DAFTAR ISI
C.
C. Tujuan
A. Konsep Dan Definisi Mobilitas Penduduk
B. Teori-Teori Mobilitas Penduduk
C. Sumber Data Mobilitas Penduduk
D. Mobilitas Penduduk Permanen (Migrasi)
E. Mobilitas
Penduduk Non Permanen
F. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Mengambil Keputusan
Melaksanakan Mobilitas
G. Masalah Dan Pencegahan Dalam Mobilitas Penduduk
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk di suatu
Negara dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu fertilitas, mortalitas dan mobilitas
penduduk. Dalam hal ini, peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumbuhan
penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Indonesia
secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan penduduknya lebih dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya tingkat fertilitas dan mortalitas, sebab migrasi neto dapat
dikatakan nol. Dengan kata lain, tidak banyak orang Indonesia yang bertempat
tinggal di luar negeri, begiti juga orang-orang yang ada di luar negeri yang
bertempat tinggal menetap di Indonesia.
Berbeda halnya dengan beberapa
provinsi yang ada di Indonesia, seperti Lampung, Kalimantan Timur, DKI Jakarta,
Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Sebab, beberapa provinsi
tersebut banyak penduduk yang melakukan migrasi, karena migrasi memegang
peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan penduduk.
Sebelum Perang Dunia II, Pemerintah
Indonesia telah melaksanakan program pemindahan penduduk dari Jawa menuju luar
Jawa untuk memecahkan tekanan penduduk yang ada di pulau Jawa. Disamping adanya
perpindahan penduduk yang diadakan oleh pemerintah, juga terdapat perpindahan
yang dilakukan penduduk secara pribadi. Misalnya perpindahan penduduk yang
bukan permanen dari suku Minangkabau, dan perpindahan suku Bugis-Makassar ke
daerah-daerah pantai di Indonesia.
Dengan demikian, makalah ini dibuat
untuk membahas mengenai perpindahan (mobilitas) penduduk dan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perpindahan penduduk. Dalam hal
ini, pembahasan secara rinci akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep dan
definisi dari mobilitas penduduk?
2.
Bagaimana teori yang
ada dalam mobilitas penduduk?
3.
Apa saja sumber data
dari mobilitas penduduk?
4.
Bagaimana mobilitas
penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen?
5.
Apa saja faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas?
6.
Bagaimana permasalahan
dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk?
C. Tujuan
1.
Mengetahui konsep dan
definisi dari mobilitas penduduk.
2.
Mengetahui teori yang
ada dalam mobilitas penduduk.
3.
Mengetahui sumber data
yang ada dalam mobilitas penduduk.
4.
Mengetahui mobilitas
penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen.
5.
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas.
6.
Mengetahui permasalahan
dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dan Definisi Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk horizontal atau
geografis meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas
wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu (Ida Bagus Mantra: 157). Batas
wilayah pada umumnya dipergunakan batas administrasi misalnya provinsi,
kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan.
Dalam buku yang berjudul Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka
karya Daldjoeni (1981:121) mengatakan bahwa dalam demografi dikenal adanya tiga
macam mobilitas (gerak) penduduk, pertama
mobilitas fisik (mobilitas
geografis) merupakan berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat yang
lain, kedua mobilitas sosial dimana mereka yang bersangkutan berganti status
atau pekerjaan. Ini masih diperinci lagi atas jenis social climbing dan social
sinking, karena terdapatnya kenaikan atau penurunan atas status
dibandingkan dengan yang semula. Ketiga yaitu mobilitas psikis, mereka yang bersangkutan mengalami perubahan
sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Disisi lain Ida Bagus Mantra dalam
bukunya yang berjudul Demografi Umum
(2015:174) mengatakan bahwa mobilitas penduduk non-permanen (sirkulasi,
circulation) merupakan gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan
tidak berniat untuk menetap di daerah tujuan. Sifat dan perilaku mobilitas
sirkuler seperti semut. Apabila beberapa ekor semut menemukan sisa-sisa makanan
di atas meja makan, maka makanan tersebut tidak dimakan disana tetapi dibawa
beramai-ramai ke tempat liangnya. Mereka terus bekerja tidak mengenal waktu
sampai semua makanan terangkut.
Secara operasional, macam-macam
bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu, misalnya
ulang alik. Ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal ke daerah tujuan
dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu juga.
Sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal enam
bulan atau lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat menetap di
daerah tujuan seperti seorang istri berpindah ke tempat tinggal suami.
B. Teori-Teori Mobilitas Penduduk
Beberapa teori yang mengatakan
mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan mobilitas, diantaranya:
1.
Teori
Kebutuhan dan Stress (Need and Stress)
Setiap
individu mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut dapat
berupa kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan psikologi. Apabila kebutuhan itu
tidak dapat dipenuhi maka terjadilah stress. Tinggi rendahnya stress yang
dialami oleh individu berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan.
Proses
mobilitas itu terjadi apabila:
a. Seseorang
mengalami tekanan (stress) baik ekonomi, sosial, maupun psikologidi tempat ia
berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga
suatu wilayah oleh seseorang dinyatakan sebagai wilayah yang memenuhi
kebutuhannya sedangkan yang lain tidak.
b. Terjadi
perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu dengan tempat yang
lain. Apabila tempat yang satu dengan tempat yang lain tidak ada perbedaan
nilai kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas.
2.
Ervest
S. Lee
Dalam
tulisannya yang berjudul A Theory of
Migration mengungkapkan bahwa volume migrasi di suatu wilayah berkembang
sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah di wilayaah tersebut. Di daerah
asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif (+), negative (-) adapula
faktor-faktor netral (o) Faktor positif,
yang menguntungkan apabila bertempat tinggaldi daerah itu, misalnya di daerah
tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, atau iklim yang baik. Faktor negatif, yang memberikan nilai
negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari
tempat tersebut karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi.
Menurut
Lee proses migrasi itu dipengaruhi oleh empat faktor:
a.
Faktor-faktor individu.
b.
Faktor-faktoryang terjadi
di daerah asal.
c.
Faktor-faktor yang
terdapat di aerah tujuan.
d.
Rintangan antara daerah
asal dengan daerah tujuan.
3.
Robert
Norris (1972)
Norris
berpendapat bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di daerah
asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut.
Dia tahu benar tentang kondisi lingkungan daerah asal, penuh nostalgia ketika
hidup dan berdomisili di daerah asal. Itulah mengapa seseorang sangat terikat
dengan daerah asal. Walaupun mereka sesudah berumah tangga harus pindah dan
berdomisili di daerah lain, mereka tetap menganggap bahwa daerah asal (daerah
tempat mereka dilahirkan) merupakan home
pertama, dan daerah tempat domisili sekarang merupakan home kedua. Dapatlah dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk
yang bersifat bi local population.
Dimana mereka tinggal, pasti mengadakan hubungan dengan daerah asal.
Hubungan
migran dengan desa atau daerah asal di negara-negara berkembang dikenal sangat
erat (Connel, 1976) dan menjadi salah satu ciri fenomena migrasi di
negara-negara berkembang. Hubungan tersebut antara lain diwujudkan dengan
pengiriman uang, pengiriman barang, bahkan pembangunan ide-ide ke daerah asal
secara langsung maupun tidak langsung. Mantra (1979) melihat adanya hubungan
timbal balik antara jarak dengan intensitas hubungan. Semakin dekat dengan
tempat tinggal migran, semakin tinggi frekuensi kunjungan ke daerah asal, dalam
migrasikaidah ini disebut dengan “distance
decay.”
Norris
juga menjelaskan tentang wilayah kesempatan antara yang dijadikan sasaran
pertama pencari kerja dari daerah. Setelah mereka mapan dan sudah ada sedikit
modal mereka melompat ke kota yang lebih besar dimana terdapat kesempatan
berusaha yang lebih luas, dan kalau sudah mapan lagi mereka lompat ke tempat
lain. Terjadi lompat katak (leaping frog)
sebagai strategi meningkatkan usaha. Kejadian ini oleh Norris disebut step-wise movers.
4.
Mabogunje
(1970)
Menurit
Mabogunje (1970) hubunganmigran dengan desa dapat dilihat dari materi informasi
yang mengalir dari kota ke daerah tujuan ke desa asal. Jenis informasi tersebut
dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Informasi positif biasanya berasal dari migran yang berhasil di
daerah tujuan. Hal ini berakibat stimulus untuk pindah semakin kuat dan pranata
yang mengontrol mengalirnya warga desa keluar semakin longgar serta arah
pergerakan penduduk tertuju ke kota yang informasinya positif. Sementara itu informasi negatif, biasanya datang dari
para migran yang gagal atau kurang berhasil sehingga mengakibatkan dampak
sebaliknya.
5.
Mitchell
(1961)
Mitchell
mengatakan bahwa ada beberapa kekuatan yang menyebabkan orang-orang terikat
pada daerah asal, dan ada juga kekuatan yang mendorong orang-orang untuk
meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di
daerah asal disebut dengan kekuatan
sentripetal dan sebaliknya kekuatan yang mendorong seseorang untuk
meninggalkan daerah asal disebut kekuatan
sentrifugal. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara dua kekuatan
tersebut.
6.
Lee
(1966), Todaro (1979), dan Titus (1982)
Para
ahli di atas berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif
ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar
daerah. Mobilitas ke daerah perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh
pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang
diperoleh di pedesaan. Dengan demikian, mobilitas desa-kota sekaligus
mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara kedua daerah tersebut.
Meskipun
demikian, ditentukan oleh beberapa faktor lain, seperti faktor jarak, biaya,
dan informasi yang diperoleh. Jarak tetap merupakan faktor penting dalam
penting dalam penentuan arah, setidaknya dalam penentuan bentuk mobilitas
penduduk. Kota atau daerah tujuan berjarak jauh maka cenderung menghasilkan
mobilitas permanen, sedangkan yang erjarak sedang menghasilkan mobilitas
nginap/mondok cukup dilakukan dengan ulang-alik.
C. Sumber Data Mobilitas Penduduk
Pada umumnya terdapat tiga sumber
data mobilitas penduduk yaitu sensus penduduk, registrasi penduduk, dan survey
penduduk. Di bawah ini merupakan penjelasan dari macam-macam sumber data yang
berkaitan dengan mobilitas penduduk :
1.
Sensus
Penduduk
Pada
tahun 2002 di Indonesia pelaksanaan sensus penduduk dibagi menjadi dua yaitu
sensus lengkap dan sensus sampel. Sensus lengkap adalah pencacahan seluruh
penduudk dengan responden kepala rumah tangga. Responden ini memberikan
informasi mengenai karakteristik demografi anggota rumah tangganya. Pertanyaan
yang diajukan sangat sederhana. Sebagai contoh, pertanyaan yang diajukan pada
sensus penduudk tahun 1990 untuk sensus lengkap yaitu :
a.
Nama-nama anggota rumah
tangga dan masing-masing dari mereka ditanyakan mengenai
b.
Hubungan dengan kepala
rumah tangga
c.
Umur (tahun)
d.
Jenis kelamin
e.
Status perkawinan (BPS,
1989)
2.
Registrasi
Penduduk
Registrasi
penduduk digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian (events) kependudukan yang
terjadi pada setiap saat, misalnya kelahiran, kematian, mobilitas penduduk
keluar, dan mobilitas penduduk masuk, baik itu permanen maupun non-permanent.
Di antara mobilitas penduduk permanen dan non-permanent, catatan mobilitas
penduduk permanen lebih lengkap dibanding dengan mobilitas penduduk
non-permanent. Orang-orang yang pindah domisili harus mempunyai surat pindah
dari daerah asal, selanjutnya disampaikan pada kantor kelurahan/desa dimana
mereka akan menetap.
3.
Survey
Penduduk
Sumber
lain dari data mobilitas penduduk ialah survey penduduk. Jangkauan daerah
penelitian pada survey penduduk ini biasanya terbatas karena keterbatasannya
dana, waktu, dan tenaga peneliti. Namun, terdapat salah satu keuntungan yaitu
cakupan permasalahan yang dapat dijangkau lebih luas. Apabila dalam sensus
penduduk informasi yang didapat hanya mengenai volume dan arus mobilitas
penduduk antar provinsi, tetapi dalam survey penduduk informasi mengenai
perilaku mobilitas penduduk dapat ditanyakan secara mendetail.
D. Mobilitas Penduduk Permanen (Migrasi)
Secara
garis besar migrasi penduduk dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1.
Migrasi
Internasional
Migrasi
Internasional lebih peka daripada migrasi dalam negeri karena sering
menimbulkan masalah politik. Setiap negara membuat peraturan tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh warga negara asing yang ingin masuk ke
negara tersebut. Dengan adanya peraturan tersebut maka frekuensi arus migrasi
internasional antara negara di dunia sangat kecil.
Migrasi
Internasional ada beberapa macam, yaitu (dalam skripsi Budi Handriawan, 2011) :
a. Imigrasi
yaitu masuknya penduduk ke negara lain dengan tujuan menetap.
b. Emigrasi
yaitu perpindahan penduduk atau keluarnya penduduk dari negara satu ke negara
lain dengan tujuan menetap.
c. Remigrasi
yaitu kembalinya penduduk dari negara satu ke negara asalnya.
2.
Migrasi
Dalam Negeri
a.
Transmigrasi
Penyebaran
penduduk yang tidak merata menimbulkan permasalahan, diantaranya terjadi
kelebihan penduduk di Jawa yang terwujud dalam sulitnya mendapatkan pasaran
kerja, pendapatan penduduk yang rendah, dan angka pengangguran meningkat. Di
luar Pulau Jawa sendiri banyak sumber daya alam yang belum sempat dijamah
manusia. Memperhatikan hal tersebut, Karl J. Pelzer (1945,197) mengusulkan
pemecahan masalah penduduk ini dengan memindahkan penduduk dari Jawa menuju ke
luar Jawa.
1)
Masa
Transmigrasi antara Tahun 1905-1931
Masa
1905-1931 dapat dianggap sebagai masa eksperimen, karena pada masa itu
pemerintah Hindia Belanda belum lagi memberikan perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap usaha pemindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Tujuan utamanya
ialah memindahkan petani-petani dari daerah yang kebanyakan penduduk di pulau
Jawa ke pulau-pulau lain dan di sana mengadakan kolonisasi pertanian.
2)
Masa
Transmigrasi Antara Tahun 1931-1941
Dengan
berbagai alasan pengusaha-pengusaha perkebunan di Sumatra Timur menghalangi
penyelenggaraan kolonisasi pertanian di tanah-tanah konsesi, sehingga ribuan
pekerja kembali ke Jawa. Pada masa itulah pemerintah Hindia Belanda menyadari
pentingnya kolonisasi pertanian bagi usaha meringankan tekanan penduduk di
pulau Jawa dan dipelajarinya kesalahan serta pengalaman sejak kolonisasi Gedong
Tataan.
Penyelenggaraan
migrasi keluarga serta migrasi spontan di pergiat; mereka tidak memperoleh
sesuatupun dengan cuma-cuma dari pemerintah kecuali sebidang tanah ongkos,
alat-alat pertanian dan rumah tangga, merupakan pinjaman dan harus di kembalikan
dalam waktu 2-3 tahun.
3)
Usaha
Transmigrasi dalam Zaman Kemerdekaan
Setelah
Perang Dunia II, usaha pemindahan penduduk oleh Pemerintah Republik Indonesia
dimulai dengan mendirikan Jawatan Transmigrasi dalam tahun 1947 yang merupakan
bagian dari Kemeterian Sosial. Kemudian menjadi bagian Kementerian Pembangunan
dari Pemuda pada tahun 1948, lalu dipindahkan ke Kementerian Dalam Negeri. Baru
setelah terbentuk Negara Kesatuan dalam tahun 1950 Jawatan Transmigrasi yang
merupakan bagian Kementerian Sosial mulai memindahkan penduduk dari Jawa ke
luar Jawa. Adapun tujuan dari program transmigrasi adalah:
“……..
mempertinggi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan jalam mengadakan
pemindahan pendudukan dari suatu daerah (tempat) lainnya, yang ditujukan kea
rah pembangunan perekonomian dalam segala lapangan……..”
(Keyfitz, el al 1964, 122)
Jadi,
transmigrasi merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kemiskinan yang ada di
Jawa. Tujuan transmigrasi seperti di atas berlaku hingga tahun 1960-an (Oey
1980, 8). Provinsi-provinsi yang dijadikan daerah pemukiman transmigrasi adalah
Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Kalimanta Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.
b.
Mobilitas
Penduduk Beberapa Suku di Indonesia
Mobilitas
penduduk dari beberapa suku di Indonesia sudah terjadi sejak dahulu. Mobilitas
orang-orang Minangkabau ke kota-kota Sumatera dan Jawa. Petualangan orang-orang
Bugis-Makasar ke kota-kota pelabuhan di beberapa pulau, migrasi spontan orang-orang
Madura, perpindahan suku Banjar ke Kalimantan Timur, metupakan contoh-contoh
dari mobilitas beberapa suku di Indonesia.
1)
Mobilitas
Suku Minangkabau
Merantau
merupakan bentuk mobilitas penduduk suku Minangkabau yang telah di lakukannya
sejak dahulu. Dari segi sosiokultural. Merantau berarti:
a.
Pergi meninggalkan
kampong halaman dan berinteraksi dengan etnik lain,
b.
Dengan suka rela dan
atas kemauan sendiri,
c.
Dalam waktu yang
singkat atupun lama,
d.
Dalam rangka mencari
rejeki, menuntut ilmu, ataupun menambah pengalaman,
e.
Dengan keinginan untuk
selalu kembali (non permanen) dan,
f.
Didorong oleh sistem
sosial yang ada dan melembaga (Mochtar Naim 1979)
Faktor-faktor
yang mendorong orang Minangkabau untuk mengadakan migrasi adalah faktor fisik,
ekonomi, dan sosio–kultural. Faktor fisik karena masih muda mereka ingin
mendapat rejeki di daerah rantau. Faktor sosio kultural dapat dibagi menjadi
dua. Pertama, anjuran tradisional di mana orang Minang menganggap bahwa seorang
lelaki dianggap belum mejadi “orang” sebelum mencari ilmu, dan rezeki di daerah
lain. (Mochtar Naim 1979)
2)
Mobilitas
Suku Bugis.
Suku
Bugis di Sulawesi Selatan telah lama terkenal dengan sifat petualangan da
pengembaraannya. Sejak akhir abad ke 17 mereka telah tersebar sampai di wilayah
Malaysia, di samping kota-kota perdagangan di Indonesia. Pemerintah Belanda ingin
memonopoli perdagangan yang di jelajah oleh orang-orang Bugis, yang merupakan
pedagang mengarungi Nusantara yang dianggap menjadi penghambat. Pertentangan
antara pemerintahan Belanda dengan suku Bugis tidak dapat dihindarkan sehingga
sebagian besar pedagang Bugis meningglkan daerahnya.
Tahun 1930 ditaksir
sebesar 10% dari jumlah penduduk Sulawesi Selatan (orang Bugis) bertempat
tinggal di luar daerah. Di daerah Pontianak dan Balikpapan, jumlah orang bugis
mencapai 50% dari seluruh penduduk. Peristiwa mobilitas penduduk di Indonesia
sejak lama menyebabkan komposisi penduduk menurut tempat lahir di beberapa
wilayah Indonesia sangat heterogin.
3)
Migrasi Penduduk Sensus Hidup
Menurut hasil Sensus
Penduduk tahun 1971 dan 1980, di Indonesia pada tahun 1971 terdapat 2.914.000
orang migran sesama hidup, dan pada tahun 1980 jumlah tersebut meningkat
menjadi 5.428.000 orang. Jadi selama 9 tahun dari 60% pulau tempat lahirnya di
Jawa, dan hanya 14% lahir di pulau Sumatra.
Persentase migran
Jawa yang masuk ke Sumatera atau sebaliknya mengalami penurunan. Kenaikan
migran masuk ke Kalimantan ini tidak hanya dari Jawa dan Sumatera saja, tetapi
juga berasal pulau-pulau lain. Dengan demikian, migran yang berasal dari pulau
Sulawesi nampak menyebar ke pulau-pulau di Indonesia. Fenomena ini nampaknya
berkaitan dengan sejarah persebaran suku Bugis-Makasar.
E. Mobilitas
Penduduk Non Permanen
Dari
hasil beberapa penelitian mobilitas penduduk yang disamakan di Jawa dan
dibeberapa tempat di Indonesia (HUGO 1975,Suharso et al 1976, Mantra 1978,
Koentjaraningrat 1957), didapatlah bahwa bentuk mobilitas penduduk yang non
permanen lebih banyak terjadi daripada mobilitas penduduk yang permanen,
selanjutnya didapat pula mobilitas non-permanen lebih banyak yang terjadi
daripada mobilitas permanen.
1.
Faktor -Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Mobilitas
Sirkuler
Ada beberapa
macam penyebab mengapa mobilitas sirkuler lebih banyak terjadi dibandingkan
yang menetap, diantaranya yang akan diperbincangkan disini ialah :
a.
Faktor Sentripugal dan Sentripetal
Kekuatan
sentripugal ialah kekuatan (Forces) yang terdapat dalam suatu wilayah yang
mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya, sedangkan kekuatan sentripetal
adalah kekuatan yang menyikat penduduk untuk tetap tinggal di daerah.
Kurangnya
kesempatan kerja di bidang pertanian dan non pertanian serta terbataanya
fasilitas pendidikan yang ada dapat mendorong penduduk untuk pergi ke daerah
dimana kesempatan-kesempatan itu terdapat.
Hal -hal yang
mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa ialah :
a.
Jalinan
persaudaraan dan kekeluargaan antar masyarakat sangat erat.
b.
Sistem
gotong royong pada masyarakat pedesaan sangat erat pula.
c.
Penduduk
sangat terikat pada tanah pertanian.
d.
Penduduk
sangat terikat pada kepala desa dimana ia dulu dilahirkan.
b.
Perbaikan Prasarana Transport
Dorongan untuk
melaksanakan mobilitas sirkuler bagi para migran di stimulir oleh perbaikan
prasarana transport yang menghubungkan desa dengan kota sejak 1970-an.
Sebelumnya, bagi penduduk yang bekerja di kota, mereka memondok di kota
tersebut. Akan tetapi, setelah jalan yang menghubungkan desa dengan kota sudah
diperbaiki dan banyaknya kendaraan umum yang melalui rute ini, banyak dari
mereka yang nglaju ke kota tempat mereka bekerja.
Dengan
tersedianya prasarana angkutan yang relatif murah banyak dari penduduk desa
pergi ke kota (berdagang, berburuh, dan sekolah). Begitu pula penduduk kota
yang pergi ke desa. Ramainya lalu lintas orang dan barang dari desa ke kota dan
begitu pula sebaliknya dapat dilihat dari tingginya frekuensi kendaraan yang
menghubungkan desa dengan kota, yang hampir setiap kali jalan penuh dengan
penumpang.
Jadi sesuai
dengan perubahan yang terjadi, maka terlihatlah adanya perubahan bentuk
mobilitas penduduk, misalnya dari menetap menjadi tidak menetap, dari mondok
menjadi nglaju.
c.
Kesempatan Kerja di Sektor Formal dan Informal
Tekanan penduduk
yang tinggi di daerah pedesaan dan tidak cukupnya lapangan kerja diluar sektor
pertanian menyebabkan masyarakat mencoba kehidupan di kota. Menurut Soeharso
(1978, 21) proses urbanisasi di Indonesia tidak diikuti dengan terjadinya
perluasan lapangan pekerjaan di kota. Akibatnya, banyak dari para pendatang
bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tidak menentu.
2.
Mobilitas Sirkuler Dan Pembangunan Regional
Mobilitas
sirkuler merupakan sebuah penghubung antara desa dengan kota. Dengan nglaju
atau mondok di kota, orang-orang desa banyak memperoleh pelajaran dan
pengalaman di kota, misalnya cara-cara bekerja, membangun rumah dan lingkungan
yang baik dan hidup sehat. Pengalaman yang berharga ini cepat dialirkan ke
desa-desa. Disamping itu orang-orang kota dapat mengetahui keadaan di desa
misalnya taraf hidup penduduk, kebutuhannya, dan hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan pembangunan. Dengan kata lain komunikasi antar desa dan kota dapat
berlangsung dengan lancar, hal ini tidak akan terjadi jika mobilitas sirkuler
tidak terjadi dan para migran menetap di kota.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang
Mengambil Keputusan Melaksanakan Mobilitas
Menurut Everett S. Lee (1970)
terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk:
1. Faktor-faktor
yang terdapat di daerah asal.
2. Faktor-faktor
yang terdapat di tempat tujuan.
3. Rintangan
4. Faktor-faktor
individu.
Diantara keempat faktor
diatas, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif suatu
daerah tergantung pada individu itu sendiri. Pada setiap daerah terdapat
faktor-faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut
(faktor positif), dan faktor-faktor yang tidak menyenangkan sehingga
menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut (faktor negatif).
G. Masalah Dan Pencegahan Dalam Mobilitas
Penduduk
Berikut ini
merupakan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya mobilitas penduduk
disuatu daerah dan upaya penyelesaian yang dilakukan di daerah tersebut.
1.
Masalah
yang Timbul
Menurut Sri Rahayu Sanusi, SKM,
Mkes. (2003) permasalah yang timbul dalam mobilitas penduduk yaitu pertumbuhan
penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini
disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri,
pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan.
2.
Upaya
Penyelesaian
Menurut Prigno Tjiptoheriyanto upaya mempercepat
proses pengembangan suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang
disesuaikan dengan harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu
diperlukan upaya peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di
desa. Yang perlu diusahakan perubahan status desa itu sendiri, dari desa
"desa rural" menjadi "desa urban". Dengan
demikian otomatis penduduk
yang tinggal didaerahnya
menjadi "orang kota"
daalam arti statistik
(Surabaya Post, 23
September 1996). Guna
menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan
yang beroreantasi pedesaan perlu
digalakan dengan memasukan
fasilitas perkotaan ke
pedesaan, sehingga merangsang kegiatan ekonomi pedesaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilitas
penduduk adalah suatu perpindahan penduduk yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan dalam hidupnya, baik karena paksaan (perintah) maupun secara
spontan (keinginan sendiri). Peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumbuhan
penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Secara
operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan konsep
ruang dan waktu.
Mobilitas
penduduk dibagi menjadi dua yaitu mobilitas permanen dan non-permanen.
Mobilitas permanen atau yang sering dikenal dengan sebutan migrasi adalah
perpindahan penduduk dari daerah asal (desa) ke daerah tujuan (kota) untuk
mencari pekerjaan dan berniat untuk tinggal menetap di daerah tersebut dengan
keluarganya. Sedangkan mobilitas non-permanen adalah suatu perpindahan penduduk
dare desa ke kota untuk mencari pekerjaan, tetapi tidak menetap di daerah
tujuan (nglaju).
Dalam
masyarakat Indonesia, mobilitas penduduk secara non-permanen lebih banyak
terjadi daripada mobilitas penduduk yang permanen, khususnya di daerah-daerah
yang berdekatan dengan kota. Misalnya, Banten, Bogor dan Semarang. Dengan
demikian, mobilitas non-permanen sangat menguntungkan bagi pekerja yang nglaju
dari daerah asal karena lebih menghemat biaya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 1994.
Trend Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. Jakarta: BPS
BPS. 1994.
Proyeksi Penduduk Indonesia Per Kabupaten/Kodya 1990-2000.Jakarta: BPS
Daldjoeni. 1981. Masalah Penduduk
Dalam Fakta dan Angka. Bandung: Alumni.
Lucas, David. 1990. Pengantar
Kependudukan. Yogyakara: Gadjah Mada University Press.
Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar
Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya.
Mantra, Ida Bagus. 2015. Pengantar
Demografi Umum. Yogakarta: Pustaka Pelajar.
Munir, Rozy. 1992. Dasar-dasar
Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Suharyanto, P Tji. 1996. Urbanisasi. Surabaya Post. 23 September 1996.
Sanusi, Sri Rahayu. 2003. Masalah
Kependudukan di Negara Indonesia. Diunduh pada http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-sri%20rahayu.pdf
tanggal 12-09-2016
Handriawan, Budi. 2011.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penduduk Melakukan Mobilitas Non-Permanen
Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Malaysia (Studi Kasus TKI Yang Pulang
Di Desa Tanjungsari Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati). Skripsi Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang.
No comments:
Post a Comment