Monday, 4 May 2020

ASKEP ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


A.    PENGERTIAN  ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

B.     PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1.      Faktor eksogen
a.       Sinar x, sinar radioaktif.
b.      Hormon.
c.       Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2.      Faktor endogen
a.       Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b.      Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c.       Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)

C.    PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

D.    TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
  1. Pilek tak sembuh-sembuh
  2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
  3. Demam, anoreksia, mual, muntah
  4. Berat badan menurun
  5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
  6. Nyeri tulang dan persendian
  7. Nyeri abdomen
  8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
  9. Abnormalitas WBC
  10. Nyeri kepala




E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia adalah:
  1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a.       Ditemukan sel blast yang berlebihan
b.      Peningkatan protein
  1. Pemeriksaan darah tepi
a.       Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b.      Peningkatan asam urat serum
c.       Peningkatan tembaga (Cu) serum
d.      Penurunan kadar Zink (Zn)
e.       Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / ยตl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
  1. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
  2. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
  3. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a.       Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b.      Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c.       Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat  kecil






F.     PENGOBATAN PADA ALL
1.      Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi­kan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda‑tanda DIC dapat dibe­rikan heparin.
2.      Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhir­nya dihentikan.
3.      Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6‑merkaptopurin atau 6‑mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L‑asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriami­sin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama‑sama dengan prednison. Pada pemberian obat‑obatan ini sering terdapat akibat samping beru­pa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti‑hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4.      Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5.      Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter­capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 ‑ 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti­kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6.      Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalaman­nya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a.       Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba­gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam­pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b.      Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c.       Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat‑dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d.      Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3‑6 bulan dengan pemberian obat‑obat seperti pada induksi se­lama 10‑14 hari.
e.       Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400­2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb­ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f.       Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)






G.    PATHWAYS

Proliferasi sel kanker
                                                           
Sel kanker bersaing dengan sel normal
Untuk mendapatkan nutrisi

  Infiltrasi
 

   Sel normal digantikan dengan
 Sel kanker

Depresi sumsum                    metabolisme      infiltrasi             infiltrasi
         Tulang                                                             S S P             ekstra medular
 

                                                   Sel kekurangan   meningitis     pembesaran limpa,
                                                        makanan         leukemia         liver,nodus limfe,                                                                                                            tulang         
Eritrosit leukosit      faktor          tekanan       
                           Pembekuan      jaringan        nyeri tulang                 tulang
                                                                        & persendian               mengecil&
Anemia infeksi     perdarahan                                                             lemah


            Demam    trombositopeni                                                        fraktur
                                                                                                            fisiologis                                                                           












H.    MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:
1.      Intoleransi aktivitas
2.      Resiko tinggi infeksi
3.      Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn
4.      Resiko cedera (perdarahan)
5.      Resiko kerusakan integritas kulit
6.      Nyeri
7.      Resiko kekurangan volume cairan
8.      Berduka
9.      Kurang pengetahuan
10.  Perubahan proses keluarga
11.  Gangguan citra diri / gambaran diri

I.       PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
1.      Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
a.       Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
b.      Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
c.       Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d.      Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e.       Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
f.       Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g.      Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h.      Jika diprogramkan, berikan packed RBC
2.      Mencegah terjadinya infeksi
a.       Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b.      Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:
1).    Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
2).    Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
3).    Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
c.       Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
d.      Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
e.       Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
f.       Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari
g.      Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
h.      Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.
3.      Mencegah cidera (perdarahan)
a.       Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
b.      Pantau tanda vital dan nilai trombosit
c.       Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin  dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
d.      Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
e.       Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
f.       Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.
4.      Memberikan nutrisi yang adekuat
a.       Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
b.      Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah  makan
c.       Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
d.      Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e.       Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
f.       Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan.

5.      Mencegah kekurangan cairan
a.       Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
b.      Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
c.       Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
d.      Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
e.       Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
6.      Antisipasi berduka
a.       Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
b.      Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
c.       Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
d.      Fasilitasi express feeling melalui permainan
7.      Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
a.       Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b.      Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
c.       Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
d.      Mengatasi kecemasan
e.       Pemberian nutrisi
f.       Pengobatan dan efek samping pengobatan
8.      Meningkatkan peran keluarga
a.       Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
b.      Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
c.       Dorong keluarga untuk express feelings
d.      Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9.      Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
a.       Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
b.      Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
c.       Dukung interaksi sosial / peer group
d.      Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.

























DAFTAR PUSTAKA

1.      Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
2.      Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
3.      Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta, Salemba Raya.
4.      FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
5.      Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
6.      Gale Danielle, Charette Jane. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC.
7.      Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC
8.      Sutarni Nani.(2003). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi. Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal 13-15 November 2003.




ASKEP AKUT MIOCARD INFARK


LAPORAN PENDAHULUAN ICU
AKUT MIOCARD INFARK

A.     PENGERTIAN
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Brunner & Sudarth, 2002)
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999)

B.      ETIOLOGI (kasuari, 2002)
1.      faktor penyebab :
a.       Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
-          Faktor pembuluh darah :
ร˜  Aterosklerosis.
ร˜  Spasme
ร˜  Arteritis
-          Faktor sirkulasi :
ร˜  Hipotensi
ร˜  Stenosos aurta
ร˜  insufisiensi
-          Faktor darah :
ร˜  Anemia
ร˜  Hipoksemia
ร˜  polisitemia
b.      Curah jantung yang meningkat :
-         Aktifitas berlebihan
-         Emosi
-         Makan terlalu banyak
-         hypertiroidisme
c.       Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
-         Kerusakan miocard
-         Hypertropimiocard
-         Hypertensi diastolic

2.      Faktor predisposisi :
a.       faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
-         usia lebih dari 40 tahun
-         jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
-         hereditas
-         Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b.      Faktor resiko yang dapat diubah :
-         Mayor :
ร˜  hiperlipidemia
ร˜  hipertensi
ร˜  Merokok
ร˜  Diabetes
ร˜  Obesitas
ร˜  Diet tinggi lemak jenuh, kalori
-         Minor:
ร˜  Inaktifitas fisik
ร˜  Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
ร˜  Stress psikologis berlebihan.

C.     TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala infark miokard  ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a.        Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b.       Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c.        Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d.       Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e.        Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.
f.        Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g.       Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

2.      Laborat
Pemeriksaan Enzim jantung :
a.        CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan  pada otot jantung  meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,  kembali normal dalam 36-48 jam.
b.       LDH/HBDH
Meningkat dalam  12-24 jam dam memakan  waktu lama untuk kembali normal
c.        AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4  hari

3.      EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

Skor nyeri menurut White :
0        =    tidak mengalami nyeri
1      =    nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2     =    nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.







D.     PATHWAYS

 



















































E.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
2.      Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3.      Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4.      Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5.      Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6.      Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7.      GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8.      Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9.      Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau  aneurisma ventrikuler.
10.  Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11.  Pemeriksaan pencitraan nuklir
a.       Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
b.      Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12.  Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)


13.  Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
14.  Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15.  Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16.  Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

F.      PENATALAKSANAAN
1.      Rawat ICCU, puasa 8 jam
2.      Tirah baring, posisi semi fowler.
3.      Monitor EKG
4.      Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
5.      Oksigen  2 – 4 lt/menit
6.      Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7.      Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8.      Bowel care  : laksadin
9.      Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
10.  Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11.  Psikoterapi untuk mengurangi cemas

G.     PENGKAJIAN PRIMER
1.      Airways
-         Sumbatan atau penumpukan secret
-         Wheezing atau krekles
2.      Breathing
-         Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
-         RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler  dangkal
-         Ronchi, krekles
-         Ekspansi dada tidak penuh
-         Penggunaan otot bantu nafas
3.      Circulation
-         Nadi lemah , tidak teratur
-         Takikardi
-         TD meningkat / menurun
-         Edema
-         Gelisah
-         Akral dingin
-         Kulit pucat, sianosis
-         Output urine menurun

H.     PENGKAJIAN SEKUNDER.

1.      Aktifitas
Gejala :
-         Kelemahan
-         Kelelahan
-         Tidak dapat tidur
-         Pola hidup menetap
-         Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
-         Takikardi
-         Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2.      Sirkulasi
Gejala :   riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
-         Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
-         Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)


-         Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
-         Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
-         Friksi ; dicurigai Perikarditis
-         Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
-         Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
-         Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3.      Integritas ego
Gejala :   menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda :   menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4.      Eliminasi
Tanda :   normal, bunyi usus menurun.
5.      Makanan atau cairan
Gejala :   mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda :   penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6.      Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7.      Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8.      Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
-         Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)

-          Lokasi    :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
-          Kualitas     :
      “Crushing  ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat .
-          Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. 
-          Catatan   : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia 
9.      Pernafasan:
Gejala :
-         dispnea tanpa atau dengan kerja
-         dispnea nocturnal
-         batuk dengan atau tanpa produksi sputum
-         riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
-         peningkatan frekuensi pernafasan
-         nafas sesak / kuat
-         pucat, sianosis
-         bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10.  Interkasi social
Gejala :
-         Stress
-         Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
-         Kesulitan istirahat dengan tenang
-         Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
-         Menarik diri




I.        DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1.      Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
ร˜ nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
ร˜ wajah meringis
ร˜ gelisah
ร˜ delirium
ร˜ perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria  Hasil:
ร˜ Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
ร˜ ekpresi wajah  rileks / tenang, tak tegang
ร˜ tidak gelisah 
ร˜ nadi 60-100 x / menit,
ร˜ TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
ร˜ Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan  rasa nyeri dada  tersebut.
ร˜ Anjurkan pada klien  menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
ร˜ Bantu klien  melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
ร˜ Pertahankan Olsigenasi  dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
ร˜ Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
ร˜ Kolaborasi  dengan tim kesehatan  dalam pemberian analgetik.

2.      Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
ร˜ Tidak ada edema
ร˜ Tidak ada disritmia
ร˜ Haluaran urin normal
ร˜ TTV dalam batas normal
Intervensi :
ร˜ Pertahankan tirah baring selama fase akut
ร˜ Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
ร˜ Monitor haluaran urin
ร˜ Kaji dan pantau TTV tiap jam
ร˜ Kaji dan pantau EKG tiap hari
ร˜ Berikan oksigen sesuai kebutuhan
ร˜ Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
ร˜ Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
ร˜ Berikan makanan sesuai diitnya
ร˜ Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )

3.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
ร˜ Daerah perifer dingin
ร˜ EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
ร˜ RR lebih dari 24 x/ menit
ร˜ Kapiler refill Lebih dari 3 detik
ร˜ Nyeri dada
ร˜ Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
ร˜ HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
ร˜ Nadi lebih dari 100 x/ menit
ร˜ Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi  jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
ร˜ Daerah perifer hangat
ร˜ tak sianosis
ร˜ gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
ร˜ RR 16-24 x/ menit
ร˜ tak terdapat clubbing finger
ร˜ kapiler refill 3-5 detik
ร˜ nadi 60-100x / menit
ร˜ TD 120/80 mmHg
Intervensi :
ร˜ Monitor Frekuensi dan irama jantung
ร˜ Observasi perubahan  status mental
ร˜ Observasi warna  dan suhu kulit / membran mukosa
ร˜ Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
ร˜ Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
ร˜ Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan  Pemberian oksigen

4.      Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan  selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
ร˜ tekanan darah dalam batas normal
ร˜ tak ada distensi  vena perifer/ vena dan edema  dependen
ร˜ paru bersih
ร˜ berat badan  ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
ร˜ Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
ร˜ Observasi adanya oedema dependen
ร˜ Timbang BB tiap hari
ร˜ Pertahankan masukan  total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
ร˜ Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan  diuetik.


5.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran  alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar  edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
ร˜ Dispnea berat
ร˜ Gelisah
ร˜ Sianosis
ร˜ perubahan GDA
ร˜ hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
ร˜ Tidak sesak nafas
ร˜ tidak gelisah
ร˜ GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
ร˜ Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
ร˜ Auskultasi paru untuk  mengetahui penurunan / tidak adanya  bunyi nafas  dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
ร˜ Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk,  penghisapan lendir dll.
ร˜ Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
ร˜ Kaji toleransi aktifitas misalnya  keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

6.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi  pada klien setelah dilaksanakan  tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria  Hasil :
ร˜ klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
ร˜ frekuensi jantung  60-100 x/ menit
ร˜ TD 120-80 mmHg
Intervensi :
ร˜ Catat frekuensi  jantung, irama,  dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
ร˜ Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
ร˜ Batasi aktifitas pada dasar nyeri  dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
ร˜ Jelaskan pola peningkatan  bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari  kursi bila tidak ada  nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam  setelah mkan.
ร˜ Kaji ulang tanda  gangguan yang menunjukan tidak toleran  terhadap aktifitas atau memerlukan  pelaporan pada dokter.

7.      Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
ร˜ Klien tampak rileks
ร˜ Klien dapat beristirahat
ร˜ TTV dalam batas normal
Intervensi :
ร˜ Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
ร˜ Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
ร˜ Ajarkan tehnik relaksasi
ร˜ Minimalkan rangsang yang membuat stress
ร˜ Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
ร˜ Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
ร˜ Berikan support mental
ร˜ Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi




8.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang  informasi tentang fungsi jantung / implikasi  penyakit jantung  dan status kesehatan  yang akan datang , kebutuhan  perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi  yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang  kondisi  penyakitnya  menguat setelah diberi  pendidikan kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
ร˜ Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan,  tujuan pengobatan & efek samping  / reaksi merugikan
ร˜ Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
Intervensi :
ร˜ Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
ร˜ Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
ร˜ Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
ร˜ Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja,  rekreasi  aktifitas seksual.
















DAFTAR PUSTAKA


1.       Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2.       Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3.       Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4.       Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
5.       Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.  Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6.       Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7.       Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
8.       Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
9.       Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001
10.   Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
11.   Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
12.   Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002
13.   Heni Rokhaeni, Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Edisi Pertama  Jakarta, Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung Dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita; 2002