DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan........................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4
A. Konsep Dasar Neonatus .............................................................................. 4
B. Lingkup asuhan neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah....................... 4
C. Bayi Baru Lahir Dengan kelainan bawaan................................................. 13
D. Neonatus Dengan penyulit resiko tinggi.................................................... 23
E. Masalah Yang Lazim Terjadi..................................................................... 25
F. Masalah-masalah tumbuh kembang............................................................ 34
G. Kejadian ikutan pasca imunisasi................................................................. 39
H. Pendokumentasian SOAP.......................................................................... 45
BAB III PENUTUP............................................................................................. 49
A. Kesimpulan................................................................................................. 49
B. Saran .......................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 50
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka
Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama
kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO (World
Health Organization) (2015) pada negara ASEAN (Association of South East Asia
Nations) seperti di Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000
kelahiran hidup, Thailan 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000
kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
di Indonesia masih tinggi dari negara ASEAN lainnya, jika dibandingkan dengan
target dari MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015 yaitu 23 per 1000
kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih tinggi.
Menurut WHO, pada tahun 2013 AKB di dunia 34
per 1.000 kelahiran hidup,AKB di negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup
dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Neonatal dengan
komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat
menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia,
tetanusneonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan
pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan
merah padapemeriksaan dengan manajemen terpadu bayi muda (MTBM).Komplikasi yang
menjadi penyebab kematian terbanyak pada bayi.Komplikasi ini sebetulnya dapat
dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan,
kemampuan tenaga cakupan targetkesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem
rujukan yang belum berjalan dengan baik,terlambatnya deteksi dini, dan
kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan(Kemenkes RI, 2016).
Bayi
baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 - 4000 gram, cukup bulan,
lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang
berat.Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi psikologik mulai terjadi pada
tubuh bayi baru lahir, karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan
pemantauan ketat untuk menentukan bagaimanaia membuat suatu transisi yang baik
terhadap kehidupannya diluar uterus. Bayi baru lahir juga membutuhkan perawatan
yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi dengan berhasil.Adaptasi
neonatal (bayi baru lahir) merupakan proses penyesuaian fungsional neonatus
dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus (Rahardjo dan Marmi,
2015 ). Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka
kematian anak.Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka
Kematian Neonatal(AKN) dan Angka Kematian Bayi (AKB).Perhatian terhadap upaya
penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena
kematianneonatal memberi kontribusi terhadap 59% kematian bayi.(Kemenkes RI,
2016 ).
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk
mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir (BBL) adalah
pelayanan antenatal yang berkualitas asuhan persalinan normal atau dasar
pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka
kematian bayi baru lahir dengan BBLR, persalinan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen bayi baru lahir
dengan hipotermia.Kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong
persalinan (Depkes RI, 2013).
B. Rumusan Masalah
Apa
saja asuhan kebidanan pada neonatus,bayi, balita, dan anak pra-sekolah ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep dasar askeb pada neonates, bayi,
balita,dan anak pra-sekolah
2.
Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak
pra-sekolah dengan masalah-masalah yang sering terjadi
3.
Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan
pra-sekolah dengan kelainan bawaan
4.
Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita, dan anak pra-sekolah dengan penyulit resiko tinggi
5.
Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak
pra-sekolah dengan masalah-masalah tumbuh kembang
6.
Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak
pra-sekolah dengan kejadian ikutan pasca imunisasi
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Konsep Dasar Neonatus
1.
Pengertian
Neonatus
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran,
berusia 0-28 hari. Bayi tersebut memerlukan penyelesuaian fisiologis berupa
maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan
ekstrauterin) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk dapat hidup dengan baik.
(Marmi dan Rahardjo, 2015) Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan
4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi baru lahir umur 0-4
minggu sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus
lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari. Terjadi penyesuaian sirkulasi dengan
keadaan lingkungan, mulai bernafas dan fungsi alat tubuh lainnya. Berat badan
dapat turun sampai 10% pada minggu pertama kehidupan yang dicapai lagi pada
hari ke-14. (Muslihatun, 2014).
B. Lingkup asuhan neonatus, bayi, balita,dan anak
pra-sekolah
1.
Bayi baru lahir normal
Pengertian
Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala
melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai
42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai apgar > 7
dan tanpa cacat bawaan. Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan
ekstra uterin. Tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan peoses vital
neonatus yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Empat aspek transisi pada bayi
baru lahir yang paling dramatik dan cepat berlangsung adalah pada sisem
pernafasan, sirkulasi, kemampuan menghasilkan glukosa.
2.
Tanda-tanda bayi baru lahir normal Bayi baru lahir dikatakan
normal jika usia kehamilan aterm antara 37- 42 minggu, BB 2500 gram – 4000
gram, panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30- 38 cm, lingkar kepala 33- 35
cm, lingkar lengan 11- 12 cm, frekuensi DJ 120- 160 x permenit, pernafasan ±
40- 60 x permenit, kulit kemerahan dan licin karena jaringan subkutan yang
cukup, rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna,
kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi langsung
menangis kuat, refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik, refleks sucking (isap
dan menelan) sudah terbentuk dengan baik, refleks morro (gerakan memeluk bila
dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik, refleks grasping (menggenggam) sudah
baik, genetalia sudah terbentuk sempurna , pada laki- laki testis sudah turun
ke skrotum dan penis berlubang, pada perempuan: Vagina dan uretra yang
berlubang, serta labia mayora sudah menutupi labia minora, eliminasi baik,
mekonium dalam 24 jam pertama, berwarna hitam kecoklatan.
3.
Penampilan bayi baru lahir
a)
Kesadaran dan Reaksi terhadap sekeliling, perlu di kurangi
rangsangan terhadap reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras
yang mengejutkan atau suara mainan.
b)
Keaktifan, bayi normal melakukan gerakan-gerakan yang
simetris pada waktu bangun. adanya temor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu
menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur,
kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
c)
Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang; kepala:
apakah terlihat simetris, benjolan seperti tumor yang lunak dibelakang atas
yang menyebabkan kepala tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses
kelahiran, benjolan pada kepala tersebut hanya terdapat dibelahan kiri atau
kanan saja, atau di sisi kiri dan kanan tetapi tidak melampaui garis tengah
bujur kepala, pengukuran lingkar kepala dapat ditunda sampai kondisi benjol
(Capput sucsedenaum) dikepala hilang dan jika terjadi moulase, tunggu hingga
kepala bayi kembali pada bentuknya semula.
d)
Muka wajah: bayi tampak ekspresi;mata: perhatikan antara
kesimetrisan antara mata kanan dan mata kiri, perhatikan adanya tanda-tanda
perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu.
e)
Mulut: penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu
seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi, saliva tidak
terdapat pada bayi normal, bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan
ada kelainan bawaan saluran cerna.
f)
Leher, dada, abdomen: melihat adanya cedera akibat
persalinan; perhatikan ada tidaknya kelainan pada pernapasan bayi, karena bayi
biasanya bayi masih ada pernapasan perut.
g)
Punggung: adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung
dengan lekukan yang kurang sempurna; Bahu, tangan, sendi, tungkai: perlu
diperhatikan bentuk, gerakannya, faktur (bila ekstremitas lunglai/kurang
gerak), farices.
h)
Kulit dan kuku: dalam keadaan normal kulit berwarna
kemerahan, kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan, pengelupasan
yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan, waspada timbulnya
kulit dengan warna yang tak rata (“cuti Marmorata”) ini dapat disebabkan karena
temperature dingin, telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru,
kulit menjadi pucat dan kuning, bercak, bercak besar biru yang sering terdapat
disekitar bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1 (satu) sampai 5
(lima) tahun.
i)
Kelancaran menhisap dan pencernaan: harus diperhatikan: tinja
dan kemih: diharapkan keluar dalam 24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut
yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja, disertai muntah, dan mungkin
dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjut,
untuk kemungkinsn Hirschprung/Congenital Megacolon.
j)
Refleks yaitu suatu gerakan yang terjadi secara otomatis dan
spontan tanpa disadari pada bayi normal, refleks pada bayi antara lain Tonik
neek refleks , yaitu gerakan spontan otot kuduk pada bayi normal, bila
ditengkurapkan akan secara spontan memiringkan kepalanya, Rooting refleks yaitu
bila jarinya menyentuh daerah sekitar mulut bayi maka ia akan membuka mulutnya
dan memiringkan kepalanya ke arah datangnya jari , Grasping refleks yaitu bila
jari kita menyentuh telapak tangan bayi maka jari, jarinya akan langsung
menggenggam sangat kuat, Moro refleks yaitu reflek yang timbul diluar kesadaran
bayi misalnya bila bayi diangkat/direnggut secara kasar dari gendongan kemudian
seolah-olah bayi melakukan gerakan yang mengangkat tubuhnya pada orang yang
mendekapnya, Stapping refleks yaitu reflek kaki secara spontan apabila bayi
diangkat tegak dan kakinya satu persatu disentuhkan pada satu dasar maka bayi
seolaholah berjalan, Suckling refleks (menghisap) yaitu areola putting susu
tertekan gusi bayi, lidah, dan langis-langit sehingga sinus laktiferus tertekan
dan memancarkan ASI, Swallowing refleks (menelan) dimana ASI dimulut bayi
mendesak otot didaerah mulut dan faring sehingga mengaktifkan refleks menelan
dan mendorong ASI ke dalam lambung.
k)
Berat badan: sebaiknya tiap hari dipantau penurunan berat
badan lebih dari 5% berat badan waktu lahir, menunjukan kekurangan cairan.
4. Penilaian bayi
untuk tanda-tanda kegawatan Semua bayi
baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menujukan
suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu
atau beberapa tanda antra lain: Sesak nafas, Frekuensi pernafasan 60
kali/menit, gerak retraksi didada, malas minum, panas atau suhu badan bayi
rendah, kurang aktif, berat lahir rendah (500- 2500gram) dengan kesulitan
minum. Tanda-tanda bayi sakit berat, apabila terdapat salah satu atau lebih
tanda seperti: sulit minum, sianosis setral (lidah biru), perut kembung, priode
apneu, kejang/priode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan, sangat kuning,
berat badan lahir < 1500 gram.
Sebelum menangani bayi baru lahir,
pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi seperti berikut:
1.
Cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi
2.
pakai sarung tangan bersih saat menangani bayi yang belum
dimandikan
3.
Semua peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan telah di
DTT atau steril. Khusus bola karet penghisap lendir jangan diapakai untuk lebih
dari satu bayi
4.
Handuk, pakaian atau kain yang akan digunakan dalam keadaan
bersih. (demikian juga dengan timbangan, pita pengukur, thermometer, stetoskop
dll.
5.
Dekontaminasi dan cuci setelah digunakan.
6.
Penilaian Segera setelah lahir letakkan bayi diatas kain
bersih dan kering yang disiapkan di atas perut ibu (bila tidak memungkinkan,
letakkan di dekat ibu misalnya diantara kedua kaki ibu atau I sebelah ibu)
pastikan area tersebut bersih dan kering, keringkan bayi terutama muka dan
permukaan tubuh dengan kering, hangat dan bersih.
7.
Kemudian lakukan penilaian awal sebagai berikut:
a)
apakah menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?;
b)
apakah bergerak dengan aktif atau lemas?; jika bayi tidak
bernafas atau megap-megap atau lemah maka segera lakukan resusitasi bayi baru
lahir.
8. Nilai APGAR
Tanda |
Nilai 0 |
Nilai 1 |
Nilai 2 |
Appearance (Warna Kulit) |
Pucat / biru seluruh badan |
Tubuh merah, ekstremitas biru |
Seluruh tubuh kemerahan |
Pulse (Denyut Jantung) |
Tidak ada |
< 100 |
> 100 |
Grimace (Tonus Otot) |
Tidak ada |
Ekstremitas sedikit fleksi |
Gerakan aktif |
Activity (Aktifitas) |
Tidak ada |
Sedikit gerak |
Langsung menangis |
Respiration (Pernapasan) |
Tidak ada |
Lemah/ tidak teratur |
Menangis |
5.
Penanganan Segera Bayi Baru Lahir
a.
Pencegahan Infeksi
1)
Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan
dengan bayi
2)
Pakai sarung tangan
bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan
3)
Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama
klem, gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril.
4)
Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang
digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan
timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.
b.
Melakukan penilaian
1)
Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
2)
Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas Jika bayi tidak
bernapas atau bernapas megap – megap atau lemah maka segera lakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir.
c.
Pencegahan Kehilangan Panas Mekanisme kehilangan panas
1)
Evaporasi Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh
panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
2)
Konduksi Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur,
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas
tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut
3)
Konveksi Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar
udara sekitar yang lebih dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara
dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
4)
Radiasi Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan
di dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh
bayi, karena benda – benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun
tidak bersentuhan secara langsung)
d.
Mencegah kehilangan panas
1)
Keringkan bayi dengan seksama Mengeringkan dengan cara
menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi
memulai pernapasannya.
2)
Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Ganti handuk atau kain yang telah basah oleh cairan ketuban dengan selimut atau
kain yang baru (hanngat, bersih, dan kering)
3)
Selimuti bagian kepala bayi Bagian kepala bayi memiliki luas
permukaan yg relative luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian
tersebut tidak tertutup.
4)
Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya Pelukan ibu
pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas.
Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu (1) jam pertama
kelahiran
5)
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum
melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut
bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada
saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi
sebaiknya dimandikan sedikitnya enam (^) jam setelah lahir.
e.
IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
1.
Pengertian IMD adalah kontak dengan kulit segera setelah
lahir dan menyusu sendiri dalam 1 jam pertama setelah melahirkan. IMD adalah
pemberian ASI (Air Susu Ibu) pada 1 jam pertama setelah melahirkan. IMD dengan
cara merangkak mencari payudara (the breast crawl). Dari hasil penelitian dalam
dan luar negeri, IMD tidak hanya mensukseskan pemberian ASI Eksklusif. Lebih
dari itu terlihat hasil yang nyata yaitu menyelamatkan nyawa bayi. Oleh karena
itu menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat berperan dalam
menurunkan AKB. Faktanya dalam 1 tahun, 4 juta bayi berusia 28 hari meninggal.
Jika semua bayi di dunia segera lahir diberikan kesempatan menyuu sendiri dengn
membeiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi setidaknya selama 1 jam maka 1 nyawa
bayi dapat diselamatkan.
2.
Manfaat IMD Kontak kulit dengan kulit segera lahir dan
menyusu sendiri 1 jam pertama kehidupan sangat penting.
a)
Bagi Bayi
1)
Makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar
kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
2)
Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera
kepada bayi, kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi.
3)
Meningkatkan kecerdasan
4)
Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas
5)
Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi
6)
Mencegah kehilangan panas
7)
Merangsang kolostrum segera keluar
b)
Bagi Ibu
1)
Rangsangan putting susu ibu, memberikan reflex pengeluaran
oksitosin kelenjar hipofisis, sehingga pelepasan plasenta akan dapat
dipercepat.
2)
Pemberian ASI memepercepat involusi uterus menuju keadaan
normal.
3)
Rangsangan putting susu ibu mempercepat pengeluaran ASI,
karena oksitosin bekerja sama dengan hormone prolactin
3.
Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini Inisiasi Menyusus Dini yang Kurang tepat Saat ini, umumnya praktek
inisiasi menyusu dini seperti berikut :
a.
Begitu lahir bayi
diletakkan diperut ibu yang sudah diatasi kain kering.
b.
Bayi segera dikeringkan
dengan kain kering. Tali pusat dipotong, lalu diikat.
c.
Karena takut kedinginan
bayi dibungkus (dibendong) dengan selimut bayi.
d.
Dalam keadaan di
bendong, bayi diletakkan di dada ibu (terjadi kontak kulit dengan ibu). Bayi diletakkan
di dada ibu untuk beberapa lama (10-12 menit) atau sampai tenaga kesehatan
selesai menjahit perineium.
e.
Selanjutnya diangkat
dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan putting susu ibu ke mulut bayi.
f.
Setelah itu bayi dibawa
ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk ditimbang, diukur,
dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K, dan kadang diberi tetes
mata.
4.
Faktor-faktor pendukung
Inisiasi Menyusu Dini
a.
Kesiapan fisik dan
psikologi ibu yang sudah dipersiapkan sejak awal kehamilan
b.
Informasi yang
diperoleh ibu mengenai Inisiasi menyusu dini
c.
Tempat bersalin dan
tenaga kesehatan.
5.
Tatalaksana IMD
a.
Dianjurkan suami atau
keluarga mendampingi ibu saat bersalin
b.
Disarankan untuk tidak
atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat
persalinan
c.
Biarkan ibu menentukan
cara melahirkan yang diinginkan, misalnya normal, di dalam air atau jongkok.
d.
Seluruh badan dan
kepala bayi di keringkan secepatnya kecuali kedua tangan. Vernix yang
menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan
e.
Bayi ditengkurapkan di
dada atau perut ibu.
f.
Bayi dibiarkan mencari
putting susu ibu.
g.
Ayah didukung agar
membantu ibu untuk mengenali tanda- tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu.
Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan
ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu.
h.
Tunda menimbang,
mengukur, suntik Vit, K dan menetes mata bayi sampai proses menyusu awal selesai
i.
Dianjurkan kontak kulit
dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi SC.
C.
Bayi Baru Lahir
Dengan kelainan bawaan
1.
Labioskizis dan labiopalatoskizis
a. Labioskizis dan labiopalatoskizis Labioskizis
dan labiopalatoskizis adalah anomaly perkembangan 1 dari 1000 kelahiran.
Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu
hamil trimester I. Celah bibir dan celah langit- langit adalah suatu kelainan
bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langitlangit lunak dan langit-
langit keras mulut. Celah bibir (labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan
pada penyambung bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah
hidung. Celah langit- langit (palatoskizis) adalah suatu saluran abnormal yang
melewati langitlangit mulut menuju kesaluran udara di hidung.
b. Etiologi
Celah bibir dan
celah langit- langit (labiopalatoskizis), bisa terjadi secara bersamaan maupun
sendiri- sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan dengan kelainan
bawaan lainnya. Penyebabnya adalah mungkin mutasi genetic atau teratogen (zat
yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia).
Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini juga bisa menyebabkan anak mengalami
kesulutan makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi teliga. Faktor
resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah bibir atau celah langit- langit
pada keluarga serta adanya kelaianan bawaan lainnya. Tanda dan gejala Gejala
dari labiopalatoskizis, antara lain berupa pemisahan bibir, pemisahan langit-
langit, pemisahan bibir dan langitlangit, distorsi hidung, infeksi telinga
berulang, berat badan tidak bertambah, serta regurgitasi nasal ketika menyusu
(air susu keluar dari lubang hidung). Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik di daerah wajah. Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa
derajat malformasi, mulai dari takik ringan pada tepi bibir dikanan/ kiri garis
tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai kehidung. Terdapat variasi
lanjutan yang melibatkan sumbing palatum. Labiopalatoskizis merupakan
deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkatan/ derajat, yaitu derajat 1
(sumbing palatum mole), derajat 2 (sumbing palatum durum dan mole), derajat 3
(sumbing unilateral total), derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi yang
mengalami labiopalatoskizis sering mengalami gangguan makan dan bicara.
Regusgitasi makanan dapat menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru, infeksi
pernafasan kronis. Pembedahan umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahan
ulang pada usia 15 bulan.
c. Penanganan
dan pengobatan
Pengobatan
melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu bedah plastic, ortodonis, terapi
wicara dan lainnya. Tujuan pengobatan labioskizis, antara lain memulihkan
struktur anatomi, mengoreksi cacat dan memungkinkan fungsi menelan, bernafas
dan berbicara secara normal. Pembedahan untuk menutup celah bibir biasanya
dilakukan pada saat bayi berusia 3- 6 bulan.
2.
Atresia Oesophagus
a. Atresia
esophagus adalah gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan
dengan trachea atau esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara
sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini antara lain bagian atas esophagus
berakhir pada kantong buntu, bagian atas esophagus berakhir dalam trachea,
serta bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trakhea setinggi
karina (atresia esophagus dengan fistula). Kebanyakan bayi yang menderita atresia
esophagus juga memiliki fistula trakeaesofagus (suatu hubungan abnormal antara
kerongkongan dan trakea/ pipa udara).
b. Etiologi
Sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui dan kemungkinan terjadi secara multifactor.
Faktor genetic yaitu syndrome trisomi 21, 13, dan 18 kemungkinan dapat
meningkatkan kejadian atresia esophagus. Faktor lain secara sporadic dan
rekurens pada saudara kandung (2%). Gejala Gejala atresia esophagus dapat
dideteksi sejak masa prenatal, yaitu adanya gelembung perut (bubble stomach)
pada USG kehamilan 18 minggu serta kejadian polihidramnion. Gejala yang
terlihat pada jam- jam pertama kehidupan dan didiagnosis sebelum makanan
pertama diberikan antara lain, hypersaliva dan saliva selalu mengalir dalam
bentuk buih, setiap pemberian makan, bayi batuk dan ada sumbatan, sesak nafas
dan sianosis, sukar member makan dan cenderung terjadi aspirasi pneumoni (2-3
hari setelah pemberian), pneumonitis akibat refluks cairan lambung melalui
kantong bagian bawah, perut buncit karena udara masuk usus melalui fistula
trakeaesofagus, bila dimasukkan kateter melalui mulut, kateter akan terbentur
pada ujung esophagus dan melingkar- lingkar. Pemeriksaan diagnostic dapat pula
dilakukan untuk menegakan diagnosis, dengan cara memasukan cateter radiopag/ larutan
kontras lipiodol lewat hidung ke esophagus.
c. Penanganan
dan pengobatan
1)
Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus
disertai fistula. Namun apabila stresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan
dengan kepala lebih rendah (trendelenburg) dan seringlah mengubah- ubah posisi
2)
Segera lakukan pemasangan kateter kedalam esophagus dan bila
memungkinkan lakukan penghisapan terusmenerus
3)
Berikan perawatan seperti bayi normal lainnya, seperti
pencegahan hipotermi, pemberian nutrisi adekuat secara parenteral dll
4)
Rangsang bayi untuk menangis dan diberikan oksigen
5)
Lakukan informed consent dan informed choice kepada keluarga
untuk melakukan rujukan pada pelayanan kesehatan lebih tinggi.
6)
Pembedahan pada kasus atresia esophagus berupa torakotomi
kanan, yang bertujuan untuk memisahkan fistula tracheaesophagus, menutup trakea
dan menyatukan dua segmen esophagus. Pembedahan ditunda apabila bayi dengan
BBLR, pneumonia dan anomaly mayor lain. Penundaan dilakukan sampai usia bayi 6
bulan- 1 tahun. Prognosis bayi yang mengalami atresia esophagus tergantung
kondisi bayi baru lahir, beratnya disfungsi pulmonal dan adanya kelainan
kongengital lain.
3.
Atresia rekti dan anus
a.
Atresia anus (anus
imperforatus)
adalah suatu keadaan dimana lubang anus
tidak terbentuk. Kebanyakan bayi yang menderita atresia anus juga memiliki
fistula (hubungan abnormal) antara anus dengan uretra, perineum maupun kandung
kemih. Atresia anus adalah kelainan tanpa anus/ dengan anus tidak sempurna
akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada masa embrional, termasuk
agenesis ani agenesis rekti da atresia ani.
b.
Etiologi
Atresia anus adalah suatu kelainan
bawaan. Keadaan ini terjadi akibat ketidaksempurnaan proses pemisahan septum
anorektal. Insiden dari atresia anus ini adalah 1: 5000 kelahiran, serta
merupakan penyakit tersering dari syndrome VACTERL, yaitu kumpulan dari
beberapa kelainan meliputi vertebral defect, anorectal malformation,
cardiovascular defect, trakeaesofagel defect, renal anomaly, serta limbs
defect. Klasifikasi Menurut Melbourne, atresia anus dibedakan menjadi tiga,
yaitu atresia anus letak tinggi, yaitu rectum berakhir di atas m. levator ani
(m. pubokoksigeus); atresia anus letak intermediet, yaitu rectum berakhir di m.
levator ani; serta atresia anus letak rendah, yaitu rectum berakhir di bawah m.
levator ani.
c.
Gejala
1)
Selama 24- 48 jam pertama kelahiran, bayi menglami muntah-
muntah dan tidak ada defekasi mekonium. Bayi cepat kembung 4- 8 jam setelah
lahir
2)
Perut kembung baru kemudian disususl muntah
3)
Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat (hyperperistaltik)
pada auskultasi
4)
Tidak ada lubang anus
5)
Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan
tingginya atresia.
6)
Terkadang tampak ileus obstruktif
7)
Dapat terjadi fistula, bila terjadi fistula tinja keluar dari
vagina atau uretra. Pada bayi perempuan sering terjadi fistula rektovaginal,
dan pada laki- laki sering terjadi fistula rektourinal. Untuk mengetahui
kelainan pada bayi baru lahir dengan tidak keluarnya mekoneum dalam 24 jam
sesudah lahir. Diagnosis Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan
radiologis.
4.
Hirschprung (megakolon
kongengital)
a.
Hirschprung (megakolon
kongengital)
Merupakan keadaan tidak ada atau
kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada fleksus meinterikus dari kolon ditalis
sehingga peristaltic pada daerah yang terkena tidak ada. Bagian yang terkena
biaanya kecil dan diatasnya mengalami hipertropi dan dilatasi, Ulserasi mukosa
pada nenatus dapat ditemukan, Menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen.
b.
Patofisiologis
Terjadi karena permasalahan pada
persyarafan usus besar paling bawah, mulai dari anus hingga usus diatasnya.
Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya
tidak ada sama sekali atau kalaupun asa sedikit sekali. Kelaianan ini akan
menbuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderun sembelit terus- menerus. Hal ini
karena tidak adanya syarafyang mendorong kotoran keluar dari anus. Kotoran akan
menumpuk di bagian bawah, sehingga menyebabkan pembesarn pada ususdan juga
kotoran menjadi keras sehingga bayi tidak dapat BAB. Biasanya bayi akan bisa
BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tamping diusus penuh.
Keadaan ini tidak baik bagi usus si bayi. Penumpukan kotoran yang berminggu-
minggu mungkin akan menimbulkan pembusukan yang lama kelamaann menyebabkan
adanya radang usus bahkan mungkin kanker usus. Kadang- kadang karena parahnya
radang usus tanpa disadari bayi akan mengeluarkan cairan dari lubang anus dang
sangat berbau. Kotoran penderita ini biasanya berwarna gelap bahkan hitam.
Biasanya apabila usus besar sudah terlalu besar, maka kotorannya pun akan besar
sekali, mungkin melebihi orang dewasa.
c.
Klasifikasi
Berdasarkan
panjang segmen yang terkena:
1)
Penyakit hirschprung segmen pendek : Segmen aganglionsis
mulai dari anus s/d sigmoid.
2)
Penyakit hirschprung segmen panjang : Daerah aganglionsis
dapat melebihi sigmoid ke seluruh kolon ke usus halus.
d.
Tanda dan gejala
1)
Tidak ada mekonium sampai 3 hari
2)
Abdoment kembung dan terlihat besar
3)
Adanya peristaltic dan bising usus yang nyata
4)
Obstruksi berlanjut terdapat muntah yang bersemu empedu
5)
Diare berganti- ganti dengan konstipasi (tidak umum)
6)
Flatusnya sangat berbau busuk
7)
Komplikasi enterokolitis anak menyebabkan feses besar
mengandung darah dan sangat berbau.
e.
Diagnosis
1)
Dilakukan pemeriksaan barium enema melalui anus.
Pemeriksaanin akan memperlihatkan sejauh mana penyempitan usus terjadi dan
seberapa panjang kerusakan usus yang terjadi.
2)
Untuk mengetahui gejala awal hirscprung dengan colok anus
dengan jari, jika jari merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti
keluarnya udara dan mekoneum yang menyemprot.
3)
Melakukan pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen)
4)
Biopsi isap mukosa dan submukosa
5)
Pemeriksaan enzim asetilkolin esterase
6)
Biopsi otot rectal
7)
Biopsi usus
f.
Manifestasi klinik Pada
BBL (minggu pertama kelahiran)
1)
Mekonium (-) pada 24 jam pertama
2)
Muntah berwarna hijau
3)
Distensi abnormal
4)
Konstipasi
5)
Diare
6)
Anoreksia Pada anak yang lebih besar
7)
Ada riwayat obstipasi
8)
Distensi abdomen yang progresif
9)
Dinding abdomen yang tipis sehingga vena permukaan terlihat
10) Peristaltic bisa
diamati
11) Konstipasi
12) Feses seperti
pita atau cairan
13) Anak gagal untuk
tumbuh karena kehilangan lemak subkutan seperti anak malnutrisi
f.
Penatalaksanaan
Bagian usus yang tidak ada persyarafan
harus dibuang lewat pembedahan atau operasi, pembedahan kasus ini dilakukan 2
kali. Pertama usus yang tidak ada persyarafan dibuang. Kedua, jika usus dapat
ditarik kebawah, langsung disambung ke dalam anus. Kalau belum bisa ditarik, maka
dilakukan operasi kolostomi. Bila ususnya sudah cukup panjang dapat dioperasi
kembali untuk diturunkan dan disambung langsung ke anus. Namun terkadang proses
ini cukup memakan waktu lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin hingga 6- 12 bulan.
Setelah dioperasi biasanya BAB bayi akan normal, kecuali pada kasus yang parah
seperti perforasi. · Asuhan pada bayi
preoperasi adalah tindakan kolostomi dengan aau tanpa pembilasan garam
fisiologis, konseling pada orang tua (psikososial family status), perbaikan
keadaan umum, pencegahan obstipasi dengan cara spuling setiap hari, pemberian
diit TKTP, serta pencegahan infeksi.
5.
Obstruksi dan atresia
Biliaris
a.
Obstruksi biliaris
Adalah
tersumbatnya saluran empedu sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir kedalam
usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses sebagai sterkobilin. Etiologi
Etiologi dari obstruksi biliaris adalah saluran empedu belum terbentuk
sempurna, sehingga tersumbat pada saat amnion tertelan masuk.
b.
Gejala
1)
Ikerus pada akhir minggu pertama
2)
Feses putih agak keabu- abuan dan liat seperti dempul
3)
Warna urin lebih tua karena mengandung urbilinogen.
c.
Pemeriksaan diagnostik
Dengan
pemeriksaan radiologic dan kadar bilirubin darah Penatalaksanaan Penanganan
pada kasus obstruksi biliaris adalah operasi. Asuhan pada bayi sebelum
menjalani opeasi adalah perbaikan keadaan umum, menghindari infeksi, memberikn
konseling pada orang tua, serta informed consent dan informed choice untuk
tindakan operasi.
6.
Atresia biliaris
a.
Atresia biliaris
Adalah suatu keadaan dimana saluran empedu
tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Fungsi dari system empedu
adalah membuang limbah metabolic dari hati dan mengangkut garam empedu yang
diperlukan untuk mencerna lemak didalam usus halus.
b.
Etiologi
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan
aliran empedu dari hati ke kantung empedu. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan
hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati akan berakibat fatal. Atresia
bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran
empedu ini tidak diketahui. Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15000
kelahiran.
c.
Gejala
Timbul dalam waktu 2 minggu setelah
lahir berupa air kemih bewarna gelap, tinja bewarna pucat, kulit bewarna
kuning, berat badan idak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat, hati membesar. Pada usia 2- 3 bulan akan timbul gejala gangguan
pertumbuhan, gatal- gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta
(pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati)
d.
Diagnosa
Ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar. Pemeriksaan
yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar
bilirubin), USG perut, rontegen perut (hati tampak membesar), kolangiogram,
biopsy hati, sera laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi 2 bulan)
e.
Penatalaksanaan
Prosedur pengobatan atresia bilier yang
terbaik adalah mengganti saluran empedu dan mengalirkan cairan empedu ke usus.
Prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5- 10 % penderita. Untuk melompati
atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur kasai. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan
sebelum bayi berusia 8 minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan
pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
7.
Omfalokel
a.
Omfalokel
Adalah penonjolan dari usus atau isi
perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput
perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Usus terlihat dari luar melalui selaput
peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang). Omfalokel terjadi 1 dari
5000 kelahiran bayi.
b.
Etiologi
Pada 20- 40 % bayi yang menderita
omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan
kromosom, hernia diagfrahmatika, dan kelainan jantung. Gejala Banyaknya usus
dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi, tergantung
kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang
menonjol. Jika lubangnya besar, hati juga bisa menonjol melalui lubang
tersebut.
c.
Diagnosis
Omfalokel ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput
peritoneum. Pengobatan Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut,
segera dilakukan pembedahan untuk menutup omfalokel.
D. Neonatus Dengan penyulit resiko tinggi
- (BBLR)
Bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) merupakan salah satu komplikasi
pada bayi yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian.
Penyebab dari bayi yang lahir dengan berat badan rendah hingga saat ini belum
diketahui namun dari banyak kasus penyakit ibu, aktivitas ibu, dan status
soaial ibu termasuk komplikasi pada saat hamil berhubungan dengan kejadian
BBLR. Berat badan lahir rendah adalah Bayi baru lahir dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram. Menurut beratnya dibedakan menjadi : - Bayi berat lahir
rendah (BBLR) berat lahir 1500 - 2500 gram - Bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR) berat lahir 1000 - 1500 gram - Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER)
berat lahir < 1000 gram. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu yang pertama Bayi Prematur (SMK), dalam hal ini terdapat
derajat prematuritas, menurut Usher digolongkan menjadi 3 kelompok : Bayi
sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu, Bayi prematur sedang
(moderately premature) 31-36 minggu, Bordeline premature : 37-38 minggu. Bayi
ini mempunyai sifat premature dan yang kedua mature, Bayi Kecil untuk Masa
Kehamilan (KMK).
- Ikterus
a.
Ikterus
adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin
dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya
gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary atau sistem haematologi. Ikterus
dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan
direk (conjugated). Ikterus fisiologis. Dalam keadaan normal kadar bilirubin
indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan
kecepatan kurang 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada
hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6
mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5-7 kehidupan.
Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden
kernikterus yang tinggi, berhubungan dengan kadar bilirubin bebas yang lebih
dari 18-20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah
akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah (10-15mg/dl).
b.
Perdarahan tali pusat
Perdarahan tali pusat dapat disebabkan
oleh trauma, ikatan tali pusat yang longgar, atau kejanggalan pembentukan
thrombus yang normal. Kemungkinan lain sebab perdarahan adalah penyakit
perdarahan pada neonatus dan infeksi lokal maupun sistemik. Tali pusat harus
diawasi terus menerus pada hari-hari pertama agar perdarahan yang terjadi dapat
di tanggulangi secepatnya. Perdarahan tali pusat dapat disebabkan oleh robekan
umbilikus. Komplikasi persalinan ini masih dijumpai akibat masih terjadinya
partus presipitatus dan tarikan berlebih pada lilitan atau pendeknya tali pusat
pada partus normal.
c.
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia atau mati lemas Adalah suatu
keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon
dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan
pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon
dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan
kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia. Asfiksia berarti hipoksia yang
progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga
terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat
janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. ( Sarwono, 2007) Asfiksia neonartum ialah
suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir.
d.
Sindrom Gangguan Nafas
Sindrome gawat nafas / respiratory distress Syindrome (RDS)
adalah Suatu penyakit paru-paru pada
bayi baru lahir , terutama pada bayi premature, dimana suatu membran yang
tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli (kantung udara tipis
dalam paru-paru) sehingga membuat kesulitan untuk terjadinya pertukaran gas.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan syndrome gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Respiratory Distress Syndrome
(RDS), didapatkan sekitar 5-10% kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-
1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan.
E. Masalah Yang Lazim Terjadi
1.
Bercak mongol
a.
Definisi
Bercak
mongol adalah pigmentasi yang datar dan berwarna gelap di daerah pinggang bawah
dan bokong yang ditemukan saat lahir pada beberapa bayi. Bercak ini akan hilang
secara perlahan selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan. Bercak mongol
juga dikenal sebagai lesi makula biru/ hitam/ cokelat/ abu-abu tua yang
memiliki batasan beragam.
b.
Etiologi
Terletak
dalam didalam dermis. Corak aneh ini dari makula disebabkan oleh lokasi dermal
melanin berisi melanosit yang diperkirakan terperangkap saat migrasinya dari
celah neural ke epidermis Secara fisiologis bercak mongol terdiri dari sel-sel
pigmen berbentuk kumparan Bercak mongol bisa dibilang adalah tanda lahir,
kemunculan tanda lahir disebabkan ada hal-hal tertentu yang terjadi dalam
proses jalan lahir semisal trauma lahir atau terjadi pembuluh darah melebar.
secara etiologi ada yang bilang terkait dengan faktor keturunan tetapi tidak
setiap anak punya bercak mongol. Jika terjadi pada saat dewasa itu bukan bercak
mongol.
c. Tanda
dan gejala
1)
Bercak mongol ini berwarna biru atau abu-abu seperti batu
tulis. Mirip tanda lebam.
2)
Bercak dapat muncul dibagian bokong, bawah bokong, genitalia,
punggung, tungkai ataupun pundak dan dapat meluas bercaknya itu.
3)
Bercak mongol dapat memudar dengan berjalannya waktu.
4)
Bercak ini rata-rata agak samar sedikit sedikit setelah
menginjak usia 2 tahun dan sebagian besar sudah hilang sama sekali diusia
kelima, kadang juga ada yang sampai puber.
5)
Hanya kurang dari 5% anak yang tanda lahirnya bertahan sampai
usia dewasa.
d.
Komplikasi
Berbahaya atau tidaknya bercak mongol
harus dilihat dulu dari perkembangan tanda lahir ini misalnya ada tanda
kemerahan. Bila karena jalan lahir, biasanya sehari juga akan hilang tetapi
kalau setelah seminggu masih tetap ada maka harus dipantau lagi
perkembangannya. “umumnya tanda lahir ini tidak membahayakan” juga tidak ada
kaitannya dengan penyakit kulit jikapun ada yang bisa menjadi kanker biasanya
berupa tahi lalat yang membesar tapi untuk menentukan kanker tidaknya harus
dilakukan biopsi lebih dulu.
2.
Hemangioma
a.
Definisi
tumor jinak pembuluh darah yang ditandai
dengan pertumbuhan pembuluh darah yang cepat.tumor ini dapat terjadi di seluruh
bagian tubuh yang mempunyai pembuluh darah. Hemangioma Hemangioma (tanda lahir)
umumnya tidak membahayakan dan tidak ada kaitannya dengan penyakit kulit. Namun
tidak menutup kemungkinan dapat menjadi kanker sehingga perlu dilakukan biopsi
untuk menentukan apakah hemangioma mengarah pada neoplasma jinak atau tidak.
Tanda lahir dapat muncul dalam berbagai bentuk, warna, dan tekstur.
Ada
dua tipe hemangioma kutan pada kelopak mata atas neonatus
1)
Hemangioma telangiektaksi datar atau tipis (flat
telangietatic hemangiomas) atau port wine sains of neves flameus
2)
Angioma yang menonjol (raised angiomas) yang berupa kapiler,
kaverna, atau campuran. Terapi hemangioma , Umumnya hemangioma akan sembuh
spontan, akan menghilang sendiri, tidak menimbulkan gangguan dan tidak perlu
pengobatan.
b.
Pengobatan
yang dapat dilakukan adalah bedah laser
terutama untuk hemangioma yang letak nya dengan permukaan kulit, kortikosteroid
sistemik bila mengganggu alat vital, interferon alfa bila kotikosteroid tidak
berhasil, bedah beku dengan nitrogen cair atau bedah eksisi, Bedah laser yaitu
untuk mengurangi pendarahan mengingat jika dilakukan operasi akan menimbulkan
pendarahan, maka jika dilakukan operasi maka sebelumnya dilakukan embolisi, Obat-obat
steroid oral bisa menjadi pilihan dengan dosis diturunkan bertahap, atau
menyuntikan steroid intralesi yang harus dilakukan berhati-hati pada
organ-organ sensitive seperti sekitar mata. Terapi yang tergolong baru adalah
dengan interferon alfa-2-a atau pulsed dye laser. Apabila terdapat protosis
atau fiksasi bola mata yang berat tumor tampak membesar, maka dapat dicoba
dengan pemberian prednisone 2-3 mg/kg BB/hari selama 10-14 hari. Bila
hemangioma tampak menipis atau menghilang, dosis prednisone diturunkan secara
bertahap sampai dosis serendahrendahnya.
c.
Komplikasi utama
adalah:
1)
Trombositopenia : yang diakibatkan oleh terperangkapnya
trombosit didalam lesi (sindrom kasabach- merritt)
2)
Obstruksi jalan nafas ( hemangioma kepala dan leher sering
berkaitan dengan hemangioma sublotis)
3)
Obstruksi visual (dengan akibat ambliovia)
4)
Dekompensasi jantung (gagal jantung out put tinggi) pada
keadaan ini pengobatan terpilih adalah prednisone.
3.
Ikterus
a.
Ikterus adalah
diskolorisasi kuning kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Pada
sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya, dapat berupa suatu gejala fisiologis dan dapat merupakan
manifestasi bukan penyakit atau keadaan patologis. misalnya, pada
inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu, dan
sebagainya. Ikterus pada bayi baru lahir timbul jika kadar bilirubin serum ≥7
mg/dl. Jenis ikterus:
1)
Ikterus fisiologis, adalah warna kuning pada kulit dan mata
karena peningkatan bilirubin darah yang terjadi setelah usia 24 jam kelahiran.
Ditandai dengan timbulnya pada hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek
sesudah 2×24 jam <15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan <10 mg% pada
neonatus kurang bulan, serta tidak mempunyai dasar patologis.
2)
Ikterus patologis, ialah ikterus yang mempunyai dasar
patologis. Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.
b.
Tindakan pencegahan
1)
Cari sebab-sebabnya. Jika terjadi karena patologis, harus
diteliti oleh dokter lebih lanjut.
2)
Ibu dianjurkan menyusui ASI sedini mungkin
3)
Perhatikan dan tandai kapan munculnya kuning, Jika sudah
menjumpai hal-hal mencurigakan seperti ini, "Segera bawa ke dokter"!
4)
Jangan memberi sembarang obat-obatan pada bayi.
5)
Hindarkan bayi dari infeksi.
6)
Jangan biarkan bayi "puasa" terlalu lama. Berikan
cairan tiap3- 4jam.
4.
Muntah
a.
Definisi
Muntah adalah
keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah
agak lama makanan masuk ke dalam lambung.
b.
Etiologi
1)
Isi lambung terlalu penuh
2)
Adanya infeksi pada saluran pencernaan
3)
Adanya kelainan pada saluran pencernaan
4)
Tekanan intrakranial yang meninggi. Penggolan menurut
derajatnya Muntah ringan Muntah sedang Muntah berat.
c.
Pengobatan
1)
Pertolongan pada bayi muntah ringan dan sedang.
a)
Mengobati penyebab utamanya
b)
Posisi tidur bayi/ anak sebaiknya miring jangan terlentang
supaya bila muntah tidak terjadi aspirasi.
c)
kurangi pemberian makanan berbentuk cair.
2)
Pertolongan pada bayi muntah berat
a)
Obati penyebab utamanya
b)
Bayi/ anak dipuasakan, berikan IVFD, glukosa, NaCl, 3A
Pertolongan pada bayi muntah karena kelainan bedah
c)
Mengobati penyebab utamanya
d)
Bayi/ anak dipuasakan - Berikan IVFD, glukosa, NaCL, dan
BicNat - Di rujuk ke RS..
d.
Askeb pada anak yang muntah
1)
Anamnesis tentang waktu
terjadinya muntah, sifat muntah (misalnya proyektil atau tidak), warna, dan
bahan yang keluar.
2)
Pola makan anak,
makanan yang di makan, serta adanya alergi susu atau makanan tertentu.
3)
Riwayat penyakit dan
kemungkinan penyakit yang menyertainya, seperti obstruksi usus halus, stenosis
pilorus, atau gangguan lainnya.
4)
Bayi dengan tanda tanda
dehidrasi bila muntahnya menghebat.
5)
Hubungan anak dengan
orang tua. Pada kondisi tertentu, faktor psikologis bisa merupakan faktor
pencetus muntah.
6)
Pemeriksaan penunjang.
Apabila muntah terjadi terus menerus, maka di perlukan pemeriksaan USG abdomen
dan radiologis. Hal tersebut di maksudkan untuk memastikan letak gangguan /
kelainan.
e.
Komplikasi
1)
Kehilangan cairan tubuh
dan elektrolit, sehingga dapat menimbulkan dehidrasi dan alkalosis.
2)
Bila muntah sering dan
hebat, akan timbul ketegangan otot dinding perut,
3)
Perdarahan konjungtiva,
rupture esofagus, infeksi medialis, aspirasi muntah dengan akibat aspirasi
pneumonia dan atelektasis, jahitan dapat lepas pada pasien pasca oprasi dan
timbul perdarahan.
5.
Gumoh
a.
Definisi
Keluarnya
kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu
dan jumlahnya hanya sedikit. Penyebabnya adalah bayi sudah kenyang, posisi bayi
saat menyusui, posisi botol, atau terburu-buru/tergesa-gesa.
b.
Perencanaan
1)
Perbaiki teknik
menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian
areoladan dagu menempel pada payudara ibu.
2)
Apabila menggunakan
botol, perbaiki cara meminumnya. Posisi botol dan dot harus masuk seluruhnya
kedalam mulut bayi.
3)
Sendawakan bayi setelah
minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung di tidurkan, tetapi perlu
disendawakan terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
4)
Bayi di gendong agak
tinggi (posisi berdiri) dengan bersandar pundak ibu. Kemudian, punggung bayi di
tepuk perlahan lahan sampai terdengar suara sendawa.
5)
Menelungkupkan bayi
dipangkuan ibu, lalu usap / tepuk punggung bayi sampai terdengar suara
bersendawa.
6.
Oral trush
a.
Definisi
Penyakit yang
disebabkan oleh jamur yang menyerang selaput lendir mulut. Oral trush adalah
adanya bercak putih pada lidah, langit-langit, dan pipi bagian dalam. Pada
umumnya disebabkan oleh Candida albicans.
b.
Macam-macam Oral trush
1)
Luka pada sudut mulut (keilitis angularis)
2)
Lidah putih (White Coeted Tongue)
3)
Guam (Thrush)
c.
Bahaya
1) Iritasi pada mulut bayi
2) Gangguan Penghisapan untuk bayi pada
saat diberi ASI
3)
Timbul mual pada bayi sehingga akan mengakibatkan gumoh pada bayi
d.
Penularan Oral Thrush
1) dapat terjadi
akibat Koloni candida albicans yang di bawa bayi ketika melalui jalan lahir
2) Didapat di tempat perawatan, misalnya :
ditularkan melalui dot, tangan para petugas yang mengandung candida albicans.
Penyakit merupakan endemis di tempat perawatan bayi baru lahir.
e.
Keluhan
Keluhan yang
biasa dialami ketika bayi menderita sariawan atau oral thrush adalah sering
mengeluarkan air liur serta rasa sakit dalam mulut yang menyebabkan bayi tidak
mau menghisap putting susu karena rasa sakitnya.
f.
Penanganan
1) Lakukan pemeriksaan untuk membedakan antara
Trush dan bercak putih karena sisa susu
2)
Perawatan mulut bayi
3)
Menjaga kebersihan bayi dan peralatan yang digunakan
4)
Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
5)
Mengobati ibu yang terinfeksi Candida Alibicans, peringatan Jangan
mencoba mengeruk bagian putih di lidah dan mulut bayi karena dapat menimbulkan
nyeri dan perdarahan
7.
Ruam popok ( diaper rush )
a.
Ruam popok (diaper
rush) merupakan akibat karena kontak terusmenerus dengan keadaan lingkungan
yang tidak baik. Warna merah menyeluruh atau ruam atau keduanya pada bokong
bayi dari feses. Ruam ini merupakan reaksi kulit dari amoniak dalam urine dan
kombinasi bakteri dengan benda-benda sekitar anus. (Wahyuni, 2011).
b.
Gejala ruam popok (
diaper rush )
1.
Pada tahap dini, ruam
tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas
disertai lecet-lecet ringan atau luka pada kulit.
2.
Pada derajat sedang
berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti
satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai
rasa nyeri dan tidak nyaman.
3.
Pada kondisi yang parah
ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah
kulit yang luas. l
Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa
nyeri, terutama pada waktu buang air kecil atau besar.
c.
Etiologi
1)
Pada tahap dini, ruam
tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas
disertai lecet-lecet ringan atau luka pada kulit.
2)
Pada derajat sedang
berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti
satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai
rasa nyeri dan tidak nyaman.
3)
Pada kondisi yang parah
ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah
kulit yang luas.
4)
Bayi atau anak dengan
kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa nyeri, terutama pada waktu
buang air kecil atau besar.
5)
Kulit bayi terpapar
cukup lama dengan urin atau kotoran yang mengandung bahan amonia.
6)
Kulitnya terpapar
dengan bahan kimia, sabun atau deterjen yang ada dalam diaper. Diaper yang
terbuat dari bahan plastik atau karet dapat menyebabkan iritasi pada kulit
bayi.
7)
Diare.
8)
Infeksi jamur.
9)
Susu formula
memungkinkan bayi mengalami ruam popok lebih besar ketimbang ASI. Ini karena
komposisi bahan kimia yang ada di urin atau kotorannya beda.
10) Punya
riwayat alergi.
d.
Pencegahan
1)
Bila menggunakan popok
kain, sebaiknya dari bahan katun yang lembut.
2)
Jangan terlalu ketat
memakakan diaper, agar kulit bayi tidak tergesek.
3)
Perhatikan daya tampung
diaper. Bila sudah menggelembung atau menggantung, segera ganti dengan yang baru.
4)
Hindari pemakaian
diaper yang terlalu sering (bahkan saat bepergian).
5)
Jangan ada sisa
urine/kotoran saat membersihkan bayi, karena kulit yang tidak bersih sangat
mudah mengalami ruam popok.
6)
Jangan menggunakan
sabun bila kulit bayi yang tertutup diaper merah dan kasar.
F. Masalah-masalah tumbuh kembang
1.
Obesitas
a.
Obesitas
Sering terjadi
dan mengganggu anak dan orang tua, Kecendrungan mendapat penambahan berat badan
yang lebih saat bayi, batita atau selama usia sekolah, Susunan makanan mungkin
seimbang, Kuantitas melebihi kebutuhan tubuh
b.
Anak obesitas:
1)
Memiliki sifat rakus,
menyimpan kalori yang berlebihan, sebagian besar dari karbohidrat.
2)
Hampir selalu tinggi
untuk usianya, Obesitas yang dikombinasi dengan TB yang pendek mengesankan
adanya penyakit yang mendasari.
c.
Penyebab obesitas
Masukan
energi yang melebihi kebutuhan tubuh pada bayi: Masukan energi yang melebihi
kebutuhan tubuh pada bayi:
1)
Bayi yang minum susu
botol
2)
Kebiasaan memberikan
makanan atau minuman pada anak setiap kali menangis
3)
Pemberian makanan
tinggi kalori pada usia dini
d.
Diagnosis obesitas
1)
Hitung IMT
2)
Anamnesis
a)
keluarga Identifikasi obesitas pada keluarga
b)
Evaluasi penyulit
3)
Diet
a)
Siapa yang memberikan
makanan
b)
Jenis makanan
c)
Pola makan
4)
Aktivitas
a)
Identifikasi hambatan
beraktifitas
b)
Waktu bermain dan
istirahat, Gejala lain Komplikasi yang menyertai obesitas
e.
Dampak obesitas
1)
Hiperlipidemia
(tingginya kadar kolesterol dan lemak dalam darah
2)
Gangguan pernafasan
3)
Komplikasi ortopedik
(tulang)
f.
Penanganan obesitas
1)
Menurunkan berat badan
sangat disarankan dengan kolaborasi anak dan keluarga.
a)
Pola makanan anak tetap
seimbang
b)
Cemilan anak diganti
menjadi buah
c)
Diet kalori terbatas
d)
Dorongan untuk banyak
bergerak (30-60 menit dlm sehari)
e)
Besarnya dukungan moral
f)
Obat-obtan dihindari
g)
Hindari makanan cepat saji
2)
Diet untuk bayi
a)
Terapi tujuan
memperlambat kecepatan kenaikan berat badan
b)
Kebutuhan normal 110
kkal/kgBB/hari utk bayi < 6 bulan, Kebutuhan normal 90 kkal/kgBB/hari utk
bayi > 6 bulan
c)
Susu botol dikurangi
dengan diselingi memberikan air tawar
d)
Bayi jangan digending
saja
e)
ASI sampai 2 tahun
2.
Marasmus
a.
pengertian marasmus
Marasmus
adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang disebabkan karena tubuh
kekurangan protein dan kalori. penyakit ini banyak ditemukan pada anak berusia
0-2 tahun. Marasmus akan membuat tubuh menjadi lebih kurus, berat badan yang
sangat kurang dan tidak bisa beraktivitas dengan normal. Marasmus adalah bentuk
MEP (malnutrisi energi protein) berat akibat protein dan energi (kalori) yang
tidak adekuat dalam diet.
Marasmus terjadi
karena energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus,
pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering terbangun pada waktu malam,
mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat
berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja.
Gangguan pada kulit adalah turgor kulit akan menghilang dan penderita terlihat
keriput. Apabila gejala bertambah berat, lemak pada bagian pipi akan menghilang
dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan
terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata
tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus
yang jelas dan tampak atrop.
b.
Tanda dan gejala marasmus (pusdatin kemenkes RI, 2015), adalah
sebagai berikut :
1)
Ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh
2)
kulit menjadi kering dan bersisik
3)
Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit.
berat badan normal sesuai usianya
4)
Wajah seperti orang tua (old man face)
5)
Cengeng, rewel
6)
Kulit keriput, jaringan lemak subkutan sangat sedikit
7)
Bentuk perut cekung
8)
Sering disertai diare kronik (terus-menerus)
9)
rambut tipis dan mudah rontok
10)
Mudah terkena infeksi.
3.
Kwashiorkor
a.
pengertian kwashiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk MEP
(Malnutrisi Energi Protein) yang terjadi ketika anak disapih/dengan diet rendah
protein, tetapi jumlah energi dari sumber energi karbohidrat memadai.
Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 1-3 tahun yang sering terjadi pada
anak yang terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang
terutama dalam hal protein.
Kwashiorkor merupakan penyakit akibat
kekurangan gizi pada bayi dan balita yang disebabkan kekurangan protein akut.
Penyakit ini memang mirip seperti marasmus, namun pada penderita kwashiorkor
terdapat edema pada bagian kaki. Penyakit ini memang pada awalnya dideteksi
karena kekurangan protein tapi sebenarnya penyakit ini juga disebabkan karena
kekurangan vitamin dan mineral. Penderita rentan terkena berbagai penyakit yang
disebabkan karena infeksi bahkan setelah mendapat vaksin tertentu. Pada
penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan,
perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut
menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu,
pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare.
Hal
ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala
penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit. Pada penderita stadium
lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih.
Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan
lebar. terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan
bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian
tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati
ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia
ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum
yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi.
b.
Tanda dan gejala kwashiorkor (pusdatin kemenkes RI, 2015), adalah
sebagai berikut: 1) mengalami pembengkakan (edema) diseluruh
tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
2) wajah
anak membulat dan sembab (moon face)
3) otot
mengecil menyebabkan lengan atas kurus, ukuran LiLA
4.
Stunting
a. Definisi Stunting
Stunting adalah
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian
bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh
tidak maksimal saat dewasa (MCA Indonesia, 2014).
b. Faktor Risiko Stunting
Stunting pada
balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan
kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan (KemenKes RI,
2013). Faktor utama penyebab stunting yaitu :
1) Asupan makanan Manusia membutuhkan makanan
untuk kelangsungan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang
semua kegiatan atau aktivitas manusia. Seseorang tidak dapat menghasilkan
energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam
atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh. Namun kebiasaan meminjam ini akan
dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energy.
2) Penyakit Infeksi Rendahnya sanitasi dan
kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat
energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi
(Schmidt dan Charles, 2014). (MCA Indonesia, 2015)
3) Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai
jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan.
Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat- zat gizi
akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang
kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan mengalami gangguan
pertumbuhan (Supariasa, et.al., 2013).
c. Dampak Stunting bagi Perkembangan
Stunting adalah
masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam
masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita pada jangka
panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di
kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik
(Dewey KG dan Begum K, 2011).
G.
Kejadian ikutan
pasca imunisasi
1. Pengertian
KIPI
Menurut (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018) KIPI merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan
imunisasi berupa reaksi suntikan, reaksi vaksin, efek farmakologis, kesalahan
prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Menurut
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI, KIPI adalah
semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah
imunisasi.
Umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin
merupakan reaksi simpang (adverb events), merupakan kejadian lain yang bukan
terjadi akibat efek langsung vaksin. Efek samping vaksin antara lain yanng
bukan terjadi akibat efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi
obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara
klinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi
idiosintrasi umumnya terjadi karena potensial vaksin sendiri, sedangkan reaksi
alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap umur vaksin dengan latar belakang
genetik. Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi
karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi dan penyimpanan
vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi atau hanya kejadian
yang timbul secara kebetulan.
2.
Penyebab KIPI
Vaccine
Safety Comittee, Institute of Medicine (IOM) United State of America
menyebutkan bahwa sebagian besar penyebab KIPI terjadi secara kebetulan saja
(koinsidensi). Etiologi KIPI dikelompokkan menjadi 2 klasifikasi. Komite
Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI menjelaskan klasifikasi
tersebut yaitu klasifikasi lapangan dan klasifikasi kausalitas (PERMENKES RI
12, 2017).
a.
Klasifikasi lapangan Komnas PP-KIPI membagi KIPI dalam lima
kelompok berikut:
1)
Kesalahan prosedur atau teknik pelaksanaan Kesalahan prosedur
tersebut sebagian besar meliputi kesalahan prosedur penyimpanan, pengelolaan
dan tata laksana pemberian vaksin.
2)
Reaksi suntikan Reaksi
KIPI menyangkut semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum
suntik, baik langsung atau tidak langsung harus dicatat. Reaksi suntikan
langsung, seperti rasa sakit, kemerahan pada tempat suntikan dan bengkak.
Reaksi suntikan tidak langsung seperti rasa takut, mual, pusing.
3)
Induksi vaksin (reaksi
vaksin) Reaksi vaksin yang menyebabkan adanya gejala KIPI pada dasarnya dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan efek samping. Induksi vaksin terdiri
dari lima jenis, yaitu:
a)
Reaksi local Reaksi ini
meliputi adanya rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak disertai kemerahan di
tempat suntikan, bengkak pada area suntikan vaksin DPT dan tetanus, minimal
setelah 2 minggu BCG scar terjadi kemudian ulserasi dan sembuh setelah beberapa
bulan.
b)
Reaksi sistemik Reaksi
ini meliputi adanya demam (10%), kecuali DPT (hampir 50%), iritabel, gejala
sistemik, malaise. Reaksi sistemik pada MMR dan campak disebabkan oleh infeksi
virus vaksin. Menimbulkan terjadi demam dan ruam, konjungtivitis (5–15%), dan
lebih ringan dari pada infeksi campak, namun berat pada kasus imunodefisiensi.
Pembengkakan kelenjar parotis terjadi pada Mumps, rubela mengalami rasa nyeri
sendi (15%) dan pembengkakan limfe. Vaksin Oral Polio Vaccine (OPV) diare (
Kejadian ini terjadi apabila masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dikategorikan ke dalam kelompok
ini. Kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI.
b.
Klasifikasi kausalitas
Klasifikasi kausalitas mengelompokkan KIPI menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:
1)
Klasifikasi konsisten
Klasifikasi yang namun bersifat temporal oleh karena bukti tidak cukup untuk
menentukan hubungan kausalitas.
2)
Klasifikasi
inderteminate Klasifikasi berbasis bukti yang ada dan dapat diarahkan pada beberapa
kategori definitif.
3)
Klasifikasi inkonsisten
Suatu kondisi utama atau kondisi yang disebabkan paparan terhadap sesuatu
selain vaksin.
4)
Klasifikasi
Unclassifiable Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk
memungkinkan dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.
3.
Penanggulangan KIPI
a.
Gejala KIPI akibat
vaksin
1)
Reaksi lokal ringan
Dampak yang dapat timbul seperti nyeri, eritema, bengkak di area bekas suntikan
dengan diamteter kurang dari 1 cm dan timbul kurang dari 48 jam setelah
imunisasi. Penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres
hangat pada bekas lokasi penyuntikan. Nyeri yang dirasakan apabila mengganggu
orang tua bisa memberikan parasetamol 10 mg/kg BB setiap kali pemberian. Anak
yang berumur kurang dari 6 bulan berikan dosis 60 mg/kali setiap pemberian.
Anak yang berumur 6 sampai 12 bulan berikan dosis 90 mg/kali setiap pemberian
(PERMENKES RI 12, 2017).
2)
Reaksi lokal berat
Reaksi lokal berat ditandai dengan munculnya eritema atau indurasi sebesar
lebih dari 8 cm, nyeri, bengkak dan manifestasi sistemis. Penanggulangan yang
dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada lokasi penyuntikan
vaksin (PERMENKES RI 12, 2017).
3)
Reaksi arthus Reaksi
arthus ditandai dengan munculnya gejala nyeri, bengkak, indurasi dan edema.
Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres air hangat pada
bekas lokasi penyuntikan. Nyeri dirasakan mengganggu orang tua bisa memberikan
parasetamol 10 mg/kg BB setiap kali pemberian. Anak berumur kurang dari 6 bulan
berikan dosis 60 mg/kali BB setiap pemberian. Anak berumur 6 sampai 12 bulan
berikan dosis 90 mg/kali BB setiap pemberian (PERMENKES RI 12, 2017).
4)
Reaksi umum Reaksi umum
yang sering terjadi adalah demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, dan
menggigil. Tindakan yang bisa orang tua lakukan yaitu dengan memberikan minum
berupa ASI atau susu formula dan menyelimuti tubuh anak (PERMENKES RI 12,
2017).
5)
Reaksi kolaps Reaksi
kolaps adalah gejala yang terjadi jika anak masih dalam keadaan sadar, namun
tidak bereaksi terhadap rangsangan. Pemeriksaan frekuensi, amplitudo nadi serta
tekanan darah tetap dalam batas normal. Penanggulangan yang bisa orang tua
lakukan adalah dengan memberikan rangsangan dengan wewangian yang merangsang
anak agar sadar. Apabila belum dapat diatasi dalam kurun waktu 30 menit, segera
rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat (PERMENKES RI 12, 2017)
6)
Reaksi khusus Reaksi
khusus apabila terjadi akan mengakibatkan lumpuh layu yang menjalar ke atas,
biasanya dimulai dari tungkai, ataksia, penurunan refleksi tendon, gangguan
menelan dan pernafasan dan dapat terjadi peningkatan protein dalam cairan
serebrospinal tanpa pleositosis. Reaksi ini terjadi antara hari ke 5 sampai
dengan 6 minggu setelah imunisasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah merujuk
anak ke rumah sakit untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut (PERMENKES RI
12, 2017).
7)
Reaksi nyeri brakialis
(neuropati pleksus brakialis) Gejala yang timbul dari reaksi nyeri brakialis
yaitu nyeri dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas. Reaksi nyeri
brakialis biasanya terjadi 7 jam sampai dengan 3 minggu setelah imunisasi.
Tindakan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan parasetamol sesuai dengan
dosis yang tepat. Gejala yang timbul apabila menetap rujuklah ke rumah sakit
untuk fisioterapi (PERMENKES RI 12, 2017).
8)
Reaksi syok anafilatis
Gejala reaksi syok anafilatis terjadi secara mendadak, dengan gejala kemerahan
merata, edema, urtikaria, jantung berdebar kencang, tekanan darah menurun,
sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi, anak pingsan atau tidak sadar,
dan dapat terjadi langsung seperti tekanan darah menurun dan pingsan tanpa
didahului oleh gejala lain. Penanggulangan yang harus dilakukan adalah
melakukan rujukan ke rumah sakit terdekat, lalu diberikan suntikan adrenalin
1:1.000 dosis 0,1 – 0,3 ml melalui intramuskuler yang harus dilakukan oleh
tenaga medis. Setelah pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan
deksametason (1 ampul) secaraintravena atau intramuskuler lalu segera pasang
infus NaCl 0,9% dan prosedur tersebut harus dilakukan oleh tenaga medis
(PERMENKES RI 12, 2017)
4.
Tata laksana gejala KIPI
a.
Pembengkakan Pembengkakan terjadi di sekitar daerah suntikan
karena penyuntikan vaksin kurang dalam. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu
memberikan kompres hangat pada bekas lokasi suntikan (PERMENKES RI 12, 2017).
b.
Sepsis Sepsis mungkin dapat terjadi karena jarum suntik tidak
steril. Gejala ini timbul 1 minggu atau lebih pasca penyuntikan. Tindakan yang
bisa dilakukan yaitu memberikan kompres hangat pada bekas lokasi suntikan dan
berikan parasetamol serta lakukan rujukan ke rumah sakit terdekat (PERMENKES RI
12, 2017)
c.
Abses dingin Gejala yang muncul seperti nyeri pada area bekas
suntikan yang terjadi karena vaksin yang disuntikkan masih dingin serta adanya
pembengkakan dan keras. Tindakan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan
kompres hangat pada bekas lokasi penyuntikan. Paracetamol dengan dosis yang
tepat bisa diberikan apabila nyeri bertambah (PERMENKES RI 12, 2017)
d.
Tetanus Kejang dan dapat disertai dengan demam merupakan
gejala dari tetanus. Tindakan yang harus dilakukan adalah merujuk ke rumah
sakit terdekat (PERMENKES RI 12, 2017)
e.
Kelumpuhan atau kelemahan otot Kelemahan otot ditandai dengan
gejala bagian lengan yang disuntik tidak bisa digerakkan. Kesalahan daerah
penyuntikan merupakan salah satu faktor dari munculnya gejala ini. Tindakan
yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan rujukan ke rumah sakit untuk
mendapat tindakan fisoterapi (PERMENKES RI 12, 2017).
H.
Pendokumentasian
SOAP
Hari/tgl : senin, 22 november 2021
Tempat : RSPUR
IDENTITAS
a.
bayi
Nama : By. S
Umur : 0 hari
TTL
: RSPUR / 22 November 2021
J. Kelamin : laki-laki
Anak ke : ketiga (3)
b.
orang tua
Nama : Ny. S / Tn. A
Umur : 32 / 39
Agama : islam / islam
Pekerjaan : IRT / wiraswasta
Alamat : lam ateuk / lam ateuk
S
: Ibu
mengatakan bahwa ini adalah anak yang ketiga dan tidak pernah keguguran,dan ibu
tidak memiliki penyakit menular dan penyakit keturunan, hpht :
O :
1.
Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bias bernapas dengan
spontan
2.
BBL : 2600 kg
3.
PB : 47 cm
4.
TTV : Frekuensi
jantung : 40 kali / m
P
: belum bias bernapas dengan
spontan
S
: 36,5
5.
pemeriksaan fisik
·
Kepala : rambut hitam,tipis,tidak ada benjolan
·
Mata : simetris,
screla putih, konjungtiva merah muda, kelopak mata tidak oedema, tidak ada
tanda-tanda infeksi
·
Hidung : gerakan cuping hidung tidak ada
·
Mulut dan bibir : bibir tampak pucat dan kering, pucat,
terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan bawaan,reflek isap tidak ada
·
Telinga : simetris, bersih tidak ada secret
·
Leher : tidak ada
pembengkakan / benjolan
·
Dada dan perut : simetris, gerakan dada tidak ada
·
Punggung dan bokong : tonjolan punggung tidak ada
·
Genetalia : testis sudah turun
·
Anus : lubang
anus ada
·
Ekstremitas : simetris, julah jari lengkap, tidak ada
pergerakan yang aktif, warna biru dan
teraba dingin
·
Kulit : verniks kurang,warna tubuh kebiruan, dan tidak ada
tanda lahir
·
Reflek moro : tidak ada
·
Reflek isap : tidak
ada
·
Reflek rooting : tidak ada
A :
Melakukan tindakan segera dan
berkolaborasi dengan dokter
P :
1.
mencuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi, dan memakai sarung tangan steril.
2.
potong tali pusat
segera setelah lahir
3.
menilai usaha
nafas,warna kulit, dan frekuensi denyut jantung
4.
selimuti bayi dengan
kain bersih
5.
atur posisi bayi dengan
posisi yang benar ( kepala tengadah / ekstensi dengan meletakkan kain atau
handuk bersih di bawah bahu bayi
6.
membersihkan lendir
pada hidung dan mulut dengan mengisap deele
7.
mengeringkan bayi dan
lakukan rangsangan takstil
8.
observasi pemberian O2
sebanyak 1 liter /m menggunakan nasal kanul
9.
lakukan tindakan VTP (
ventilasi tekanan positif ) sebanyak 20 kali dalam detik sampai bayi bernapas
spontan
10. memasang
infus dextrose 10% 8tpm mikro
11. menginjeksi
vit K
12. memberi
salap mata
13. mengobservasi
TTV tiap 15m
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian
IMD adalah kontak dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam 1
jam pertama setelah melahirkan. KIPI merupakan kejadian medik yang berhubungan
dengan imunisasi berupa reaksi suntikan, reaksi vaksin, efek farmakologis,
kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang disebabkan karena tubuh
kekurangan protein dan kalori. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Sering terjadi dan mengganggu anak
dan orang tua, Kecendrungan mendapat penambahan berat badan yang lebih saat
bayi, batita atau selama usia sekolah, Susunan makanan mungkin seimbang,
Kuantitas melebihi kebutuhan tubuh
B. Saran
1.
Bagi Penulis
Agar
dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan dalam rangka menambah
wawasan khusunya asuhan kebidanan kompehensif, serta dapat mempelajari
kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
2.
Bagi Masyarakat/Klien
Terpantaunya
keadaan klien dan bayinya sejak masa kehamilan, persalinan, nifas, dan sampai
pelayanan kontrasepsi, serta menambah wawasan klien melalui KIE yang diberikan.
3.
Bagi Nakes/Bidan
Agar
dapat memberikan pengalaman bagi tenaga kesehatan/bidan untuk dapat
mengimplementasikan asuhan kebidanan yang telah dipelajari kepada ibu hamil,
bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta pelayanan KB, sehingga dapat menambah
wawasan
4.
Bagi institusi
Agar
dapat memberikan pendidikan dan pengalaman bagi mahasiswa dalam melakukan
asuhan kebidanan secara komprehensif mulai dari kehamilan, persalinan, bayi
baru lahir, nifas, neonatus dan pelayanan kontrasepsi serta dapat dijadikan
sebagai bahan referensi dalam mengembangkan asuhan yang diberikan pada masa
nifas.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus,
Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Lusiana
El Sinta B, Feni Andriani, Yulizawati, Aldina Ayunda Insani, 2019 Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus,
Bayi dan Balita Edisi Pertama Sidoarjo: Indomedia Pustaka
Peraturan
Mentri Kesehatan No 12 tahun 2017 tentang kejadian
ikutan pasca imunisasi