MAKALAH
ETIKA BISNIS
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang
tidak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Etika
Bisnis ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan maupun
materi. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa
penulis terima
dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi kepada
saudara-saudara, bermanfaat untuk pembacanya dan dapat memberikan semangat
untuk membawa sesuatu ke arah yang positif.
Akhir
kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga Allah SWT meridhoi segala usaha dan langkah kita semua. Amin.
Aceh
Besar, Desember 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ....... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. ....... 1
A.
Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... ....... 3
A. Definisi
Etika Bisnis................................................................................ 3
B. Sasaran
Dan Ruang Lingkup Etika Bisnis............................................... 4
C. Indikator
Etika Bisnis.............................................................................. 4
D. Prinsip
Etika Bisnis.................................................................................. 6
E.
Hal
Hal Yang Harus
Diperhatikan Dalam Menciptakaan
Etika Bisnis 8
F.
Penerapan Etika Bisnis............................................................................ 9
BAB III PENUTUP....................................................................................... ..... 13
A. Kesimpulan............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan
berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan
kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan
adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak
merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis
ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu
yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis
akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka
panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum,
banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional
maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum
dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum,
dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya,
disebabkan perkembangan teknologi.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan
hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya
menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di
Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang
sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia.
Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh
para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar,
terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan
pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta
mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang
umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan batasan
dan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana prinsip-prinsip dari etika bisnis?
2. Bagaimana tujuan dari etika bisnis?
3. Bagaimana peran etika bisnis?
4. Faktor-faktor apa saja yang membuat pebisinis melakukan pelanggaran
etika bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Etika Bisnis
Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri
dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis
secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada
kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh
hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal
ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah
abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu
perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah
bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan
yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan
peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi
seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan dan sikap yang profesional.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi
seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai
pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
B.
Sasaran Dan Ruang Lingkup Etika Bisnis
Setelah melihat penting dan relevansinya etika bisnis
ada baiknya kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis
itu. Ada tiga sasaran dan lingkup pokoketika bisnis yaitu:
1.
Etika bisnis sebagai etika
profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah yang terkait dengan
praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata
lain, etika bisnis
yang pertama bertujuan
untuk mengimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan
bisnisnya secara baik dan etis. Karena lingkup bisnis yang pertama ini lebih
sering ditujunjukkan kepada para manajer dan pelaku bisnis dan lebih sering
berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis yang baik dan etis itu.
2.
Etika bisnis bisa menjadi
sangat subversife. Subversife karean ia mengunggah, mendorong
dan membangkitkan kesadaran
masyarakat untuk tidak dibodoh – bodohi, dirugikan dan diperlakukan
secara tidak adil dan tidak etis oleh praktrek bisnis pihak mana pun. Untuk
menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat
luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek
bisnis siapapun juga.
3.
Etika bisnis juga berbicara
mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek
bisnis. Dalam hal ini etika bisnis lebih bersifat makro, yang karena itu
barangkali lebih tepat disebut sebagai etika ekonomi.
Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan
erat satu dengan yang lainnya dan bersama – sama menentukan baik tidaknya, etis
tidaknya praktek bisnis tersebut.
C.
Indikator Etika Bisnis
Kehidupan bisnis modern menurut banyak pengamat
cenderung mementingkan keberhasilan material. Menempatkan material pada urutan
prioritas utama, dapat mendorong para pelaku bisnis dan masyarakat umum melirik
dan menggunakan paradigma dangkal tentang makna dunia bisnis itu sendiri.
Sesungguhnya dunia binis tidak sesadis yang dibayangkan orang dan material
bukanlah harga mati yang harus diupayakan dengan cara apa yang dan
bagaimanapun. Dengan paradigma sempit dapat berkonotasi bahwa bisnis hanya
dipandang sebagai sarana meraih pendapatan dan keuntungan uang semata, dengan
mengabaikan kepentingan lainnya. Organisasi bisnis dan perusahaan dipandang
hanya sekedar mesin dan sarana untuk memaksimalkan keuntungannya dan dengan
demikian bisnis semata-mata
berperan sebagai jalan untuk menumpuk
kekayaan dan bisnis telah menjadi jati diri lebih dari mesin pengganda modal
atau kapitalis.
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang
baru, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima.
Alasannya adalah sebagai berikut:
- Secara moral keuntungan memungkinkan organisasi/perusahaan
untuk bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
- Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang
bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi
aktivitas yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
- Keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan bertahan
melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih
baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan perusahaan
sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru.
Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat
setiap personal menurut bidang tugas yang diembannya. Dengak kata lain mengikat
manajer, pimpinan unit kerja dan
kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/perusahaan sesuai
dengan tugas pokok
dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika
bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit
perusahaan dianggap sudah dianggap melaksanakan etika bisnis bilamana
perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari
berbagai pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk
menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis
antara lain adalah:
- Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila
perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber
daya bisnis dan
sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
- Indikator Etika Bisnis
menurut peraturan khusus
yang berlaku. Berdasarkan indikator ini
seseorang pelaku bisnis
dikatakan beretika dalam
bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan- aturan
khusus yang telah disepakati sebelumnya.
- Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator
hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika
bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah
mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
- Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis
dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk
kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
- Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku
bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan
bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang
ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
- Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah
apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan
integritas pribadinya.
D.
Prinsip Etika Bisnis
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya
harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah
disepakati secara umum dalam
lingkungan tersebut. Sebenarnya
terdapat beberapa prinsip etika
bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa
prinsip etika bisnis
adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Otonomi yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya
baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
terdapat tiga lingkup
kegiatan bisnis yang
bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama
dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam
pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam
penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur
dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip Keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif,
serta dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut
agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip Integritas Moral
; terutama dihayati sebagai
tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.
Selain itu juga ada beberapa nilai – nilai etika bisnis
yang dinilai oleh Adiwarman Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting,
seharusnya jangan dilanggar, yaitu :
Kejujuran: Banyak orang beranggapan bisnis merupakan
kegiatan tipu- menipu demi mendapat keuntungan. Ini jelas keliru. Sesungguhnya
kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan berbisnis. Bahkan, termasuk
unsur penting untuk bertahan di tengah persaingan bisnis.
Keadilan: Perlakukan setiap orang sesuai haknya.
Misalnya, berikan upah kepada karyawan sesuai standar serta jangan pelit
memberi bonus saat perusahaan mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga
keadilan saat menentukan harga, misalnya dengan tidak mengambil untung yang
merugikan konsumen.
Rendah Hati: Jangan
lakukan bisnis dengan
kesombongan. Misalnya, dalam
mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan produk
bersaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen memiliki
kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah poduk/jasa.
Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau
terdengar terlalu sempurna, pada kenyataannya justru sering kali terbukti
buruk.
Simpatik: Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan
simpatik. Bukan hanya di depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan
orang- orang yang mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-
lain.
Kecerdasan: Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk
menjalankan strategi bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku,
sehingga menghasilkan keuntungan yang
memadai. Dengan kecerdasan
pula seorang pebisnis mampu mewaspadai dan menghindari berbagai macam
bentuk kejahatan non-etis yang mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.
E.
Hal Hal Yang
Harus Diperhatikan Dalam Menciptakaan Etika Bisnis
1. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif
yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian
hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
2. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa
diri untuk mengadakan
“kolusi” serta memberikan
“komisi” kepada pihak yang
terkait.
3. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi.
4. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa
Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
5. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa
diri untuk mengadakan
“kolusi” serta memberikan
“komisi” kepada pihak yang
terkait.
F.
Penerapan Etika Bisnis
Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika
normatif yang menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang
memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya didefinisikan sebagai
memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.
"Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis,
yang berarti berguna,
bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering
disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar
(the greatest happiness
theory). Utilitarianisme sebagai
teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan
muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang
berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.
Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah,
dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari
segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini,
tersusunlah teori tujuan perbuatan.
Di Indonesia tampaknya
masalah penerapan etika
perusahaan yang lebih intensif
masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai
tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar
“lips- service” belaka. Karena
memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.
Sesungguhnya
Indonesia harus lebih
awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif
terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah
lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan
yang menyebabkan bencana
nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara
tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya
penyebab utama krisis
ini, dari sisi
korporasi, adalah tidak berfungsinya
praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekuen.
Demikian
pula penyebab terjadinya
kasus Pertamina tahun
(1975), Bank Duta (1990) adalah
serupa praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan
dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing
perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis
yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai
yang terkandung dalam
etika bisnis bersama-sama
corporate- culture atau budaya
perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk
dilakukan dan tidak
dilakukan oleh manajemen
dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis
adalah cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri
dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup
bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan
hukum yang berlaku (legal) tidak
tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh
hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal
ketentuan hukum, karena dalam kegiatan
bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur oleh
ketentuan hukum. Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di
Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard
Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai
berikut :
1. Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior
for an occupation, trade and profession
2. Morality is the
precepts of personal
behavior based on
religious or philosophical
grounds
3. Law refers to formal codes
that permit or forbid certain behaviors
and may or may not enforce ethics or morality.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan
tingkah laku etika kita :
- Utilitarian
Approach : setiap
tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu
dalam bertindak seseorang
seharusnya mengikuti
cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat,
dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan
kelakuan nya memiliki hak dasar
yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut
harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan
yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan
ataupun secara kelompok.
Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab
permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana yakni :
Utility : Does it optimize the
satisfactions of all stakeholders ?
Rights : Does it respect the rights of the
individuals involved ?
Justice : Is it consistent with the canons
oif justice ?
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat
ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing
yang tinggi serta mempunyai kemampuan
menciptakan nilai (value- creation)
yang tinggi, diperlukan
suatu landasan yang
kokoh. Biasanya dimulai dari
perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan
didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang
dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur
Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80
tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya
adalah praktek etika
perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena
lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai
kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya
semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan
selalu menguntungkan perusahaan
baik untuk jangka
menengah maupun jangka panjang
karena :
- Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
- Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
- Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga d. Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari
konsumen dan masyarakat
dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat
menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan
yang menjunjung tinggi
nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki
peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem
remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling
berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap
dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-
hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi
yakni dengan cara :
- Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
- Memperkuat sistem pengawasan
- Menyelenggarakan
pelatihan (training) untuk
karyawan secara terus menerus.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu
perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat.
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang
berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.
Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah,
dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari
segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini,
tersusunlah teori tujuan perbuatan.
Dan pada intinya etika bisnis adalah suatu hal yang
penting dan harus dapat diterapkan didalam menjalankan suatu usaha/bisnis untuk
mengetahui baik dan buruk keputusan yang diambil dan selalu mempertimbangkan
apa yang akan siterapkan dengan tidak memetingkan profit oriented tetapi juga
kebermanfaatan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Dimas. (2015, Oktober 9). Pengertian Etika Bisnis dan
Penerapannya dalam Perusahaan. Diambil dari Dimasaja:
https://dimasaja68.wordpress.com/2015/10/09/pengertian-etika-bisnis-dan-
penerapannya-dalam-perusahaan/
Permatasari, I. (2013, November 18). Penerapan Etika
Bisnis dalam Perusahaan.
Diambil dari Intapermatasarii:
http://intanermatasarii.blogspot.co.id/2013/1/penerapan-etika-bisnis-
dalam-perusahaan.html
Pradadista, F. (2012, Oktober 09). Pengertian Etika
Etika Bisnis dan Penerapan Etika dalam Kehidupan Sehari-hari. Diambil dari
Fajripradadista:
http://fajripradadista.wordpress.com/2012/10/09/pengertian-etika-etika-
bisnis-dan-penerapan-etika-dalam-kehidupan-sehari-hari/
Rahmah, L. Z. (2013, Oktober 2). Etika dalam Bisnis.
Diambil dari Lailasoftskill:
http://lailasoftskill.blogspot.co.id/2013/10/2-etika-dalam-bisnis.html
Salim, M. (2013, Mei). Etika Bisnis dalam Ekonomi
Islam. Diambil dari Serba Makalah:
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/05/etika-bisnis-dalam- ekonomi-islam_2527.html
No comments:
Post a Comment