DAFTAR ISI
D. Pentingnya Persepsi dalam Komunikasi Kesehatan
E. Bentuk Komunikasi Kesehatan
F. Faktor atau Variabel dalam Komunikasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah aspek yang penting dalam
kehidupan. Tanpa komunikasi, tidak akan ada transfer informasi dan pengetahuan
antarmanusia. Namun, penyampaian komunikasi masih merupakan suatu hambatan bagi
banyak kalangan, terutama kalangan medis. Menurut survey yang dilakukan
oleh American Society of Clinical Oncology pada tahun 1998, 6,5%
tenaga medis masih merasa kurang kompeten dalam penyampaian berita buruk. Hal
paling sulit yang tenaga medis hadapi adalah menginformasikan hal yang jujur
tanpa menghilangkan harapan pasien untuk kembali sembuh.
Teori-teori mengenai komunikasi ini
mungkin tidak akan begitu lama untuk dipahami, tetapi untuk pengaplikasiannya
dibutuhkan waktu bertahun-tahun dan pengalaman yang cukup.
B. Tujuan
Untuk mengetahui macam cara berkomunikasi,
terutama komunikasi kesehatan, sehingga terjadi proses penyampaian yang efektif
dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Komunikasi
Harold Lasswell dalam karyanya, The
Structure and Function of Communication in Society, menyimpulkan bahwa proses komunikasi adalah pihak komunikator
membentuk (endcode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran
kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.
B. Tingkatan
Komunikasi
Secara umum, hubungan komunikasi dibagi
menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
1. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communiction)
atau komunikasi yang terjadi dalam diri sesorang melalui panca indra dan sistem
saraf manusia
2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
atau komunikasi yang dilakukan dalam situasi tatap muka antara dua orang atau
lebih
3. Komunikasi kelompok (group communication) atau
komunikasi antara beberapa orang dalam suatu kelompok seperti dalam rapat atau
pertemuan
4. Komunikasi organisasi (organization communication)
atau pengiriman dan penerimaan pesan organisasi didalam kelompok formal maupun
informal
5. Komunikasi massa (Mass communication) dimana
komunikasi ditujukan kepada sejumlah audiens, heterogen, dan anonim melalui
media massa
C. Model Komunikasi
Dalam perkembangannya, komunikasi
dikonsepkan menjadi beberapa model, diantaranya adalah model komunikasi linear
(linear communication model), model interaksional, dan model transaksional.
Linear communication model dikemukakan
oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The
Mathematical of Communication. Model linear menyatakan bahwa seseorang hanyalah
pengerim atau penerima. Pendekatan model ini terdiri dari beberapa elemen,
diantaranya sumber (source), pesan (massage), dan penerima (receiver).
Komunikasi model linear mendeskripsikan proses komunikasi dua orang dengan satu
arah (one way traffic communication). Oleh karena itu, dalam model komunikasi
ini yang aktif hanyalah komunikatornya, sementara komunikan cenderung pasif.
Model interaksional dikembangkan oleh
Wilbur Schramm pada tahun 1954, yang menggambarkan komuniksi dua arah, dimana
komunikator dan komunikannya aktif dalam memberi dan menerima respon. Elemen
terpenting dari model komunikasi ini adalah umpan balik (feedback) terharadap
suatu pesan, baik dengan verbal maupun nonverbal, dan sengaja maupun tidak
sengaja. Model transaksional menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan
secara terus menerus dalam sebuah episode komunikasi. Komunikasi transaksional
bersifat kooperatif, yang artinya pengirim dan penerima sama-sama
bertanggungjawab terhadap dampak komunikasi yang terjadi.
D. Pentingnya
Persepsi dalam Komunikasi Kesehatan
Komunikasi kesehatan adalah usaha
sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan penduduk yang
besar jumlahnya dengan menggunakan beberapa metode. Tujuan dari komunikasi
kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku kesehatan pada sasaran ke arah
yang lebih kondusif. (Potter & Perry).
Salah satu faktor yang mempengaruhi
komunikasi kesehatan adalah persepsi. Persepsi adalah proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari
lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. (Robert A.
Baron & Paul B. Paulus)
Definisi lain dari persepsi adalah sebagai
pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Harapan dan
pengalaman adalah salah satu faktor terbentuknya persepsi. Maka dari itu,
setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat atau menganalisis
suatu masalah. Persepsi dalam komunikasi kesehatan sangat penting karena
perbedaan persepsi dapat menimbulkan hambatan dalam komunikasi.
Dalam komunikasi kesehatan diperlukan
pandangan yang sama agar dapat memahami dan menjalani konsep-konsep kesehatan
yang akan dilakukan dengan baik. Ada dua perspektif utama yang diambil ketika
mempertimbangkan komunikasi.
Komunikasi kesehatan juga dapat
mencerminkan bagaimana persoalan kesehatan dapat diterima oleh masyarakat.
Diperlukan strategi dan komunikasi untuk menyapaikan informasi dan mempengaruhi
keputusan individu dan masyarakat dalam ikut meningkatkan kesehatan masyarakat
itu sendiri. Perbedaan-perbedaan persepsi dalam komunikasi kesehatan juga
diperbaiki dan dilaksanakan dengan kebersamaan agar tidak terjadi kesalah
pahaman dintara warga rumpun kesehatan.
Jadi, komunikasi kesehatan diperlukan di
bidang kesehatan karena komunikasi dalam kesehatan merupakan kunci pencapaian,
peningkatan taraf atau tingkat kesehatan masyarakat. Dengan adanya komunikasi
kesehatan diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan merubah sikap untuk
kesejahteraannya dalam konteks kesehatan.
E. Bentuk
Komunikasi Kesehatan
Manusia dapat berkomunikasi dengan
berbagai cara seperti bicara, bahasa tubuh, bahasa isyarat, dan lain-lain. Akan
tetapi, bahasa verbal terutama bahasa lisan, merupakan bentuk komunikasi yang
dianggap paling utama. Komunikasi verbal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan yaitu sebuah proses yang spontan
sementara bahasa tulis merupakan proses yang memerlukan pertimbangan lebih.
Maka dari itu, bahasa lisan sering dianggap kurang formal dan kurang memiliki
struktur yang jelas jika dibandingkan dengan bahasa tertulis. Bahasa lisan juga
terjadi secara real time sedangkan menulis memerlukan waktu yang lebih lama dan
bisa ditinjau ulang. Berbicara juga terkait dengan fonem yaitu satuan unit
bunyi sementara menulis berkaitan dengan satuan yang lebih diskrit yaitu huruf. Sampai pada abad ke-20, hanya sebagian kecil
populasi manusia yang bisa membaca dan menulis. Sekarang diperkirakan lebih
dari setengah populasi manusia dapat membaca dan menulis paling sedikit satu
bahasa. Fakta ini menunjukan orang-orang kurang berkenan untuk mengganti bentuk
dari bahasa tertulis. Jadi, ketika bahasa lisan semakin berkembang dan
berevolusi, banyak dari perubahan ini tidak diimplementasikan dalam pada sistem
bahasa tertulis.
Bentuk komunikasi selanjutnya adalah
komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi dalam
interaksi sosial. Pertama, menggantikan komunikasi verbal apabila tidak
memungkinkan atau tidak pantas untuk berbicara. Kedua, mendukung bahasa verbal
dengan cara gestur dan ekspresi wajah. Ketiga, mengkomunikasikan atau
mengekspresikan emosi dan perasaan seperti marah, sedih, senang, dll. Keempat,
untuk mengontrol jalannya komunikasi. Selanjutnya, menegosiasi hubungan dalam
beberapa factor seperti dominasi dan control. Terakhir, memperbaiki penampilan
diri dan self-presentation.
Komunikasi nonverbal dibagai menjadi enam
elemen yaitu kinesics atau body languages, paralinguistik, proxemics, kontak
fisik seperti sentuhan, karakteristik lingkungan, serta karakteristik pribadi
dan penampilan.
Kinesics mencakup postur dan gerakan tubuh
seperti tangan, kaki, kepala dan mata yang berperan dalaam gestur dan ekspresi
wajah. Ekman dan Friesen (1969) mengidentifikasi ada enam tipe gesture yaitu
emblem, ilustratror, regulator, affect display, adaptor, dan head
nods.
Paralinguistik mencakup semua pola suara
yang mengacu kepada suara vokal yang dihasilkan dari kata-kata kita.
Paralinguistic juga mencakup cara suatu kata diucapkan dalam hal intensitas dan
nada suara. Setiap orang memiliki suara yang unik dan aspek paralinguistik ini
sangat tergantung dari pesan yang sedang disampaikan. Knapp dan Hall (1997)
meninjau bbuktu yang menunjukan bahwa penggunaan paralinguistic mempengaruhi
penilaian si pembicara seperti kepribadian, presentasi dari pesan yang
disampaikan dalam hal kompetensi, da bagaimana pesan seharusnya diterima.
Proxemics mengacu kepada ruang pribadi dan
jarak antarorang serta bagaimana cara kita menggunakannya. Hall (1996)
mengidentifikasi empat zona jarak yaitu intim, personal, sosial, dan publik.
Jarak-jarak dari zona ini bervariasi pada setiap budaya. Apabila seseorang
melanggar atau “menginvasi” zona tersebut, masalah bisa saja timbul sepeti
harga diri. Seorang tenaga kerja medis harus berhati-hati dan mempethatikan
kebutuhan yang bersifat pivasi si pasien.
Kontak fisik memiliki cara yang
bermacam-macam dan arti yang berbeda tergantung dari konteks dan hubungan
antarmanusia yang terlibat. Jones dan Yarbrough (1985) mengidentifikasi lima
tipe sentuhan yaitu positive affect seperti menunjukan apresiasi, playful
seperti humor, control seperti menarik perhatian, ritualistic seperti
mengucapkan salam, dan task related seperti mengukur tensi pasien.
Kontak fisik sangat penting dalam dunia
kesehatan, tetapi tenaga kerja kesehatan harus tetap berhati-hati ketikan
melakukan kontak fisik dengan pasien. Dalam situasi tertentu, lebih baik
meminta izin terlebih dahulu sebelum menyentuh pasien. Perhatikan juga respons
dari pasien tersebut.
Environmental characteristic atau
karakteristik lingkungan adalah kondisi lingkungan saat interaksi sosial sedang
berlangsung seperti cuaca dan dekorasi dalam ruangan. Kondisi lingkungan
tertentu cocok dengan interaksi sosial tertentu. Suatu ruanagan harus
dikondisikan dengan baik agar komunikasi berjalan dengan efektif dan tidak
terhambat.
Elemen yang terakhir yaitu karakteristik
pribadi dan penampilan. Menurut smith dan Mackie (2000), penampilan sangat
mempengaruhi penilaian terhadap tingkat intelijensi, keramahan, kebaikan, dan
kepercayaan sosial. sudah jelas bahwa ha lini sangat penting bagi tenaga medis
untuk menggunakan pakaian yang pantas sesuai dengan situasinya.
F. Faktor atau
Variabel dalam Komunikasi
1.
Faktor dalam Komunikasi
Faktor yang berperan dalam komunikasi
merupakan faktor yang harus ada dalam sebuah komunikasi. Faktor-faktor ini juga
sering disebut sebagai unsur-unsur di dalam komunikasi. Terdapat beberapa
pendapat dari para ahli mengenai faktor-faktor yang berperan dalam komunikasi.
Salah satunya Wilbur Scramm (1965), seorang ahli dari Amerika Serikat yang
menyebutkan bahwa komunikasi membutuhkan sedikitnya tiga unsur, yaitu sumber (source),
berita atau pesan (message), dan sasaran (destination). Pendapat
lain berasal dari Harold Lasswell yang dalam paradigmanya dapat disimpulkan
bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu komunikator, pesan, media,
komunikan, dan efek. Ada pula pendapat lain yang menyebutkan bahwa terdapat
minimal enam unsur yang harus dipenuhi demi lancarnya komunikasi, yaitu sumber,
pesan, media, sasaran, umpan balik, dan akibat. Pendapat-pendapat yang ada
dapat menjadi pelengkap satu sama lainnya.
Berikut adalah penjelasan dari
masing-masing faktor yang berperan dalam proses komunikasi:
a.
Sumber atau
pengirim pesan (komunikator)
b.
Pesan
c.
Media
d.
Sasaran atau
penerima (komunikan)
e.
Umpan balik (feedback)
f.
Akibat (Impact)
g.
Akibat atau impact
ini merupakan hasil akhir komunikasi yang bisa berupa perubahan pada diri
komunikan. Perubahan ini bisa berupa perubahan pada pengetahuan, sikap, dan
perilaku.
2.
Variabel dalam Komunikasi
Terdapat beberapa variabel dalam
komunikasi, yaitu empati, kontrol, trust, self disclosure dan confirmation.
Empati adalah suatu proses melihat suatu
hal dari sudut pandang orang lain. Empati bisa dibilang sebagai variabel
terpenting dalam komunikasi karena melalui empati kita bisa mengetahui apa yang
lawan bicara kita rasakan. Dalam hubungannya dengan komunikasi kesehatan,
empati diperlukan agar lawan bicara atau pasien kita merasa dimengerti dan
tidak ragu untuk menjelaskan kondisinya. Empati juga memperkecil kemungkinan
adanya salah pengertian atau miskomunikasi antara kita dan pasien dan
mengefektifkan komunikasi antara kita dan pasien.
Variabel yang kedua adalah kontrol. Ada
dua macam kontrol yaitu kontrol personal dan relasional. Individu yang merasa
bisa mempengaruhi keadaan hidup mereka adalah orang yang memiliki kontrol
personal. Pada kasus kesehatan, pasien merasa tidak memiliki kontrol akan diri
mereka dan merasa sangat membutuhkan kontrol tersebut. Kontrol relasional
berbeda dengan kontrol personal. Kontrol
Variabel yang ketiga adalah trust atau
rasa percaya. Rasa percaya termasuk salahs atu variabel yang paling penting
selain empati. Rasa percaya muncul jika seorang individu merasa bisa bergantung
kepada individu lainnya.
Yang keempat adalah self-disclosure.
Self-disclosure adalah suatu proses dimana seorang individu mengatakan
informasi pribadi, pikiran, dan perasaan kepada orang lain. Jika ada dalam
jumlah yang tepat, self-disclosure memiliki banyak manfaat bagi kita dan
pasien.
Yang terakhir adalah confirmation,yang
artinya sebuah komunikasi dimana kita bisa menghargai orang lain sebagai
seorang manusia. Dengan berkomunikasi dengan cara ini, kita bisa membantu
pasien menghadapi perasaan ditolak dan diasingkan.
3.
Hambatan
dalam Komunikasi
Komunikasi kesehatan berupaya untuk
membuat sasaran dari komunikasi ini berkeinginan untuk meningkatkan derajat
kesehatannya. Berlangsungnya komunikasi kesehatan tidak selalu berjalan semulus
sesuai dengan harapan. Terdapat hambatan-hambatan yang membuat komunikasi
kesehatan ini tidak tercapai tujuannya. Berikut adalah hambatan-hambatan yang
terjadi dalam komunikasi kesehatan:
a.
Pengetahuan
masyarakat yang kurang tentang kesehatan ataupun bahasa kesehatan. Hal ini
terjadi karena banyak masyarakat yang kurang paham akan informasi kesehatan
yang disampaikan dalam bentuk tulisan
b.
Akses internet
yang terbatas. Internet adalah salah satu tempat yang digunakan untuk
mempromosikan segala informasi tentang kesehatan ke seluruh dunia. Namun tidak
semua orang bisa menjangkaunya karena biaya yang dikeluarkan untuk internet
tidak murah dan belum sampainya sinyal internet ke pelosok-pelosok desa.
c.
Aktivitas
penelitian yang kurang, khususnya di negara berkembang. Biasanya penelitian
dilakukan di negara maju saja karena fasilitasnya yang lebih memadai. Hal ini
menyebabkan masalah kesehatan di negara berkembang sering terlupakan.
d.
Informasi
kesehatan yang tidak cukup bagus di internet. Tidak sedikit situs-situs tentang
kesehatan yang tidak jelas kebenarannya di internet. Padahal tidak sedikit
orang yang sering mengakses internet untuk mencari informasi tentang kesehatan
& obat-obatan dan menjaga catatan kesehatan di situs internet. Namun mereka
diresahkan dengan adanya situs-situs yang tidak jelas kebenarannya.
e.
Pekerja kesehatan
yang kemampuan berkomunikasi dengan pasiennya kurang baik. Sumber daya manusia
dari pekerja kesehatan di negara berkembangyang belum cukup juga menjadi
permasalahan. Kemudian terdapat hambatan komunikasi seperti bahasa dan budaya.
f.
Perbedaan
pandangan atau persepsi tentang fakta ilmiah kesehatan dari masyarakat itu sendiri.
Hal ini bisa terjadi karena adanya missunderstanding antara komunikator
dan sasaran komunikasinya.
g.
Perbedaan latar
belakang budaya. Dari setiap budaya yang ada di dunia memiliki kepercayaan,
cara berperilaku, cara berpikir, norma, dan aturan yang berbeda. Hal ini dapat
membuat penyampaian dalam informasi kesehatan bisa terhambat karena berbedaan
yang menghalangi komunikasi. Kemudian setiap budaya memiliki bahasanya
masing-masing. Perbedaan bahasa membuat terjadinya komunikasi lewat bahasa
internasional atau bahkan bahasa isyarat. Hal ini menghambat proses komunikasi
karena terjadi ketidakpahaman arti bahasa atau kata itu sendiri.
h.
Agama juga
memberi pengaruh yang besar dalam persepsi setiap umat beragama tentang apa itu
penyakit dan pengobatannya. Hal ini mempengaruhi kepedulian tentang kesehatan
dan kominukasi kesehatan dalam cara yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai tenaga medis yang profesional,
kita harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik. Kemampuan ini
dapat membantu banyak pihak untuk memahami informasi yang hendak disampaikan,
juga memudahkan kita untuk menjalankan prosedur kesehatan. Oleh sebab itu,
tenaga medis diharapkan mempelajari tahapan dan strategi dalam berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. West, Richard and Turner, Lynn. 2009. Understanding
Interpersonal Communication. Boston: Wadsworth Cengage Learning.
2. Putri, Trikaloka and Fanani, Achmad. 2013. Komunikasi
Kesehatan. Yogyakarta: Merkid Press.
3. Baile WF, Lenzi R, Kudelka AP et al. SPIKES—A Six-Step
Protocol for Delivering Bad News: Application to the Patient with Cancer.
n.a: The Oncologist Alphamed Press; 2000. Available at: http://theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full.pdf
4. Emanuel LL, von Gunten CF, Ferris FD. EPEC Participant’s
Handbook: Communicating Bad News. Princeton: The Robert Wood Johnson
Foundation; 1999. Available at: http://www.ama-assn.org/ethic/epec/download/module_2.pdf
5. Buckman, R. How to Break Bad News: A Guide for Health Care.
Baltimore, MD: The John Hopkins University Press; 1992:65-97.
6.
Lichstein
PR. The Medical Interview. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical
Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition.
Boston: Butterworths; 1990. Chapter 3. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK349/
7.
Berry, D. (2007). Health Communication Theory and Practice.
New York: Open University Press.
8.
O’Brien Ann, Haswell Joanne,Hill Kate, Kwong Qiang,Kwong
Tsong Yun.(2009).Medical Communication Skills and Law Made Easy: The Patient
Centred Approach.Sydney Toronto: Churchill Livingstone.
9.
Perry Anne Griffin , Potter Patricia Ann , Ostendorf Wendy.(2014). Clinical Nursing
Skills and Techniques Ed.8: Clinical Nursing Skills and Techniques. Elsevier
Mosby.
No comments:
Post a Comment