BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang
memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan
jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan
pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit
ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses manajemen pemeliharaan,
pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang terarah dan
berkesinambungan.
Produksi bibit ternak tersebut diarahkan agar mampu
menghasilkan bibit ternak yang memenuhi persyaratan mutu untuk didistribusikan
dan dikembangkan lebih lanjut oleh instansi pemerintah, masyarakat maupun badan
usaha lainnya yang memerlukan dalam upaya pengembangan peternakan secara
berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
Populasi sapi potong tiga tahun terakhir di Sulawesi
Tenggara pada tahun 2009 sebanyak 253.171 ekor, 2010 268.138 ekor,
dan 2011 sebanyak 213.736 ekor. Berdasarkan data tersebut terlihat
adanya fluktuasi populasi. Tahun 2009 sampai 2010 mengalami
peningkatan, tetapi pada tahun 2010 sampai 2011 mengalami
penurunan. Sehingga rata-rata pertumbuhan sapi potong tiap tahunnya
menurun sebesar 7,18%. Hal ini disebabkan karena manajemen
pemeliharaan yang kurang baik, sistem penggemukan yang kurang berkembang,
kualitas pakan yang masih rendah dan tingginya angka pemotongan betina
produktif, sehingga mengakibatkan perkembangan populasi sapi potong menjadi
terhambat (BPS Sultra, 2012).
Sulawesi Tenggara memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan
pembangunan peternakan terutama sapi potong. Hal ini didukung dengan sumber
daya alam dengan areal lahan yang masih relatif luas (38.140 km2) untuk padang pengembalaan,
serta limbah pertanian dan perkebunan yang belum dimanfaatkan secara optimal (BPS Sultra, 2012).
B. Tujuan dari makalah ini adalah:
Sebagai Pedoman teknis dalam pelaksanaan kegiatan
pembibitan sapi potong agar diperoleh bibit sapi potong yang memenuhi
persyaratan teknis minimal dan persyaratan kesehatan hewan.
1. Sarana dan
prasarana;
2.
Pemeliharaan
3. Proses
produksi bibit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pemuliaan adalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki
atau meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak
yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi
produksi yang diharapkan.
Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan peternak
untuk menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah
ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan
dengan tujuan standar produksi /kinerja yang ditentukan.
B. Bangunan dan Peralatan
1. Untuk
pembibitan sapi potong sistem semi intensif diperlukan bangunan dan
peralatan sebagai berikut:
a) Bangunan
·
Kandang yang
dapat menampung dan melindungi ternak pada malam hari atau selesai
digembalakan. Pemagaran kandang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah
dan daya tampung.
·
Halaman
sekitar kandang (Cattle Yard) yaitu bagian dari kandang yang dapat
digunakan untuk tempat sapi berjalanjalan, tempat mengawinkan, penanganan sapi
dalam hal vaksinasi, bongkar muat, dan sebagainya.
b) Peralatan
·
Tempat pakan
dan tempat minum yaitu; berupa bak dari beton berukuran tinggi 60cm, lebar 60
cm dan panjang sesuai panjang kandang, atau dapt pula menggunakan drum plastik.
·
Peralatan
kebersihan kandang, seperti; sekop, sapu lidi, sikat lantai, ember untuk
membersihkan kandang dan keperluan lainnya.
·
Peralatan
penanganan ternak seperti tambang pengikat ternak yaitu agar ternak mudah
dikendalikan.
2. Untuk
pembibitan sapi potong sistem pemeliharaan intensif diperlukan bangunan,
peralatan, persyaratan teknis dan tataletak kandang yang memenuhi persyaratan
yaitu sebagai berikut:
a) Bangunan:
·
kandang
pemeliharaan;
·
kandang
isolasi;
·
gudang pakan
dan peralatan;
·
unit
penampungan dan pengolahan limbah.
b) Peralatan:
·
tempat pakan
dan tempat minum;
·
alat pemotong
dan pengangkut rumput;
·
alat pembersih
kandang dan pembuatan kompos;
·
peralatan
kesehatan hewan.
c) Persyaratan
teknis kandang:
·
konstruksi
harus kuat;
·
terbuat dari
bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh;
·
sirkulasi
udara dan sinar matahari cukup;
·
drainase dan
saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan;
·
lantai rata,
tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak;
·
luas kandang
memenuhi persyaratan daya tampung; setiap ekor sapi memerlukan ruang 2 m x 1,5
m
·
kandang
isolasi (kandang untuk memisahkan ternak yang sakit) dibuat terpisah.
d) Letak
kandang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
·
alat angkutan
dapat masuk ke sekitar kandang;
·
lingkungan
kandang kering dan tidak tergenang saat hujan;
·
dekat sumber
air;
·
cukup sinar
matahari, kandang tunggal menghadap timur, kandang ganda membujur
utara-selatan;
·
tidak
mengganggu lingkungan hidup;
·
memenuhi
persyaratan kebersihan dan kesehatan lingkungan
C. Bbit
1. Klasifikasi
bibit
Bibit sapi
potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a) bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh
dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas
nilai rata-rata;
b) bibit induk (breeding stock), diperoleh dari
proses pengembangan bibit dasar;
c) bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari
proses pengembangan bibit induk.
2. Standar
mutu bibit
Untuk menjamin
mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit ternak
yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong
sebagai berikut:
a) Persyaratan
umum bibit:
·
Sapi bibit
harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan),
punggung atau cacat tubuh lainnya;
·
Semua sapi
bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta
tidak menunjukkan gejala kemandulan;
·
Sapi bibit
jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat
kelaminnya.
b) Persyaratan
khusus:
Persyaratan
khusus yang harus dipenuhi untuk masingmasing rumpun sapi yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1.
Persyaratan Bibit Sapi Bali
Ciri-ciri
Tubuh |
Ukuran
Tubuh |
·
Warna
bulu putih merah pada betina, sedangkan pada jantan warnanya hitam ·
Lutut
ke bawah putih ·
Pantat
putuh berbentuk setengah bulat ·
Ujung
ekor hitam dan ada garis belut warna hitam pada punggung ·
Tanduk
tumbuh baik dan berwarna hitam ·
Bentuk
kepala lebar ·
Leher
kompak dah kuat |
Betina
umur 18-24 bulan Tinggi
gumba: Kelas
I minimal 138 cm; Kelas
II minimal 105 cm; Kelas
III minimal 107 cm. Panjang
badan: Kelas
I minimal 147 cm; Kelas
II minimal 109 cm; Kelas
III minimal 113 cm. |
Tabel 2.
Persyaratan Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO)
Ciri-ciri
Tubuh |
Ukuran
Tubuh |
·
Warna
bulu putih keabu-abuan ·
Kipas
ekor (bulu cambuk ekor) dan bulu sekitar mata berwarna hitam; ·
Badan
besar, gelambir longgar bergantung; ·
Punuk
besar; ·
Leher
pendek; ·
Tanduk
pendek. |
Betina
umur 18-24 bulan Tinggi
gumba: Kelas
I minimal 116 cm; Kelas
II minimal 113 cm; Kelas
III minimal 111 cm. Panjang
badan: Kelas
I minimal 124 cm; Kelas
II minimal 117 cm; Kelas
III minimal 115 cm. |
D. Pakan
1. Setiap usaha pembibitan sapi potong harus menyediakan
pakan yang cukup bagi ternaknya, baik jumlah maupun kualitasnya.
2. Pakan dapat berasal dari pakan hijauan, maupun pakan
konsentrat.
3. Pakan hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa
(kacangkacangan), sisa hasil (limbah) pertanian dan dedaunan.
4. Pakan konsentrat yaitu pakan tambahan yang berasal dari
campuran bahan seperti dedak padi, tepung jagung, tepung gaplek, bungkil
kelapa, bungkil kedele, ampas tahu, onggok dan lain-lain. Pakan konsentrat
mengandung kadar serat rendah dan kadar energy yang cukup tinggi tinggi
5. Setiap ekor sapi memerlukan pakan hijauan segar sekitar
10 % dari berat tubuhnya. Sebagai contoh sapi seberat 350 kg memerlukan hijauan
segar seberat 35 kg dan konsentrat sekitar 1 – 2 % dari bobot tubuhnya atau
sekitar 3,5 – 7 kg. (Hardianto dan Sunandar, 2009, Mathius dan Togatorop, 1993)
6. Kadar protein pakan yang diperlukan sekitar 13 – 15 %
7. Perbaikan kualitas hijauan pakan dapat juga dilakukan
dengan menambahkan daun kacang-kacangan seperti daun cebreng/gamal (glirisidia),
daun kaliandra, daun dan buah lamtoro, daun turi, jerami kacang tanah, sisa
panen kacang panjang dengan perbandingan sesuai keadaan ternak sapi.
8. Pakan sapi potong untuk pembibitan perlu memiliki
keiseimbangan kandungan antara serat, Protein, energi dan mineral.
9. Air minum harus selalu tersedia di kandang (ad-libitum).
Gambar Hijauan Pakan Ternak Sapi Potong yang berkualitas
tinggi
(kacang-kacangan/Leguminosa)
Daun Kacang-kacangan merambat
Tabel 3.
Campuran Bahan Pakan Kosentrat untuk Sapi Potong
No |
Bahan |
Komposisi
Bahan % |
Protein
Kasar % |
Total
Protein % |
1 |
Dedak
Padi |
60 |
10 |
6,0 |
2 |
Bungkil
kelapa |
5 |
22 |
1,1 |
3 |
Bungkil
Inti Sawit |
20 |
24 |
4,8 |
4 |
Dedak
jagung |
12 |
9 |
1,1 |
5 |
Mineral |
2 |
- |
- |
6 |
Garam
dapur |
1 |
- |
- |
Jumlah |
13 |
Sumber :
Petunjuk Teknis Penelitian Dan Pengkajian Nasional Peternakan dan Perkebunan.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Departemen
Pertanian .2003
http:// bp2tp.litbang.deptan.go.id/fi le/juknis_nak_bun.pdf
Tabel 4.
Perbandingan Campuran Rumput/Jerami dengan Daun Kacang-kacangan (Leguminosa).
Ststus
fi siologis |
Rumput/jerami
% |
Daun
Kacang-kacangan % |
Jantan
dewasa |
75 |
25 |
Induk
bunting |
60 |
40 |
Induk
menyusui |
60 |
40 |
A. Obat Hewan
1. Obat untuk ternak sapi potong yang dapat disediakan oleh
peternak yaitu obat cacing, obat luka seperti yodium tincture, desinfektans
seperti alkohol, lisol dan obat alami.
2. Obat ternak sapi potong yang dipergunakan seperti bahan
kimia dan bahan biologik harus memiliki nomor pendaftaran. Untuk sediaan obat
alami seperti ramuan jamu hewan tidak dipersyaratkan memiliki nomor
pendaftaran.
3. Penggunaan obat keras harus di bawah pengawasan dokter
hewan (penyuluh) sesuai ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku di
bidang obat hewan.
B. Tenaga Kerja
1. Jumlah
tenaga kerja sesuai kebutuhan
·
pada
pembibitan sapi potong dengan sistim intensif (dikurung), setiap satu
orang/hari kerja, untuk 5 ekor sapi dewasa
·
pada
pembibitan sapi potong dengan sistem gembala, setiap satu orang/hari kerja,
untuk 10-20 ekor sapi dewasa
2. Perlu
dilatih agar mempunyai pemahaman teknis dan keterampilan dalam pembibitan sapi
potong.
C. Pemeliharaan
Dalam
pembibitan sapi potong, pemeliharaan ternak dapat dilakukan dengan sistim
pastura (penggembalaan), sistim semi intensif, dan sistim intensif.
·
Sistem pastura
yaitu pembibitan sapi potong yang sumber pakan utamanya berasal dari padang
penggembalaan yang dikelola dengan baik. Pastura dapat merupakan milik
perorangan, badan usaha atau kelompok peternak.
·
Sistem semi
intensif yaitu pembibitan sapi potong yang menggabungkan antara sistem pastura
dan sistem intensif. Pada sistem ini dapat dilakukan pembibitan sapi potong
dengan cara digembalakan untuk memenuhi kebutuhan pakannya dan pada malam hari
dikandangkan.
·
Sistem
intensif yaitu pembibitan sapi potong dengan pemeliharaan di kandang. Pada
sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh di kandang.
D. Tujuan Produksi Pembibitan
Berdasarkan
tujuan produksinya, pembibitan sapi potong dikelompokkan ke dalam pembibitan
sapi potong bangsa/rumpun murni dan pembibitan sapi potong persilangan.
·
Pembibitan
sapi potong bangsa/rumpun murni, yaitu perkembangbiakan ternaknya dilakukan
dengan cara mengawinkan sapi yang sama bangsa/rumpunnya.
·
Pembibitan
sapi potong persilangan, yaitu perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara
perkawinan antar ternak dari satu spesies tetapi berlainan rumpun.
E. Perkawinan
Perkawinan
dapat dilakukan jika terdapat tanda-tanda induk sapi betina birahi.
Tanda-tanda birahi yang umum adalah :
1. Alat kelamin induk sapi betina agak bengkak
2. Alat kelamin induk sapi betina berwarna agak kemerahan
3. Alat kelamin induk sapi betina suhunya agak hangat
4. Alat kelamin induk sapi betina mengeluarkan lender bening
5. Nafsu makannya menurun
6. Gelisah, kadang-kadang menggesek-gesekan bagian belakan
tubuhnya, kadang -kadang melenguh (bersuara, berteriak) dan
menghentak-hentakkan kakinya
7. Menaiki ternak lainnya atau diam bila dinaiki.
8. Apabila terlihat tanda-tanda ini, maka segera mencarikan
sapi pejantan untuk mengawini secara kawin alam, atau menghubungi inseminator.
Dalam upaya
memperoleh bibit yang berkualitas melalui teknik perkawinan dapat
dilakukan dengan cara kawin alam atau Inseminasi Buatan (IB).
1. Pada kawin alam perbandingan jantan : betina diusahakan
1:8-10.
2. Perkawinan dengan Inseminasi Buatan memakai semen beku
SNI 01.4869.1-2005 atau semen, cair dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya
dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular yang dapat ditularkan melalui
semen.
3. Dalam pelaksanaan kawin alam atau Inseminasi Buatan harus
dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari
terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding).
F. Persilangan
Persilangan
yaitu salah satu cara perkawinan, perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan
cara perkawinan antara sapi-sapi dari satu spesies yang berlainan rumpun. Untuk
mencegah penurunan produktivitas akibat persilangan, harus dilakukan menurut
ketentuan sebagai berikut:
1. Sapi induk rumpun kecil (sapi lokal, PO, Madura dan Bali)
yang akan disilangkan harus berukuran di atas standar atau setelah beranak
pertama;
2. Komposisi darah sapi persilangan sebaiknya dijaga
komposisi darah sapi temperatenya tidak lebih dari 50%;
3. Prinsip-prinsip seleksi dan culling sama dengan pada
rumpun murni.
G. Pencatatan (Recording)
Recording
yaitu data atau catatan perkawinan yang dilakukan ternak sapi yang bertujuan
untuk menghindari perkawinan sedarah ( In Breeding ) sehingga
kualitas keturunan sapi tersebut menjadi turun, dan banyak terjadi kasus
kematian sapi, kelahiran sapi dalam kondisi cacat. Pencatatan (recording)
tersebut meliputi:
1. Rumpun;
2. Silsilah;
3. Perkawinan (tanggal, pejantan, IB/kawin alam);
4. Kelahiran (tanggal, bobot lahir)
5. Penyapihan (tanggal, bobot badan);
6. Beranak kembali (tanggal, kelahiran);
7. Pakan (jenis, konsumsi);
8. Vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment);
9. Mutasi (pemasukan dan pengeluaran ternak);
H. Seleksi Bibit
Seleksi bibit
sapi potong dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi
potong tersebut, dengan mempergunakan kriteria seleksi sebagai berikut:
1. Calon
Induk
a. calon induk harus subur dan dapat menghasilkan anak
secara teratur;
b. anak jantan maupun betina tidak cacat dan mempunyai rasio
bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di atas ratarata. c.
penampilan fenotipe (fi sik) sesuai dengan rumpunnya.
2. Calon
Pejantan
a. bobot sapih di atas rata- rata;
b. bobot badan umur 205 dan 365 hari di atas rata-rata;
c. pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas
rata-rata;
d. libido dan kualitas spermanya baik;
e. penampilan fi sik tubuh (fenotipe) sesuai dengan
rumpunnya.
I. Afkir (Culling)
Pengeluaran
ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit (afkir/culling), dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk bibit rumpun murni, 50% sapi bibit jantan peringkat
terendah (pertumbuhan lambat, testis tidak normal dan tidak simetris dan cacat
lainnya) saat seleksi pertama (umur sapih) dikeluarkan atau dijadikan bakalan
untuk digemukkan dan dijual.
2. Sapi betina yang tidak memenuhi persyaratan sebagai
bibit, dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling).
3. Sapi induk yang tidak produktip segera dikeluarkan.
J. Ternak Pengganti
Pengadaan
ternak pengganti (replacement stock), dilakukan sebagai berikut:
1. Calon bibit betina dipilih 25% terbaik digunakan untuk
induk pengganti (replacement), 10% untuk pengembangan populasi kawasan, 60%
dijual ke luar kawasan sebagai bibit dan 5% dijual sebagai ternak afkir (culling);
2. Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih
dan bersama calon bibit betina 25% terbaik untuk dimasukkan pada uji performan.
K. Kesehatan Hewan
Untuk
memperoleh hasil yang baik, pembibitan sapi perah harus memperhatikan
persyaratan kesehatan hewan yang meliputi:
1. Situasi penyakit
Pembibitan sapi potong harus terletak di daerah yang
tidak terdapat gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot
and Mouth Disease), ingus jahat (Malignant Catarhal Fever), Bovine
Ephemeral Fever, lidah biru (Blue Tongue), radang limpa (Ánthrax),
dan keluron/keguguran menular (Brucellosis).
2. Pencegahan/Vaksinasi
a. Pembibitan sapi potong harus melakukan vaksinasi dan
pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang;
b. Mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin
yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak;
c. Melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan
dalam rangka pengamanan kesehatan.
Setiap
pembibitan sapi potong harus memperhatikan hal-hal tindak biosecurity sebagai
berikut:
1) Lokasi usaha harus terhindar dari binatang liar serta
bebas dari hewan piaraan lainnya yang dapat menularkan penyakit;
2) Lakukan pengendalian serangga seperti lalat dan serangga,
lainnya;
3) Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu
kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang
sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat;
4) Menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk
kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit;
5) Menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan
kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan;
6) Memisahkan (mengisolasi) ternak yang sakit ke kandang
khusus
7) Mengkonsultasikan tindakan pecegahan atau pengobatan
kepada petugas yang berwenang
8) Membakar atau mengubur bangkai ternak yang mati karena
penyakit menular, dan mendesinfeksi kandang bekas ternak sakit.
L. Jenis Bangsa Sapi
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang
memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu
tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam
spesies yang sama, karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi
berikutnya. Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang
kadang-kadang bias membawa risiko yang kurang menguntungkan.
Bangsa-bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di
Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), sapi Bali,
dan sapi Madura disamping bangsa peranakan hasil persilangan lainnya seperti
Limosin ongole (Limpo) dan Simental Ongole (Simpo). Bangsa sapi tersebut telah
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cengkaman wilayah Indonesia.
Beberapa jenis sapi yang bagus untuk tuujuan usaha sapi
potong, kususnya di Indonesia yaitu: sapi PO, sapi Bali, sapi Madura, sapi PFH,
sapi Limousin dan sapi Simental. jika kita memilih jenis dan bangsa sapi harus
juga melihat modal dan ketersediaan pakan. jika ketersedian pakan di lingkungan
sekitar dekat dengan home industri (tahu dan tempe), penggilingan padi, tanaman
palawija dan pasar maka sapi yang digunakan adalah sapi jenis limousin
dan simmental, sapi PO sangat bagus dilingkungan yang ketersedian pakan yang
rendah (hanya bisa memanfaatkan limbah pertanian). Sedangkan apabila lingkungan
sekitar jauh dengan ketersediaan pakan serta pergantian iklim yang ekstrim
maka yang cocok untuk dikembangkan yaitu sapi Bali, karena sapi ini
tahan tahan terhadap cengkaman panas yang tinggi disamping itu juga memiliki
tingkat kesuburan yang baik, kemampuan libido pejantannya lebih unggul dan
persentase karkas tinggi yaitu (56%), dengan tatalaksana pemeliharaan yang
baik, sapi Bali dapat tumbuh-kembang dengan laju kenaikan bobot hidup harian
yaitu 750g.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym,Pedoman
Pembinitan Sapi Potong Yang Baik. Direktorat Jenderal Peternakan
Hardianto, R,
2008. Pakan Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian jawa Barat.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Badan
Litbang Pertanian
Hardianto dan Nandang
Sunandar, 2009. Petunjuk Teknis Budidaya Sapi Potong. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian jawa Barat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Pertanian. Badan Litbang Pertanian
Ismeth Inounu,
dkk. 2008. Implementasi Peningkatan Populasi sapi betina Produktif : Dalam
Negeri dan Impor dalam Upaya Peningkatan populasi sapi Betina Produktif Di
Indonesia. Puslitbang Peternakan.
I.W. Mathius
dan M.H. Togatorop. 1993. Bahan Pakan Dan Penyususnan Ransum Ternak sapi
Potong. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Mariyono dan
Endang Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi
Pakan Murah Untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong.
Puslitbang Peternakan, badan Litbang Pertanian. Departemen
Pertanian