Laporan Kasus
KERATITIS
NUMULARIS
Tugas ini diajukan sebagai salah satu persyaratan menjalankan
Kepaniteraan klinik senior
SMF Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh
Disusun oleh:
Yeni Ulvia, S.Ked
Suci Indah Sari, S.Ked
Pembimbing
dr. Ihsan, Sp. M
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH MEURAXA
2019
LAPORAN
PENGESAHAN
Pengesahan Laporan Kasus Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Banda Aceh
Nama : Yeni Ulvia (17174063)
Suci Indah Sari (18174076)
Judul : Keratitis Numularis
Telah Melaksanakan
Kegiatan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUD Meuraxa.
Pembimbing,
dr. Ihsan, Sp. M
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, akhirnya Kami dapat
menyelesaikan Laporan Kasus ini tepat pada waktunya dan sebaik-sebaiknya
dalam rangka melengkapi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Meuraxa dengan
judul “ Keratitis Numularis ”.
Dalam penyusun Laporan Kasus ini, kami mendapat banyak
masukan, bantuan dan juga bimbingan
serta pengarahan dari berbagai pihak baik dalam bentuk moril serta materil.
Untuk itu dalam kesempatan ini Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr.
Ihsan, Sp.M yang telah memberikan banyak bimbingan kepada Kami
selama penulis melaksanakan KKS di
Bagian Penyakit Dalam RSUD Meuraxa
Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Kedokteran khususnya. Akhirul kalam Kami
menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, adapun kami menerima kritikan
saran berupa lisan maupun tulisan selama membangun.
Banda Aceh,
Juli 2019
Yeni Ulvia & Suci Indah
Sari
DAFTAR ISI
LAPORAN PENGESAHAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ v
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1. Anatomi Kornea............................................................................... 2
2.2 Histologi........................................................................................... 2
2.3 Definisi............................................................................................. 3
2.4 Etiologi............................................................................................. 3
2.5 Epidemiologi.................................................................................... 4
2.6 Patofisiologi..................................................................................... 4
2.7 Diagnosis.......................................................................................... 5
2.8 Klasifikasi......................................................................................... 6
2.9 Penatalaksanaan............................................................................. 14
2.10 Komplikasi..................................................................................... 16
2.11 Prognosis........................................................................................ 17
BAB III PRESENTASI
KASUS........................................................................ 18
3.1 Identitas Pasien............................................................................. 18
3.2 Anamnesis...................................................................................... 18
3.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................... 19
3.4 Foto Klinis...................................................................................... 20
3.5 Diagnosis Klinis ............................................................................ 21
3.6 Tatalaksana..................................................................................... 21
3.7 Prognosis........................................................................................ 21
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Status Oftalmologis................................................................................ 20
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Anatomi Mata........................................................................................ 2
Gambar 2 Keratitis ulseratif supuratif disebabkan oleh P. Aeruginosa................... 9
Gambar 3. Foto klinis ODS................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keratitis
merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis
yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau
karena alergi imunologi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan
berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk
klinisnya. Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi
menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis
interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis
bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi.
Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika,
keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik. Variasi geografi
yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh faktor ekonomi
dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari
kultur keratitis di beberapa negara berkembang. 1,2
Gejala
umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan merasa
ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis
keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis
pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang
terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit
ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara
permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai
menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat
agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang
terutama pada pasien yang masih muda.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Kornea
Kornea
merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm
horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea
memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total
58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada
difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui
lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari
sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas
ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika
dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550
μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.
Gambar
1. Anatomi Mata
2.2
Histologi
Secara
histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel,
lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Permukaan
anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah
epitel kornea terdapat membran limitans anterior (membran Bowman) yang
berasal dari stroma kornea (substansi propia). Stroma kornea terdiri
atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan
lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang. Permukaan posterior
kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga
merupakan endotel kornea. Membran Descemet merupakan membran basal
epitel kornea dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur
sekali.
2.3 Definisi
Keratitis
adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
virus atau suatu proses alergi-imunologi. Keratitis adalah radang pada kornea
atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea biasanya
diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membran bowman dan
keratitis profunda atau interstisialis
(disebut juga keratitis parenkimatosa) apabila sudah mengenai lapisan stroma.
2.4 Etiologi
Keratitis
dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat,
reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis
menahun. Infeksi kornea pada umumnya didahului trauma, penggunaan lensa kontak,
pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol. Keratitits dapat
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1.
Virus
2.
Bakteri
3.
Jamur
4.
Paparan sinar ultraviolet
seperti sinar matahari atau sun lamps, dan hubungan ke sumber cahaya yang kuat
lainnya seperti pengelasan busur.
5.
Iritasi dari penggunaan
berlebihan lensa kontak
6.
Mata kering disebabkan oleh
kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata
7.
Adanya benda asing di mata
8.
Reaksi terhadap obat tetes
mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari, jamur
atau ragi
9.
Efek samping obat tertentu.
2.5 Epidemiologi
Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri
dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak
50% dari seluruh kasus dari kultur keratitis di beberapa negara berkembang.
Penelitian yang dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa angka
kejadian keratitis bakteri di Banglades 82%, India 68,4%, dan yang terendah
yaitu di Taiwan 40%. Fusarium sp merupakan penyebab keratitis jamur paling umum
di Florida, Nigeria, Tanzania, dan
Singapura. Keratitis jamur dan keratitis bakteri lebih sering terjadi pada
musim semi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan aktivitas agrikultur dan/
atau peningkatan proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut.
2.6 Patofisiologi
Epitel
adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun
sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah
terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan
jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea
sejati, pathogen lain memerlukan inokulum yang
berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami
defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi. Kornea adalah struktur
yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan
pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan
lainnya yang banyak mengandung
vaskularisasi.
Sel-sel
di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu
terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel
plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan
permukaan kornea menjadi tidak licin. Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus.
Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah
yang berwarna kehijauan pada kornea.
Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan
parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan
akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat
sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan
pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang
dapat terbentuk hipopion.
Pada
keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau
masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi
proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi
mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa
bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non
fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi,
epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis.
Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan
nekrosis lamella stroma. Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di
bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan
menyebabkan adanya hipopion.
Toksin
bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat
diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi
substansi kornea. Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu
epitelial dan stromal. Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial,
mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial.
Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang
yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan
merusak jaringan stroma disekitarnya.
2.7 Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan
mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya riwayat
penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi herpes simpleks
yang kambuh. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena
kortikosteroid merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus
terutama keratitis herpes simpleks.
Pasien
dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi
benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau
(fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh
sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat
sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea
bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk
refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata
maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila
lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama
disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris
adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada
kornea.
Pasien
biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak disertai dengan pembentukan
kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Dalam
mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita
temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari
struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau.
Sejumlah
tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan
penyebab dari suatu peradangan kornea seperti pemeriksaan sensasi kornea,
lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi,
derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea,
keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan
ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap
pengobatan.
2.8 Klasifikasi
Berdasarkan
tempatnya,
keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata
superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan
penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis
fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk
klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis
nurmularis dan keratitis neuroparalitik.
1.
Berdasarkan lapisan yang terkena :
a.
Keratitis pungtata
Keratitis
yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak
bercak halus.
Penyebab: Moluscum
kontagiosum, acne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis
neuroparalitik, Infeksi virus, vaksinia, Trakoma dan trauma radiasi, dryeyes,
trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin.
Keratitis
Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis tanpa terlihat gejala
konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
Keratitis Pungtata Superfisial
Memberikan
gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.
Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein.
Dapat disebabkan sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan
obat topical (neomisin, tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet,
trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.
Pasien akan mengeluh
sakit, silau, mata merah dan rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan,
kortikosteroid dan siklopegik.
Keratitis Pungtata Subepitel
Keratitis
yang terkumpul di membran Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat
bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva
ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
b.
Keratitis marginal
Merupakan
infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral / marginal.
Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan
adanya blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati dengan baik maka akan
mengakibatkan tukak kornea.
c.
Keratitis intertisial
Keratitis
yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Seluruh kornea keruh
sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat lues kogenital
didapatkan neovaskularisasi dalam. Keratitis interstisial merupakan keratitis
nonsuppuratif profunda disertai neovaskularisasi disebut juga Keratitis
Parenkimatosa.
Pasien
mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus. Keluhan akan bertahan
seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan
kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi Siliar disertai serbukan
pembuluh ke dalam sehingga memberi gambaran merah kusam yang disebut “Salmon
Patch” dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Keratitis
disebabkan sifilis kogenital atau bisa juga oleh tuberkulosis, trauma.
2.
Berdasarkan penyebabnya
:
a.
Keratitis bakteri
Pasien
biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,
penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea, infiltrasi kornea. Penyebabpaling sering adalah Staphylococcus, Streptococcus,
Pseudomonas dan Enterobakteriacea. Adapun
faktor predisposisinya adalah pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes.
Gambar 2 Keratitis ulseratif supuratif disebabkan oleh P. aeruginosa
b.
Keratitis Jamur
Penyebab : trauma kornea
oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh- tumbuhan. Dapat juga akibat efek
samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan
timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau.
Pada mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma,
disertai cincin endotel dengan plaque bercabang-cabang dengan endotelium
plaque, gambaran satelit pada kornea dan lipatan Descemet.
c.
Keratitis Virus
Keratitis Pungtata Superfisial
dengan gambaran Infiltrat halus bertitik-titik pada dataran depan kornea yang
dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan
trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan kronis
tanpa terlihat kelainan konjungtiva. Jenis Keratitis Virus: Keratitis herpetik,
Keratitis dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi Herpes Zoster,
Keratokonjuntivitis Epidemi.
3.
Berdasarkan bentuk klinisnya
a.
Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis
Merupakan
keratitis numularis dengan infiltrate bundar berkelompok dan tepi berbatas
tegas sehingga ada gambaran halo. Keratitis berjalan lambat dan sering
unilateral.
b.
Keratitis filamentosa
Merupakan
keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada permukaan
kornea. Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit lain seperti
keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian
lensa kontak, edema kornea, keratokonjungtivitis limbik superior DM, trauma
dasar otak dan pemakaian antihistamin. Ditemukan pada dry eyes, DM, Post op
Katarak, keracunan kornea oleh zat tertentu.
Gambaran : filamen
mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel pada filamen
terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek
filamen dan kekeruhan epitel berwarna abu abu.
Gejala : rasa kelilipan,
sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah dan terdapat defek kornea.
Pengobatan : larutan
hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat filamen dan memasang lensa
kontak lembek.
c.
Keratitis alergi
1)
Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan
radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi imun yang mungkin sel
mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Gejala : Terdapat flikten
pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan dengan atau
tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut. Bilateral, pada limbus
tampak benjolan putih kemerahan dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul
dan pustula pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan fotofobia disertai rasa
sakit. Hiperemis konjungtiva, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai
gatal dan tajam penlihatan berkurang.
Pengobatan : Pemberian
steroid. Flikten menghilang tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat
infeksi sekunder maka akan menjadi parut kornea.
2)
Keratitis Fasikularis
Keratitis
dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah
kornea. Berupa tukak kornea akibat flikten yang berjalan membawa jalur pembuluh
darah baru sepanjang permukaan kornea.
3)
Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan
Peradangan tarsus dan konjungtiva yang rekuren. Muncul pada musim panas, anak
laki laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Gejala : Gatal, disertai
riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia, penglihatan buram, dan kotoran mata
serat-serat. Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak atas
dan konjungtiva daerah limbus.
Pengobatan : obat topikal
antihistamin dan kompres dingin.
d.
Keratitis Lagoftalmus
Keratitis
yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa menutup dengan
sempurna sehingga menyebabkan kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga
rentan terkena infeksi. Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut
pada tepi kelopak, eksoftalmus, paralise saraf fasial, atoni orbikularris okuli
dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan : mengatasi
penyebab, air mata buatan. Untuk cegah infeksi sekunder diberikan salep mata.
e.
Keratitis Neuroparalitik
Merupakan
keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan persarafan dapat
terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior kranium, peradangan
sehingga kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi kehilangan
pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi mudah infeksi dan terbentuk
tukak kornea.
Gejalanya : tajam
penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang, injeksi
siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.
Pengobatan : air mata
buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah. Untuk cegah infeksi sekunder
: pengobatan keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.
f.
Keratokonjungtivitis Sika
Merupakan
keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.
Gejala : mata berpasir,
gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema
konjungtiva bulbi, filamen (benang) di kornea.
Pemeriksaan yang
dilakukan :
a)
Tes Schimer yaitu resapan air
mata pada kertas Schimer normal 10-25 mm dalam waktu 5 menit. Abnormal < 10
mm.
b)
Tes zat warna Rose Bengal
konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel kornea. Terdapat titik merah
di konjungtiva bila mata kering.
Pengobatan
tergantung penyebabnya. Pemberian air mata tiruan bila kurang adalah komponen
air. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang. Penutupan
pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan.
g.
Keratitis Sklerotikan
Merupakan
kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai skleritis. Penyebabnya
diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
Gejala : kekeruhan kornea
terlokalisasi dan berbatas jelas, unilateral, kadang mengenai seluruh limbus,
kornea putih menyerupai sklera.
Pengobatan : steroid dan
fenil butazon.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah
mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak
memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel,
mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Debridement epitel
kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk
menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini
juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang
sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga
mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus,
konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada keratitis pada prinsipnya adalah
diberikan sesuai dengan etiologi.Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,
trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah
cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan
tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin,
amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu
epitelisasi dapat diberikan. Namun selain terapi berdasarkan etiologi, Pada keratitis ini sebaiknya juga
diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi
keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian
tetes kortikosteroid bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan
keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid
dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi
dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis
ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk
waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan
berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah
kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga
steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan
gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan
dengan palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian
siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi
dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan
akomodasi.Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan
tropikamida.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma
dapat ditambahkan lemcyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya
stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan
bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih
ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak
perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula
edukasi pada pasien keratitis.Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini
dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar
tidak terlalu sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini
dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena
paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut
memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang
mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.Pada keratitis
dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien
untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan
mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.
2.10 Komplikasi
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan
pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam,
penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa
nebula, makula, leukoma, leukoma adherens dan stafiloma kornea.
1.
Nebula : bentuk parut kornea
berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan
kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.
2.
Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat
tanpa menggunakan kaca pembesar.
3.
Leukoma : kekeruhan seluruh
ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak yang agak jauh
sekalipun.
4.
Leukoma adherens : keadaan
dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea, terdapat penempelan
iris pada bagian belakang kornea (sinekia anterior).
5.
Stafiloma
kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka
pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang disertai
dengan sinekia anterior.
Bila
ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat
membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam
mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan
menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris
dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi
perforasi, tekanan intraokular menurun.
2.11 Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan
tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan
menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, yaitu tergantung dari virulensi organisme, luas dan
lokasi keratitis, hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen.
BAB
III
PRESENTASI
KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama :
Ny. M
Umur : 38 tahun
Alamat : Batoh
Jenis
Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Aceh
No. CM : 008969
Tgl Masuk : 09 Juli 2019
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Kabur pada mata kiri dan kanan
b. Penyakit
Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri mata kiri dan kanan
sejak 2 hari yang lalu. Nyeri terutama
dirasakan saat membuka mata dan melihat cahaya. Sebelumnya pasien mengatakan
bahwa ada benda asing yang masuk ke mata dan pasien mengucek mata tersebut.
Pasien mengaku mata berair, terasa mengganjal, dan pandangan sedikit kabur.
Pasien juga mnegeluhkan kelopak mata bengkak. Pasien menyangkal pernah
mengalami riwayat trauma pada mata. Pasien juga tidak memiliki riwayat
penggunaan lensa kontak sebelumnya.
c.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal
d. Riwayat Pengobatan
Pasien belum menggunakan obat-obatan sebelumnya
e. Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki
keluhan yang sama
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 123/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi
: 26 kali/menit
Suhu :36, 1 ° C
Status Oftalmologis
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 3.1 Status
Oftalmologis
No
|
Pemeriksaan
|
OD
|
OS
|
1
|
Visus
|
0,63
|
0,8
|
1
|
Palpebra
|
Edema (+)
|
Edema(+)
|
2
|
Apparatus Lakrimalis
|
Lakrimasi (+)
|
Lakrimasi (+)
|
3
|
Silia
|
Sekret (+)
|
Sekret (+)
|
4
|
Konjungtiva
|
Hiperemis minimal,
Inj. Kornea (+)
|
Hiperemis minimal
Inj. Kornea (+)
|
5
|
Bola mata
|
Normal
|
normal
|
6
|
Mekanisme muscular
ODS
|
Kesegala arah
|
kesegala arah
|
7
|
Kornea
|
Keruh fluorescent(-)
|
Keruh , fluuresent (-)
|
8
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Normal
|
9
|
Iris
|
Coklat, kripte (+)
|
Coklat, kripte (+)
|
10
|
Pupil
|
Bulat, sentral, RC (+)
|
Bulat, sentral, RC(+)
|
11
|
Lensa
|
Jernih
|
Jernih
|
3.4 Foto
Klinis
Gambar 1.
Foto Klinis OD Gambar
2. Foto Klinis OS
Gambar 3. Foto klinis ODS
3.5 Diagnosis
Klinis
-
Keratitis Numularis
3.6 Tatalaksana
-
Polidemisin 6 x 1 ODS
-
Vitamin C 3x 1
3.7 Prognosis
Quo ad vitam :
dubia ad bonam
Quo ad fungsionam :
dubia ad bonam
Quo ad sanactionam :
dubia ad bonam
BAB
IV
PEMBAHASAN
Seorang
pasien usia 38 tahun datang dengan keluhan nyeri mata kiri dan kanan sejak 2 hari yang
lalu. Nyeri terutama dirasakan saat
membuka mata dan melihat cahaya. Sebelumnya pasien mengatakan bahwa ada benda
asing yang masuk ke mata dan pasien mengucek mata tersebut. Pasien mengaku mata
berair, terasa mengganjal, dan pandangan sedikit kabur. Pasien juga mengeluhkan kelopak mata
bengkak. Riwayat trauma disangkal
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
mengetahui etiologi dari keadaan pasien. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu
pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa
atau KOH + Tinta India. Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic
Acid Schiff atau Methenamine Silver. Pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang karena keterbatasan alat.
Pasien
dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi
benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau
(fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh
sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat
sensitif. Kornea
berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar sehingga lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan
penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia
terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang.
Pasien mendapatkan terapi Polimixin B dan vitamin C. Penatalaksanaan pada keratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai
dengan etiologi. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen, menunjukkan adanya
infeksi campuran dengan bakteri. Vitamin C
diberikan unutk membantu proses reepitelisasi. Selain
terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien
keratitis.Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung
kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan.Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar
tidak terlalu sering terpapar sinar matahari.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Vaughan, Daniel G.,
Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi
17.Jakarta:Widya Medika,2010,hal 5-6.
2.
Albar, M.Y.2012. Karateristik
Penderita Keratitis Infektif di RS H.Adam Malik tahun 2010-2011. Departemen
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.
Bruce J, Chris C, Anthony B.
2003. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell Science.
4.
Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit
mata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. hal 113-116.
5.
Ilyas Sidarta. 2009. Ilmu
penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal 147-158.
6.
Paul R.E, John P.W. Cornea.
2004. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology Sixteenth Edition. United
States Of America. hal 129-153.
7.
Roderick B. Kornea. In: Vaughan
& Asbury. 2009. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.hal 125-49.
8.
Sherwood L. 2007.
Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Hal 190-208. United States of
America :Thomson Higher Education.
9.
American Academy of
Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course section 8 External Disease and
Cornea. 2007-2008. p: 344&405
10.
Hamurwono GD, Nainggolan SH, Soekraningsih. Buku Pedoman Kesehatan Mata dan
Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, 1984.
14-17
No comments:
Post a Comment