Sunday, 6 November 2022

Makalah Dasar Kependudukan MOBILITAS PENDUDUK

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk di suatu Negara dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk. Dalam hal ini, peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumbuhan penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Indonesia secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan penduduknya lebih dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat fertilitas dan mortalitas, sebab migrasi neto dapat dikatakan nol. Dengan kata lain, tidak banyak orang Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri, begiti juga orang-orang yang ada di luar negeri yang bertempat tinggal menetap di Indonesia.

Berbeda halnya dengan beberapa provinsi yang ada di Indonesia, seperti Lampung, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Sebab, beberapa provinsi tersebut banyak penduduk yang melakukan migrasi, karena migrasi memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan penduduk.

Sebelum Perang Dunia II, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan program pemindahan penduduk dari Jawa menuju luar Jawa untuk memecahkan tekanan penduduk yang ada di pulau Jawa. Disamping adanya perpindahan penduduk yang diadakan oleh pemerintah, juga terdapat perpindahan yang dilakukan penduduk secara pribadi. Misalnya perpindahan penduduk yang bukan permanen dari suku Minangkabau, dan perpindahan suku Bugis-Makassar ke daerah-daerah pantai di Indonesia.

Dengan demikian, makalah ini dibuat untuk membahas mengenai perpindahan (mobilitas) penduduk dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perpindahan penduduk. Dalam hal ini, pembahasan secara rinci akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah.

 

B. Rumusan Masalah

1.    Bagaimana konsep dan definisi dari mobilitas penduduk?

2.    Bagaimana teori yang ada dalam mobilitas penduduk?

3.    Apa saja sumber data dari mobilitas penduduk?

4.    Bagaimana mobilitas penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen?

5.    Apa saja faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas?

6.    Bagaimana permasalahan dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk?

 

C. Tujuan

1.    Mengetahui konsep dan definisi dari mobilitas penduduk.

2.    Mengetahui teori yang ada dalam mobilitas penduduk.

3.    Mengetahui sumber data yang ada dalam mobilitas penduduk.

4.    Mengetahui mobilitas penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen.

5.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas.

6.    Mengetahui permasalahan dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk.


BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Konsep Dan Definisi Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu (Ida Bagus Mantra: 157). Batas wilayah pada umumnya dipergunakan batas administrasi misalnya provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan.

Dalam buku yang berjudul Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka karya Daldjoeni (1981:121) mengatakan bahwa dalam demografi dikenal adanya tiga macam mobilitas (gerak) penduduk, pertama  mobilitas fisik (mobilitas geografis) merupakan berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain,  kedua mobilitas sosial dimana mereka yang bersangkutan berganti status atau pekerjaan. Ini masih diperinci lagi atas jenis social climbing dan social sinking, karena terdapatnya kenaikan atau penurunan atas status dibandingkan dengan yang semula. Ketiga yaitu mobilitas psikis, mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.

Disisi lain Ida Bagus Mantra dalam bukunya yang berjudul Demografi Umum (2015:174) mengatakan bahwa mobilitas penduduk non-permanen (sirkulasi, circulation) merupakan gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tidak berniat untuk menetap di daerah tujuan. Sifat dan perilaku mobilitas sirkuler seperti semut. Apabila beberapa ekor semut menemukan sisa-sisa makanan di atas meja makan, maka makanan tersebut tidak dimakan disana tetapi dibawa beramai-ramai ke tempat liangnya. Mereka terus bekerja tidak mengenal waktu sampai semua makanan terangkut.

Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu, misalnya ulang alik. Ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu juga. Sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal enam bulan atau lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat menetap di daerah tujuan seperti seorang istri berpindah ke tempat tinggal suami.

 

B. Teori-Teori Mobilitas Penduduk

Beberapa teori yang mengatakan mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan mobilitas, diantaranya:

 

1.        Teori Kebutuhan dan Stress (Need and Stress)

Setiap individu mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan psikologi. Apabila kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi maka terjadilah stress. Tinggi rendahnya stress yang dialami oleh individu berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan.

Proses mobilitas itu terjadi apabila:

a.     Seseorang mengalami tekanan (stress) baik ekonomi, sosial, maupun psikologidi tempat ia berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga suatu wilayah oleh seseorang dinyatakan sebagai wilayah yang memenuhi kebutuhannya sedangkan yang lain tidak.

b.    Terjadi perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Apabila tempat yang satu dengan tempat yang lain tidak ada perbedaan nilai kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas.

 

2.        Ervest S. Lee

Dalam tulisannya yang berjudul A Theory of Migration mengungkapkan bahwa volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah di wilayaah tersebut. Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif (+), negative (-) adapula faktor-faktor netral (o) Faktor positif, yang menguntungkan apabila bertempat tinggaldi daerah itu, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, atau iklim yang baik. Faktor negatif, yang memberikan nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi.

Menurut Lee proses migrasi itu dipengaruhi oleh empat faktor:

a.     Faktor-faktor individu.

b.    Faktor-faktoryang terjadi di daerah asal.

c.     Faktor-faktor yang terdapat di aerah tujuan.

d.    Rintangan antara daerah asal dengan daerah tujuan.

 

3.        Robert Norris (1972)

Norris berpendapat bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di daerah asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut. Dia tahu benar tentang kondisi lingkungan daerah asal, penuh nostalgia ketika hidup dan berdomisili di daerah asal. Itulah mengapa seseorang sangat terikat dengan daerah asal. Walaupun mereka sesudah berumah tangga harus pindah dan berdomisili di daerah lain, mereka tetap menganggap bahwa daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan) merupakan home pertama, dan daerah tempat domisili sekarang merupakan home kedua. Dapatlah dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local population. Dimana mereka tinggal, pasti mengadakan hubungan dengan daerah asal.

Hubungan migran dengan desa atau daerah asal di negara-negara berkembang dikenal sangat erat (Connel, 1976) dan menjadi salah satu ciri fenomena migrasi di negara-negara berkembang. Hubungan tersebut antara lain diwujudkan dengan pengiriman uang, pengiriman barang, bahkan pembangunan ide-ide ke daerah asal secara langsung maupun tidak langsung. Mantra (1979) melihat adanya hubungan timbal balik antara jarak dengan intensitas hubungan. Semakin dekat dengan tempat tinggal migran, semakin tinggi frekuensi kunjungan ke daerah asal, dalam migrasikaidah ini disebut dengan “distance decay.”

Norris juga menjelaskan tentang wilayah kesempatan antara yang dijadikan sasaran pertama pencari kerja dari daerah. Setelah mereka mapan dan sudah ada sedikit modal mereka melompat ke kota yang lebih besar dimana terdapat kesempatan berusaha yang lebih luas, dan kalau sudah mapan lagi mereka lompat ke tempat lain. Terjadi lompat katak (leaping frog) sebagai strategi meningkatkan usaha. Kejadian ini oleh Norris disebut step-wise movers.

 

4.        Mabogunje (1970)

Menurit Mabogunje (1970) hubunganmigran dengan desa dapat dilihat dari materi informasi yang mengalir dari kota ke daerah tujuan ke desa asal. Jenis informasi tersebut dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Informasi positif biasanya berasal dari migran yang berhasil di daerah tujuan. Hal ini berakibat stimulus untuk pindah semakin kuat dan pranata yang mengontrol mengalirnya warga desa keluar semakin longgar serta arah pergerakan penduduk tertuju ke kota yang informasinya positif. Sementara itu informasi negatif, biasanya datang dari para migran yang gagal atau kurang berhasil sehingga mengakibatkan dampak sebaliknya.

    

5.        Mitchell (1961)

Mitchell mengatakan bahwa ada beberapa kekuatan yang menyebabkan orang-orang terikat pada daerah asal, dan ada juga kekuatan yang mendorong orang-orang untuk meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di daerah asal disebut dengan kekuatan sentripetal dan sebaliknya kekuatan yang mendorong seseorang untuk meninggalkan daerah asal disebut kekuatan sentrifugal. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara dua kekuatan tersebut.

 

6.        Lee (1966), Todaro (1979), dan Titus (1982)

Para ahli di atas berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Mobilitas ke daerah perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di pedesaan. Dengan demikian, mobilitas desa-kota sekaligus mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara kedua daerah tersebut.

Meskipun demikian, ditentukan oleh beberapa faktor lain, seperti faktor jarak, biaya, dan informasi yang diperoleh. Jarak tetap merupakan faktor penting dalam penting dalam penentuan arah, setidaknya dalam penentuan bentuk mobilitas penduduk. Kota atau daerah tujuan berjarak jauh maka cenderung menghasilkan mobilitas permanen, sedangkan yang erjarak sedang menghasilkan mobilitas nginap/mondok cukup dilakukan dengan ulang-alik.

 

C. Sumber Data Mobilitas Penduduk

Pada umumnya terdapat tiga sumber data mobilitas penduduk yaitu sensus penduduk, registrasi penduduk, dan survey penduduk. Di bawah ini merupakan penjelasan dari macam-macam sumber data yang berkaitan dengan mobilitas penduduk :

 

1.        Sensus Penduduk

Pada tahun 2002 di Indonesia pelaksanaan sensus penduduk dibagi menjadi dua yaitu sensus lengkap dan sensus sampel. Sensus lengkap adalah pencacahan seluruh penduudk dengan responden kepala rumah tangga. Responden ini memberikan informasi mengenai karakteristik demografi anggota rumah tangganya. Pertanyaan yang diajukan sangat sederhana. Sebagai contoh, pertanyaan yang diajukan pada sensus penduudk tahun 1990 untuk sensus lengkap yaitu :

a.    Nama-nama anggota rumah tangga dan masing-masing dari mereka ditanyakan mengenai

b.    Hubungan dengan kepala rumah tangga

c.    Umur (tahun)

d.   Jenis kelamin

e.    Status perkawinan (BPS, 1989)

 

 

2.        Registrasi Penduduk

Registrasi penduduk digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian (events) kependudukan yang terjadi pada setiap saat, misalnya kelahiran, kematian, mobilitas penduduk keluar, dan mobilitas penduduk masuk, baik itu permanen maupun non-permanent. Di antara mobilitas penduduk permanen dan non-permanent, catatan mobilitas penduduk permanen lebih lengkap dibanding dengan mobilitas penduduk non-permanent. Orang-orang yang pindah domisili harus mempunyai surat pindah dari daerah asal, selanjutnya disampaikan pada kantor kelurahan/desa dimana mereka akan menetap.

 

3.        Survey Penduduk

Sumber lain dari data mobilitas penduduk ialah survey penduduk. Jangkauan daerah penelitian pada survey penduduk ini biasanya terbatas karena keterbatasannya dana, waktu, dan tenaga peneliti. Namun, terdapat salah satu keuntungan yaitu cakupan permasalahan yang dapat dijangkau lebih luas. Apabila dalam sensus penduduk informasi yang didapat hanya mengenai volume dan arus mobilitas penduduk antar provinsi, tetapi dalam survey penduduk informasi mengenai perilaku mobilitas penduduk dapat ditanyakan secara mendetail.

 

D. Mobilitas Penduduk Permanen (Migrasi)

Secara garis besar migrasi penduduk dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1.        Migrasi Internasional

Migrasi Internasional lebih peka daripada migrasi dalam negeri karena sering menimbulkan masalah politik. Setiap negara membuat peraturan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh warga negara asing yang ingin masuk ke negara tersebut. Dengan adanya peraturan tersebut maka frekuensi arus migrasi internasional antara negara di dunia sangat kecil.

Migrasi Internasional ada beberapa macam, yaitu (dalam skripsi Budi Handriawan, 2011) :

a.     Imigrasi yaitu masuknya penduduk ke negara lain dengan tujuan menetap.

b.    Emigrasi yaitu perpindahan penduduk atau keluarnya penduduk dari negara satu ke negara lain dengan tujuan menetap.

c.     Remigrasi yaitu kembalinya penduduk dari negara satu ke negara asalnya.

 

2.        Migrasi Dalam Negeri

a.         Transmigrasi

Penyebaran penduduk yang tidak merata menimbulkan permasalahan, diantaranya terjadi kelebihan penduduk di Jawa yang terwujud dalam sulitnya mendapatkan pasaran kerja, pendapatan penduduk yang rendah, dan angka pengangguran meningkat. Di luar Pulau Jawa sendiri banyak sumber daya alam yang belum sempat dijamah manusia. Memperhatikan hal tersebut, Karl J. Pelzer (1945,197) mengusulkan pemecahan masalah penduduk ini dengan memindahkan penduduk dari Jawa menuju ke luar Jawa.

 

1)      Masa Transmigrasi antara Tahun 1905-1931

Masa 1905-1931 dapat dianggap sebagai masa eksperimen, karena pada masa itu pemerintah Hindia Belanda belum lagi memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap usaha pemindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Tujuan utamanya ialah memindahkan petani-petani dari daerah yang kebanyakan penduduk di pulau Jawa ke pulau-pulau lain dan di sana mengadakan kolonisasi pertanian.

 

2)      Masa Transmigrasi Antara Tahun 1931-1941

Dengan berbagai alasan pengusaha-pengusaha perkebunan di Sumatra Timur menghalangi penyelenggaraan kolonisasi pertanian di tanah-tanah konsesi, sehingga ribuan pekerja kembali ke Jawa. Pada masa itulah pemerintah Hindia Belanda menyadari pentingnya kolonisasi pertanian bagi usaha meringankan tekanan penduduk di pulau Jawa dan dipelajarinya kesalahan serta pengalaman sejak kolonisasi Gedong Tataan.

Penyelenggaraan migrasi keluarga serta migrasi spontan di pergiat; mereka tidak memperoleh sesuatupun dengan cuma-cuma dari pemerintah kecuali sebidang tanah ongkos, alat-alat pertanian dan rumah tangga, merupakan pinjaman dan harus di kembalikan dalam waktu 2-3 tahun.

 

3)      Usaha Transmigrasi dalam Zaman Kemerdekaan

Setelah Perang Dunia II, usaha pemindahan penduduk oleh Pemerintah Republik Indonesia dimulai dengan mendirikan Jawatan Transmigrasi dalam tahun 1947 yang merupakan bagian dari Kemeterian Sosial. Kemudian menjadi bagian Kementerian Pembangunan dari Pemuda pada tahun 1948, lalu dipindahkan ke Kementerian Dalam Negeri. Baru setelah terbentuk Negara Kesatuan dalam tahun 1950 Jawatan Transmigrasi yang merupakan bagian Kementerian Sosial mulai memindahkan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Adapun tujuan dari program transmigrasi adalah:

“…….. mempertinggi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan jalam mengadakan pemindahan pendudukan dari suatu daerah (tempat) lainnya, yang ditujukan kea rah pembangunan perekonomian dalam segala lapangan……..” (Keyfitz, el al 1964, 122)

Jadi, transmigrasi merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kemiskinan yang ada di Jawa. Tujuan transmigrasi seperti di atas berlaku hingga tahun 1960-an (Oey 1980, 8). Provinsi-provinsi yang dijadikan daerah pemukiman transmigrasi adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimanta Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.

 

b.        Mobilitas Penduduk Beberapa Suku di Indonesia

Mobilitas penduduk dari beberapa suku di Indonesia sudah terjadi sejak dahulu. Mobilitas orang-orang Minangkabau ke kota-kota Sumatera dan Jawa. Petualangan orang-orang Bugis-Makasar ke kota-kota pelabuhan di beberapa pulau, migrasi spontan orang-orang Madura, perpindahan suku Banjar ke Kalimantan Timur, metupakan contoh-contoh dari mobilitas beberapa suku di Indonesia.

1)      Mobilitas Suku Minangkabau

Merantau merupakan bentuk mobilitas penduduk suku Minangkabau yang telah di lakukannya sejak dahulu. Dari segi sosiokultural. Merantau berarti:

a.         Pergi meninggalkan kampong halaman dan berinteraksi dengan etnik lain,

b.        Dengan suka rela dan atas kemauan sendiri,

c.         Dalam waktu yang singkat atupun lama,

d.        Dalam rangka mencari rejeki, menuntut ilmu, ataupun menambah pengalaman,

e.         Dengan keinginan untuk selalu kembali (non permanen) dan,

f.         Didorong oleh sistem sosial yang ada dan melembaga (Mochtar Naim 1979)

Faktor-faktor yang mendorong orang Minangkabau untuk mengadakan migrasi adalah faktor fisik, ekonomi, dan sosio–kultural. Faktor fisik karena masih muda mereka ingin mendapat rejeki di daerah rantau. Faktor sosio kultural dapat dibagi menjadi dua. Pertama, anjuran tradisional di mana orang Minang menganggap bahwa seorang lelaki dianggap belum mejadi “orang” sebelum mencari ilmu, dan rezeki di daerah lain. (Mochtar Naim 1979)

 

2)      Mobilitas Suku Bugis.

Suku Bugis di Sulawesi Selatan telah lama terkenal dengan sifat petualangan da pengembaraannya. Sejak akhir abad ke 17 mereka telah tersebar sampai di wilayah Malaysia, di samping kota-kota perdagangan di Indonesia. Pemerintah Belanda ingin memonopoli perdagangan yang di jelajah oleh orang-orang Bugis, yang merupakan pedagang mengarungi Nusantara yang dianggap menjadi penghambat. Pertentangan antara pemerintahan Belanda dengan suku Bugis tidak dapat dihindarkan sehingga sebagian besar pedagang Bugis meningglkan daerahnya.

Tahun 1930 ditaksir sebesar 10% dari jumlah penduduk Sulawesi Selatan (orang Bugis) bertempat tinggal di luar daerah. Di daerah Pontianak dan Balikpapan, jumlah orang bugis mencapai 50% dari seluruh penduduk. Peristiwa mobilitas penduduk di Indonesia sejak lama menyebabkan komposisi penduduk menurut tempat lahir di beberapa wilayah Indonesia sangat heterogin.

 

3)      Migrasi Penduduk Sensus Hidup

Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 1971 dan 1980, di Indonesia pada tahun 1971 terdapat 2.914.000 orang migran sesama hidup, dan pada tahun 1980 jumlah tersebut meningkat menjadi 5.428.000 orang. Jadi selama 9 tahun dari 60% pulau tempat lahirnya di Jawa, dan hanya 14% lahir di pulau Sumatra.

Persentase migran Jawa yang masuk ke Sumatera atau sebaliknya mengalami penurunan. Kenaikan migran masuk ke Kalimantan ini tidak hanya dari Jawa dan Sumatera saja, tetapi juga berasal pulau-pulau lain. Dengan demikian, migran yang berasal dari pulau Sulawesi nampak menyebar ke pulau-pulau di Indonesia. Fenomena ini nampaknya berkaitan dengan sejarah persebaran suku Bugis-Makasar.

 

E. Mobilitas Penduduk Non Permanen

Dari hasil beberapa penelitian mobilitas penduduk yang disamakan di Jawa dan dibeberapa tempat di Indonesia (HUGO 1975,Suharso et al 1976, Mantra 1978, Koentjaraningrat 1957), didapatlah bahwa bentuk mobilitas penduduk yang non permanen lebih banyak terjadi daripada mobilitas penduduk yang permanen, selanjutnya didapat pula mobilitas non-permanen lebih banyak yang terjadi daripada mobilitas permanen.

1.        Faktor -Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Mobilitas Sirkuler

Ada beberapa macam penyebab mengapa mobilitas sirkuler lebih banyak terjadi dibandingkan yang menetap, diantaranya yang akan diperbincangkan disini ialah :

a.         Faktor Sentripugal dan Sentripetal

Kekuatan sentripugal ialah kekuatan (Forces) yang terdapat dalam suatu wilayah yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya, sedangkan kekuatan sentripetal adalah kekuatan yang menyikat penduduk untuk tetap tinggal di daerah.

Kurangnya kesempatan kerja di bidang pertanian dan non pertanian serta terbataanya fasilitas pendidikan yang ada dapat mendorong penduduk untuk pergi ke daerah dimana kesempatan-kesempatan itu terdapat.

Hal -hal yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa ialah :

a.    Jalinan persaudaraan dan kekeluargaan antar masyarakat sangat erat.

b.    Sistem gotong royong pada masyarakat pedesaan sangat erat pula.

c.    Penduduk sangat terikat pada tanah pertanian.

d.   Penduduk sangat terikat pada kepala desa dimana ia dulu dilahirkan.

b.        Perbaikan Prasarana Transport

Dorongan untuk melaksanakan mobilitas sirkuler bagi para migran di stimulir oleh perbaikan prasarana transport yang menghubungkan desa dengan kota sejak 1970-an. Sebelumnya, bagi penduduk yang bekerja di kota, mereka memondok di kota tersebut. Akan tetapi, setelah jalan yang menghubungkan desa dengan kota sudah diperbaiki dan banyaknya kendaraan umum yang melalui rute ini, banyak dari mereka yang nglaju ke kota tempat mereka bekerja.

Dengan tersedianya prasarana angkutan yang relatif murah banyak dari penduduk desa pergi ke kota (berdagang, berburuh, dan sekolah). Begitu pula penduduk kota yang pergi ke desa. Ramainya lalu lintas orang dan barang dari desa ke kota dan begitu pula sebaliknya dapat dilihat dari tingginya frekuensi kendaraan yang menghubungkan desa dengan kota, yang hampir setiap kali jalan penuh dengan penumpang.

Jadi sesuai dengan perubahan yang terjadi, maka terlihatlah adanya perubahan bentuk mobilitas penduduk, misalnya dari menetap menjadi tidak menetap, dari mondok menjadi nglaju.

c.         Kesempatan Kerja di Sektor Formal dan Informal

Tekanan penduduk yang tinggi di daerah pedesaan dan tidak cukupnya lapangan kerja diluar sektor pertanian menyebabkan masyarakat mencoba kehidupan di kota. Menurut Soeharso (1978, 21) proses urbanisasi di Indonesia tidak diikuti dengan terjadinya perluasan lapangan pekerjaan di kota. Akibatnya, banyak dari para pendatang bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tidak menentu.

 

2.        Mobilitas Sirkuler Dan Pembangunan Regional

Mobilitas sirkuler merupakan sebuah penghubung antara desa dengan kota. Dengan nglaju atau mondok di kota, orang-orang desa banyak memperoleh pelajaran dan pengalaman di kota, misalnya cara-cara bekerja, membangun rumah dan lingkungan yang baik dan hidup sehat. Pengalaman yang berharga ini cepat dialirkan ke desa-desa. Disamping itu orang-orang kota dapat mengetahui keadaan di desa misalnya taraf hidup penduduk, kebutuhannya, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan kata lain komunikasi antar desa dan kota dapat berlangsung dengan lancar, hal ini tidak akan terjadi jika mobilitas sirkuler tidak terjadi dan para migran menetap di kota.

 

F. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Mengambil Keputusan Melaksanakan Mobilitas

Menurut Everett S. Lee (1970) terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk:

1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.

2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan.

3. Rintangan

4. Faktor-faktor individu.

Diantara keempat faktor diatas, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif suatu daerah tergantung pada individu itu sendiri. Pada setiap daerah terdapat faktor-faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut (faktor positif), dan faktor-faktor yang tidak menyenangkan sehingga menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut (faktor negatif).

 

G. Masalah Dan Pencegahan Dalam Mobilitas Penduduk

Berikut ini merupakan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya mobilitas penduduk disuatu daerah dan upaya penyelesaian yang dilakukan di daerah tersebut.

 

1.        Masalah yang Timbul

Menurut Sri Rahayu Sanusi, SKM, Mkes. (2003) permasalah yang timbul dalam mobilitas penduduk yaitu pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan.

 

2.        Upaya Penyelesaian

Menurut Prigno Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu diusahakan perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa urban".  Dengan  demikian  otomatis  penduduk  yang  tinggal  didaerahnya  menjadi  "orang  kota"  daalam  arti  statistik  (Surabaya  Post,  23  September  1996).  Guna  menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan yang beroreantasi  pedesaan  perlu  digalakan  dengan  memasukan  fasilitas  perkotaan  ke  pedesaan, sehingga merangsang kegiatan ekonomi pedesaan.


BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Mobilitas penduduk adalah suatu perpindahan penduduk yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam hidupnya, baik karena paksaan (perintah) maupun secara spontan (keinginan sendiri). Peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumbuhan penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu.

Mobilitas penduduk dibagi menjadi dua yaitu mobilitas permanen dan non-permanen. Mobilitas permanen atau yang sering dikenal dengan sebutan migrasi adalah perpindahan penduduk dari daerah asal (desa) ke daerah tujuan (kota) untuk mencari pekerjaan dan berniat untuk tinggal menetap di daerah tersebut dengan keluarganya. Sedangkan mobilitas non-permanen adalah suatu perpindahan penduduk dare desa ke kota untuk mencari pekerjaan, tetapi tidak menetap di daerah tujuan (nglaju).

Dalam masyarakat Indonesia, mobilitas penduduk secara non-permanen lebih banyak terjadi daripada mobilitas penduduk yang permanen, khususnya di daerah-daerah yang berdekatan dengan kota. Misalnya, Banten, Bogor dan Semarang. Dengan demikian, mobilitas non-permanen sangat menguntungkan bagi pekerja yang nglaju dari daerah asal karena lebih menghemat biaya.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

BPS. 1994. Trend Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. Jakarta: BPS

BPS. 1994. Proyeksi Penduduk Indonesia Per Kabupaten/Kodya 1990-2000.Jakarta: BPS

Daldjoeni. 1981. Masalah Penduduk Dalam Fakta dan Angka. Bandung: Alumni.

Lucas, David. 1990. Pengantar Kependudukan. Yogyakara: Gadjah Mada University Press.

Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Mantra, Ida Bagus. 2015. Pengantar Demografi Umum. Yogakarta: Pustaka Pelajar.

Munir, Rozy. 1992. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Suharyanto, P Tji. 1996. Urbanisasi. Surabaya Post. 23 September 1996.

Sanusi, Sri Rahayu. 2003. Masalah Kependudukan di Negara Indonesia. Diunduh pada http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-sri%20rahayu.pdf tanggal 12-09-2016

Handriawan, Budi. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penduduk Melakukan Mobilitas Non-Permanen Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Malaysia (Studi Kasus TKI Yang Pulang Di Desa Tanjungsari Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati). Skripsi Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang.

 

No comments:

Post a Comment