rasionalis, ilmuan, dan agamawan mampu mengeliminir orang-orang bodoh maka akan selamat. Akan tetapi, jika mereka membiarkan apa yang mereka inginkan niscaya mereka akan binasa seluruhnya

 

 

 

5.      Hadis Kedua

(49) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ كِلَاهُمَا، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ - قَالَ: أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ. فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ، فَقَالَ: الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ، فَقَالَ: قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ، فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ». رواه مسلم

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”

 

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Shahihnya (1: 167) dengan mata rantai sanadnya dari:

  1. Muslim – Abu Bakar ibn Abi Syaibah – Waki’ – Sufyan – Qays ibn Muslim – Thariq ibn Syihab – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah;
  2. Muslim – Muhammad ibn Mutsanna – Muhammad ibn Ja’far – Syu’bah – Qays ibn Muslim – Thariq ibn Syihab – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah.
  3. Muslim- Abu Kuraib Muhammad ibn ‘Allai – Abu Mu’awiyah – A’masy – Ismail ibn Roja’ – Ayahnya (Roja’) – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah.

Selain Muslim, periwayat hadis ini adalah Ibn Majah (Sunan ibn Majah, 12: 17), Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 22: 96, 23:79), Baihaqi Ial-Sunan al-Kubra, 5: 1366) dan Ibn Hibban (Shahih ibn Hibban, 2: 103). Hadis ini berkualitas shahih.

Penjelasan Hadis

1.                  Memberantas kemunkaran

Semua ulama’ sepakat bahwa memberantas kemunkaran hukumnya wajib. Karenanya, setiapmuslim wajib memberantas kemunkaran yang ada sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan, atau hatinya.

 

a.                   Memberantas kemunkaran dengan hati.

Mampu mengetahui hal-halyang ma’ruf dan mengingkari kemunkaran melalui hati merupakan fardlu ‘ain bagi setiap individu muslim dalam kondisi apapun. Barangsiapa yang tidak dapat membedakan antara kebaikan dan kemunkaran maka ia akan celaka. Dan Barangsiapa yang mengetahui kemunkaran tapi tidak mengingkarinya maka ini pertanda hilangnya iman dari hati.

Ali ra.pernah berkata, “jihad yang menjadi kunci pertama kemenangan kalian, adalah jihad dengan tangan, lalu lisan,lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak mengetahui yang baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya, kemunkaran yang terjadi, maka ia akan kalah. Sehingga kondisi pun berbalik yang di atas menjadi bawah.

Mengingkari kemunkaran dengan hati hanya dilakukan dalam kondisi lemah.

Ibnu Mas’ud ra. Berkata,”Mungkin di antara kalian ini ada yang akan mengetahui kemunkaran, tapi tidak mampu memberantasnya dan hanya bisa mengadu kepada Allah bahwa ia benci kemunkaran itu.”

Adapun yang dikatakan lemah atau tidak mampu adalah kondisi di mana dimungkinkan (jika ia mengingkari kemunkaran dengan tangan atau lisan) adanya suatu bahaya yang akan menimpa dirinnya dan tidak bisa menanggung itu semua.

b.                  Memberantas kemunkaran dengan tangan dan lisan.

Dalam masalah ini terdapat 2 hukum :

1.      Fardlu kifayah

Jika suatu kemunkaran diketahui oleh lebih dari satu orang, dari masyarakat muslim, maka hukum memberantas kemumkaran tersebut adalah fardlu kifayah.

2.      Fardlu ‘Ain

Hukum ini berlaku bagi individual yang mengetahui kemunkaran dan mampu untuk memberantasnya.

2.                  Pemahaman yang harus diubah.

Ada sebagian masyarakat yang mempunyai pemahaman salah terhadap amar ma’ruf nahi munkar. Ketika mereka tidak mampu/ enggan melaksanakannya, mereka berdalih dengan ayat ini.

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, orang yang sesat ini tidak akan member mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapatkan petunjuk.”(Al-Ma’idah : 105).

Imam Nawawi berkata, “Yang benar dalam memahami ayat di atas adalah sesungguhnya jika kalian menunaikan apa yang telah diwajibkan kepada kalian,maka orang-orang selain kalian, yang tidak mau menunaikannya tidak akan mencelakakan kalian.”

Ini senada dengan firman Allah,”Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Al-An’am : 164).

Jika demikian, maka yang diwajibkan adalah amar ma’ruf nahi munkar.

3.                  Amar Ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang diyakini tidak akan menerimanya.

Para ulama berpendapat, bahwa Amar Ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang diyakini tidak akan menerimanya itu wajib,karena yang diwajibkan hanyalah menyampaikan, sedang menerima atau tidak bukan tanggung jawab kita.

4.                  Cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar

Melakukan amar ma’ruf nahi munkar haruslah dengan sabar, ikhlas, saling menasihati dan bukan malah membuat kekacauan dan tidak dengan paksaan. Dan hendaklah melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan lemah lembut. Imam syafi’I berkata, “ Barangsiapa yang menasihati saudaranya secara sembunyi-sembunyi maka ia benar-benar telah memberi nasehat. Sedangkan barangsiapa yang menasihati saudaranya di hadapan orang banyak,maka ia telah membuka aibnya.”

 

2.7  Refleksi Contoh Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Di antara contoh yang bisa kita telaah dan pahami adaah sebagai berikut:

1.      Diriwayatkan, bahwa Muawiyah r.a pernah menahan gaji. Berdirilah Abu Muslim al Khaulani seraya berkata padanya, "wahai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan hasil jerih payahmu, bukan pula hasil jerih payah ayahmu, dan bukan pula hasil jerih payah ibumu." Perawi (Abu Nuaim) berkata, 'Makanakum (tetaplah ditempatmu sekalian). 'Lalu dia menghilang dari pandangan orang-orang yang hadir beberapa saat, kemudia datang lagi di depan mereka sementara dia telah mandi, seraya berkata, 'Sesungguhnya Abu Muslim telah berbicara kepadaku yang menimbulkan kemaharanku dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

الغضب من الشيطان، والشيطان خلق من النار، وإنما تطفأ النار بالماء، فإذا غضب أحدكم فليغتسل. رواه أبو داود

"Marah itu dari pengaruh setan. Setan diciptakan dari api dan api dapat dipadamkan dengan air, maka jika salah seorang di antara kamu marah, hendaklah ia mandi. (H.R. Abu Dawud

2.      Diantara yang pernah dijadikan dalil (alasan) oleh al Makmun al Abbasi (salah seorang Khalifah Abbasiyah) ketika ada yang menasihatinya dengan kasar dank eras. Dia berkata, "Wahai laki-laki, berlemahlembutlah, sebab Allah SWT telah mengutus rasul yang baik darimu (yaitu Nabi Musa a.s) kepada orang yang lebih jahat dariku (Fir'aun), tetapi Allah menyuruhnya bersikap lembut. Dia berfirman, (Q.S. Thaahaa: 44)

فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى (طه:44)

"Maka katakanlah olehmu berdua (hai Musa dan Harun) padanya (Fir'aun) dengan perkataan yang lemah lembut, semoga dia ingat (sadar) atau merasa takut."

3.      Hamad bin Salmah berkata, "Sesungguhnya Shilat bin Usyaim pernah dilewati oleh seorang laki-laki yang memakai kain sampai menjulur ke bawah (melewati mata kakinya). Ketika melihat itu, para sahabat Shilat ingin menangkapnya dengan cara kekerasan, tetapi Shilat berkata, 'Biarkan aku yang menghadapinya. 'Lalu dia berkata, 'Wahai putra saudaraku, sesungguhnya kau mempunyai keperluan padamu. 'Dia berkata, 'Apa keperluanmu wahai paman!' Dia berkata, 'Aku senang jika kamu menaikkan kainmu. 'Maka dia menjawab, 'Baiklah, semoga engkau mulia. 'Maka dia pun menaikkan kainnya. Selanjutnya Shilat berkata pada teman-temannya, 'Jika mereka mencacinya, dia akan menjawab tidak dan kamu tidak mulia serta menelamu semua.


BAB IV

PENUTUP

 

4.1  Kesimpulan

Dimana umat muslim, untuk itu mendapatkan perintah untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan munkar. Untuk bagaimana dapat terciptanya kebaikan dan dijauhinya kemunkaran tersebut, lahirlah perintah untuk melakukan anjuran untuk berbuat baik dan meninggalkan kemunkaran yang dikenal sebagai amar ma'ruf nahi munkar.

Dengan adanya peran amar ma’ruf nahi munkar yang dialamatkan kepada setiapin divide maupun kepada masyarakat secara luas, maka keburukan, kerusakan dan  kemudharatan tersebut dapat ditiadakan atau diminimalisir serta sebaliknya kebaikan dan kemaslahatan akan dapat diciptakan. Sehingga peran amar ma’ruf nahi munkar ini sangatlah besar dirasakan manfaatnya bagi seluruh hamba Allah Yang Maha Pemurah.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Abu Bakar bin Muhammad bin Abdillah Ibnul Arabi. Tanpa Tahun. Ahkaamul Qur’an. Beirut: Daarul Fikr.

Abu Bakar Jabir al-Jazairi. 2017. Tafsir al-Qur’an al-Aisar. Jakarta: Darus Sunnah.

Abu al-Farj Jamaluddin Abdirrahman Ali bin Muhammad al-Jauzi. 1994. Zaadul Masiir fii ‘Ilmi at Tafsiir. Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Taimiyyah. 1998. Iqtidhaa’ ash-Shiraatil Mustaqiim. Saudi: Wizarah Syu’un al-Islamiyyah wal Auqaf.

Ahmad bin Hambal asy-Syaibani. 2001. al-Musnad. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah. Ahmad Muhammad Syakir. 2017. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunnah. Ahmad bin Utsman al-Mazyad. 2015. Mukhtashar Jami’ul Ulum wal Hikam. Jakarta: Darul Haq.

Nahyi ‘Anil Munkar wa Arkaanuhu wa Majaalaatuhu. Mesir: Daar Isybiliya.

Hamud bin Ahmad ar-Ruhaili. 2007. Al-Qaa’idah al-Muhimmah fil Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar fii Dhau’il Kitaabi was Sunnah. Saudi: Daar Ibnu Jauzi.

Ibnu Manzhur. 1987. Lisan al-Arab. Beirut: Daar Ihya at-Turats al-Arabi.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi. 2017. Mukhtashar Minhajul Qashidin. Jakarta: Darul Haq. Muslim bin Hajjaj an-Naisaburi. 2010. Shahih Muslim. Mesir: Maktabatu Fayyadh.

Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri. 2018. Ensiklopedia Manajemen Hati. Jakarta: Darus Sunnah.

Muhammad bin Isma’il al-Bukhari. 2015 Shahih al-Bukhari. Mesir: Darul Alamiyyah. Muhammad Hayat as-Sindi. 1994. Syarhul Arba’in an-Nawawiyyah. Dammam: Ramadilin Nasyr.

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. 2004. Tanbiihul Afhaam Syarhu Umdatil Ahkam, Saudi: Maktabah ash-Shahaabah.

Muhammad  bin  Shalih  al-Utsaimin.  2015.  Syarah  Riyadhus Shalihin.  Jakarta:  Darus Sunnah.

Muhammad  Nashiruddin  al-Albani.  Tanpa  Tahun.  Shahiihul  Jaami’ush  Shaghiir  wa Ziyaadatuhu. Riyadh: Maktabah al-Islamiyy.

Musthafa  al-Bugha  dan  Muhyiddin  Mistu.  1992.  Al-Wafi  fii  Syarhil  Arba’’in  an- Nawawiyyah. Madinah: Maktabah Daarut Turats.