Saturday, 9 May 2020

Laporan Kasus KERATITIS NUMULARIS


Laporan Kasus

KERATITIS NUMULARIS


Tugas ini diajukan sebagai salah satu persyaratan menjalankan
Kepaniteraan klinik senior SMF Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh







Disusun oleh:
Yeni Ulvia, S.Ked
Suci Indah Sari, S.Ked




Pembimbing
dr. Ihsan, Sp. M








BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
2019

LAPORAN PENGESAHAN


Pengesahan Laporan Kasus Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Banda Aceh

Nama              :    Yeni Ulvia (17174063)
                             Suci Indah Sari (18174076)
Judul               :    Keratitis Numularis

            Telah Melaksanakan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUD Meuraxa.






Pembimbing,






dr. Ihsan, Sp. M



KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, akhirnya Kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini tepat pada waktunya dan sebaik-sebaiknya dalam  rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Meuraxa dengan judul “ Keratitis Numularis ”.
Dalam penyusun Laporan Kasus ini, kami mendapat banyak masukan,  bantuan dan juga bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak baik dalam bentuk moril serta materil. Untuk itu dalam kesempatan ini Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr. Ihsan, Sp.M yang  telah memberikan banyak bimbingan kepada Kami selama penulis  melaksanakan KKS di Bagian Penyakit Dalam RSUD Meuraxa
Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Kedokteran khususnya. Akhirul kalam Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, adapun kami menerima kritikan saran berupa lisan maupun tulisan selama membangun.
Banda Aceh,  Juli 2019


Yeni Ulvia & Suci Indah Sari


DAFTAR ISI


LAPORAN PENGESAHAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ v

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1.    Anatomi Kornea............................................................................... 2
2.2     Histologi........................................................................................... 2
2.3     Definisi............................................................................................. 3
2.4     Etiologi............................................................................................. 3
2.5     Epidemiologi.................................................................................... 4
2.6     Patofisiologi..................................................................................... 4
2.7     Diagnosis.......................................................................................... 5
2.8     Klasifikasi......................................................................................... 6
2.9     Penatalaksanaan............................................................................. 14
2.10   Komplikasi..................................................................................... 16
2.11   Prognosis........................................................................................ 17

BAB III PRESENTASI KASUS........................................................................ 18
3.1     Identitas Pasien............................................................................. 18
3.2     Anamnesis...................................................................................... 18
3.3     Pemeriksaan Fisik........................................................................... 19
3.4     Foto Klinis...................................................................................... 20
3.5     Diagnosis Klinis ............................................................................ 21
3.6     Tatalaksana..................................................................................... 21
3.7     Prognosis........................................................................................ 21

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23


DAFTAR TABEL


Tabel 3.1 Status Oftalmologis................................................................................ 20



DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Mata........................................................................................ 2
Gambar 2 Keratitis ulseratif supuratif disebabkan oleh P. Aeruginosa................... 9
Gambar 3. Foto klinis ODS................................................................................... 21






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi imunologi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya. Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik. Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur keratitis di beberapa negara berkembang. 1,2
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.2,3



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.
Gambar 1. Anatomi Mata
2.2 Histologi
Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia). Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang. Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran Descemet merupakan membran basal epitel kornea dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali.

2.3 Definisi

Keratitis adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus atau suatu proses alergi-imunologi. Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membran bowman dan keratitis  profunda atau interstisialis (disebut juga keratitis parenkimatosa) apabila sudah mengenai lapisan stroma.

2.4 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Infeksi kornea pada umumnya didahului trauma, penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol. Keratitits dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1.        Virus
2.        Bakteri
3.        Jamur
4.        Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sun lamps, dan hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur.
5.        Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak
6.        Mata kering disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata
7.        Adanya benda asing di mata
8.        Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari, jamur atau ragi
9.        Efek samping obat tertentu.

2.5 Epidemiologi       
            Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur keratitis di beberapa negara berkembang. Penelitian yang dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa angka kejadian keratitis bakteri di Banglades 82%, India 68,4%, dan yang terendah yaitu di Taiwan 40%. Fusarium sp merupakan penyebab keratitis jamur paling umum di  Florida, Nigeria, Tanzania, dan Singapura. Keratitis jamur dan keratitis bakteri lebih sering terjadi pada musim semi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan aktivitas agrikultur dan/ atau peningkatan proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut.

2.6 Patofisiologi
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati, pathogen lain memerlukan inokulum yang  berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi. Kornea adalah struktur yang  avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang  banyak mengandung vaskularisasi.
Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang  ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang  tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang  berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang  baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang  dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion.
Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hipopion.
Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea. Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma disekitarnya.

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi herpes simpleks yang kambuh. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena kortikosteroid merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks.
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea.
Pasien biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau.
Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.

2.8 Klasifikasi
Berdasarkan tempatnya, keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.

1.            Berdasarkan lapisan yang terkena :
a.            Keratitis pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak bercak halus.
Penyebab: Moluscum kontagiosum, acne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, Infeksi virus, vaksinia, Trakoma dan trauma radiasi, dryeyes, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin.
Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis tanpa terlihat gejala konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
Keratitis Pungtata Superfisial
Memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat disebabkan sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan obat topical (neomisin, tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.
Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan, kortikosteroid dan siklopegik.
Keratitis Pungtata Subepitel
Keratitis yang terkumpul di membran Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
 

b.                  Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral / marginal. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati dengan baik maka akan mengakibatkan tukak kornea.

c.             Keratitis intertisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Seluruh kornea keruh sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat lues kogenital didapatkan neovaskularisasi dalam. Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsuppuratif profunda disertai neovaskularisasi disebut juga Keratitis Parenkimatosa.
Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus. Keluhan akan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi Siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberi gambaran merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Keratitis disebabkan sifilis kogenital atau bisa juga oleh tuberkulosis, trauma.
2.            Berdasarkan penyebabnya :
a.            Keratitis bakteri
Pasien biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea. Penyebabpaling sering adalah Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas dan Enterobakteriacea. Adapun faktor predisposisinya adalah  pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes.
Gambar 2 Keratitis ulseratif supuratif disebabkan oleh P. aeruginosa

b.            Keratitis Jamur
Penyebab : trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh- tumbuhan. Dapat juga akibat efek samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau. Pada mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai cincin endotel dengan plaque bercabang-cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan lipatan Descemet.
c.             Keratitis Virus
Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva. Jenis Keratitis Virus: Keratitis herpetik, Keratitis dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis Epidemi.


  

3.            Berdasarkan bentuk klinisnya
a.            Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis
Merupakan keratitis numularis dengan infiltrate bundar berkelompok dan tepi berbatas tegas sehingga ada gambaran halo. Keratitis berjalan lambat dan sering unilateral.
  

b.            Keratitis filamentosa
Merupakan keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada permukaan kornea. Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian lensa kontak, edema kornea, keratokonjungtivitis limbik superior DM, trauma dasar otak dan pemakaian antihistamin. Ditemukan pada dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat tertentu.
Gambaran : filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel pada filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek filamen dan kekeruhan epitel berwarna abu abu.
Gejala : rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah dan terdapat defek kornea.
Pengobatan : larutan hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat filamen dan memasang lensa kontak lembek.

c.             Keratitis alergi
1)            Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Gejala : Terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan dengan atau tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut. Bilateral, pada limbus tampak benjolan putih kemerahan dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul dan pustula pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Hiperemis konjungtiva, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penlihatan berkurang.
Pengobatan : Pemberian steroid. Flikten menghilang tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat infeksi sekunder maka akan menjadi parut kornea.
2)                  Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah kornea. Berupa tukak kornea akibat flikten yang berjalan membawa jalur pembuluh darah baru sepanjang permukaan kornea.

3)                  Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan Peradangan tarsus dan konjungtiva yang rekuren. Muncul pada musim panas, anak laki laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Gejala : Gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia, penglihatan buram, dan kotoran mata serat-serat. Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak atas dan konjungtiva daerah limbus.
Pengobatan : obat topikal antihistamin dan kompres dingin.
d.            Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa menutup dengan sempurna sehingga menyebabkan kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga rentan terkena infeksi. Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut pada tepi kelopak, eksoftalmus, paralise saraf fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan : mengatasi penyebab, air mata buatan. Untuk cegah infeksi sekunder diberikan salep mata.


e.             Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan persarafan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior kranium, peradangan sehingga kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi kehilangan pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi mudah infeksi dan terbentuk tukak kornea.
Gejalanya : tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.
Pengobatan : air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah. Untuk cegah infeksi sekunder : pengobatan keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.

f.             Keratokonjungtivitis Sika
Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.
Gejala : mata berpasir, gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema konjungtiva bulbi, filamen (benang) di kornea.
Pemeriksaan yang dilakukan :
a)             Tes Schimer yaitu resapan air mata pada kertas Schimer normal 10-25 mm dalam waktu 5 menit. Abnormal < 10 mm.
b)             Tes zat warna Rose Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel kornea. Terdapat titik merah di konjungtiva bila mata kering.
Pengobatan tergantung penyebabnya. Pemberian air mata tiruan bila kurang adalah komponen air. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan.

g.            Keratitis Sklerotikan
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai skleritis. Penyebabnya diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
Gejala : kekeruhan kornea terlokalisasi dan berbatas jelas, unilateral, kadang mengenai seluruh limbus, kornea putih menyerupai sklera.
Pengobatan : steroid dan fenil butazon.

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan keratitis  adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada keratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi.Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang  dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Namun selain terapi berdasarkan etiologi, Pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian tetes kortikosteroid bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya  jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi.Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lemcyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis.Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

2.10 Komplikasi
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma adherens dan stafiloma kornea.
1.             Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.
2.             Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa menggunakan kaca pembesar.
3.             Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak yang agak jauh sekalipun.
4.             Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea, terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia anterior).
5.             Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang disertai dengan sinekia anterior.
            Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.

2.11 Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, yaitu  tergantung dari virulensi organisme, luas dan lokasi keratitis, hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen.


BAB III
PRESENTASI KASUS

3.1       Identitas Pasien
Nama                           : Ny. M
Umur                           : 38 tahun
Alamat                                    : Batoh
Jenis Kelamin              : Perempuan
Agama                         : Islam
Suku                            : Aceh
No. CM                       : 008969
Tgl Masuk                   : 09 Juli 2019

3.2       Anamnesis
a. Keluhan Utama                 :
            Kabur pada mata kiri dan kanan
b. Penyakit Sekarang            :
            Pasien datang dengan keluhan nyeri mata kiri dan kanan sejak 2 hari yang lalu.  Nyeri terutama dirasakan saat membuka mata dan melihat cahaya. Sebelumnya pasien mengatakan bahwa ada benda asing yang masuk ke mata dan pasien mengucek mata tersebut. Pasien mengaku mata berair, terasa mengganjal, dan pandangan sedikit kabur. Pasien juga mnegeluhkan kelopak mata bengkak. Pasien menyangkal pernah mengalami riwayat trauma pada mata. Pasien juga tidak memiliki riwayat penggunaan lensa kontak sebelumnya.



            c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal
d. Riwayat Pengobatan
                Pasien belum menggunakan obat-obatan sebelumnya
e.  Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama

3.3       Pemeriksaan Fisik
Status Present                                                   
Keadaan umum           : Baik                  
Kesadaran                   : Kompos Mentis                                
Tekanan Darah            : 123/80 mmHg              
Nadi                            : 80 kali/menit
Respirasi                     : 26 kali/menit             
Suhu                            :36, 1 ° C

Status Oftalmologis











                                    







Tabel 3.1 Status Oftalmologis
No
Pemeriksaan
OD
OS
1
Visus
0,63
0,8
1
Palpebra
Edema  (+)
Edema(+)
2

Apparatus Lakrimalis
Lakrimasi (+)
Lakrimasi (+)
3
Silia
Sekret (+)
Sekret (+)
4
Konjungtiva
Hiperemis minimal,
Inj. Kornea (+)
Hiperemis minimal
Inj. Kornea (+)
5
Bola mata
Normal
 normal
6
Mekanisme muscular
ODS

Kesegala arah
kesegala arah
7
Kornea
Keruh fluorescent(-)
Keruh , fluuresent (-)
8
Bilik mata depan
Normal
Normal
9
Iris
Coklat, kripte (+)
Coklat, kripte (+)
10
Pupil
Bulat, sentral, RC (+)
Bulat, sentral, RC(+)
11
Lensa
Jernih
Jernih

3.4 Foto Klinis







Gambar 1. Foto Klinis OD                           Gambar 2. Foto Klinis OS

Gambar 3. Foto klinis ODS

3.5       Diagnosis Klinis
-          Keratitis Numularis

3.6       Tatalaksana
-       Polidemisin 6 x 1 ODS
-       Vitamin C 3x 1

3.7       Prognosis
Quo ad vitam              : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam    : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam   : dubia ad bonam


BAB IV
PEMBAHASAN
            Seorang pasien usia 38 tahun datang dengan keluhan nyeri mata kiri dan kanan sejak 2 hari yang lalu.  Nyeri terutama dirasakan saat membuka mata dan melihat cahaya. Sebelumnya pasien mengatakan bahwa ada benda asing yang masuk ke mata dan pasien mengucek mata tersebut. Pasien mengaku mata berair, terasa mengganjal, dan pandangan sedikit kabur. Pasien juga mengeluhkan kelopak mata bengkak. Riwayat trauma disangkal
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui etiologi dari keadaan pasien. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India. Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang karena keterbatasan alat.
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar sehingga lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang.
Pasien mendapatkan terapi Polimixin B dan vitamin C. Penatalaksanaan pada keratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Vitamin C diberikan unutk membantu proses reepitelisasi. Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis.Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan.Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar matahari.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 17.Jakarta:Widya Medika,2010,hal 5-6.
2.      Albar, M.Y.2012. Karateristik Penderita Keratitis Infektif di RS H.Adam Malik tahun 2010-2011. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.      Bruce J, Chris C, Anthony B. 2003. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell Science.
4.      Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. hal 113-116.
5.      Ilyas Sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal 147-158.
6.      Paul R.E, John P.W. Cornea. 2004. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology Sixteenth Edition. United States Of America. hal 129-153.
7.      Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.hal 125-49.
8.      Sherwood L. 2007. Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Hal 190-208. United States of America :Thomson Higher Education.
9.      American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course section 8 External Disease and Cornea. 2007-2008. p: 344&405
10.  Hamurwono GD, Nainggolan SH, Soekraningsih. Buku Pedoman Kesehatan Mata dan Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, 1984. 14-17




No comments:

Post a Comment