Daftar isi
kata pengantar............................................................................................ i
daftar isi........................................................................................................... ii
bab i pendahuluan...................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................................................. 1
B. Tujuan........................................................................................................... 2
Bab
ii TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
A. Padi............................................................................................................... 3
a) Penyiapan
lahan................................................................................... 5
b) Pemilihan
benih................................................................................... 5
c) Penyemaian.......................................................................................... 5
d) Cara
Tanam.......................................................................................... 5
e) Pemupukan.......................................................................................... 5
f) Pengendalian
hama dan Penyakit........................................................ 6
g) Pemanenan........................................................................................... 6
Bab iii metode praktikum...................................................................... 7
1. Waktu
dan Tempat........................................................................................ 7
2. Alat
dan Bahan............................................................................................. 7
3. Cara
Kerja..................................................................................................... 7
4. Pembahasan................................................................................................... 8
Bab iv penutup............................................................................................... 12
A. Kesimpulan
.................................................................................................. 12
B. Saran............................................................................................................. 12
Daftar pustaka........................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pertanian
merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah
Indonesia karena peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan
ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi bangsa. Peranan
sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang
dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk, memberikan
sumbangan terhadap pendapatan nasional yang tinggi dan memberikan devisa bagi
negara. Sektor ini memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan
penduduk Indonesia khususnya pada tanaman pangan yaitu padi.
Padi
bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis
yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi di
Indonesia. Besarnya kebutuhan masyarakat akan beras membuat tanaman padi
sebagai penghasil beras menjadi komoditas yang terus diusahakan dan
dikembangkan guna mencukupi kebutuhan pangan. Demikian tergantungnya penduduk
Indonesia pada beras. Sedikit saja terjadi gangguan produksi beras maka pasokan
menjadi terganggu dan harga jual meningkat. Indonesia menghadapi tantangan
dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk sebagai negara dengan jumlah penduduk
yang besar. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan menjadi fokus utama
dalam pembangunan pertanian.
Sebagai
sumber makanan pokok penduduk Indonesia bahkan Asia, padi merupakan komoditas
paling penting. Komoditas ini memiliki pengaruh jamak. Tidak hanya secara
teknis menjadi perhatian dari kementerian pertanian, tetapi padi juga menjadi
konsennya banyak pihak lain. Komoditas ini dapat meng-guncangkan kondisi
sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan bila tidak cukup tersedia atau harga
tidak terjangkau. Oleh karenanya, pemerintah sangat berkepentingan menjaga
kecukupan bahan pangan yang satu ini.
Kendala
dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah
kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air. Konversi lahan pertanian
untuk kegiatan non pertanian terutama di Jawa menyebabkan produksi pertanian
semakin sempit. Tantangan lain dalam budidaya padi sawah adalah perubahan cuaca
di Indonesia mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu kondisi yang
dirasakan adalah semakin meningkatnya suhu udara dan tidak seimbangnya jumlah
air di musim kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan air di
musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi berpengaruh
pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya menipisnya
ketersediaan air. Sementara itu, petani tidak cukup mampu beradaptasi terhadap
perubahan cuaca yang ditandai dengan tidak berubahnya pola penggunaan air pada
padi sawah yang makin terbatas jumlahnya.
Sektor
pertanian dalam menghadapi tantangan tersebut dapat dilakukan dengan
meningkatan efisiensi pertanaman melalui melakukan budidaya tanaman padi yang
tepat dan benar. Budidaya tanaman padi mulai dari penyiapan benih, penyemaian,
pemindahan bahan tanam, penanaman, perawatan, hingga pemanenan. Budidaya antara
padi sawah dan padi gogo berbeda. Kedua jenis padi tersebut mengharuskan
kondisi lahan yang berbeda dimana tanaman padi sawah membutuhkan banyak air
pada saat pertumbuhannya. Sebaliknya, tanaman padi gogo tumbuh pada lahan yang
tidak banyak airnya atau lahan kering.
Berdasarkan
uraian di atas, maka diperlukan pengetahuan dalam hal penanamanbudidaya tanaman
padi yang tepat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi padi sehingga
produktivitas yang dihasilkan lebih optimal. Pengetahuan tentang syarat tumbuh
juga dibutuhkan karena tanpa memenuhi syarat-syarat pertumbuhan tersebut,
tanaman padi tidak akan dapat tumbuh dengan baik.
B.
Tujuan
1. Mahasiswa
dapat memahami dan mempelajari teknik budidaya tanaman padi.
2. Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menentukan komponen-komponen budidaya yang baik
bagi tanaman padi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Padi
Tanaman pangan menyebar hampir
secara merata di seluruh wilayah Indonesia meskipun sentra beberapa jenis
tanaman pangan terdapat di daerah tertentu (Marlina, et al., 2012). Padi
(Oryza sativa L.) merupakan tanaman
makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di Indonesia (Jamilah dan Safridar,
2012). Padi merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang sangat memegang
peran penting di dalam kehidupan perekonomian di Indonesia (Suardana, et
al., 2013). Menurut Kaihatu dan Marietje (2011), padi merupakan tulang
punggung pembangunan subsektor tanaman pangan, berperan penting terhadap
pencapaian ketahanan pangan, dan memberikan kontribusi besar terhadap produk
domestik bruto nasional.
Upaya yang dapat digunakan
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi sawah adalah dengan
menciptakan lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan. Teknologi yang
diterapkan tidak hanya berorientasi pada peningkatan hasil, tetapi juga menekankan
efisiensi penggunaan sarana produksi. Komponen paket teknologi produksi padi
yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan efisiensi usaha tani adalah
sistem tanam benih langsung atau tabela. Penerapan tabela dilahan sawah dapat
meningkatkan produksi karena penanaman dapat dilakukan tiga kali dalam setahun
(Lita dkk., 2013).
Teknologi budidaya tanaman padi
yang dapat diterapkan adalah sistem tanaman SRI. SRI (System of rice intensification) merupakan suatu metode budidaya
yang dapat tahan dibawah tekanan kekeringan dan penanaman bibit padi pada usia
10-15 hari dengan jarak 25 x 25 cm. Padi tidak tumbuh pada lahan yang digenangi
namun pada kondisi yang lembab dengan irigasi berselang (Tann et al., 2012). SRI (System of rice
intensification) dapat diaplikasikan tanpa masalah dalam usaha tani tadah hujan
dalam dua situasi. Situasi yang pertama membutuhkan curah hujan yang teratur
dan cukup untuk setengah bulan sampai akar tanaman yang tumbuh cukup untuk
menahan kekeringan. Situasi yang kedua perluasan sistem irigasi yang mampu
menggunakan curah hujan dalam periode yang cukup (Laulane, 2011). Metode SRI memiliki keunggulan dalam
menghemat air. SRI mengusulkan penggunaan bibit muda tunggal dan hidup pada
kondisi aerobik. SRI telah dipromosikan sebagai praktek manajemen ekonomi untuk
budidaya padi yang meningkatkan hasil dan mengurangi penggunaan air (Kumar et al., 2013).
Teknologi budidaya tanaman padi
lainnya yaitu dapat menerapkan sistem tanam jajar legowo. Jajar legowo
merupakan perubahan teknologi jarak tanam padi yang dikembangkan dari sistem
tanam tegel yang telah berkembang di masyarakat. Prinsip dari sistem tanam
jajar legowo adalah pemberian kondisi pada setiap barisan tanam padi untuk
mengalami pengaruh sebagai tanaman pinggir. Secara umum, tanaman pinggir
menunjukkan hasil lebih tinggi daripada tanaman yang ada di bagian dalam
barisan. Tanaman pinggir juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena
persaingan tanaman antar barisan dapat dikurangi (Anggraini dkk., 2013).
Sistem budidaya tanaman padi di
Indonesia secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu padi sawah dan
padi gogo. Pada sistem sawah, tanaman padi sepanjang hidupnya slalu tergenang
oleh air. Sebaliknya, pada sistem gogo, tanaman padi ditumbuhkan tidak dalam
kondisi tergenang. Kombinasi kedua sistem ini dikenal sebagai gogo rancah,
yaitu padi ditanam saat awal musim hujan pada petakan sawah, kemudian secara
perlahan digenangi dengan air hujan seiring dengan makin bertambahnya curah
hujan (Prasetio, 2002). Tanaman padi dapat dikembangkan secara langsung baik
dengan benih maupun dengan benih yang disemai menjadi bibit. Benih yang
digunakan terlebih dahulu disemai selama 21 -28 hari, kemudian dicabut dan
ditanam diareal yang telah disiapkan. Sementara padi gogo menggunakan benih yang
ditanam langsung tanpa disemai. Upaya untuk mempercepat perkecambahan yaitu
dengan terlebih dahulu benih direndam dalam air selama 2 x 24 jam (Purwono dan
Purnamawati, 2007).
Menurut Purwono dan Purnamawati
(2007), teknologi padi sawah di Indonesia relatif lebih maju dibandingkan padi
gogo. Produktivitas padi sawah kini berkisar 4,5-6 ton/ha, sedangkan padi gogo
hanya 1-2 ton/ha. Ciri khusus budidaya tanaman padi sawah adalah penggenangan
selama pertumbuhan tanaman. Budidaya padi sawah dilakukan pada tanah yang
berstruktur lumpur. Teknik budidaya tanaman padi diantaranya yaitu :
a. Penyiapan lahan
Waktu
pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari 4 minggu sebelum penanaman.
Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, penggaruan, dan perataan. Tujuan dari
pengolahan tanah yaitu untuk memberikan media pertumbuhan padi yang optimal dan
gulma dapat dibenamkan dengan sempurna.
b. Pemilihan benih
Benih
yang disarankan adalah yang bersertifikat, bebas dari hama dan penyakit, tidak
kopong, dan warnanya murni. Kebutuhan benih berkisar 20-25 kg/ha.
c. Penyemaian
Lokasi
persemaian diusahakan pada tanah subur dengan intensitas cahaya matahari
sempurna. Buat bedengan berukuran lebar 1 m, panjang 4 m, tinggi 20-30 cm. Pada
lahan seluas 1 hektar dibutuhkan 4 bedengan. Untuk menghindari serangan hama
tikus, sebaiknya tempat persemaian dikelilingi pagar plastik. Berikan pupuk NPK
sebanyak 1 kg untuk 4 bedengan. Benih padi yang telah direndam selama 1 malam
siap ditebar. Bibit padi siap pindah tanam saat berumur 18 hari.
d. Cara Tanam
Saat
penanaman kondisi lahan dalam keadaan tidak tergenang atau macak-macak. Jarak
tanam yang dianjurkan 25 x 25 cm atau 30 x 15 cm. Bibit yang ditanam berkisar 3
batang per lubang.
e. Pemupukan
Pemupukan
dilakukan untuk mendapatkan hasil panen padi yang maksimal. Pemupukan dimuali
saat padi berumur tujuh hari setelah tanam dengan 150 kg/ha NPK 15-15-15 dan 50
kg/ha urea. Saat padi berusia 20 hari setelah tanam, pemupukan dilakukan dengan
jenis dan jumlah yang sama. Ketika padi berumur 35 hari setelah tanam,
pemupukan hanya dilakukan dengan memberi 250 kg/ha pupuk NPK 15-15-15.
f. Pengendalian hama dan
Penyakit
Pengendalian
hama dan penyakit pada tanaman padi sangat mempengaruhi sebagian besar berhasil
tidaknya dalam budidaya padi. Pengendalian tersebut diharapkan dapat mengurangi
resiko gagalnya pbudidaya tanaman padi dan diharapkan pertumbuhan tanaman padi
tetap optimal.
g. Pemanenan.
Panen
dilakukan jika butir gabah 80 % menguning dan tangkainya menunduk.
Sementara untuk mendapat hasil padi
yang berkualitas tinggi perlu disukung dengan waktu panen yang tepat, cara
panen yang benar serta penanganan pascapanen. Panen yang terlalu cepat maupun
terlalu lambat dipanen dapat menyebabkan penurunan kualitas gabah karena
banyaknya butir hijau dan kapur. Gabah yang memiliki terlalu banyak butir kapur
memiliki rendemen yang rendah dan menghasilkan dedak yang banyak. Gabah yang
terlambat dipanen menyebabkan gabah rontok karena terlalu masak (Prasetio,
2002). Pandey and Tiwari (2012) menjelaskan bahwa panen dengan tepat waktu
dapat mencegah terjadinya kerugian dalam hasil karena penumpahan butir. Panen
dapat dilakukan sejak 30-35 hari setelah berbunga ketika batang masih dalam
keadaan hijau untuk menghindari kehilangan butir. Kadar air padi harus 20-24%
pada saat panen. Pengeringan secara bertahap dibawah teduh sampai kadar air
antara 12-14% yang menjamin kualitas yang lebih baik pada saat pengilingan dan
penyimpanan. Varietas hibrida dapat menghasilkan 1,0-1,5 ton per hektare.
Urea merupakan unsur utama yang
banyak diperlukan untuk padi terutama varietas unggul dengan teknik bercocok
tanam intensif. Pupuk N mudah mengalami pencucian sehingga aplikasinya dilapang
efesiensi pupuk N hanya sekitar 30-40 % dari jumlah pupuk yang diberikan
(Jamilah dan Safridar, 2012). Pupuk hayati seperti rhizobium, azotobacter dan
azospirillum telah lama dimanfaatkan dan merupakan pupuk organik ramah
lingkungan dan lebih ekonomis dibanding pupuk kimia. Penggunaan pupuk biologis
atau hayati merupakan upaya efisiensi penggunaan pupuk nitrogen pada pertanaman
padi dengan tetap meningkatkan produksi (Syaiful dkk., 2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1.
Waktu
dan Tempat
Kegiatan
praktikum mata praktikum Budidaya Tanaman Pangan acara “Budidaya Tanaman Padi” dilaksanakan
pada Sabtu, 03 Oktober 2015 mulai pukul 10.00-12.00 WIB bertempat di Desa .
2.
Alat
dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Kamera
2. Alat
tulis
3.2.2 Bahan
1. Areal
pertanaman padi
2. Kuisioner
3.
Cara
Kerja
1. Mahasiswa
menetukan lokasi areal pertanaman padi yang akan dijadikan sebagai areal
observasi lapang budidaya padi.
2. Kegiatan
Observasi Lapang Budidaya Padi dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan
yang terdapat di Quisioner
3. Mahasiswa
wajib mendokumentasikan hasil observasi berupa foto.
4. Setelah
kegiatan observasi selesai, mahasiswa diharuskan membuat laporan tertulis.
5. Laporan
tertulis yang telah dibuat oleh mahasiswa setelah kegiatan observasi.
4.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa teknik pra tanaman padi yang telah
dilakukan diantaranya yaitu pengolahan tanah, penyiapan benih padi dan
penyemaian benih. Pengolahan tanah dilakukan ketika 4 minggu sebelum penanaman.
Teknik pengolahan tanah yang digunakan yaitu dengan cara dibajak dengan
menggunakan traktor dimana tanah dibolak-balik. Selain dengan menggunakan
traktor, petani juga mengolah tanah khususnya di bagian pinggir lahan dengan
menggunkan cangkul. Teknik pra tanaman padi lainnya yaitu penyiapan benih. Varietas
padi yang ditanam yaitu pandan wangi. Petani menggunakan bahan tanam sendiri
maksudnya yaitu petani tidak membeli bibit di toko pertanian melainkan membuat
bibit sendiri. Benih yang digunakan yaitu berasal dari hasil panen tanaman padi
sebelumnya. Penyiapan benih yang dilakukan oleh petani yaitu diawali dengan
memilih benih yang memenuhi beberapa persyaratan benih bermutu. Setelah itu
dilanjutkan dengan pembuatan bedengan tepatnya di dekat lahan yang digunakan
sebagai tempat penyemaian benih. Umur pemindahan bibit yang siap ditanam ke
lahan produksi yaitu sekitar 25 hari setelah penyemaian. Adapun ciri-ciri dari
bibit yang siap ditanam yaitu berumur 25-30 hari dan jumlah daunnya 3-4 helai.
Apabila
dibandingkan dengan literatur yang ada maka tahapan teknik pra tanam tanaman
padi yang telah dilakukan petani sudah benar atau tepat. Menurut Purwono dan
Purnamawati (2007) menyatakan bahwa teknik budidaya tanaman padi diawali dengan
beberapa tahapan sebelum dilakukan penanaman padi pada lahan produksi. Tahapan
tersebut meliputi pengolahan lahan, penyiapan benih bila menggunakan benih
sendiri dan juga persemaian benih. Namun waktu pemindahan bibit yang dilakukan
oleh petani tidak singkron dengan keterangan waktu pemindahan bibit yang
terdapat pada literatur. Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), waktu
pemindahan bibit yang terdapat pada literatur yaitu saat berumur 18 hari sedangkan menurut Bobihoe (2007), waktu
pemindahan bibit berumur sekitar 15-21 hari (4 helai daun). Adapun petani
sendiri memindahkan bibit ketika berumur 25 hari. Hal tersebut menunjukkan
bahwa waktu yang dilakukan petani dalam memindahkan bibit lebih lama dibandingkan
yang disebutkan dalam literatur. Muyassir (2012) menjelaskan bahwa umur bibit
saat pemindahan ke lahan produksi berpengaruh terhadap hasil produktivitas
tanaman padi. Berikut data yang menjelaskan tentang pengaruh umur bibit
terhadap hasil produksi padi, yaitu :
Tabel
1. Pengaruh Umur Pemindahan Bibit Terhadap Jumlah Gabah Per Malai, Persentase
Gabah Hampa, Bobot 1000 Butir dan Hasil Produksi Gabah.
Sumber:
Muyassir (2012)
Berdasarkan
tabel tersebut menunjukkan bahwa umur pemindahan bibit sangat berpengaruh
terhadap produktivitas tanaman padi khususnya hasil produksi gabah. Umur bibit
8 hari di persemaian dapat memberikan hasil padi tertinggi yaitu 8,01 ton per
hektar dan berbeda nyata dengan hasil pada pada umur bibit 16 hari yakni 7,66
ton per hektar. Berdasarkan fakta tersebut dapat dinyatakan bahwa umur bibit
sampai 8 hari lebih baik terhadap produksi padi sawah dibandingkan umur bibit
lebih dari 8 hari di persemaian. Muyassir (2012) menambahkan bahwa pemindahan
bibit ke lapangan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan akar, sehingga
pada waktu pemindahan bibit tidak terjadi kerusakan akar, apabila akar
mengalami kerusakan maka untuk pertumbuhan awal bibit memerlukan waktu
penyembuhan padahal anakan maksimum terjadi sampai pada batas umur 49-50 hari
setelah semai serta perkembangan akar umumnya akan terhenti pada umur 42 hari
setelah semai. Oleh karena itu, apabila waktu pemindahan bibit ke lapangan di
perpanjang maka kesempatan untuk berkembangnya anakan menjadi semakin pendek,
sehingga anakan yang dihasilkan juga semakin sedikit.
Teknik
penanaman yang dilakukan oleh petani yaitu pola tanamnya monokultur. Petani
hanya melakukan pergiliran tanaman padi dengan tanaman padi dalam satu tahun
atau dalam tiga kali musim tanam hanya menanam tanaman padi saja. Petani tidak
menerapkan budidaya tumpang sari atau yang lainnya. Petani tersebut menjelaskan
bahwa beliau hanya ingin menanam tanaman padi saja karena menurutnya padi atau
beras setiap saat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai kebutuhan pangan
dibandingkan tanaman lainnya. Penanaman tanaman padi di lahan produksi ketika
bibit padi berumur 25 hari tepatnya pada bulan Juni 2015. Sistem budidaya yang
diterapkan adalah sistem budidaya konvensional dimana petani masih menggunakan
sistem tanam tegel. Jarak tanam padi yang digunakan yaitu 20 x 20 cm. Jumlah
bibit perlubang tanam sekitar 3-4 bibit. Petani menanam padi dengan cara manual
tanpa menggunakan alat atau mesin apapun.
Petani
dalam memilih benih tidak sembarangan dimana benih yang dipilih yaitu yang
memenuhi beberapa persyaratan. Syarat-syarat benih yang dipilih diantaranya yaitu benih tidak kopong, warna
putih bersih dan daya berkecambah tinggi. Adapun jarak tanam yang digunakan
oleh petani adalah sistem tanam tegel yaitu 20 x 20 cm. Pemilihan benih
tersebut dapat mempengaruhi produktivitas dari tanaman padi. Benih yang unggul
berperanan penting dalam peningkatan hasil, perbaikan dan diversifikasi mutu,
dan penekanan kehilangan hasil karena gangguan hama, penyakit, maupun cekaman
lingkungan (Hanum, 2008). Selain itu, jarak tanam juga mempengaruhi produktivitas
tanaman padi. Berikut data yang menjelaskan pengaruh jarak tanam terhadap hasil
produksi, yaitu sebagai berikut :
Tabel
2. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Rata-Rata Persentase Gabah Hampa, Bobot 1000
Butir dan Produksi Padi.
Sumber:
Muyassir (2012)
Berdasarkan
tabel diatas menunjukkan bahwa pemilihan jarak tanam sangat berpengaruh
terhadap produktivitas tanaman padi terutama hasil produksi gabah. Hasil
produksi gabah per hektar menunjukkan perbedaan yang nyata antara jarak tanam
20 x20 cm, 25 x 25 cm dan 30 x 30 cm. Penggunaan jarak tanam 20 x20 cm
menunjukkan hasil produksi gabah terendah diantara kedua macam jarak tanam
lainnya yaitu sekitar 7,76 ton/ha. Penggunaan jarak tanam 20 x20 cm menunjukkan
hasil produksi gabah tidak terlalu berbeda jauh dengan jarak tanam 20 x20 cm
yaitu sekitar 7,68 ton/ha. Adapun penggunaan jarak tanam 30 x 30 cm menunjukkan
hasil produksi gabah yang tertinggi yaitu sekitar 8,12 ton/ha. Hal ini
menunjukkan bahwa jarak tanam yang rapat cenderung menekan produksi padi sawah
dan jarak tanam padi sampai 30 x 30 cm
dapat menghasilkan gabah tertinggi dibandingkan dengan jarak tanam lainnya. Uraian
tersebut sesuai dengan fakta yang ada dilapang dimana petani dengan menggunakan
jarak tanam 20 x 20 cm, petani hasil produksinya sekitar 7,5 ton/ha.
Salah
satu pemeliharaan tanaman padi yang dilakukan oleh petani yaitu pemupukan.
Pemupukan dilakukan dua kali dalam satu musim tanam yaitu ketika 7 HST (hari
setelah tanam) dan pada waktu pengisian bulir. Jenis pupuk yang digunakan
diantaranya yaitu aurea, ZA, dan Phonska. Adapun dosis yang digunakan oleh
petani yaitu Urea 50 kg/ha, ZA 50 kg/ha, dan Phonska 50 kg/ha. Adapun standar
pemupukan tanaman padi berdasarkan status hara tanah menurut Kementrian
Pertanian diantaranya yaitu :
Tabel
3. Rekomendasi Pemupukan Pada Tanaman Padi Sawah Dengan Pupuk Majemuk
Berdasarkan Status Hara Tanah.
Sumber:
Apriyantono (2007)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dosis pemupukan yang dilakukan oleh petani tidak sesuai dengan standart
yang ditetapkan oleh pemerintah. Petani hanya menggunakan dosis yang terlalu
tinggi dan sama pada semua jenis pupuk baik Urea, ZA dan Phonska yaitu 50
kg/ha. Padahal kebutuhan tanaman padi akan pupuk berbeda-beda dari setiap jenis
pupuk pada setiap fase pertumbuhannya. Pemerintah menetapkan beberapa macam
dosis pemupukan yang berbeda berdasarkan status hara pada tanah. Hal ini
disebabkan ketersediaan hara pada tanah mempengaruhi kebutuhan tanaman akan
pupuk yang akan diaplikasikan. Misalnya
pada kelas status hara P dan K yang sedang dosis pemupukan yang digunakan yaitu
25 kg/ha dan SP-36 25 kg/ha.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Teknik
pra tanam tanaman padi yang telah dilakukan petani meliputi pengolahan tanah,
pemilihan benih dan penyemaian benih.
2. Teknik
penanaman yang dilakukan oleh petani yaitu menggunakan pola tanam monokultur,
sistem budidaya konvensional dan sistem tanam tegel (20 x20 cm).
3. Pemilihan
benih dan penggunaan jarak tanam yang telah dilakukan oleh petani berpengaruh
terhadap produktivitas tanaman padi terutama pada hasil produksi gabah.
4. Dosis
pemupukan yang dilakukan oleh petani tidak sesuai dengan standart yang
ditetapkan oleh pemerintah.
B.
Saran
Praktikum
telah berjalan dengan lancar, namun sebaiknya daerah praktikum jangan terlalu
jauh-jauh sehingga proses wawancara dapat lebih maksimal karena kendala waktu
praktikum berbenturan dengan jadwal kuliah. Praktikan kesulitan dalam membagi
waktu untuk melakukan wawancara karena setiap praktikan memiliki jadwal kuliah
yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini,
F., A. Suryanto dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada Tanaman
Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Varietas Inpari 13. Produksi Tanaman, 1 (2): 52-60.
Apriantono,
A. 2007. Rekomendasi Pemupukan N, P, Dan
K Pada Padi Sawah Spesifik Lokasi. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Bobihoe,
J. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) Padi Sawah. Jambi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Hanum,
C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Jamilah
dan N. Safridar. 2012. Pengaruh Dosis Urea, Arang Aktif dan Zeolit terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza Sativa L.). Agrista, 16 (3): 153-162.
Kaihatu,S.S.,
Marietje, P. 2011. Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah Di
Morokai. Agrivigor, 11(2) : 178-179.
Kumar,
M., R. Rao, Samosekhar, Surekha, Padmavathi, S. Prasad, R. Bubu, S. Rao, Latha,
Sreedevi, Rachandraman, Muthuraman, Gopalakrishnan, V. Goud, Viraktamath. 2013.
SRI-A Method for Sustainable Intensification of Rice Production with Enhanced
Water Productivity. Agrotechnol,
11(9): 1-6.
Laulanie,
H. D. 2011. Intensive Rice Farming in Madagascar. Tropicultura, 29(3):
183-187.
Lita,
T. N., S. Soekartomo., dan B. Guritno. 2013. Pengaruh Perbedaan Sistem Tanam
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) di Lahan Sawah. Produksi Tanaman, 1(4): 361-368.
Marlina,
et al. 2012. Respons
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) terhadap Takaran Pupuk Organik Plus dan
Jenis Pestisida Organik dengan System of Rice Intensification (SRI) di
Lahan Pasang Surut. Lahan Suboptimal, 1(2) : 138-139.
Pandey,
P.and D. K. Tiwari. 2012. Modern techniques and agronomic packages for hybrid rice
cultivation in India. Bioflux Society,
49(1): 17-21.
Prasetiyo,
Y. T. 2002. Budidaya Padi Sawah Tanpa
Olah Tanah. Yogyakarta : Kanisius.
Purwono
dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8
Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suardana,
et al. 2013. Analisis Produksi Dan
Pendapatan Usahatani Padi Sawah Dengan Pola Jajar Legowo Di Desa Laantula Jaya
Kecamatan Witaponda Kabupaten Morowali. Agrotekbis, 1(5) : 477-478.
Syaiful,
S. A., N. S. Sennag dan M. Yasin. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Padi Hibrida
pada Pemberian Pupuk Hayati dan Jumlah Bibit Per Lubang Tanam. Agrivigor, 11(2): 202-213.
Tann,
H., C. Makhonpas, A. Utthajadee, and K. Soytong. 2012. Effect of Good
Agricultural Practice and Organic Methods on Rice Cultivation under the System
of Rice Intensification in Cambodia. Agricultural
Technology, 8(1): 289-303.
No comments:
Post a Comment