BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan
dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,
yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah
satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya
alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain
di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk
negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan
patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah
mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang
lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan
negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan
dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas
kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi
hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban
lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak
berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ramai di
perbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi
ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya
dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang
malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi
kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti
melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang
korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.
B. Tujuan
- Untuk
mengetahui pengertian korupsi.
- Untuk
mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
- Untuk
mengetahui macam-macam dari korupsi.
- Untuk
mengetahui dampak adanya korupsi.
- Untuk
mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin,
Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau
menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang
jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi
pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum
dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan
wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan
pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam
bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh
seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya
atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap
sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling
menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.
B. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud
dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
a.
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
b.
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat
merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
c.
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal
4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
d.
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk
melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
e.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri
atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat
(1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
f.
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5
ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
g.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
h.
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat
bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
i.
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
j.
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang
keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
k.
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
(pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
l.
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di
tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
m.
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi
tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara
waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
n.
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan, merusakkan, atau
mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena
jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan
,menghancurkan ,merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
o.
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20
tahun 2001) Pada waktu menjalankan
tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau
Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang
kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta
atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang
pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf
g) Pada waktu menjalankan tugas
telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang
berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus
atau mengawasinya (huruf i)
p.
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu
(Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan
Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
1.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
2.
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau
untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001)
3.
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan
tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20
tahun 2001.
4.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
5.
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
6.
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
7.
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
C. Gambaran umum Korupsi di Indonesia Dan Jenis - jenis
Korupsi
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama
sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan
dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh
Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun
1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan.
Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah
sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia
semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial,
kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme
(KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999
& Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang
Bersih & Bebas dari KKN.
a.
Jenis-Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai
tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan
menjadi:
1.
Kerugian keuntungan Negara
2.
Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3.
Penggelapan dalam jabatan
4.
Pemerasan
5.
Perbuatan curang
6.
Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.
Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
b.
Persepsi Mayarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna
melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh.
Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin
meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun
nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan
korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah
“penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada
pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil
terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap
perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem
pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan
kesejahteraan yang merata.
D. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang,
contohnya Indonesia, ialah:
1.
Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan
sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
2.
Institusi-institusi politik yang ada masih lemah
disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan
bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta
kekuatan asing lainnya.
3.
Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin
berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4.
Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan
pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai
akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
- Partai
politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bah-ubah
sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
- Muncul
pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an
umum.
- Sebagai
oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
- Terjadi
erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
- Sumber
kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil
yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar (rakyat).
- Lembaga-lembaga
politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang
politik dan ekonomi-bisnis.
- Kesempatan
korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan
hirarki politik kekuasaan.
E.
Kebijakan
Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya
memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan
penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden
susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada
Jaksa Agung Dan kapolri:
1.
Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang
negara.
2.
Mencegah & memberikan sanksi tegas terhadap
penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota
polri dalam rangka penegakan hukum.
3.
Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian
Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn
upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak
pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional
Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan dalam
RAN-PK di prioritaskan pada :
a.
Mendesain ulang layanan publik .
Memperkuat
transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan
Ekonomi dan sumber daya manusia.
b.
Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung
dalam pencegahan korupsi.
F.
Peran Serta
Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan
dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain.KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen
yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda
KPK adalah sebagai berikut :
- Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
- Mendorong
pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
- Membangun
kepercayaan masyarakat.
- Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
- Memacu
aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
G. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan
Korupsi Di Indonesia
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1.
Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
adanya dugaan
tindak pidana korupsi
- Hak
untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
- Hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
- Hak
memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari
- Hak
untuk memperoleh perlindungan hukum
- Penghargaan
pemerintah kepada mayarakat
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
a.
Upaya pencegahan (preventif).
b.
Upaya penindakan (kuratif).
c.
Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d.
Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1.
Upaya Pencegahan (Preventif)
a.
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan
mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal,
informal dan agama.
b.
Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
keterampilan teknis.
c.
Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup
sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
d.
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang
memadai dan ada jaminan masa tua.
e.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan
disiplin kerja yang tinggi.
f.
Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat
yang mencolok.
h.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi
organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan
di bawahnya.
- Upaya
Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan
dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a.
Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2
Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b.
Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia,
EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c.
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d.
Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah
yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e.
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas
preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI
(2004).
f.
Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim
audit BPK (2005).
g.
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta
(2005).
h.
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
Probosutedjo.
i.
Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan
negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j.
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3.
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a.
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi
politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai
dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan
berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat
luas.
- Upaya
Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a.
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi
non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di
Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan
praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah
gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas
korupsi.
b.
Transparency International (TI) adalah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman
sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang
terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai
kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun,
Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar.
Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan
yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta
struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
B. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak
dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html)
Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X.
Jakarta: Erlangga
Drs.Joko Budi
santoso. Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X
Gie. 2002.
Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan
Keadilan.
http://harissoekamti.blogspot.com/
Lamintang, PAF
dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar
Baru.
Mochtar. 2009.
“Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
Modus Operandi
Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
Muzadi, H.
2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Malang : Bayumedia Publishing.
Saleh,
Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
Strategi
pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH.
Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
UU No. 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
No comments:
Post a Comment