MANAJEMENT
PATIENT SAFETY DI RUANG
RAWAT INAP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko.
Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan
staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors).
Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error
of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of
planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk
mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi
dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss
atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian
akibat melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak
terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety,
program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di
rumah sakit. Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan
utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh
dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien
di Rumah Sakit.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apa patient safety?
2. Bagaimana aspek hukum patient safety?
3. Bagaimana Implementasi Patient Safety ?
4. Apa yang menjadi program keselamatan patient
safety?
5. Apa yang
menjadi indikator patien safety?
6. Bagaimana pola
budaya yang mempengaruhi patient safety?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Patien Safety.
2. Untuk
mengetahui aspek hukum patient
safety.
3. Untuk mengetahui sasaran keselamatan patient
safety.
4. Untuk mengetahui indikator patien
safety.
5. Untuk mengetahui pengembangan budaya yang mempengaruhi patient safety.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Patient Safety
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000).
Keselamatan
pasien (patient safety) adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko, meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko
Menurut
IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom
from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error
yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang
salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury
dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD = missed = adverse
event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena:
keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
B.
Tujuan Sistem Patient Safety
Tujuan
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1)
Terciptanya budaya keselamatan
pasien di Rumah Sakit
2)
Meningkatnya
akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3)
Menurunnya KTD di Rumah
Sakit
4)
Terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan
tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1)
Identify
patients correctly
(mengidentifikasi pasien secara benar)
2)
Improve
effective communication
(meningkatkan komunikasi yang efektif)
3)
Improve
the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4)
Eliminate
wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan
pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5)
Reduce the
risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6)
Reduce the
risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
C. Isu, Elemen, dan Akar
Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient
Safety
5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;keselamatan pekerja (nakes);
b) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
c) keselamatan lingkungan;
d) keselamatan bisnis.
1) Elemen
Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors
(ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
i)
Falls (terjatuh)
j)
Blood
stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting
of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
2) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):
a) Communication problems (masalah komunikasi)
b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c) Human problems (masalah manusia)
d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g) Technical failures (kesalahan teknis)
h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak
memadai)
[AHRQ
(Agency for Healthcare Research and Quality) Publication No. 04-RG005, December 2003]
D.
Standar
Keselamatan Pasien
A. Tujuh
Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1) Hak pasien
Standarnya adalah pasien &
keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a) Harus ada dokter penanggung jawab
pelayanan.
b) Dokter penanggung jawab pelayanan
wajib membuat rencana pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan
wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a) Memberikan info yang benar, jelas,
lengkap dan jujur
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung
jawab
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang
tidak dimengerti
d) Memahami dan menerima konsekuensi
pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati
peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan
tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang
disepakati
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a) Koordinasi pelayanan secara
menyeluruh
b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya
c) Koordinasi pelayanan mencakup
peningkatan komunikasi
d) Komunikasi dan transfer informasi
antar profesi kesehatan
4) Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya
adalah : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
KP dengan criteria sebagai berikut:
a) Setiap rumah sakit harus melakukan
proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan
pengumpulan data kinerja
c) Setiap rumah sakit harus melakukan
evaluasi intensif
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan
semua data dan informasi hasil analisis
5) Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a) Pimpinan dorong & jamin
implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c) Pimpinan dorong & tumbuhkan
komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya
yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta
tingkatkan KP.
e) Pimpinan mengukur & mengkaji
efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS & KP, dengan
criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk
mengelola program keselamatan pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk
menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap”
terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi
risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan
internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani
berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi
terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem
informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan
pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan
pasien
Standarnya adalah:
a) RS memiliki proses pendidikan,
pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan
dengan KP secara jelas.
b) RS menyelenggarakan pendidikan &
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan
kriteria sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah:
a) RS merencanakan & mendesain
proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal &
eksternal.
b) Transmisi data & informasi harus
tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk
merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi
masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
B. Tujuh
langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)
sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1) Bangun kesadaran akan nilai
keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi
Rumah sakit:
a)
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah
kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b)
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c)
Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d)
Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi
Tim:
a)
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada
insiden
b)
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
2) Pimpin dan dukung staf anda,
“bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi
Rumah Sakit:
a)
Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b)
Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP
c)
Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d)
Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi
Tim:
a)
Ada “penggerak” dalam tim untuk
memimpin Gerakan KP
b)
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan
KP
c)
Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan
risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi
Rumah Sakit:
a)
Struktur & proses menjamin risiko klinis & non
klinis, mencakup KP
b)
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c)
Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden &
asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi
Tim:
a)
Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b)
Penilaian risiko pada individu pasien
c)
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap
risiko, & langkah memperkecil risiko tsb.
4) Kembangkan sistem pelaporan,
“pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta
RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi
Rumah Sakit:
a) Lengkapi rencana implementasi sistem
pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS –
PERSI
Bagi
Tim:
a)
Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden
yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan
pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi
Rumah Sakit:
a)
Kebijakan : komunikasi terbuka
tentang insiden dengan pasien & keluarga
b)
Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi
insiden
c)
Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi
Tim:
a)
Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila
telah terjadi insiden
b)
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila
terjadi insiden
c)
Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien
& keluarga.
6) Belajar dan berbagi pengalaman
tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi
Rumah Sakit:
a)
Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat,
mengidentifikasi sebab
b)
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk
proses risiko tinggi
Bagi
Tim:
a)
Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b)
Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak &
bagi pengalaman tersebut
7) Cegah cedera melalui implementasi
sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi
Rumah Sakit:
a)
Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b)
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian
pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c)
Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d)
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e)
Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil
atas insiden
Bagi
Tim:
a)
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b)
Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan
pelaksanaannya
c)
Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan
E.
Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Solusi keselamatan pasien adalah
sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera
pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini
merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan
pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
a.
Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip
(NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan
suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini
di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung
terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep,
label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep
secara elektronik.
b. Pastikan
Identifikasi Pasien
Kegagalan yang meluas dan terus
menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang
keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk
keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi
di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi
pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi
Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat
serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta
antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap
pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis;
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta
keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan
Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya
sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru
atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor
yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya
adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah
oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat
dalam prosedur Time out sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan
sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan
Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari
dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan
elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan
Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling
sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan)
medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut
dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari
Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit
dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara
detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien
(misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan
Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global
terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai
ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan
kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien
dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
i.
Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat
lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di
rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang
pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based
hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan
penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang
lain.
B.
Indikator Patient Safety
Indikator patient safety merupakan ukuran yang
digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah
sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang
sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat
untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di
rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang
berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini
maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome
klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).
Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah
sakit dan IPS tingkat area pelayanan.
a. Indikator
tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur
potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan
berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup
kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca
tindakan medik.
b. Indikator
tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang
didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini
mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat
tindakan medik.
A.
Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety
Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan
lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:
a. adanya
penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b. bahwa
suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan
c. tingginya
variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d. disparitas
geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban
vs rural) (Dwiprahasto, 2008).
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi
dalam penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode
pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus, 2006).
Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya
pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi
dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan
keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan.
C.
Pengembangan Budaya Patient Safety
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa
dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini:
a.
Put the focus back on safety
Setiap staf yang
bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien.
Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa
mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi
prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya.
Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di
Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
b.
Think small and make the right thing easy to do
Memberikan
pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah
yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat
langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih
nyata.
c.
Encourage open reporting
Belajar dari
pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya
yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien
sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien.
Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran
bagi semua staf.
d.
Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem
pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan
kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan
data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana
manfaat dari penerapan patient safety.
e.
Use systems-wide approaches
Keselamatan
pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa
terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan
didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan
terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan
yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
f.
Build implementation knowledge
Staf juga
membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program
disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran
dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi
bagian dalam budaya kerja.
g.
Involve patients in safety efforts
Keterlibatan
pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi
akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite
keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat
(pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga
pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh
kukerjakan?
h.
Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi
keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas
tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan
pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan
komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient
safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan
kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang
berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi
yang erat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien; keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan); keselamatan lingkungan; keselamatan bisnis.
Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug
events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan
pengobatan), Restraint use (kendali penggunaan), Nosocomial
infections (infeksi
nosokomial), Surgical mishaps (kecelakaan operasi), Pressure
ulcers (tekanan
ulkus), Blood product
safety/administration (keamanan
produk darah/administrasi), Antimicrobial
resistance
(resistensi antimikroba), Immunization program (program imunisasi), Falls
(terjatuh), Blood
stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah), Systematic
review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis,
tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian).
3.2
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya
dapat memahami tentang keselamatan pasien di lingkungan pelayanan Poli Klinik. Diharapkan dalam
proses asuhan medis ini tidak ada yang mengakibatkan cedera pada pasien, berupa
Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
DAFTAR PUSTAKA
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient
Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam
Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan
Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of
medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
Panduang Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient
Safety”. Proceedings of National Convention VI of The Hospital Quality
Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan. Penerapan dalam
Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam (2007). Manajemen
Keperawatan. Edisi 2. Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:
Salemba Medika.
Vestal, K.W. (1995).
Nursing Management: Concepts and Issues. Lippincott. Philadelphia.