DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
A.
Latar Belakang..........................................................................
B.
Tujuan Penulisan......................................................................
1. Tujuan umum................................................................
2.
Tujuan khusus...............................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
A.
Definisi........................................................................................
B.
Epidemiologi..............................................................................
C.
Klasifikasi...................................................................................
D.
Etiologi........................................................................................
E.
Manifestasi klinis.......................................................................
F.
Patofisiologi................................................................................
G.
Pemeriksaan Diagnostik...........................................................
H.
Penatalaksanaan........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..............................................
A.
Pengkajian ................................................................................
B.
Diagnosa.....................................................................................
C.
Intervensi....................................................................................
D.
Implementasi..............................................................................
E.
Evaluasi......................................................................................
BAB IVPENUTUP...............................................................................
A.
Kesimpulan................................................................................
B.
Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Herpes zoster adalah infeksi virus
pada kulit. Herpes simpleks virus merupakan salah satu virus yang menyebabkan
penyakit herpes pada manusia. Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat
menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes simpleks, Varizolla
zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr (EBV), dan human herpes virus
tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki
ukuran dan morfologi yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel.
Hervers simpleks dapat bervariasi
dari satu individu ke individu lain. Infeksi pertama berlangsung lebih lama dan
lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala lain seperti demam,
lemas, nyeri di sekitar mulut, tidak mau makan dan dapat ditemukan pembengkakan
kelenjar getah bening. Gejala utamanya berupa vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang lembab dan merah, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi keruh,
terkadang gatal dan dapat menjadi krusta.
Krusta ini kemudian akan lepas
dari kulit dan memperlihatkan kulit yang berwarna merah jambu yang akan sembuh
tanpa bekas luka. Vesikel ini dapat timbul di tubuh bagian mana saja, namun
paling sering timbul di daerah sekitar mulut, hidung, daerah genital dan
bokong. Setelah itu, penderita masuk dalam fase laten, karena virus tersebut
sebenarnya masih terdapat di dalam tubuh penderita dalam keadaan tidak aktif di
dalam ganglion (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang
terinfeksi.
B. Tujuan Penulisan
1)
Tujuan umum
a.
Untuk menambah
pengetahuan mengenai Keperawatan Medikal Bedah II tentang Asuhan
Keperawatan pasien Herves.
b.
Agar mahasiswa lebih
memahami seputar Penyakit Herpes.
1)
Tujuan Khusus
a.
Agar lebih memahami tentang Keperawatan
Medikal Bedah II Asuhan Keperawatan Pasien
Herpes
b.
Agar memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan medical bedah II
1.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Definisi
Herpes
zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya). Herpes zoster adalah
sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh
varicella dalam bentuk cacar air).
Herpes
zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella Zoster
yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral,
dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu
ganglion saraf sensoris.
Herpes
simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
Penyakit
infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan
2 dengan kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial genital), terdapat
kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering
terjadi persintensi virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena
patogenitas dan daya tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering
berjalan tanpa gejah atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. (Rassner
Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995)
C.
Epidemiologi
Herpes
zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka penderita antara
laki-laki dan perempuan, angka penderita meningkat dengan peningkatan usia. Di
negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di
Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes
zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela
zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap
hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh
menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah
20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11
bulan.
Sedangkan
epidemiologi virus Herpes simpleks tipe II ditemukan pada PSK 10x lebih tinggi
dari wanita normal. Sedangkan HSV tipe 1 banyak ditemukan pada kelompok dengan
status sosial ekonomi rendah.
D.
Klasifikasi
Herpes zoster
dapat dibedakan menjadi:
a)
Herpes zoster
generalisata
Adalah herpes
unilateral dan segmental digabungkan dengan penyebaran secara generalisata
berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
b)
Herpes zoster
oftalmikus
Adalah herpes
zoster yang didalamnya terjadi infeksi cabang pertama nervus trigeminus yang
menimbulkan kelainan pada mata serta cabang ke 2 dan ke 3 yang menyebabkan
kelainan kulit pada daerah persyarafan.
Berdasarkan
perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi
dua tipe yaitu:
a)
Virus herpes simpleks
tipe 1
Menyebabkan
infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang
dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat
anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
b)
Virus herpes simpleks
tipe 2
Hampir secara
eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan
lewat kontak seksual.
Secara
periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali
menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi
sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan
yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain.
E.
Etiologi
Herpes
zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster virus varicella
zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid
tersusun atas 162 sub unit protein-virion yang lengkap dengan diameternya
150-200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius.
Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic, deterjen,
enzim proteolitik. panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21
hari.
a)
Faktor risiko herpes
zoster
1.
Usia lebih dari 50
tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya
melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
2.
Orang yang mengalami
penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi
pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari kelainan imun.
3.
Orang dengan terapi
radiasi dan kemoterapi.
4.
Orang dengan
transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
b)
Factor pencetus
kambuhnya Herpes zoster
Ø Trauma/cedera
Ø Kelelahan
Ø Demam
Ø Alcohol
Ø Gangguan pencernaan
Ø Obat-obatan
Ø Sinar ultraviolet
Ø Haid
Secara umum, penyebab dari terjadinya
herpes simpleks ini adalah sebagai berikut:
1.
Virus Herpes Manusia
(HVH).
2.
Virus Herpes Simpleks
(HSV)
3.
Virus Varicella Zoster
(VZV)
4.
Virus Epstein Bar
(EBV)
5.
Citamoga lavirus (CMV)
Faktor pencetus replikasi virus
penyebab herpes simpleks:
a)
Herpes oro-labial.
Ø Suhu dingin.
Ø Panasnya matahari.
Ø Penyakit infeksi (febris).
Ø Kelelahan.
Ø Menstruasi.
b)
Herpes genetalis
Ø Faktor pencetus pada herpes oro-labial.
Ø Hubungan seksual.
Ø Makanan yang merangsang.
Ø Alkohol.
c)
Keadaan yang
menimbulkan penurunan daya tahan tubuh:
Ø Penyakit DM berat.
Ø Kanker.
Ø HIV.
Ø Obat-obatan (Imunosupresi, Kortikosteroid).
Ø Radiasi.
F.
Manifestasi Klinik
Herpes zoster
a)
Gejala prodromal
Ø Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang
berlangsung selama 1-4 hari.
Ø Gejala yang mempengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatige,
malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin (penekanan kulit), neri,
(rasa terbakar atau tertusuk) gatal dan kesemutan.
Ø Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus
atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
Ø Gejala yang mempengaruhi mata: Berupa kemerahan, sensitive
terhadap ringan, pembengkakan kelopak mata. mata kering, penglihatan kabur, penurunan
sensasi visual dan lain-lain.
b)
Timbul erupsi kulit
Ø Kadang terjadi limfadenopati regional
Ø Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas
pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi
di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
Ø Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian
terbentuk papul papul dan dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi
vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi
krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.
Ø Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan
kadang-kadang sampai hari ke 7.
Ø Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scur)
Ø Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan
mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
Herpes simpleks
Masa
inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang
kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung
dalam 3 fase, yakni:
1)
Fase Infeksi (lesi)
Primer, ditandai dengan:
Ø Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
Ø Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area
yang terserang.
Ø Kemudian timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah
pecah sehingga menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang
kemerahan (eritematus), dan nyeri.
Ø Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh
(malaise) dan nyeri otot.
Ø Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area
yang terserang Herpes genitalia.
2)
Fase Infeksi (lesi)
Rekuren (kambuh)
Seseorang
yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun kekambuhan
terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa faktor pencetus,
misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol. menstruasi dan perlukaan
setelah hubungan intim.
Ø Pada infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada
umumnya lebih ringan. Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi
bagian tubuh (unilateral), berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang
biasanya dapat hilang dalam 5 hingga 7 hari.
Ø Sebelum munculnya bintik-bintik penggorengan, didahului oleh
rasa panas, gatal-gatal dan nyeri.
3)
Biarkan fase
Fase ini berati
penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat ditemukan dlm keadaan
tidak aktif pada ganglion dorsalis.
G.
Patofisiologi
Herpes zoster
bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini pertama kali
terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke
darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan
asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya
lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa.
Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih
ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi
yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini
dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.
H.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes
zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis
dan herpes simplex:
1)
Tzanck Smear:
mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes zoster dan
herpes simpleks.
2)
Kultur dari cairan
vesikel dan tes antibody: digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus.
3)
Immunofluororescent:
mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4)
Pemeriksaan
histopatologik
5)
Pemeriksaan mikroskop
electron
6)
Kultur virus
7)
Identifikasi anti gen
/ asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8)
Deteksi antibody
terhadap infeksi virus
Pemeriksaan
penunjang untuk infeksi HSV (herpes simpleks virus dapat dilakukan secara
virologi maupun serologi, masing-masing contoh pemeriksaan tersebut adalah
sebagai berikut:
a)
Virologi
9)
Mikroskop cahaya.
Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan pada permukaan mukosa, atau
dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi (Lipschutz inclusion
bodies).
2.
Pemeriksaan antigen
langsung (imunofluoresensi). Sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang
dibekukan.
3.
PCR. Test reaksi
rantai polimer untuk DNA HSV lebih sensitif dibandingkan kultur viral
tradisional (sensitivitasnya >95 %, dibandingkan dengan kultur yang hanya 75
%).
4.
Kultur Virus. Kultur
virus dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah cara yang paling baik
karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan cara-cara lain.
b)
Serologi
Pemeriksaan serologi ini direkomendasikan
kepada orang yang mempunyai gejala herpes genital rekuren tetapi dari hasil
kultur virus negatif, sebagai konfirmasi pada orang-orang yang terinfeksi
dengan gejala- gejala herpes genital, menentukan apakah pasangan seksual dari
orang yang terdiagnosis herpes genital juga terinfeksi dan orang yang mempunyai
banyak pasangan sex dan untuk membedakan dengan jenis infeksi menular seksual
lainnya.
I.
Penatalaksaan Herpes.
Penatalaksanaan Herpes zoster
a)
Pengobatan
1)
Pengobatan topical
Ø Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah - Bila vesikel pecah dan basah,
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan
larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
Ø Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotik (basitrasin/polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x
sehari.
2)
Pengobatan sistemik
Ø Drug of choice-nya adalah acyclovir yang dapat
mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan
infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat
diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada
hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang
kecil terhadap postherpetic neuralgia.
Ø Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara - A.
Vira-A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata. - Kortikosteroid
dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan
respon immune.
Ø Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk
manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.
b)
Penderita dengan
keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau
ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus
optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati
dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan.
c)
Neuralgia Pasca Herpes
zoster
Ø Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir
pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik (misalnya:
amitriptilin 10-75 mg/hari).
Ø Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan
emosional merupakan bagian terpenting perawatan.
Ø Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan
pada neuralgi berat yang tidak teratasi.
Pada
prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 2 macam,
yaitu:
1)
Terapi Spesifik
a)
Infeksi primer
Ø Topikal: Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau
Acyclovir krim 5% (tiap 3 jam selama 4 hari).
Ø Sistemik: Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari
yang diberikan begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau
Acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500 mg
dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
b)
Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk
mengurangi angka kekambuhan dari herpes genitalis, dimana tingkat kekambuhan
berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga lebih dari 6
kali/tahun.
2)
Terapi Non-Spesifik;
Pengobatan
non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa nyeri dan
rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian
analgetik, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa
jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi, mencegah infeksi
sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu pemberian antibiotic
atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
Tujuan dari
terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses penyembuhan, meringankan
gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Identitas: meliputi
nama, jenis kelamin, umur, tanggal MRS, alamat, diagnosa medis.
2.
Keluhan utama
Pada pasien herpes
zoster mengeluh demam, pusing, malaise, nyeri otot, gatal-gatal, pegal dan
timbul aritema dan kemudian menjadi vesikel.
3.
Riwayat penyakit saat
ini
Adanya keluhan utama
demam pusing, malaise, nyeri otot, gatal-gata, nyeri kepala setelah itu timbul
eritema pada waktu singkat (1-2 hari) timbul vesikel yang berkelompok).
4.
Riwayat penyakit
sebelumnya
Untuk mengetahui
penyakit yang pernah diderita lain seperti penyakit kulit lain dan riwayat
penyakit yang sama.
5.
Riwayat penyakit
keluarga
Untuk mengetahui
adanha anggota keluarga yang menderita penyakit menurun (HT, DM dan lain-lain)
atau penyakit kulit yang menular
Pemeriksaan Fisik
1.
Kondisi umum
Kesadaran, tekanan
darah, suhu, nadi frekuensi dan kualitas, pernapasan frekuensi, iramanya tipe
pernapasan.
2.
Kepala
Terdapat nyeri kepala
pada pasien herpes zoster.
3.
Muka
Pada sindrom rumsay
hunting syndrome terdapat kelainan pada otot wajah dan kelainan pada kulit
wajah.
4.
Mata
Pada herpes zoster
oftalmik terdapat kelainan pada mata
5.
Telinga
Pada pasien herpes
zoster tidak terjadi gangguan pada telinga.
6.
Hidung
Pada pasien herpes
zoster tidak terjadi gangguan pada hidung.
7.
Mulut dan faring
Tidak terjadi gangguan
pada mulut dan faring.
8.
Leher
Tidak terjadi gangguan
pada leher
9.
Thorak
Pada pasien herpes
zoster daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal.
10. Paru
Pada pasien herpes
zoster tidak terjadi gangguan pada paru.
11. Hati
Pada pasien herpes
zoster tidak terjadi gangguan pada jantung.
12. Perut
Pada pasien herpes
zoster tidak terjadi gangguan pada abdomen.
13. Inguinal, genital dan anus
Pada pasien herpes
zoster terjadi pembesaran, kelenjar getah bening.
14. Integument
Terdapat eritema,
gatal-gatal, vesikel yang bergerombol dengan dasar kulit yang eritematosa dan
odema, vesikel berisi cairan jernih kemudian dapat menjadi pustul dan krustu.
15. Ektrimitas dan neurologis
Herpes zoster oftalmik
adalah gangguan saraf trigeminus. Pada sindrom perburuan ramsay ada gangguan
saraf fasis dan otikus.
B.
Diagnosa Keperawatan
1)
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan lesi dan gatal.
2)
Gangguan rasa nyaman
(nyeri berhubungan dengan erupsi dermal).
3)
Gangguan pola
istirahat (tidur) berhubungan dengan nyeri pada daerah lesi.
4)
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
C.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1:
kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan lesi.
Tujuan :
integritas
kulit mulai kembali normal dalam waktu ......jam ...
Kriteria hasil
:
·
Mulai terjadi
granulasi pada daerah lesi
·
Tidak ada tanga-tanda
infeksi
·
Lesi mulai mengering
Intervensi |
rasional |
Jelaskan tindakan
yang akan dilakukan |
Pasien
mengerti tindakan yang dilakukan dan dapat kooperatif. |
Kaji/catatan
pengukuran, warna, luka, perhatikan jaringan yang nekrotik dan kondisi
sekitar luka. |
Mengetahui
ukuran dan warna luka serta adanya jaringan yang nekrotik (mengetahui keadaan
luka dan keadaan sekitar luka). |
Lakukan perawatan
luka yang tepat dan tindakan Mempermudah terjadinya granulasi dan kontrol
infeksi. |
Mempermudah
terjadinya granulasi dan meminimalkan resiko infeksi. |
Pertahankan
penutupan luka sesuai indikasi |
Mengoptimalkan proses
pengobatan. |
Kaji
tanda-tanda infeksi |
Mengetahui
dari dini terjadinya infeksi. |
Anjurkan pasien
untuk selalu cuci tangan |
Menjaga kebersihan
dan meminalkan terjadinya penyebaran infeksi. |
Kolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian Mempercepat terapi (asiklovir 5
x 800mg/hari). |
Mempercepat proses penyembuhan. |
Diagnosa II :
Gangguan rasa
nyaman (nyeri) berhubungan dengan erupsidermal.
Tujuan :
Nyeri berkurang
atau dapat terkontrol dalam waktu….jam….
Kriteria hasil
:
·
Pasien tampak tenang
·
skala Nyeri 2-3
Intervensi |
rasional |
Jelaskan pada
pasien rasa nyeri |
Pasien mengerti
penyebab rasa nyeri dan mengurangi rasa cemas |
Kaji skala
nyeri, frekuensi daerah, nyeri. |
Mengetahui
derajat nyeri |
Ajarkan tehnik
relaksasi dan dekstraksi |
Mengurangi
rasa nyeri |
Anjurkan
pasien untuk napas panjang |
Dengan napas
panjang nyeri dapat berkurang dan terkontrol |
Berikan
posisi yang aman |
Pasien merasa
tenang dan nyaman |
Berikan
lingkungan yang nyaman dan tenang |
|
Kolaborasi
dengan tim medis untuk pemberian Analgetik |
Analgetik dapat
menurunkan rasa nyeri |
Diagnosa III :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
pasien bisa tidur dengan nyaman
Kriteria hasil
·
Mencapai tidur yang
nyenyak.
Intervensi |
rasional |
Nasihati
klien untuk menjaga kamar tidur agar memiliki ventilasi dan kelembaban yang
baik. |
Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan
yang nyaman meningkatkan relaksasi. |
Menjaga agar kulit selalu lembab. |
Tindakan
ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan. |
Mandi
hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, memelihara kelembaban kulit oleskan
krim setelah mandi. |
Memlihara
kelembaban kulit. |
Menghindari
minuman yang mengandung kafein menjelang tidur. |
Kafein
memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi. |
Melakukan
gerak badan secara teratur. |
Memberikan
efek menguntungkan bila dilakukan disore hari. |
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. |
Memudahkan
peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur |
Diagnosa IV:
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit
yang tidak bagus.
Tujuan : berkembangnya sikap penerimaan terhadap diri sendiri.
Kriteria hasil:
·
Kembangkan kemauan
yang meningkat untuk menerima situasi seseorang.
·
Ikuti dan
berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
Intervensi |
rasional |
Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata
ucapan merendahkan diri sendiri. |
Gangguan
citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri. |
Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan. |
Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri
dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya. |
Berikan kesempatan pengungkapan perasaan. |
klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. |
Nilai
rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya. |
Memberikan
kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi
dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusakadaptasi klien. |
Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri, spt
merias, merapikan. |
membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. |
Mendorong sosialisasi dengan orang lain. |
Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. |
D.
Implementasi
Pada
tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat
tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritasperawat memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan
pada uppaya untuk mempertahankan jalan napas, mempermudah pertukarangas,
meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya
kondisi, memberikan informasi tentan proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000,
rencana asuhan keperawatan)
E.
Evaluasi
Ø Keluhan nyeri berkurang.
Ø Pasien memperoleh periode istirahat/tidur yang adekuat.
Ø Kondisi integritas kulit dapat dipertahankan.
Ø Ditak ada lesi yang pecah.
Ø Tidak ada tanda yang infeksi.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang
merupakan reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah
menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000). Dapat
disimpulkan Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan
reaktivasi virus variselo-zaster yang menyerang kulit dan mukosa ditandai
dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan
dasar eritematoso. Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan
kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan
kesulitan bernafas atau kejang.
B.
Saran
Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan
makalah selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:
1.
Mahasiswa Dalam
pengumpulan data, penulis mendapatkan berbagai kesulitan. Dengan usaha yang
sungguh-sungguh, sehingga penulis mendapatkan data untuk dapat menyelesaikan
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer, Arief dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran Jilid
2. Edisi 3.
Media Aesculapius Marwali, dkk. (1984). Pedoman Pengobatan
Penyakit Kulit. Bandung : Alumni. Sjaiful dan Wresti I. (2002). Infeksi Virus
Herpes. Jakarta : FKUS Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh
Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
http://medicalposts.blogspot.com/2012/06/patofisiologi-dan-manifestasi-herves.htm
diakses pada 21 oktober 2021 pukul 13.00
http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com/2012/03/herves.html
diakses pada 21 oktober 2021 pukul 13.00