BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Analisis demografi memberi sumbangan yang sangat besar, baik kualitatif
maupun kuantitatif pada kebijakan kependudukan, dinamika kependudukan terjadi
karena adanya dinamika kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan
perpindahan penduduk (migrasi) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah,
komposisi dan pertumbuhan penduduk. Perubahan-perubahan unsure demografi
tersebut pada gilirannya mepengaruhi perubahan pada berbagai bidang pembangunan
secara langsung maupun tidak langsung.
Selanjutanya perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai bidang
pembangunan akan mempengaruhi dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan
penduduk kpeduduk merupakan kejadian yang mudah dijelaskan dan tampak nyata
dalam kehidupan sehari-hari, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mengukur
dan menentukan ukuran bagi migrasi itu sendiri.
Hal itu disebabkan karena hubungan antara migrasi dan proses pembnagunan
yang terjadi dalam suatu Negara atau daerah saling terkait. Umumnya migrasi
penduduk mengarah pada wilayah yang subur pembanguna ekonominya, karena faktor
ekonomi sangat kental mempengaruhi orang untuk pindah. Hal ini dipertegas lagi
oleh Tommy Firman (1994), bahwa migrasi sebenarnya merupakan suatu reaksi atas
kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Pola migrasi di negara-negara yang telah
berkembang biasanya sangat rumit (kompleks) menggambarkan kesempatan ekonomi
yang lebih seimbang dan saling ketergantungan antar wilayah di dalamnya.
Di Indonesia dengan alasan pemerataan penyebaran penduduk dan peningkatan
pembangunan daerah serta peningkatan kualitas hidup penduduk maka migrasi ini
disusun dalam suatu kegiatan yang terprogram dan terencana yang dinamakan
transmigrasi. Jabbar dan Rofiq Ahmad (1993) menguraikan tentang transmigrasi
dari zaman kolonisasi sampai dengan transmigrasi yang berorientasi ekonomi.
B. Rumusan
masalah
1.
Apakah Pengertian Migrasi?
2.
Bagaimana Sejarah Singkat Migrasi di Indonesia?
3.
Apa Saja Jenis-jenis Migrasi?
4.
Faktor-Faktor Apa Sajakah yang Mempengarauhi Terjadinya Migrasi
C. Tujuan
1.
Mengetahui Pengertian Migrasi
2.
Mengetahui dan Memahami Sejarah Singkat Migrasi
3.
Mengetahui Jenis-Jenis Migrasi
4.
Mengetahui Faktor Faktor yang Mempengaruhi Migrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke
tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas
politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan
sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah
(negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya
perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dimaksud
bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang diharapkan(expected
income).
Kerangka Skematik ini merupakan aplikasi dari model dekskripsi Todaro
mengenai migrasi. Premis dasar yang dianut dalam model ini adalah bahwa para
migran mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka disektor
pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah satunya yang dapat memaksimumkan
keuntungan yang diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka harapkan
diukur berdasarkan besar kecilnya selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan
dikota dan didesa, angka tersebut merupakan implementasinya terhadap peluang
migran untuk mendapatkan pekerjaan dikota.
B. Sejarah
Singkat Migrasi Indonesia
Sejarah migrasi Indonesia hanya dapat dijelaskan dengan memahami sejarah
perkembangan masyarakat secara ekonomi politik. Hal ini mengingat praktek
migrasi yang telah dimulai sejak ribuan tahun lalu di sebuah negeri kepulauan
besar yang disebut Nusantara (sekarang Indonesia) tidak terlepas dan menjadi
bagian dari perkembangan masyarakat. Sama pentingnya dengan upaya untuk
memahami dasar-dasar obyektif (nyata) yang menjadi latar belakang dan motif
pokok terjadinya migrasi di samping aspek lain yang sifatnya sekunder. Seperti
misalnya migrasi awal dalam sejarah Indonesia ditandai dengan kedatangan suku
bangsa asing yang membawa dan memperkenalkan sebuah sistem ekonomi baru yang
didasarkan pada hubungan kepemilikan budak. Dan inilah satu masa yang menjadi
titik mula diawalinya praktek penindasan satu klas terhadap klas yang lain, di
mana satu suku bangsa menjadi klas tuan budak dan kelas yang lain dipaksa
menjadi budak. Dalam perkembangannya kemudian, kedatangan para pedagang yang
memiliki latar belakang Islam baik dari Gujarat, India maupun Cina telah
menimbulkan pertentangan dengan tuan-tuan budak sebagai penguasa sebelumnya
yang berlatar belakang Hindu dan Budha. Semakin berkembangnya perdagangan dan
masuknya Islam ke Nusantara menandai peralihan ke zaman Feodalisme, ditandai
dengan berkembangnya pertanian dan lahirnya kaum tani.
Kedatangan kolonialisme asing khususnya Belanda telah membawa beberapa
perubahan dalam sendi feodalisme, namun tidak menghancurkannya secara
keseluruhan, tetapi justru menjadikannya basis atau dasar susunan ekonomi
kolonial. Kolonialisme bekerjasama dengan kekuatan feodal lokal menjalankan
penindasan yang paling keji dan vulgar terhadap rakyat Indonesia, dan pada masa
tersebut kebijakan dan praktek migrasi benar-benar sepenuhnya melayani
kepentingan ekonomi politik penguasa kolonial.
Berakhirnya kolonialisme langsung pada tahun 1945 tidak menjadikan
Indonesia sebagai negeri yang sama sekali bebas dari kolonialisme. Hasil-hasil
perjuangan rakyat pada periode revolusi kemerdekaan 1945 – 1950 telah dirampas
kembali dengan ditandatanganinya KMB dan meletakkan Indonesia kembali dalam
dominasi asing khususnya Amerika Serikat (AS). Naiknya Soeharto sebagai
presiden melalui kudeta berdarah 1965 dengan didukung AS, semakin memperkuat
dominasi asing di Indonesia. Selama 30 tahun lebih masa kekuasaan Soeharto,
praktek migrasi semakin berkembang luas. Transmigrasi dan migrasi ke luar
negeri telah dijadikan paket kebijakan andalan untuk mobilisasi (pengerahan)
tenaga kerja murah dan sumber pendapatan negara non migas serta bertujuan mengurangi
frustasi di kalangan penguasa yang semakin terbukti tidak memiliki kemampuan
memecahkan masalah pengangguran.
- Pra Kolonial
Sejarah Indonesia sebelum masuknya kolonialisme asing terutama Eropa,
adalah sejarah migrasi yang memiliki karakter atau sifat utama berupa perang
dan penaklukan satu suku bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau bangsa
lainnya. Pada periode yang kita kenal sebagai zaman pra sejarah, maka dapat
diketemukan bahwa wilayah yang saat ini kita sebut sebagai Indonesia, telah
menjadi tujuan migrasi suku bangsa yang berasal dari wilayah lain. 2000 atau
3000 sebelum Masehi, suku bangsa Mohn Kmer dari daratan Tiongkok bermigrasi di
Indonesia karena terdesaknya posisi mereka akibat berkecamuknya perang antar
suku. Kedatangan mereka dalam rangka mendapatkan wilayah baru, dan hal tersebut
berarti mereka harus menaklukan suku bangsa lain yang telah berdiam lebih dulu
di Indonesia. Karena mereka memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi
berupa alat kerja dan perkakas produksi serta perang yang lebih maju, maka
upaya penaklukan berjalan dengan lancar. Selain menguasai wilayah baru, mereka
juga menjadikan suku bangsa yang dikalahkannya sebagai budak.
Pada perkembangannya, bangsa-bangsa lain yang lebih maju peradabannya,
datang ke Indonesia, mula-mula sebagai tempat persinggahan dalam perjalanan
dagang mereka, dan kemudian berkembang menjadi upaya yang lebih terorganisasi
untuk penguasaan wilayah, hasil bumi maupun jalur perdagangan. Seperti misalnya
kedatangan suku bangsa Dravida dari daratan India -yang sedang mengalami puncak
kejayaan masa perbudakan di negeri asalnya- , berhasil mendirikan kekuasaan di
beberapa tempat seperti Sumatra dan Kalimantan. Mereka memperkenalkan
pengorganisasian kekuasaan dan politik secara lebih terpusat dalam bentuk
berdirinya kerajaan kerajaan Hindu dan Budha. Berdirinya kerajaan-kerajaan
tersebut juga menandai zaman keemasan dari masa kepemilikan budak di Nusantara
yang puncaknya terjadi pada periode kekuasaan kerajaan Majapahit. Seiring
dengan perkembangan perdagangan, maka juga terjadi emigrasi dari para saudagar
dan pedagang dari daratan Arab yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan Islam
baru di daerah pesisir pantai untuk melakukan penguasaan atas bandar-bandar
perdagangan. Berdirinya kerajaan Islam telah mendesak kerajaan-kerajaan Hindu
dan Budha ke daerah pedalaman, dan mulai memperkenalkan sistem bercocok tanam
atau pertanian yang lebih maju dari sebelumnya berupa pembangunan irigasi dan
perbaikan teknik pertanian, menandai mulai berkembangnya zaman feudalisme.
Pendatang dari Cina juga banyak berdatangan terutama dengan maksud
mengembangkan perdagangan seperti misalnya ekspedisi kapal dagang Cina di bawah
pimpinan Laksamana Ceng Hong yang mendarat di Semarang. Pada masa ini juga
sudah berlangsung migrasi orang-orang Jawa ke semenanjung Malaya yang singgah
di Malaysia dan Singapura untuk bekerja sementara waktu guna mengumpulkan uang
agar bisa melanjutkan perjalanan ke Mekah dalam rangka ziarah agama. Demikian
juga orang-orang di pulau Sangir Talaud yang bermigrasi ke Mindano (Pilipina
Selatan) karena letaknya yang sangat dekat secara geografis.
Dari catatan sejarah yang sangat ringkas tersebut, maka kita dapat
menemukan beberapa ciri dari gerakan migrasi awal yang berlangsung di masa-masa
tersebut. Pertama, wilayah Nusantara menjadi tujuan migrasi besar-besaran dari
berbagai suku bangsa lain di luar wilayah nusantara. Sekalipun pada saat itu
belum dikenal batas-batas negara, tetapi sudah terdapat migrasi yang bersifat
internasional mengingat suku-suku bangsa pendatang berasal dari daerah yang
sangat jauh letaknya. Kedua, motif atau alasan terjadinya migrasi pertama-tama
adalah ekonomi (pencarian wilayah baru untuk tinggal dan hidup, penguasaan
sumber-sumber ekonomi dan jalur perdagangan) dan realisasi hal tersebut
menuntut adanya kekuasaan politik dan penyebaran kebudayaan pendukung. Ketiga,
proses migrasi tersebut ditandai dengan berlangsungnya perang dan penaklukan,
cara-cara yang paling vulgar dalam sejarah umat manusia. Keempat, migrasi juga
telah mendorong perkembangan sistem yang lebih maju dari masa sebelumnya
seperti pengenalan organisasi kekuasaan yang menjadi cikal bakal negara (state)
dan juga sistem pertanian.
- Periode Kolonial
Pada masa kolonialisme, proses migrasi yang berlangsung sepenuhnya di kontrol
oleh kebijakan dan kekuasaan kolonial. Sebagai contoh, pada masa awal
kolonialisme, VOC banyak mendatangkan orang-orang dari Cina untuk menjadi
pembantu perdagangan maupun mengelola pertanian di Batavia dan gelombang
kedatangan mereka telah membentuk perkampungan Cina di Batavia. Pada
perkembangan berikutnya, jumlah orang Cina yang bermigrasi ke Indonesia
mengalami peningkatan pesat ketika dibukanya perkebunan-perkebunan asing baik
di Jawa maupun Sumatra Timur pada akhir tahun 1900 an di mana sebagian besar
dari mereka dijadikan buruh perkebunan. Demikian juga pada abad 18 dan 19,
kolonialisme Belanda melakukan ekspor manusia dari Manggarai NTT ke
negara-negara Eropa sebagai budak.
Pada masa iru, orang Jawa menjadi sasaran utama dari kebijakan migrasi kolonialisme
Belanda. Setelah berakhirnya perang Jawa (1825-1830), pemerintah kolonial
Belanda berkepentingan untuk membuka sumber-sumber ekonomi di luar Jawa,
termasuk dalam rangka mengembangkan kekuasaannya secara lebih besar di
pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan untuk mengantisipasi
persaingan dengan negara-negara kolonial lainnya. Atas dasar itulah, maka orang
Jawa banyak dikirim ke luar Jawa untuk diperkerjakan di tempat-tempat yang kaya
dengan sumber alam. Pada kurun waktu yang hampir sama, orang Jawa dan Sumatra
juga semakin banyak yang migrasi ke Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia dan
Singapura) mengingat kolonialisme Inggris yang berkuasa memang sengaja membuka
selebar-lebarnya arus migrasi dari Sumatra dan Jawa, pertama-tama untuk
mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat masih sedkitnya
populasi manusia di kedua negara tersebut.
Bahkan pada akhir abad ke 19, dengan dibukanya perkebunan-perkebunan baru
di Sumatra Timur, pemerintah kolonial Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke
Sumatra untuk diperkerjakan sebagai buruh di perkebunan seperti perkebunan
tembakau maupun juga pabrik gula. Ekspor orang Jawa ternyata tidak hanya ke
Sumatra Timur tetapi juga ke Suriname, Kaledonia Baru dan juga Vietnam.
Pemerintah kolonial Belanda menutupi praktek ekspor manusia ini dengan bungkus
program Politik Etis atau Balas Budi yang mereka sebarluaskan akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Perluasan perkebunan yang sangat cepat, dan
berdirinya pabrik pengolahan hasil perkebunan, telah menyebabkan meningkatnya
kebutuhan tenaga kerja. Jumlah buruh perkebunan dari Jawa ternyata belum
mencukupi sehingga pemerintah kolonial Belanda pada saat yang bersamaan juga
mendatangkan tenaga kerja dari Cina. Kehidupan buruh perkebunan sangatlah berat
dan menderita disebabkan oleh rendahnya upah dan buruknya kondisi kerja. Bahkan
seringkali mereka tidak dibayar karena uang gaji mereka dirampas oleh para
mandor, dan kekurangan bahan makanan dan pakaian menjadi pemandangan umum yang
dapat dilihat di perkebunan-perkebunan masa itu. Para buruh yang tidak tahan
atas beratnya penderitaan banyak yang melarikan diri, namun kemudian mereka
akan mendapatkan siksaan yang berat ketika berhasil ditemukan atau ditangkap.
Hal ini menjadi legal karena pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Koelie
Ordonantie yang memberikan hak secara legal kepada para pemilik perkebunan
untuk memberikan hukuman kepada para buruhnya yang membangkang atau melawan.
Perempuan Jawa dan Cina pada waktu itu juga banyak yang diperdagangkan, dipaksa
menjadi pelacur di wilayah perkebunan dan ada yang menjadi wanita simpanan para
mandor dan pegawai perkebunan yang berkebangsaan Belanda. Pemerintah kolonial
juga menggunakan migrasi sebagai jalan keluar untuk menyalurkan keresahan
sosial sebagai akibat dari penghisapan ekonomi dan tekanan penduduk di banyak
daerah pedesaan di Jawa dengan cara memindahkan mereka ke pulau-pulau luar
Jawa.
Catatan penting pada masa kolonial bahwa migrasi yang berlangsung pada
waktu itu sepenuhnya didominasi oleh kebijakan kolonial yang diabdikan untuk
kepentingan negeri kolonial. Terutama dalam hal pengerahan atau mobilisasi
tenaga kerja murah ke tempat-tempat di mana sumber keuntungan kolonial berada,
dan pada saat yang bersamaan telah membawa jutaan manusia dari berbagai asal
usul etnis dan bangsa ke dalam situasi penderitaan yang sangat berat.
- Paska Kolonial – Sekarang
Sekalipun Indonesia telah menjadi sebuah negeri merdeka dan berdiri sendiri
semenjak 17 Agustus 1945, namun keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan tidak
mengalami perubahan secara mendasar. Pada kenyataannya, ekonomi Indonesia masih
tetap di bawah dominasi ekonomi kolonial sekalipun tidak secara langsung.
Imperialisme (kapitalisme monopoli asing) khususnya Amerika Serikat masih
menjadi pihak yang mendominasi Indonesia dalam berbagai aspek khususnya
ekonomi. Pada masa Soeharto, Indonesia menjadi sasaran empuk imperialisme asing
(AS, Inggris, Jepang) sehingga posisinya tidak lebih sebagai penyedia bahan
mentah karena kekayaan alamnya, sumber buruh murah sekaligus pasar yang
menggiurkan mengingat penduduknya yang melimpah.
Dampaknya, ekonomi Indonesia tidak berkembang ke arah yang lebih maju dan
tidak memiliki dasar-dasar untuk memberikan jaminan bagi kesejahteraan
rakyatnya. Karena pembangunan Indonesia sangat tergantung pada modal asing baik
berupa bantuan maupun hutang, dan pada saat yang bersamaan sumber kekayaan alam
dikuasai perusahaan asing, maka tidak pernah ada upaya untuk membangun industri
nasional yang kuat. Negara-negara industri maju tidak pernah mengijinkan
tumbuhnya industri yang kuat di Indonesia. Hal itu akan membuat mereka memiliki
pesaing dari dalam negeri dan barang-barang produksi mereka tidak akan laku
karena Indonesia bisa memproduksi sendiri. Akibatnya kemudian adalah sedikitnya
jumlah pabrik yang didirikan dan ini membuat ketidaksanggupan sektor industri
membuka lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja yang sangat melimpah.
Inilah yang membuat mengapa tingkat pengangguran di Indonesia selalu berada di
angka yang sangat tinggi. Demikian pula pembangunan pabrik-pabrik hanya
terpusat di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Medan dan Makasar sehingga mengakibatkan munculnya pola migrasi pertama yang
sering dikenal dengan urbanisasi. Laju urbanisasi bertambah parah ketika
pengangguran di pedesaan menggelembung dan menjadi tidak terkendali. Namun
karena meningkatnya laju urbanisasi tidak disertai dengan kemampuan kota
menyerap tenaga kerja maka pengangguran semakin tidak terpecahkan.
Sementara pengusaha-pengusaha besar dalam negeri maupun juga asing semakin
aktif dan agresif untuk membuka usaha ekonomi di luar Jawa yang kaya dengan
sumber alam dan memiliki jutaan hektar tanah yang masih belum produktif. Maka
banyak perusahaan besar tersebut dengan bantuan negara membuka
perkebunan-perkebunan besar di luar Jawa terutama untuk ditanami tanaman
komoditi ekspor seperti Sawit, Karet, Kakao dan sebagainya. Perkembangan
tersebut seperti juga yang terjadi di masa kolonial, telah meningkatkan
kebutuhan akan tenaga kerja. Hal inilah yang telah mendorong pemerintah atas
persekongkolan dengan para pengusaha, meluncurkan program transmigrasi dengan
alasan kepadatan penduduk, tetapi sebenarnya adalah upaya memobilisasi tenaga
kerja murah dari Jawa untuk membuka hutan di luar jawa agar dapat digunakan
sebagai perkebunan oleh para pengusaha. Dan kemudian dibungkus dan
ditutup-tutupi dengan skema atau pola kemitraan antara pengusaha dan petani
seperti pola Inti dan Plasma.
Keterbelakangan ekonomi juga terjadi di pedesaan yang merupakan tempat di
mana mayoritas rakyat Indonesia berada. Pengangguran juga meluas di pedesaan
sebagai akibat sempitnya lapangan pekerjaan. Di desa yang menumpukkan
ekonominya pada pertanian, mayoritas kaum tani adalah kaum tani yang tidak bertanah.
Kalaupun ada yang memiliki tanah, maka dalam jumlah yang sangat terbatas
sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Keadaan ini
terjadi karena tanah-tanah yang ada di desa rata-rata dikuasai oleh tuan tanah
besar, tani kaya dan orang kaya desa lainnya. Sehingga sedikit sekali kaum tani
yang dapat memanfaatkan tanah bagi kehidupan mereka. Inilah yang menyebabkan
kenapa kemiskinan begitu luas di pedesaan. Program land reform yang sangat
penting bagi kaum tani sampai sekarang belum pernah dijalankan. Kemiskinan di
pedesaan inilah yang menjadi salah satu sebab utama mengapa banyak penduduk
desa terutama yang berusia muda melakukan migrasi baik ke kota-kota besar
bahkan migrasi internasional ke negeri-negeri lain sebagai buruh migran.
Pada masa pemerintahan Soeharto, laju migrasi internasional meningkat
pesat. Artinya, semakin banyak orang terutama perempuan dan berasal dari
keluarga tani miskin di desa yang menjadi buruh migran di negeri lain seperti
Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea dan
sebagainya. Pada prakteknya, para buruh migran mengalami penderitaan dan
penindasan semenjak direkrut oleh calo, penyalur atau agen, saat berada di
penampungan, selama bekerja di luar negeri dan sesampainya kembali di
Indonesia. Masih berlakunya ekonomi kolonial di Indonesia telah membuat
angkatan kerja yang ada memiliki tingkat pendidikan dan kecakapan yang sangat
rendah. Dengan keadaan seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa sebagian besar
buruh migran Indonesia hanya mengisi jenis pekerjaan dengan tingkat ketrampilan
rendah dan upah yang sangat murah seperti misalnya pembantu rumah tangga.
Pemerintah yang telah menjadi frustasi karena tidak mampu memecahkan masalah
pengangguran lantas menjadikan ekspor manusia sebagai andalan. Pemerintah
beranggapan bahwa buruh migran menjadi salah satu pemecahan masalah penyediaan
lapangan pekerjaan dan pada saat yang sama peningkatan pendapatan negara.
Sesungguhnya mengapa pemerintah sangat bersemangat menggalakkan ekspor buruh migran,
salah satunya karena merupakan ladang emas bagi para aparatusnya yang korup.
Sebagai akibat berlakunya ekonomi kolonial, maka terjadi perkembangan
ekonomi yang tidak merata : antara desa dengan kota, antar daerah dalam satu
propinsi, antar propinsi, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Di
daerah-daerah yang ekonominya lebih terbelakang terdapat surplus (jumlah
berlebih) tenaga kerja yang lebih besar dan tingkat pengangguran yang lebih
tinggi. Hal ini mendorong penduduk untuk melakukan migrasi guna mencari
pekerjaan termasuk dengan bekerja di luar negeri, baik secara resmi maupun
tidak resmi. NTT, NTB, dan Kalbar menjadi contoh konkret dari keadaan tersebut,
di mana dengan tingkat perkembangan ekonomi yang sangat lambat, ketiga propinsi
tersebut menjadi penyumbang besar bagi buruh migran yang bekerja di luar
negeri.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa paska kolonial sekalipun, tidak
terdapat apa yang disebut sebagai migrasi sukarela (voluntary migration).
Penduduk melakukan migrasi internasional karena mereka adalah angkatan kerja
yang terlantar sehingga tidak memiliki kesempatan terlibat dalam proses
produksi. Pengangguran dan kemiskinan yang merupakan ciri utama dari negeri
yang didominasi oleh ekonomi kolonial dan sisa-sisa feudalisme yang meluas di
pedesaan, merupakan sebab-sebab utama dari terjadinya migrasi.
C. Jenis-jenis
Migrasi
- Migrasi Nasional :
Urbanisasi, Trasmigrasi, Ruralisasi
Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam satu
negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai
berikut:
- Transmigrasi
Transmigrasi (Latin: trans - seberang, migrare - pindah) adalah suatu program
yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk (kota) ke daerah lain (desa) di
dalam wilayah Indonesia. Penduduk yang melakukan transmigrasi disebut
transmigran.
1)
Sejarah Transmigrasi Indonesia
Tujuan resmi program ini adalah
untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan
tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Kritik mengatakan bahwa pemerintah
Indonesia berupaya memanfaatkan para transmigran untuk menggantikan populasi
lokal, dan untuk melemahkan gerakan separatis lokal. Program ini beberapa kali
menyebabkan persengketaan dan percekcokan, termasuk juga bentrokan antara
pendatang dan penduduk asli setempat.
- Migrasi International : Imigrasi, Emigrasi,
Remigrasi
Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke
negara lainnya. Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
- Emigrasi adalah tindakan meninggalkan
negara asal seseorang atau wilayah untuk menetap di negara lain. Ini
adalah sama seperti imigrasi tapi dari perspektif negara asal. Gerakan
manusia sebelum pembentukan batas-batas politik atau dalam satu negara,
disebut migrasi. Ada banyak alasan mengapa orang mungkin memilih untuk
beremigrasi. Beberapa adalah untuk alasan agama, kebebasan politik atau
ekonomi atau melarikan diri. Lainnya memiliki alasan pribadi seperti
pernikahan. Beberapa orang yang tinggal di negara-negara kaya dengan iklim
dingin memilih untuk pindah ke iklim hangat ketika mereka pensiun. Orang
yang melakukan emigrasi disebut emigran.
- Imigrasi adalah perpindahan orang dari
suatu negara-bangsa (nation-state) ke
negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap
permanen yang dilakukan oleh imigran, sedangkan turis dan pendatang untuk jangka waktu pendek tidak dianggap imigran.
Walaupun demikian, migrasi pekerja musiman (umumnya untuk periode kurang
dari satu tahun) sering dianggap sebagai bentuk imigrasi. PBB memperkirakan ada sekitar 190
juta imigran internasional pada tahun 2005, sekitar 3% dari populasi dunia. Sisanya tinggal di negara kelahiran mereka atau negara penerusnya.
- Remigrasi, yaitu perpindahan penduduk kembali ke
negara asal.
D. Faktor-faktor
Penyebab Terjadinya Migrasi
- Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang meyumbang kepada berlakunya
proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang mantap dan kukuh menyebabkan
wujudnya banyak sektor-sektor pertanian, pembinaan dan perkilangan, sekaligus
membuka peluang kepada rakyat sesebuah negara termasuk juga golongan pendatang
yang datang khususnya untuk mencari rezeki di negara orang.
- Taraf ekonomi yang rendah di negara sendiri.
Bagi negara Malaysia khususnya, kemakmuran ekonomi seringkali dijadikan
alasan untuk menjelaskan mengapa negara ini menarik perhatian ramai rakyat
Indonesia dan Bangladesh malah termasuk juga negara-negara yang mengalami taraf
ekonomi yang gawat.
- Faktor sosiobudaya
Sebenarnya faktor sosiobudaya juga memainkan peranan utama menyebabkan
pendatang Indonesia semakin bertambah dari hari ke hari ke negara kita. Bahkan
boleh dikatakan faktor sosiobudaya ini memainkan peranan yang sama pentingnya
dengan faktor ekonomi, mennjadi daya tarikan kepada pendatang Indonesia ini.
- Faktor kestabilan politik
Kestabilan
politik sesebuah negara memainkan peranan yang penting dan berkait rapat dengan
ekonomi negara dan proses migrasi antarabangsa. Sebuah negara yang aman dan
makmur secara tidak langsung dapat mengelakkan berlakunya migrasi penduduk
negara tersebut ke negara lain, sebaliknya menyebabkan penduduk negara lain
berhijrah ke negara tersebut.
- Faktor Pendorong dan Penarik Migrasi
Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor
penarik (pull factor).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Migrasi merupakan suatu dinamika yang menarik untuk terus dikaji dengan
berbagai pendekatan yang terus dikembangkan untuk memperoleh data yang lebih
akurat mengenai jumlah determinan migrasi yang terus meningkat. Pada umumnya
migrasi di kembangkan di Indonesia karena factor ekonomi. Jumlah penduduk
yang semakin meningkat di kota-kota besar yang tidak di iringi dengan
tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai membuat pemerintah harus membuat
sutu program yang terencana dan terstruktur dengan baik, seperti transmigrasi
untuk memperkecil kesenjangan ekonomi dan meratakan jumlah penduduk ke semua
wilayah yang produktif sehingga masyarakat bisa melanjutkan hidup dengan baik
dan berkecukupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfana,
M. A. F., Iffani, M., & Hanif, W. A. N. P. (2017). Mortalitas di Indonesia
(Sejarah
Masa Lalu dan Proyeksi ke Depan).
https://doi.org/10.31219/osf.io/gyd6q
Ridwan
Amiruddin, A.Arsunan Arsin, A. Z. A., & Ida Leida maria, J. A. (2011).
Modul
epidemiologi dasar. Ilmu Kesehatan Masyarakat, 1–99.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/868/modul;jsession
id=BDFA1F7950BBE9E1120AA11A98F7003B?sequence=1
No comments:
Post a Comment