Wednesday, 22 December 2021

MAKALAH HAKEKAT PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU BANGSA

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.    Rumusan Permasalahan................................................................................ 2

C.    Tujuan Makalah............................................................................................ 2

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

A.    Pancasila Sebagai Dasar Negara................................................................... 3

B.    Pancasila Sebagai Ideologi........................................................................... 3

C.    Manusia Sebagai Makhluk Tuhan................................................................ 4

 

BAB III PENUTUP............................................................................................... 5

A.    Kesimpulan................................................................................................... 5

B.    Saran............................................................................................................. 5

 

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 6

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan berbangsa yang berfungsi sebagai pemersatu kehidupan negara yang majemuk. Pancasila memiliki pengaruh yang sangat besar bagi bangsa Indonesia karena sejarah Pancasila mempengaruhi keragaman suku, agama, bahasa daerah, daerah, adat istiadat, kebiasaan budaya, dan warna kulit yang menjadikan Pancasila sebagai simbol kesepakatan dalam menyatukan hal-hal tersebut. Sejarah dari Pancasila adalah bahagian dari pokok sejarah dari negara Indonesia, sehingga pancasila dianggap sangat sakral dan wajib dihafal dan dipatuhi oleh seluruh rakyat Indonesia (Kaelan, 2007).

Pancasila sudah diterima sebagai dasar negara bagi bangsa Indonesia. 5 sila Pancasila mengandung pilar atau nilai, yaitu: Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Ke-5 nilai itu terkandung didalam UUD bangsa Indonesia, ialah pada pembukaan undang-undnag dasar tahun 1945 alinea 4 (Kymlicka, 2001). Pancasila mengacukan pada teori fungsionalisme struktural  dan kewarganegaraan yang bisa dimaknai sebagai gagasan pembangun kewarganegaraan yang baik, merupakan hasil kesepakatan bersama dimasyarakat, nilai-nilai social bersama yang dikontribusikan pada kehidupan, dan bisa dijadikan sumber integrasi social (George Ritzer, 2004).

Implementasi dan aktualisasi Pancasila di masyarakat sangat penting bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia karena di dalamnya terkandung nilai-nilai sosial dan keutamaan. Pancasila perlu mendapat konsentrasi penuh dalam penghayatan dan pengamalannya. Hal ini bertujuan agar Pancasila menjadi semangat kebangkitan dan perjuangan bangsa baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Menurut Kaelan (2007), perwujudan Pancasila dapat dicapai melalui kebangkitan epistemologi, bahkan jika itu menjadi dasar pengetahuan etis, disosialisasikan melalui pendidikan, dan menjadikan Pancasila sebagai sumber bahan hukum Indonesia. Sastrapetedja (2007) Pancasila dapat diwujudkan melalui pendidikan, yang merupakan semacam perantara situasional Implementasi Pancasila harus dijelaskan, dihayati dan disosialisasikan. Sebagai landasan, pandangan hidup, falsafah hidup, dan ideologi bangsa sejak 18 Agustus 1945, Pancasila merupakan salah satu budaya bangsa yang sangat penting dan perlu diturunkan kepada generasi muda melalui pendidikan. Pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Triyanto et al., 2012).

Setiap masyarakat di belahan dunia manapun mendambakan generasi muda untuk siap menjadi warga negara yang baik dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Keinginan ini lebih tepat digambarkan sebagai keprihatinan yang berkembang, terutama dalam masyarakat yang demokratis. Tidak ada negara, termasuk Indonesia, yang memiliki tingkat pemahaman tentang hak dan kewajiban warga negara yang baik dalam mendukung kehidupan konstitusional dan demokrasi yang bertujuan untuk menumbuhkan warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (Sunarso, 2011).

 

B.     Rumusan Permasalahan

  1. Bagaimana hakikat Pancasila sebagai dasar negara?
  2. Bagaimana hakikat Pancasila sebagai Ideologi?
  3. Bagaimana manusia sebagai makhluk Tuhan?

 

C.    Tujuan Makalah

  1. Menjelaskan hakikat Pancasila sebagai dasar negara?
  2. Menjelaskan hakikat Pancasila sebagai Ideologi?
  3. Menjelaskan manusia sebagai makhluk Tuhan?

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa setiap unsur konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia harus berdasarkan dan/atau harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Artinya, antara lain Pancasila harus selalu merangsang kegiatan-kegiatan untuk membentuk semangat atau spirit negara, seperti amandemen konstitusi dan menggairahkan segala urusan administrasi negara (Halking, 2020).

Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila sebagai dasar negara mengandung hakikat ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Pancasila adalah kristalisasi dari nilai-nilai kelangsungan hidup dan pertumbuhan dalam masyarakat Indonesia, memberikan Pancasila kebenaran nasional. Hal ini dapat membuktikan bahwa Pancasila merupakan sistem filsafat, karena kebenaran nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat diterima secara rasional (Amran, 2016).

 

B.     Pancasila Sebagai Ideologi

Pancasila sebagai ideologi berarti ajaran, pemikiran, teori, atau ilmu pengetahuan yang dianggap nyata dan menjadi pedoman hidup bangsa Indonesia, serta pedoman pemecahan masalah yang dihadapi bangsa, bangsa, dan negara Indonesia. Oleh karena itu, ideologi Pancasila adalah semacam ajaran, teori, atau ilmu pengetahuan tentang cita-cita bangsa Indonesia yang dianggap benar dan disusun secara sistematis, serta memberikan pedoman pelaksanaan yang jelas. Kita mengenal tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar konstan, nilai instrumental sebagai sarana untuk mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah-ubah dengan situasi, dan nilai praktis dalam bentuk ekspresi aktual. Namun, perwujudan atau implementasi dari instrumentalitas dan nilai praklinis harus tetap mengandung semangat yang sama dengan nilai dasar (Huda, 2018).

Pancasila sebagai ideologi nasional berfungsi sebagai cita-cita. Adapun fungsi lain ideologi Pancasila sebagai sarana pemersatu masyarakat sehingga dapat kita telusuri dari gagasan dari para pendiri negara kita tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan berbagai golongan masyrakat Indonesia (Winarno, 2016).

 

C.    Manusia Sebagai Makhluk Tuhan

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia secara kodrati dikaruniai hak-hak dasar yang disebut hak asasi manusia yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam banyak hal, manusia juga memiliki naluri keluhuran dan martabat, motivasi atau dorongan bagi manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tentu berharap dapat memenuhi segala kebutuhannya, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Setiap tindakan yang dilakukan manusia memiliki dorongan untuk mencapai sesuatu yaitu motif. Motivasi adalah dorongan untuk mencapai suatu perilaku tertentu, sebagai penggerak kemampuan, usaha, dan keinginan untuk menentukan arah dan memilih perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. (Suria, 2003).

Seperti yang dijelaskan pada sila pertama dalam Pancasila, yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa” hendaknya menjadi dasar bahwa manusia adalah makhluk Tuhan dan bebas memeluk agamanya masing-masing dan menjalankan ibadahnya sesuai agama yang telah dianutnya. Sila pertama ini juga bermaksud untuk mengajak manusia selaras, seimbang dan satu antar sesame manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan (Saragih, 2018).

 


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan berbangsa yang berfungsi sebagai pemersatu kehidupan negara yang majemuk. Pancasila memiliki pengaruh yang sangat besar bagi bangsa Indonesia karena sejarah Pancasila mempengaruhi keragaman suku, agama, bahasa daerah, daerah, adat istiadat, kebiasaan budaya, dan warna kulit yang menjadikan Pancasila sebagai simbol kesepakatan dalam menyatukan hal-hal tersebut. Pancasila sebagai dasar negara yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 memuat esensi seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan social. Seperti yang dijelaskan pada sila pertama dalam Pancasila, yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa” hendaknya menjadi dasar bahwa manusia adalah makhluk Tuhan dan bebas memeluk agamanya masing-masing dan menjalankan ibadahnya sesuai agama yang telah dianutnya. Sila pertama ini juga bermaksud untuk mengajak manusia selaras, seimbang dan satu antar sesame manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

 

B.     Saran

Saran yang dapat penulis berikan adalah hendaknya penulisan ini dijadikan bahan pengetahuan bagi pembaca dan dipersilahkan mengkritik dan menambah pengetahuan lain tentang Pancasila.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Amran, Ali. (2016).  Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Dewantara, J. A., Suhendar, I. F., Rosyid, R., & Atmaja, T. S. (2019). Pancasila as Ideology and Characteristics Civic Education in Indonesia. International Journal for Educational and Vocational Studies, 1(5), 400-405.

Dewantara, J. A., Suhendar, I. F., Rosyid, R., & Atmaja, T. S. (2019). Pancasila as Ideology and Characteristics Civic Education in Indonesia. International Journal for Educational and Vocational Studies, 1(5), 400-405.

Halking. (2020). Pendidikan Pancasila. Medan: Unimed Press.

Huda, M. C. (2018). Strengthening Pancasila as National Ideology to Implementate the Balancing Values to Improve Law’s Application in Indonesia. Jurnal Pembaharuan Hukum, 5(1), 1-12.

Kaelan.  (2007).  Revitalisasi  dan  Reaktualisasi  Pancasila sebagai  Dasar  Filsafat  Negara  dan  Ideologi  dalam Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Lima.

Kymlicka, Will.(2001). Politics  in the Vernacular: Nationalism, Multiculturalism, and Citizenship. Oxford: Oxford University Press.

Ritzer, George.(2004). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : Rajawali Press

Saragih, E. S. (2018). analisis dan makna teologi ketuhanan yang maha esa dalam konteks pluralisme agama di Indonesia. Jurnal Teologi Cultivation, 2(1), 290-303.

Sastrapetedja, M. (2006). Pancasila sebagai Orientasi Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika Ilmu Pengetahuan. Prosiding Simposium dan Sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa. Yogyakarta, 14-15 Agustus 2006.

Sunarso.  (2011).  Politik  Pendidikan  Tiga Rezim (Kajian Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan Orde Lama, Orde Baru, Dan Era Reformasi). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi

Surya,  Mohammad.  (2003).  Psikologi  Konseling.  Bandung:  CV  Pustaka Bany Quraisy.

Triyanto, dkk. (2012). Integrasi Nilai-Nilai Pancasila Ke Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Moral Bagi Peserta Didik (Studi Kasus di Kabupaten Karangayar  Jawa  Tengah).  Prosiding  Semnas  LPP Universitas Negeri Surakarta, Surakarta, 03 November 2012.

Winarno. (2016). Paragdigma Baru Pendidikan Pancasila. Jakarta: Bumi Aksara.

 

MAKALAH SEJARAH DAN DASAR PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

 DAFTAR ISI

 

DAFTAR ISI. 2

KATA PENGANTAR.. Error! Bookmark not defined.

BAB 1 PENDAHULUAN.. 4

1.1 Latar Belakang. 4

BAB 2 PEMBAHASAN.. 5

2.1 Sejarah Perkembangan Kewaspadaan Universal 5

A.      Konsep Dasar 6

BAB 3 PENUTUP.. 11

3.1 Kesimpulan. 11

DAFTAR PUSTAKA.. 12

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Emmelweis menemukan bahwa sumber infeksi berasal dari tangan petugas kesehatan yang menolong persalinan. Para dokter menyebarkan infeksi karena tidak mencuci tangan setelah melakukan bedah mayat dan sebelum menolong persalinan, pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan yang tidak melaksanakan bedah mayat. Petugas diharuskan mencuci tangan menggunakan larutan klorin, rata – rata kematian ibu bia ditekan hingga 11,4 % pada bagian pertama dan 2,7% pada bagian kedua. Pada tahun 1889, sarung tangan diperkenalkan pertama kali salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga menggurangi penyebaran infeksi pada pasien.

 

Penerapan unifersal precautions pada setiap pasien dapat menggantikan sebagian tindakan isolasi yang berlaku selama ini, namun untuk kasus – kasus tertentu isolasi masuk diperlukan, misalnya untuk pasien yang di duga atau diketahui terinfeksi oleh kuman patogen yang dapat menular melalui udara, droplet ( isolasi respiratorik ), atau kontak ( isolasi kontak ), dan juga tidak berlaku untuk kasus - kasus yang memerlukan isolasi ketat. 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Sejarah Perkembangan Kewaspadaan Universal

Pada tahun 1847 diketahui bahwa tindakan medis dapat menuralkan infeksi,melalui pengamatan Dr. Ignac F. Semmelweis melakukan pengamatan pada satu bagian di rumah sakit umum viena tempat ia bekerja. Pada pengamatannya di temukan sebanyak 600 – 800 ibu meninggal dunia setiap tahun akibat demam setelah persalinan. Sementara di bagian lain, rata – rata kematian ibu sekitar 60 orang per tahun. Di Amerika Serikat, upaya pencegahan infeksi tersebut terus di kembangkan, dan pada tahun 1967 CDC Atlanta telah merekonebdasikan suatu teknik isolasi berdasarkan kelompok kategori ( terdiri dari 7 kategori isolasi) yag di perbarui pada tahun 1975 dan 1978. Kemudian pada tahun 1983 pernah direkomendasikan dua sistem isolasi. Category – spesigic Isolation, yang mengelompokkan penyakit menurut cara penularannya, dan sifat epidemiologinya.

a.      Category- spesific Isolations

7 kategori Isolasi tersebut adaah :

·         Strict Isolation

·         Contact Isolation

·         Respiratory Isolation

·         Tuberculosis (AFB) Isolation

·         Enteric Precautions

·         Drainage / Secretion Precautions

·         Blood and Body Fluid Precautions

Sistem isolasi yang kedua adalah disease – spesific isolation precautions, yaitu sistem isolasi yang dipakai secara individual berdasarkan cara penularan dan epidemiologi yang spesifik pada setiap penyakit.

 

 

 

Disease – spesific isolation precautions, memerlukan pelatihan yang lebih mendalam untuk petugas kesehatan dan dalam prakteknya cenderung terjadi kesalahan. Kekurangan dari kedua sistem tersebut adalah keduanya belum diterapkan sebelum ada diagnosa atau kecurigaan terhadap suatu penyakit infeksi, sehingga memungkinkan terjadi penyebaran infeksi sebelum diagnosis di tegakkan.

A.     Konsep Dasar

1.      Universal Precautions

a.      Pengertian

 World Health Organisation (WHO) dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang di tetapkan oleh the Center for Disease Control and prevention (CDC) Atlanta dan the Occupational afety and Health Administrion (OSHA) , untuk mencegah tranmisi dari berbagai penyakit yang di tularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.

Universal  Precautions merupakan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang di tunjukan pada semua pasien, saat melakukan setiap tindakan oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat di semua fasilitas pelayanan kesehatan.

b.      Tujuan Universal Precautions

Kurniawati dan Nursalam (2017),menyebutkan bahwa universal Precautions perlu diterapkan dengan tujuan:

1)      Mengendalikan infeksi secara konsisten

Universal Precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien,setiap waktu untuk mengurangi resiko infeksi yang dikeluarkan melalui darah.

2)      Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diaknosis atau tidak terlihat seperti beresiko.

Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang di tularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah di diaknosis maupun yang belum diketahui

3)      Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien

Universal precations tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari resiko terpapar oleh infeksi HIV,HBV,HCV namun juga melindungi kelain yang mempunyai kecendrungan rentan terhdap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

4)      Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya

Univesal precations ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang dituralkan melalui darah atau cairan tubuh

c.       indikasi universal precations

Universal precations diterapkan secara rutin oleh semua tenaga kesehatan dalam merawat seluruh pasien di rumah sakit dan difasilita kesehatan lainnya, baik pasien sudah terdiagnosa inveksi, diduga terinfeki atau kolonisasi (Rekam Medik Intasi Keamanan dan Keselamatan Kerja RSUP dr. Sardjito, 2017). Universal Precations juga diterapkan ketika petugas kesehatan konta dengan cairan infeksius seperti darah, cairan sekresi dan eksresi (kecuali keringat), luka pada kulit, selaput lendir, cairan semen, cairan vagina, caira sendi, cairan amnion, cairan serebrosvinal, ASI, cairan pericarium (Nursalam dan Kurniawati 2019).

d.      Macam universal precations

Universal precautions meliputi 5 kegiatan pokok yaitu mencuci tangan untuk mencegah inveksi silang, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan, serta pngelolaan alat kesehatan abis pakai (nursalam dan kurniawati, 2009).

Penyebaran dari 5 kegiatan pokok univeral precautions tersebut adalah:

Ø  Cuci Tangan, Tindakan mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting yang harus di lakukan oleh petugas kesehatan dengan tujuan mencegah penularan penyakit infeksi. Larson dalam potter & Perry (2016), mencuci tangan adalah tindakan menggosok tangan dengan sabun pada seluruh permukaan dengan secara kuat, ringkas, dan di bilas dengan air mengalir. Cuci tangan harus di lakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan memakai alat pelindung diri lainnya.

 

Ø  Pemakaian Alat pelindung diri, Alat pelindung diri adalah sarana yang digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir perawat dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Alat pelindung diri tidak semuanya harus di pakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan di kerjakan.

Adapun jenis-jenis pelindung diri meliputi:

1.)    Sarung Tangan

2.)    Masker

3.)    Pelindung Mata ( kaca mata)

4.)    Topi / Penutup kepala

5.)    Gaun pelindung ( baju kerja dan apron / celemek

 

6.)    Sepatu Pelindung

 

               

Penjabaran dari proses pencegahan dasar pengelolaan alat bedah setelah di pakai adalah sebagai berikut:

1.)    Dekontaminasi

Dekontaminasi terlebih dahulu terutama jika alat-alat tersebut akan di bersihkan dengan tangan. Dekontaminasi adalah proses menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran pada benda atau alat bedah sehingga aman untuk di lakukan pengelolaan lebih lanjut. Dekontaminasi alat bedah di lakukan dengan menggunakan bahan desinfektan kimia seperti klorin 0,5% atau dengan alkacide, tetapi klorin lebih bersifat korosif terhadap alat-alat bedah sehingga alkacide lebih banyak di gunakan. Khusus untuk alat bedah yang digunakan untuk operasi pasien dengan virus hepatitis B dan pasien HIV/AIDS di lakukan dekontaminasi dengan klorin 0,5% selama 15-30 menit.

2.)    Pencucian Alat

Pencucian merupakan tahap yang harus dilakukan setelah proses dekontaminasi. Instrumen / alat bedah di rumah sakit besar biasanya dicuci oleh instaasi tersendiri yang khusus mengola instrumen pembedahan dan perawatan luka dengan perlatan yang canggih.

 

3.)    Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses menghilangkan seluruh mikroorganisme dan endospora dari alat keseharan atau instrument bedah. Sterilisasi dapat di lakukan secara fisik maupun kimiawi. Zat dan cara yang sering di gunakan untuk sterilisasi di rumah sakit adalah dengan  uap panas bertekanan tinggi, pemanasan kering, gas ethilen okside, dan dengan zat kimia.

4.)    Penyimpanan Instrumen Bedah

Penyimpanan alat bedah yang baik sama pentingnya proses strilisasi. Instrumen / alat bedah dapat di simpan dengan cara dibungkus dan di masukkan dalam tromol instrumen. Alat bedah di nyatakan tetap steril selama alat tersebut masih terbungkus dengan baik selama 3 bulan dalam tromol instrumen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

1.1  KESIMPULAN

 

Universal Precautions yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Dasar kewaspadaan universal ini meliputi, pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantarannya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI., 2017. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Jakarta.

 

2.      Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI., 2017 Pedoman Penatalaksaan Infeksi di Tempat Pelayanan Kesehatan, Jakarta.

 

 

3.      Depkes RI. 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta. Perhimpunan Pengendali Infeksi. Indonesia.

 

4.      Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2017. Jakarta: Kemenkes RI.

 

 

5.      Nursalam, Kurniawati. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika.