KATA PENGANTAR........................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan...................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................................ 4
B. Rumus Masalah.......................................................................................... 4
BAB II Pembahasan........................................................................................ 5
2.1 Reduksionisme
Dalam Perkembangan Biologi Modern........................... 5
2.2 Bioetika Dan Keputusan Etik................................................................... 6
2.3 Teori
Etika Dalam Pengambilan Keputusan Etik Terhadap Dilema
Bioetika.......................................................................................................... 7
2.4 Model Pengambilan Keputusan Etik Dilema
Bioetika Dalam Perspektif Islam 8
BAB III PENUTUP............................................................................................... 11
A. Kesimpulan............................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12
BAB I
Pendahuluan
- Latar
belakang
Sejak
akhir abad ke-20, biologi telah mengalami perkembangan yang pesat. Fokus kajian
biologi telah mengalami perubahan yang signifikan, bukan hanya terbatas pada tingkat organisme atau
sel, melainkan lebih dalam lagi ke tingkat molekuler, sehingga dikenal dengan
biologi molekuler. Perkembangan biologi molekuler diawali dengan penemuan
struktur kimia DNA oleh Watson dan Crick pada tahun 1953. Produk-produk
perkembangan biologi molekuler ini selanjutnya merupakan basis untuk
perkembangan biologi modern.
Perkembangan
biologi modern yang pesat, sejak lama telah diprediksi akan menimbulkan
problem-problem baru. Selain hal ini sering dipandang sebagai suatu prestasi,
tidak jarang juga memunculkan masalah baru yakni masalah yang berkaitan dengan
etika . Kloning, rekombinasi DNA, transfer embrio (ET) dan fertilisasi in vitro
(IVF) selain memungkinkan “mengontrol” proses kehidupan, juga membawa
pertanggungjawaban baru terhadap masyarakat, sehingga perlu kehati-hatian dalam
mengaplikasikannya.
- Rumus masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian reduksionisme dalam perkembangan Biologi
Modern?
2. Apa itu bioetika dan keputusan etik?
3. Bagaimana teori etika dalam pengambilan
keputusan etik terhadap dilema bioetika?
4. Apa model pengambilan keputusan etik dilema
bioetika dalam pandangan Islam?
BAB II
Pembahasan
2.1 Reduksionisme
dalam Perkembangan Biologi Modern
Problem-problem
yang muncul terkait dengan bidang etika setelah perkembangan IPTEK dibidang
biologi modern, juga diakibatkan oleh cara pandang yang dikenal dengan
reduksionisme. Reduksionisme merupakan cara pandang yang melandasi pemikiran
bahwa segala sesuatu tentang sistem kehidupan hanya dapat dipahami apabila
dipelajari bagian demi bagian pada skala yang semakin kecil (dari aspek ukuran
volume dan massa). Selain itu, reduksionisme juga memiliki pengertian sebagai
penyederhanaan sistem kehidupan dengan menganggapnya tidak berbeda dengan
reaksi-reaksi kimia dan fisika pada benda mati. Pandangan seperti ini penting
untuk mendapat perhatian, sebab dengan reduksionisme cenderung muncul afeksi
atau sikap yang bertentangan dengan nilai etika, yang diakibatkan kebiasaan
penyederhanaan objek kajian yang sesungguhnya terlalu kompleks untuk
disederhanakan .
Sehubungan
dengan cara pandang reduksionisme tersebut, perlunya kehati-hatian dalam
pengembangan teknologi dengan basis lingkup kajian biologi modern .
Kehati-hatian yang dimaksud perlu diwujudkan antara lain dalam bentuk kajian
aspek etika pada saat penerapan teknologi. Sejalan dengan hal ini, hasil
penelitian yang tidak mempertimbangkan aspek moral, etika, sosial, dan budaya,
akan menimbulkan banyak permasalahan di masyarakat. Demikian pula suatu dialog
antara etika dan ilmu pengetahuan untuk sarana pertimbangan etik yakni apakah
ilmu pengetahuan tersebut baik bagi manusia menurut totalitasnya sebagai
manusia dan tidak hanya menurut kebutuhan tertentu saja. Oleh karena itu, aspek
etika yang berkaitan dengan aplikasi biologi modern perlu mendapatkan perhatian
yang serius. Perkembangan biologi modern yang pesat bukan berarti harus
dihambat, namun yang benar adalah “dikawal” agar tetap berjalan pada koridor
kemaslahatan umat dan alam semesta. Hal ini sesuai dengan tugas manusia sebagai
khalifah di bumi, sebagaimana dikemukakan dalam al Quran surat Yunus ayat 14:
“Kemudian kami jadikan kamu sekalian khalifah-khalifah di muka bumi sesudah
mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat".
Tugas
khalifah adalah sebagai pengelola yang berarti bertanggungjawab terhadap
kemaslahatan. Dengan demikian ilmuwan biologi, tidak sepatutnya mengabaikan
tanggung jawab terhadap kemanusiaan dan alam semesta ini. Oleh karena itu,
diperlukan suatu rambu-rambu untuk mengontrol riset biologi modern yang
dinamakan bioetika.
2.2.
Bioetika dan Keputusan Etik
Etika
yang berkaitan dengan masalah biologi dikenal dengan nama bioetika. Bioetika
atau bioethics atau etika biologi didefinisikan oleh Samuel Gorovitz sebagai
“penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari pengambilan keputusan
dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan
ilmu-ilmu biologis”. Jadi bioetika menyelidiki dimensi etik dari
masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi yang terkait dengan
penerapannya dalam kehidupan. Selain itu, bioetika juga berperan antara lain
sebagai pengaman bagi riset bioteknologi. Bioetika tidak untuk mencegah
perkembangan ilmu pngeetahuan dan teknologi, tetapi menyadarkan bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap
manusia dan kemanusiaa.
Bioetika
secara umum mengenal tiga prinsip utama yakni:
(1) respek
terhadap hidup dan kehidupan
(2) perlunya
keseimbangan antara resiko dan manfaat
(3) adanya suatu
kesepakatan bahwa etik tidak sesederhana alamiah.
Ketiga prinsip
ini penting untuk diajarkan, sebab memotivasi peserta didik tidak hanya
terbatas pada belajar tentang konsep dalam biologi saja, namun juga dapat
belajar tentang konsekuensi sosial suatu hasil penelitian ilmiah.
Bioetika
dalam arti akademis di Indonesia belum mendapat banyak perhatian. Di sisi lain,
perkembangan penelitian biologi modern seperti genom manusia, teknologi
reproduksi, kloning, transgenik, dan lainnya akan memerlukan kebijaksanaan
sosial dan sikap individu. Hal ini menyebabkan perlunya membelajarkan bioetika,
sebab dengan cara demikian akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan
bertindak yang sesuai dengan etika dan moral.
Sebagai
lembaga pendidikan, sekolah memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan
kemampuan berpikir dalam menetapkan suatu keputusan yang sesuai dengan etika
dan moral. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mempunyai beban dan tanggung
jawab untuk melaksanakan pembelajaran yang terkait dengan etika (bioetika)
serta membantu siswa mengembangkan cara-cara dalam membuat keputusan etik.
Perwujudan
tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap manusia dan alam semesta
dapat dilakukan antara lain melalui pengembangan pembelajaran biologi modern
yang terintegrasi dengan isu-isu yang berkaitan dengan etika. Melalui integrasi
sains dengan etika diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan
peserta didik dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan problem etik.
Kemampuan dalam pengambilan keputusan etik sekaligus juga dapat
mengintegrasikan antara sains dan agama.
2.3
Teori Etika dalam Pengambilan Keputusan
Etik Terhadap Dilema Bioetika
Perkembangan
ilmu pengetahuan antara lain biologi, telah menimbulkan dilema-dilema serius
dan mendalam, yang menantang sistem nilai kita maupun kebudayaan yang di
dasarkan atas nilai-nilai tersebut . Di dalam pengambilan pengambilan keputusan
etik yang sering harus dilakukan dalam kaitannya dengan bioetika, ada 2 teori
dasar atau teori etika atau metode yaitu Konsekuensialisme, dan Deontologi. Pada
konsekuensialisme, baik buruknya suatu perbuatan tidak ditetapkan atas dasar
prinsip-prinsip, tetapi dengan menyelidiki konsekuensi perbuatan. Oleh karena
memiliki nama “konsekuen-sialisme”. Metode ini mencoba untuk meramalkan apa
yang akan terjadi, jika kita berkelakuan dengan berbagai cara yang berbeda, dan
membandingkan hasilnya satu dengan yang lain. Apa yang bersifat moral atau
moralitas suatu perbuatan ditentukan melalui suatu proses evaluatif. Dengan
konsekuensialisme, seseorang tidak cukup melakukan yang baik, melainkan
mestinya tahu perbuatan paling baik di antara semua perbuatan baik yang mungkin
atau menyediakan kebaikan yang terbesar untuk sebanyak-banyaknya orang.
Etika
deontologis adalah metode pengambilan keputusan yang mulai dengan bertanya “Apa
yang harus saya lakukan?” atau “Apa yang menjadi kewajiban saya?” Menurut
pandangan ini, jalan etik yang harus ditempuh seseorang adalah mengikuti
prinsip-prinsipnya entah ke manapun ia terbawa. Dalam hal ini mereka tidak
peduli akan konsekuensi-konsekuensinya. Begitu keharusan atau kewajiban
ditetapkan, maka jelaslah sudah perbuatan apa yang harus dilakukan. Begitu
mengenal aturan dan mengetahui kewajiban, sudah menjadi jelas apa yang etik dan
apa yang tidak etik. Problem terbesar adalah deontologi tidak peka terhadap
konsekuensi-konsekuensi perbuatan.
Islam
sangat menekankan pada kemampuan berpikir, keputusan etik dilakukan melalui
pertimbangan yang sangat cermat antara kemaslahatan dan kemudharatan sesuatu
hal. Konsekuensialisme lebih sesuai dalam Islam untuk mencari solusi dalam
menghadapi kasus dilema bioetika. Pembelajaran bioetika dapat dilakukan dalam
bentuk menentukan keputusan etik melalui kajian antara resiko dan manfaat
(kemudharatan dan kemaslahatan), keputusan yang mendatangkan kemaslahatan
paling banyak dengan paling sedikit kemudharatannya.
Rasulullah
SAW telah mengajarkan tentang pengembangan pola pikir yakni “Agama itu adalah
penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tidak berakal”. Berdasarkan hal
ini, maka yang harus mendapat perhatian dalam pembelajaran bioetika dalam
bentuk pengambilan keputusan etik adalah tidak mengajarkan atau memberi contoh
keputusan etik apa yang harus diambil, melainkan menekankan pada bagaimana cara
atau proses untuk pengambilan keputusan etik.
2.4
Model Pengambilan Keputusan Etik Dilema Bioetika dalam Perspektif Islam
Pada
umumnya mahasiswa sering mengalami kesulitan bagaimana cara memulai
menganalisis suatu konflik etika atau dilema bioetika. Mereka tidak mengetahui
pertanyaan apa yang harus dikemukakan dan bagaimana proses untuk sampai pada
suatu keputusan. Oleh karena itu, di dalam kelas dapat dikenalkan suatu masalah
ilmiah teknis dan meminta mahasiswa berdiskusi untuk mengemukakan sebanyak
mungkin pandangan etik yang mereka ketahui. Sebagai contoh, mahasiswa dapat
diminta untuk mempertimbangkan xenotransplantasi (transplantasi menggunakan
organ hewan). Diskusi akan dapat membimbing mahasiswa untuk sampai kepada
solusi suatu konflik atau dilema bioetika. Dalam hal ini dosen diharapkan
membawa mahasiswa kepada fakta, bahwa pandangan terhadap suatu konflik adalah
sangat beragam, semakin banyak ragam pandangan yang diketahui, semakin baik
bagi pengembangan wawasan atau kemampuan berpikir mahasiswa. Dalam proses
pengambilan keputusan etik terhadap dilema bioetika, mahasiswa harus memahami 6
prinsip bioetika yaitu:
1.
Prinsip I: Keadaan Darurat
Keputusan
etik yang mengandung unsur haram menggunakan pedoman bahwa dalam kondisi normal
diharamkan, namun menjadi diperbolehkan ketika darurat, yakni tidak ada pilihan
lain dan semata-mata hanya untuk menjaga dan melestarikan kehidupan.
2.
Prinsip II: Menjaga dan Melestarikan Kehidupan
Keputusan
etik yang diambil harus berdasakan tujuan utama untuk semata-mata menjaga dan
melestarikan kehidupan, bukan untuk maksud yang lain.
3.
Prinsip III: Untuk Kepentingan yang Lebih Besar
Keputusan etik
yang diambil, harus terkandung maksud untuk kepentingan yang lebih besar.
4.
Prinsip IV: Peluang Keberhasilan
Keputusan
etik yang diambil, harus sudah memperhitungkan kemungkinan atau peluang
keberhasilannya.
5.
Prinsip V: Manfaat dan Mudharat
Keputusan
etik yang diambil harus sudah memperhitungkan keuntungan dan kerugian,
kemaslahatan dan kemudharatannya.
6.
Prinsip VI: Tidak Ada Pilihan Lain
Keputusan
etik yang diambil harus sudah memperhitungkan tidak adanya pilihan lain,
sehingga keputusan tersebut harus diambil.
Mekanisme
dalam pengambilan keputusan etik antara lain terhadap xenotransplantasi dapat
mengikuti alur sebagai berikut:
1.
Paparan Isu Bioetika: Pembelajaran tentang xenotransplantasi yang merupakan isu
bioetika, mulai pembahasan dari aspek
konsep sampai teknis pelaksanaannya .
2.
Analisis Masalah Bioetika: Mengidentifikasi masalah apa saja yang mungkin akan
muncul dengan xenotransplantasi tersebut, mulai proses sampai hasil atau
produknya.
3.
Argumentasi: Penyampaian pendapat perseorangan (opini) terkait masalah yang
muncul dalam penerapan xenotransplantasi.
4.
Analisis Isu Bioetika Melalui Analisis 6 Prinsip: Menganalisis penerapan
xenotransplantasi dan konsekuensinya menggunakan 6 prinsip bioetika (Islam).
5.Keputusan/Kesimpulan:
Pengambilan keputusan/kesimpulan terhadap masalah xenotransplantasi, setelah
melakukan analisis 6 prinsip.
6.
Evaluasi: Melakukan evaluasi ulang terhadap keputusan yang diambil, dan
dikaitkan kembali dengan seluruh prinsip (Prinsip I sampai dengan VI). Apabila
ada prinsip yang dilanggar atau tidak dapat dipenuhi, maka harus dilakukan
revisi keputusan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bioetika
sangat diperlukan sebagai pengawal riset biologi modern. Pembelajaran bioetika
tidak dilakukan dengan mendoktrin suatu keputusan etik apa yang harus diambil
oleh peserta didik. Islam mengajarkan pengembangan kemampuan berpikir kritis
melalui analisis maslahat-mudharat dalam pengambilan keputusan etik menghadapi
munculnya dilema bioetika sebagai akibat perkembangan biologi modern. Bioetika
harus dibelajarkan melalui berpikir dan memprediksi konsekuensi dari tindakan
yang dilakukan, dalam hal ini juga memprediksi kemaslahatan dan kemudharatan
yang akan muncul.
Mendiskusikan
keputusan melalui berbagai pendapat baik yang pro maupun kontra adalah hal yang
sangat berharga untuk mengembangkan wawasan dan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa. Proses memperoleh keputusan etik dari suatu fenomena biologi modern
perlu dibelajarkan kepada mahasiswa dengan berlandaskan filosofi
konstruktivistik (bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh mahasiswa dan bukan
didoktrinkan), agar mahasiswa sebagai ilmuwan biologi dapat mempertimbangkan
tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagaimana pengembangan pola berpikir
yang dikemukakan Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. dkk.
1990. Bioetika Refleksi atas Masalah Etika Biomedis.
Jakarta:
Gramedia.
Bertens, K.
2005. Bioetika dan Globalisasinya. (http://www.kompas.co.id/
kompacetak/0504/06/Bentara/1661650.htm diakses 28 November 2005
Jenie, U.A.
1997. Perkembangan Bioteknologi dan Masalah-Masalah
Bioetika yang
Muncul. Makalah disampaikan dalam Temu Ilmiah
No comments:
Post a Comment