MAKALAH
SUJUD SYUKUR
A. Pengertian Sujud Syukur
Sujud syukur adalah sujud yang
dilakukan ketika menerima kabar gembira, mendapatkan nikmat, atau terhindar
dari bencana. Ungkapan rasa syukur atas segala limpahan nikmat tersebut
diwujudkan dalam bentuk sujud terima kasih atau sujud Syukur. Hukum sujud
Syukur adalah sunah yang sangat dianjurkan.
Firman Allah SWT:
Artinya:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Q.S.
Ibrahim: 7)
B. Ketentuan-ketentuan sujud
Cara
Mensyukuri Nikmat
Sebagai seorang Muslim, ketika kita
terhindar dari bahaya atau bencana, atau mendapat kesenangan, disunahkan untuk
melakukan sujud Syukur. Bersyukur ada kalanya dengan menggunakan anggota badan
yaitu dengan melakukan sujud Syukur. Gerakan sujud Syukur sama dengan gerakan
sujud ketika shalat. Bacaan yang dibaca ketika sujud Syukur yaitu:
سَجَدَ وَجْهِىَ
لِلذىْ خَلَقَهُ وَشَقَ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَتِهِ فَتَبَا رَكَ اللَهُ
أَحْسَنُ الْخَا لِقِيْنَ
Artinya:
wajahku sujud kepada Zat yang telah menciptakannya, membentuknya, membelah
(menjadikan dua) pendengarannya dan (membelah) penglihatannya dengan daya-Nya
dan kekuatan-Nya. Mahamulia Allah dan pencipta yang paling baik.
hukum sujud
syukur
Sujud syukur hukumnya sunnah, sama
halnya dengan sujud tilawah. Bedanya sujud syukur hanya dikerjakan diluar
sholat.
Rukun Sujud
Syukur
Rukun dan bacaan sujud Syukur sama
dengan sujud Tilawah. Bedanya, sujud Tilawah dapat dilakukan di dalam shalat,
sedangkan sujud Syukur hanya dilakukan di luar shalat.[2]
a. Niat
b. Takbir
c. Sujud satu kali
d. Salam
e. tertib
SUJUD TILAWAH
A. Pengertian Sujud Tilawah
Tilawah menurut bahasa artinya
bacaan. Sedang menurut istilah, sujud tilawah ialah sujud karena membaca atau
mendengar ayat-ayat sajdah. Pada shalat berjamaah apabila imam membaca ayat
sajadah dan ia sujud, maka yang mendengar atau makmum sujud pula, tetapi apabila
yang membacanya tidak sujud, yang mendengar tidak disunnahkan sujud pula.
Dari Abu
Hurairah bahwa Nabi SAW. bersabda, “Apabila manusia membaca ayat sajadah,
kemudian ia sujud, menghindarlah setan dan ia menangis seraya berkata, ‘Hai
celaka! Anak Adam (manusia) disuruh sujud, lantas ia sujud maka baginya surga
dan saya disuruh sujud juga, tetapi saya enggan (tidak mau), maka bagi saya
neraka.” (HR Muslim)
Dalam Al-Qur’an ada 15 ayat Sajdah.
B. Ketentuan-ketentuan sujud
Hukum Sujud
Tilawah
Sujud tilawah hukumnya sunnah, baik
dikerjakan sedang dalam shalat atau di luar shalat.
Sujud tilawah dianjurkan oleh
Rasuluoh SAW. Melakukannya apabila membaca atau mendengar orang membaca
ayat-ayat sajadah, sebab setan akan menghindar dari padanya.
Dalam hadits lain diriwayatkan,
bahwa Rasulullah SAW. Pernah membaca Al-Qur’an di depan Ibnu Umar, ketika
beliau membaca ayat sajadah beliau takbir lalu sujud dan Ibnu Umar pun sujud
bersama beliau. Jadi orang yang membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah di
sunnahkan sujud.[3]
Rukun Sujud
Tilawah di luar Shalat
a. Niat
b. Takbir
c. Sujud satu kali
d. Salam
e. Tertib.
Tata cara
sujud tilawah
a. Di dalam shalat
Apabila di saat shalat membaca ayat-ayat
sajadah maka langsung bersujudtanpa melakukan rukuk maupun i’tidal dan
selanjudnya kembali pada posisi semula.
b. Di luar shalat
Kita dapat langsung bersujud dengan
posisi sebagaimana sujudnya kita dalam shalat.bacaan sujud tilawah
سَجَدَ وَجْهِىَ لِلذىْ خَلَقَهُ وَشَقَ سَمْعَهُ
وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَتِهِ فَتَبَا رَكَ اللَهُ أَحْسَنُ الْخَا لِقِيْنَ
“ Aku sujud
kepada Tuhan yang menciptakan diriku, Tuhan yang membukakan pendengaran dan
penglihatan dengan daya dan kekuasaa-Nya.” (HR Tirmidzi)
Ayat-ayat
sajadah.[4]
a. Surah al-A’raf: 206
b. Surah ar-Ra’d: 15
c. Surah an-Nahl:49-50
d. Surah al-Israa’:107-109
e. Surah Maryam: 58
f. Surah al-Hajj: 18 dan 77
g. Surah al-Furqon: 60
h. Surah an-Naml:25-26
i. Surah as-Sajdah: 15
j. Surah Shaad: 24
k. Surah Fushilat: 37-38
l. Surah an-Najm: 62
m. Surah al-Insyiqaq: 21
n. Surah al-Alaq: 19[5]
C. Mempraktikkan sujud syukur dan tilawah
Praktik sujud syukur ialah sujud syukur
dilakukan seketika, yaitu pada saat baru saja mendapatkan kenikmatan atau
terhindar dari musibah, melaksanakan sujud syukur tidak harus suci dari hadats
dan najis, sebab sujud syukur dilakukan di luar salat.
Cara
melakukannya.
a. Niat untuk sujud syukur
b. Membaca Allahu akbar
c. Sujud sambil membaca bacaan sujud
d. Memberi salam
Praktik sujud tilawah ialah apabila
dalam shalat, setelah ayatnya selesai
dibaca, kemudian turun dan berdiri untuk sujud dan terus berdiri untuk
menyempurnakan salat. Namun apabila di luar salat, ketika ayatnya selesai
dibaca kemudian niat sujud tilawah dn bertakbir (seperti takbiratul ihram)
dengan mengangkat kedua tangannya, lalu bersujud dengan membaca takbir. Apabila
telah selesai membaca bacaannya, kemudian bangkit dari sujud dengan bertakbir
dan terus duduk lalu salam.[6]
PUASA PADA UMUMNYA
Pengertian
Puasa, Jenis, Syarat, Hikmah, Niat dan Imsyak
بِسْــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Shaum
(Bahasa Arab: صوم, transliterasi: Sauwm) secara bahasa artinya menahan atau
mencegah. Menurut syariat agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum
serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar
hinggalah terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan
ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 183.
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Berpuasa
(saum) merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan
puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama.
1. Jenis /
Macam Puasa:
1. Puasa
yang hukumnya wajib
1.Puasa
Ramadhan
2.Puasa
karena Nadzar
3.Puasa
Kifarat atau denda
2. Puasa
yang hukumnya sunah
1.Puasa 6
hari di bulan Syawal selain hari raya Idul Fitri.
2.Puasa
Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah bagi orang-orang yang tidak menunaikan ibadah
haji.
3.Puasa
Senin dan Kamis
4.Puasa
Daud (sehari puasa, sehari tidak)
5.Puasa
'Asyura (pada bulan muharram), dilakukan pada tanggal 10 (dalam riwayat
dikatakan sehari sebelum dan sesudahnya).
6.Puasa 3
hari pada pertengahan bulan (menurut kalender islam)(Yaumul Bidh), tanggal 13,
14, dan 15
7.Puasa
pada sebagian bulan Sya'ban
8.Puasa
bulan Haram; yaitu bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
2. Syarat
wajib puasa
Syarat
wajib puasa adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan
melakukan puasa. Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum
dikenai kewajiban untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan
pahala apabila mau mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai
beriktu:
Beragama Islam
Berakal sehat
Baligh
Suci dari haid dan nifas (khusus bagi kaum
wanita)
Bermukim (tidak sedang bepergian jauh)
Mampu (tidak dalam keadaan sakit).
Apabila
salah satu dari hal-hal di atas tidak ada pada seorang muslim, maka ia
belum/tidak wajib mengerjakan puasa wajib.
3. Syarat
Sahnya Puasa
Syarat
sahnya puasa ada dua, yaitu:
(1) Dalam
keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban
puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.
(2)
Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan
ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari
hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya
setiap amal itu tergantung dari niatnya.”
4. Tentang
Niat
Perlu
ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzkan). Karena yang
dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya di
hati An Nawawi rahimahullah –ulama besar
dalam Syafi’iyah- yang mengatakan,
لَا يَصِحُّ
الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ
خِلَافٍ
“Tidaklah
sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak
disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara
para ulama.”[1].
Ulama
Syafi’iyah lainnya, Asy Syarbini rahimahullah mengatakan,
وَمَحَلُّهَا
الْقَلْبُ ، وَلَا تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا ، وَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا
قَطْعًا كَمَا قَالَهُ فِي الرَّوْضَةِ
“Niat
letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali
tidakk disyaratkan untuk dilafazhkan.”[2], Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan,
وَالنِّيَّةُ
مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ
بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ
“Niat itu
letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di
hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah
berdasarkan kesepakatan para ulama.”
5. Tentang
Imsak
Imsak; Kita
sudah terlampau akrab dengan kata imsak, lebih-lebih ketika bulan Ramadhan.
Banyak orang memahami Imsak sebagai waktu menjelang fajar (subuh) dimana seorang
muslim yang akan berpuasa berhenti makan sahur. Padahal makna dari imsak
tidaklah sesempit itu. Imsak yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan
puasa seperti makan, minum, dan lain-lain dari mulai terbit fajar sampai
terbenam matahari. Jadi, waktu dimulainya puasa bukanlah pada saat sirine atau
pengumuman imsak disuarakan, tetapi dimulai ketika fajar (shubuh). Tentang
kenapa diperlukan sirine dan jadwal waktu imsak itu supaya kita berhati-hati
dan bersiap-siap karena sebentar lagi (sekitar 5 menit lagi) fajar akan tiba.
6. Hikmah
puasa
Ibadah
puasa Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mukmin adalah ibadah yang
ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam QS. Al-
Baqarah/2: 183. Hikmah dari ibadah shaum itu sendiri adalah melatih manusia
untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam
al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali ‘Imran/3:
146. Di antara hikmah dan faedah puasa selain untuk menjadi orang yang bertakwa
adalah sebagai berikut;
Untuk pendidikan/latihan rohani
Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri
Mendidik nafsu agar tidak senantiasa
dimanjakan dan dituruti
Mendidik jiwa untuk dapat memegang amanat
dengan sebaik-baiknya
Mendidik kesabaran dan ketabahan
Untuk perbaikan pergaulan;Orang yang
berpuasa akan merasakan segala kesusahan fakir miskin yang banyak menderita
kelaparan dan kekurangan. Dengan demikian akan timbul rasa suka menolong kepada
orang-orang yang menderita.
Untuk kesehatan; Perlu diingat ibadah puasa
Ramadhan akan membawa faedah bagi kesehatan rohani dan jasmani jika
pelaksanaannya sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka
hasilnya tidaklah seberapa, malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia saja.
Allah
berfirman dalam surat [Al-A'Raaf] ayat 31:
يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ
مَسۡجِدٍ۬ وَڪُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
"Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan"
Nabi
S.A.W.juga bersabda:
نَحْنُ قَوْمٌ
لاَ نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوْعَ وَإِذَا أَكَلْنَا لاَ نَشْبَعُ
"Kita
ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang."
Tubuh
manusia memerlukan makanan yang bergizi. Jika manusia makan berlebih-lebihan
sudah tentu akan membawa mudharat kepada kesehatan. Badan bisa menjadi gemuk,
yang bisa mengakibatkan sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis,
dan berbagai penyakit lainnya. Oleh itu makanlah secara sederhana, terutama
ketika berbuka, mudah-mudahan Puasa akan membawa kesehatan bagi rohani dan
jasmani kita.
Sebarkan
!!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ
ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan
segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon
ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
PUASA RAMADHAN
A. Pengertian Puasa Ramadhan
Puasa dalam
Bahasa Arab berasal dari kata soum atau siyam yang artinya sama dengan imsak
yaitu menahan
Sedangkan
menuru istilah syariat islam puasa adalah suatu amal ibadah yang dilakukan
denggan menahan diri dari segala sesuatu
yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari
disertai sengan niat karena Allah dengan syarat dan rukun tertentu,
Ramadhan
berarti panas terik dari sengatan matahari/ membakar/ bulan yang membakar dosa.
Jadi puasa
ramadhan adalah suatu amal ibadah puasa yang dilakukan dalam bulan ramadhan.
B. Dalil Diwajibkanya Puasa
Adapun dalil yang menunjukkan wajib
puasa dibulan ramadhan yaitu:
Q.S.
Al-Baqarah: 183
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(Q.S. Al-baqarah;183)
C. Bacaan Niat Puasa Ramadhan
Niat puasa
Ramadhan untuk satu bulan(dibaca pada awal ramadhan):
نَوَيْتُ صَوْمَ
شَهْرِ رَمَضَانَ كِلِّهِ لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu
shauma syahri ramadhaana kulihi lillaahi ta’aalaa
"Aku
niat berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah
Taala"
Niat puasa
Ramadhan harian (dibaca setiap hari):
نَوَيْتُ صَوْمَ
غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ االشَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu
saumagadin an'adai fardi syahri ramadhana hadzihissanati lillahita'ala
"Aku
niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa pada bulan Ramadhan
tahun ini karena Allah Taala".
D. Syarat Wajib & Syarat Sah Puasa
Syarat
Wajib:
a) Islam : Puasa hanya diwajibkan bagi orang
yang beragama islam
b) Baligh : (umur 15 tahun ke atas) atau
tanda yang lain. Anak kecil tidak wajib puasa.
c) Berakal : Orang gila tidak wajib berpuasa
d) Mampu melaksanakan puasa : Orang yang
tidak mampu samada kerana tua atau sakit tidak diwajibkan ke atas mereka
berpuasa.
Syarat Sah:
a) Islam. Orang yang bukan Islam tidak sah
puasa.
b) Mumayyiz (iaitu dapat membezakan yang
baik dengan yang tidak baik).
c) Suci dari haid (darah kotoran) dan nifas
(darah setelah melahirkan anak). Orang yang kedatangan haid atau nifas tidak
sah berpuasa tetapi keduanya wajib mengganti (membayar) puasa yang tertinggal
itu secukupnya. (Qada': Ialah membayar kewajipan yang ditinggalkan sesudah
waktunya, seperti orang yang meninggalkan puasa kerana haid, wajib ke atasnya
menebus puasa yang ditinggalkan itu di dalam bulan lain. Kalau ketinggalan 3
hari, wajib ke atasnya qada' 3 hari juga)
E. Rukun Puasa
Diantara
rukun-rukun puasa yaitu:
a) Niat di dalam hati , niat ini diwajibkan
pada tiap-tiap malam, kerana ibadat
puasa pada tiap-tiap hari dalam bulan Ramadhan adalah perbuatan yang terpisah
di antara hari dengan hari yang lain Sebagaimana Hadis Nabi SAW :
من لم يجمع الصوم
قبل الفجر فلا صيام له
Artinya
:”Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar maka tiada puasa
baginya”(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Asbus Sunan).
b) Menahan diri daripada makan dan minum
atau menahan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari keluarnya fajar
hingga tenggelamnya matahari.
F. Orang yang Boleh Tidak Berpuasa
Orang-orang
berikut ini boleh tidak berpuasa tapi harus melakukan kafarat/denda.
a) Orang sakit
b) Orang dalam perjalanan(Musyafir)
sebagaimana
firman Allah:
وَمَنْ كَانَ
مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya:
“Barang siapa yang sakit atau sedang dalam perjalanan, maka hendaklah dia
berpuasa di hari lain. Allah menghendaki keringanan bagi kamu, dan Dia tidak
menghendaki kesukaran ke atas kamu.”(Q.S. Al-Baqarah, Ayat: 185)
c) Wanita haid dan nifas
d) Wanita yang sedang hamil & menyusui,
karena dikhawatirkan menganggu kesehatan dirinya dan anaknya.
e) Orang yang lanjut usia
G. Denda/ Kafarat Puasa
Denda atau
kafarat puasa adalah perbuatan yang harus dilakukan sebagai ganti dari puasa
yang ditinggalkan dengan berdasarkan ketentuan Allah SWT. Jika seseorang tidak
melakukan puasa ramadhan dengan alasan atau sebab tertentu yang dibolehkan
syara’ maka berlaku ketentua denda/ kafarat sbb:
1) Wajib mengkhodo’ pada hari lain sesuai
dengan jumlah hari yng ditinggalkan:
a) Orang sakit yang masih bisa sembuh
b) Orang yang sedang dalam perjalanan
(Musyafir)
Sebagaimana
firman Allah:
وَمَنْ كَانَ
مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya:
“Barang siapa yang sakit atau sedang dalam perjalanan, maka hendaklah dia
berpuasa di hari lain. Allah menghendaki keringanan bagi kamu, dan Dia tidak
menghendaki kesukaran ke atas kamu.”(Q.S. Al-Baqarah, Ayat: 185)
c) Wanita yang sedang hamil & menyusui,
jika mengkhawatirkan membahayakan diri sendiri dan anaknya maka wajib
mengkhodo’, tapi jika hanya mengkhawatirkan anaknya saja maka wajib baginya
mengkhodo’ dan membayar fidyah
2) Wajib membayar fidyah yaitu memberi
makan(makanan pokok) fakir miskin pada tiap hari yang ditinggalkan sebesar 1
mud (6 ons).
a) Orang sakit yang tidak ada harapan untuk
sembuh
b) Orang tua yang tidak mampu berpuasa.
Sebagaimana
firman Allah:
وَعَلَى الَّذِينَ
يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Artinya:”
Dan atas orang yang mampu tetapi amat payah menunaikannya (kerana tua, lemah
atau sebagainya) hendaklah dia membayar fidyah, (iaitu) memberi makan orang
miskin”
H. Sunah-Sunah Puasa
Diantara
Sunah-Sunahnya Puasa Yaitu:
a) Makan Sahur, Rasulullah bersabda:
تَسَحَّرُوا
فَاِ نَّ فِى السُّحُورِ بَرَكَةً
Artinya:”Hendaklah
kalian makan sahur karena didalam sahur itu terdapat keberkahan”(Mutafaqun
Alaih)
b) Mengakhiri sahur, Rasulullah Bersabda:
إن تأخير السحور
من سنن المرسلين
Artinya:”
Sesungguhnya melewatkan bersahur itu adalah sunnah Para Rasul”(Diriwayatkan
oleh Ibn. Hibban)
c) Menyegerakan berbuka, Rasulullah
Bersabda:
لا يزال الناس
بخير ما عجلوا الفطر
Artinya:”
Manusia akan tetap berkeadaan baik selagi mereka menyegerakan
berbuka”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
d) Meninggalkan perkataan yang tidak baik,
seperti berbohong, mengumpat, menfitnah dan sebagainya, Rasulullah Bersabda:
من لم يدع قول
الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Artinya:”Barang
siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan beramal dengannya maka Allah
tidak mempunyai hajat padanya dalam dia meninggalkan makanan dan minumannya
(puasanya sia-sia).”(H.R. Bukhari)
e) Berbuka dengan kurma atau yang
manis-manis atau dengan air sebelum makan yang lain
f) Memberi makan orang lain untuk berbuka
g) Berdoa ketika berbuka, Doa itu antara
lain:
اّلَّلهُمَ لَكَ
صُمْتُ وَبِكَ اَمَنْتُ وَعَلي رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ
Artinya;”
Wahai Tuhanku, karena-Mulah aku berpuasa dan dengan rizki-mulah aku berbuka”
I. Makruh Puasa
Beberapa
hal yang dimakruhkan pada saat puasa yaitu:
a) Berkata
yang tidak baik, seperti berbohong, mengumpat, menfitnah dan sebagainya,
Rasulullah Bersabda:
من لم يدع قول
الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Artinya:”Barang
siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan beramal dengannya maka Allah
tidak mempunyai hajat padanya dalam dia meninggalkan makanan dan minumannya
(puasanya sia-sia).”(H.R. Bukhari)
b) Sengaja melambatkan berbuka meskipun
sudah masuk waktu maghrib
c) Berbekam, kecuali kalau terpaksa
d) Bersiwak, sikat gigi dan berkumur secara berlebihan
pada saat matahari sudah tergelincir ke barat(waktu Dhuhur), kecuali terpaksa
e) Sebagaian ulama’ berpandapat bahwa:
suntik cacar termasuk makruh, jika tidak ada keperluan mendesak.
J. Hal-hal yang Membatalkan Puasa
a) Murtad(keluar dari agama islam)
b) Muntah dengan sengaja
c) Makan dan minum dengan sengaja termasuk
juga merokok
d) Haid, Nifas, Wiladah
e) Gila, Mabuk, Pingsan
f) Jimak pada saat puasa, Sebagaimana Hadis
Rasulullah SAW :
Seorang
lelaki datang kepada Rasulullah S.A.W, Dan berkata: “Celaka aku, wahai
Rasulullah.” Nabi S.A.W berkata: “Apakah yang mencelakakan engkau?.” lelaki itu
menjawab:” Aku telah bersetubuh dengan isteriku pada waktu siang di bulan
Ramadan.” Rasulullah S.A.W berkata:
“Sanggupkah engkau memerdekakan hamba?”. lelaki itu menjawab: “Tidak sanggup.”
Rasulullah S.A.W berkata: “Hendaklah engkau berpuasa dua bulan
berturut-turut?.” lelaki itu menjawab: “Tidak mampu.” Rasulullah S.A.W berkata:
“Adakah engkau mempunyai makanan untuk diberikan kepada enam puluh orang
miskin?.” lelaki itu menjawab:” Tidak.” Kemudian lelaki itu duduk, sekejap
lepas itu datang seseorang kepada Nabi s.a.w dengan memberi satu bakul besar
berisi tamar. Lalu Rasulullah S.A.W bersabda: “Sedekahkanlah kurma ini.” Kata
lelaki itu: "Kepada siapakah?. Kepada yang lebih miskin daripada aku? Demi
Allah tidak ada penduduk kampung ini yang lebih berhajat kepada makanan selain
dari kami seisi rumah.” Nabi S.A.W tertawa sehingga terlihat gigi taringnya dan
berkata:” Pulanglah, berikanlah kurma itu kepada ahli rumahmu.”(Hadis Riwayat
Imam Al-Bukhari dan Muslim)
g) Keluar Mani dengan sengaja, yaitu Dengan
cara yang pada adatnya bisa membuat mani keluar. Atau dengan sengaja memandang,
atau berfikir-fikir, cium, sentuh dan sebagainya sehingga keluar maninya.
Akan tetapi
sekiranya keluar kerana bermimpi maka tidak membatalkan puasa.
K. Hikmah-hikmah berpuasa
Berpuasa
disamping dapat menambah takewa pada Allah, juga mengandung beberapa hikmah
diantaranya sbb:
a) Akan timbul rasa hibah terhadap fakir
miskin yang sering kali tidak makan sehingga timbul keinginan untuk menolong.
b) Dapat mendidik diri untuk bersabar dalam
menghadapai cobaan dan penderitaan. Sebab orang yang berpuasa itu harus mampu
menahan penderitaan lapar dan haus, sehingga akan terlatih kesabaran hatinya.
c) Dapat mendidik diri untuk bersifat amanah
dan percaya diri. Karena orang yang berpuasa dengan menahan lapar dan haus
tidak ada orang yang tahu kecuali hanya Allah, sehingga akan terlatih sifat
amanah dan percaya dirinya.
d) Dapat mendidik untuk tidak berbuat dusta
dan berkata keji
e) Dapat memelihara kesehatan tubuh.
PUASA NAZAR DAN PUASA SUNAH
Puasa Nazar
Pengertian
puasa nazar adalah merupakan puasa wajib yang dikarenakan suatu aturan agama.
Aturan agama yang seperti apakah? Nazar adalah merupakan suatu janji dari
seseorang yang akan melakukan suatu kebajikan atau kebaikan dengan niatan untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt baik dengan syarat tertentu ataupun tidak
dengan syarat apapun. Dalam Islam, suatu kebajikan atau kebaikan yang asal
mulanya tidak wajib dikerjakan namun menjadi wajib dikerjakan apabila
dinazarkan.
Suatu
contoh kebaikan yang dinazarkan dengan syarat adalah misalnya seseorang
mempunyai nazar akan berpuasa selama 2 hari apabila lulus dari ujian masuk
perguruan tinggi negeri dan diterima sebagai mahasiswa baru pada salah satu
perguruan tinggi negeri.
Suatu
contoh kebaikan atau kebajikan yang dinazarkan tanpa adanya syarat atau nazar
tidak bersyarat adalah misalnya seseorang mengucapkan: Demi Allah swt. saya
akan berpuasa selama 2 hari dalam satu minggu ini. sehingga puasa yang
dikerjakan oleh seseorang tersebut adalah puasa nazar tanpa syarat dengan
maksud ingin mendekatkan diri kepada Allah swt.
Apa hukum
mengerjakan puasa nazar dalam Islam?
Nazar
adalah merupakan janji dari seseorang kepada Allah swt. oleh sebab itu, segala
sesuatu perbuatan yang hukumnya tidak wajib, setelah dinazarkan maka hukumnya
menjadi wajib untuk dilaksanakan. Sehingga puasa nazar setelah dijanjikan maka
hukumnya adalah menjadi wajib.
Hal ini
berdasarkan dalil firman Allah swt. dalam al-Qur’an yang berbunyi:
يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ
وَيَخَافُونَ يَوۡمٗا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرٗا
Artinya:
Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di
mana-mana.
Juga Dalil
hadits dari sabda Nabi saw. yang menerangkan bahwa puasa nazar hukumnya wajib :
مَنْ نَذَر اَنْ
يُطِيْعَ اللهِ فَلْيُطِعْهُ.رواه البخارى
Artinya:
siapa yang bernazar akan menaati Allah, hendaknya dia menepati janjinya. (HR.
Bukhari).
Apa
dendanya apabila seseorang tidak mengerjakan puasa nazar yang terlah
dijanjikan?
Dalam Islam
denda dikenal dengan istilah kafarat. Mengenai kafarat atau denda bagi
seseorang yang tidak melaksanakan nazarnya, Allah swt. berfirman dalam
Al-Qur’an yang berbunyi:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ
ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِيٓ أَيۡمَٰنِكُمۡ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلۡأَيۡمَٰنَۖ
فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ
أَوۡ كِسۡوَتُهُمۡ أَوۡ تَحۡرِيرُ رَقَبَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ
أَيَّامٖۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيۡمَٰنِكُمۡ إِذَا حَلَفۡتُمۡۚ وَٱحۡفَظُوٓاْ أَيۡمَٰنَكُمۡۚ
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
Artinya:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
(untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang
miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau
memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa
tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari.
Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. AL-Maidah : 89).
Dari
dalil firman Allah swt. di atas, maka seseorang yang tidak melaksanakan nazar
(janji)nya. Misalnya puasa nazar, maka seseorang tersebut harus membayar denda
atau kafarat dengan memilih salah satu denda di bawah ini:
http://islamiwiki.blogspot.com/
http://islamiwiki.blogspot.com/
Memerdekakan budah atau hamba sahaya.
Memberi makan kepada 10 orang miskin.
Memberi pakaian orang miskin
Seseorang
yang bernazar terhadap hal-hal yang buruk dan dilarang oleh agama, maka mereka
harus tetap membayar denda atau kafarat yang ditetapkan oleh Allah swt. dan
seseorang ini tidak boleh melaksanakan nazar keburukan tersebut serta berdosa
apabila melaksanakan nazarnya.
Apa saja
sebab seseorang wajib melaksanakan puasa nazar?
Sebab
seseorang wajib melaksanakan puasa nazar adalah dikarenakan seseorang telah
berjanji atau nazar untuk mengerjakan puasa baik dengan syarat atau tanpa
syarat seperti yang telah dijelaskan di atas. Syarat yang lain adalah seseorang
tersebut telah memenuhi syarat-syarat untuk berpuasa.
Kesimpulannya
adalah apabila seseorang bernazar atau berjanji ingin mengerjakan hal kebaikan
maka hukumnya adalah wajib untuk melaksanakan nazar tersebut. Misalnya berjanji
melaksanakan puasa, maka seseorang yang telah berjanji ini wajib melaksanakan
puasa nazar baik dengan syarat atau tanpa syarat. Apabila seseorang ini tidak
melaksanakan puasa nazar, maka dia wajib membayar denda atau kafarat nazar
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah swt. Nazar dalam hal keburukan
tidak diperbolehkan dalam Islam dan hukumnya adalah dosa apabila
melaksanakannya dan seseorang yang bernazar keburukan ini juga wajib membayar
denda atau kafarat nazar.
Puasa Sunnah
Puasa
sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu
pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang
terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan
mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
وَمَا يَزَالُ
عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ
كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ
الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ
اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Hamba-Ku
senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada
pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya
yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan
jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya”[1].
Pahala dan
Keutamaan Berpuasa
Puasa
merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yang
mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang
mengamalkannya,
Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ اللهُ
عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا
أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا
يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ:
إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ
القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا
أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali
puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa
adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah
ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku
dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau
menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa
(dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang
yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi,
dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan
keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika
berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan
yang lainnya).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لا يَصُوْمُ
عَبْدٌ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ الله. إلا بَاعَدَ اللهُ، بِذَلِكَ اليَوْمِ، وَجْهَهُ
عَنِ النَارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفاً
“Tidaklah
seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan
wajahnya dari api neraka (dengan puasa itu) sejauh 70 tahun jarak perjalanan.”
(HR. Bukhari Muslim dan yang lainnya).
Sebagaimana
jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar yakni
beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan
sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Secara
Syar’i makna puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima’ serta
segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari dengan niat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala” ,
Maka jika
seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di
atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah saw. maka tentu
saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang
sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
Penyimpangan
yang bisa terjadi dalam berpuasa diantaranya:
1. Berpuasa
tidak dalam rangka beribadah kepada Allah.
Semisal
seseorang yang berpuasa karena hendak mendapatkan bantuan dari jin/syaitan
berupa sihir atau yang lainnya, atau bernadzar puasa kepada selain Allah, maka perbuatan ini termasuk kesyirikan yang
besar karena memalingkan ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun
seseorang yang berpuasa semata-mata karena alasan kesehatan, walaupun hal ini
boleh-boleh saja akan tetapi ia keluar dari pengertian puasa yang syar’i
sehingga tidaklah ia termasuk orang yang mendapatkan keutamaan puasa
sebagaimana yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
2.
Menyelisihi tata cara Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
Mengkhususkan
tata cara tertentu yang tidak dituntunkan oleh Nabi saw., semisal puasa mutih
(menyengaja menghindari makan daging atau yang lainnya), puasa sehari semalam
tanpa tidur atau tanpa berbicara dengan menganggap hal ini memiliki keutamaan
dan yang lainnya.
Mengkhususkan
waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
semisal mengkhususkan puasa pada hari
atau bulan tertentu tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun
mengkhususkan jumlah hari yang tidak dikhususkan dalam syariat.
Maka
seyogyanya kaum muslimin menahan diri dari beribadah tanda dasar ilmu atau
tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah hadits dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ عَمِلَ
عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka
tertolak.” (HR. Muslim).
Maka
berikut ini adalah beberapa jenis puasa yang dianjurkan di dalam Islam di luar
puasa yang wajib (Puasa Ramadhan) berdasarkan dalil-dalil yang syar’i, semoga
kita diberi kemudahan untuk mengamalkannya berdasarkan ilmu dan terhindar dari
perkara-perkara yang menyelisihi syariat Allah subhanahu wa ta’ala sehingga
kita dapat memperoleh berbagai keutamaan dari apa-apa yang dijanjikan Allah
subhanahu wa ta’ala.
2.
Macam-macam Puasa Sunnah
Pembaca
dapat mengetahui rincian dari aneka puasa sunnah dengan mengklik link di
bawah ini:
Puasa Enam hari pada Bulan Syawal
Puasa Arafah
Puasa Senin – Kamis
Puasa Asyura
Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak)
Puasa 3 hari pada pertengahan bulan
(menurut kalender islam)(Yaumul Bidh), tanggal 13, 14, dan 15
Puasa pada sebagian bulan Sya'ban
Puasa bulan Haram; yaitu bulan Dzulkaidah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
3.
Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
1. Boleh
berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama
tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka
niatnya harus dilakukan sebelum fajar. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ
». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ
فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ
أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
“Pada suatu
hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah
kamu mempunyai makanan?" Kami menjawab, "Tidak ada." Beliau berkata,
"Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada
hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi
hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka
beliau pun berkata, "Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku
berpuasa." [2]. An Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab:
Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal
(bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun
tanpa udzur. ”
2. Boleh
menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah
diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin
memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari
sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi
mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk
tetap menyempurnakan puasa tersebut.
3. Ijin
suami. Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya
kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَصُومُ
الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah
seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” [3].
An-Nawawi
rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa
sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan
dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para
ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk
bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan
dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi
gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa
diakhirkan.” Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami
bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi
istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”
Sebarkan
!!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ
ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci
Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
ZAKAT FITRAH
1.
Pengertian Zakat Fitrah
Pengertian
zakat terbagi atas dua yaitu pengertian zakat menurut bahasa dan pengertian
zakat menurut istilah. Pengertian zakat menurut bahasa adalah membersihkan diri
atau mensucikan diri. Sedangkan pengertian zakat menurut istilah adalah ukuran
harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan atau yang
berhak menerima dengan beberapa syarat sesuai dengan syariat islam.
2.
Hukum Membayar Zakat Fitrah
Zakat
Fitrah (Pengertia, Hukum, Syarat, Rukun & Ketentuan)
Membayar
zakat fitrah atau zakat fitri adalah hukumnya wajib ain yang artinya wajib bagi
umat muslim laki-laki, perempuan, tua atau muda.
3.
Dalil Mengenai Zakat Fitrah
Sebagaimana
firman Allah SWT :
Zakat Fitrah (Pengertia, Hukum, Syarat,
Rukun & Ketentuan)
Artinya
: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku". (QS: Al-Baqarah 2: 43).
Zakat
Fitrah (Pengertia, Hukum, Syarat, Rukun & Ketentuan)
Artinya
: "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat . Dan kebaikan apa saja
kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan". (QS:
Al-Baqarah 2:110).
Dari
Ibnu Abbas radhiallau anhu berkata :
Zakat
Fitrah (Pengertia, Hukum, Syarat, Rukun & Ketentuan)
Artinya
: "Rasullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa
dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan
untuk orang-orang miskin".
Dari
Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata :
Zakat
Fitrah (Pengertia, Hukum, Syarat, Rukun & Ketentuan)
Advertisement
Artinya
: "Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menfardukan zakat fitrah satu
sha' kurma atau satu sha' gandum atas budak sahaya orang merdeka laki-laki
wanita kecil dan besar dari kaum muslimin. Dan nabi memerintahkan untuk
ditunaikan sebelum keluar orang-orang menuju shalat".
4.
Syarat-Syarat Wajib Membayar Zakat Fitrah
Orang Islam. sedangkan bagi orang yang
bukan islam tidak diwajibkan
Membayar zakat fitrah dilaksanakan setelah
terbenamnya matahari dari bulan ramadhan sampai akhir bulan ramadan.
Memiliki harta yang berlebih dengan
ketentuan kelebihan harta untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya.
Sedangkan bagi yang kekurangan tidak diwajibkan untuk membayar zakat fitrah.
5.
Rukun-Rukun Zakat Fitrah
Niat untuk menunaikan zakat fitrah dengan
ikhlas semata-mata karena Allah SWT
Terdapat pemberi zakat fitrah atau musakki
Terdapat penerima zakat fitrah atau
mustahik
Terdapat makanan pokok yang dizakatkan
Besar zakat fitrah yang dikeluarkan sesuai
agama islam
6.
Waktu Pembayaran Zakat Fitrah
Terdapat
beberapa waktu yang diperbolehkan dalam membayar zakat fitrah baik itu yang wajib,
sunnah, makruh, dan haram antara lain sebagai berikut...
Wajib yang diperbolehkan yaitu dari bulan
ramadhan sampai terakhir bulan Ramadhan
Waktu yang wajib adalah pada saat
terbenamnya matahari pada penghambisan bulan Ramadhan (malam takbiran)
Waktu Sunnah, yaitu dibayarkan sesudah
shalat subuh, sebelum pergi shalat ied
Waktu makruh, yaitu membayar zakat fitrah
sesudah shalat ied, tetapi belum terbenam matahari pada hari raya idul fitri.
Waktu Haram, yaitu membayar zakat fitrah setelah
terbenam matahari pada hari raya idul fitri
7.
Ukuran Membayar/Pembayaran Zakat Fitrah
Benda
yang digunakan zakat fitrah adalah makanan pokok menurut tiap-tiap daerah
seperti beras, gandum, kurma untuk setiap orang yang membutuhkan atau fakir miskin
yang jumlah pembayaran zakat fitrah adalah 3,2 liter atau 2,5 kg beras.
8.
Akibat Tidak Mengeluarkan/Membayar Zakat Fitrah
Bagi
orang yang bercukupun lantas tidak membayar zakat fitrah atau fitri akan
menerima berbagia akibat antara lain sebagai berikut...
Berdosa karena zakat fitrah wajib dilakukan
bagi orang yang bercukupan
Puasa yang dikerjakan kurang sempurna
Menjadi orang yang kupur nikmat
Seperti memakan hak orang lain
Terbentuk sifat kikir (bakhil) dan egois.
Rezeki akan sempit
9.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melaksanakan Zakat Fitrah
Orang yang wajib dibayarkan zakat fitrahnya
adalah seluruh dari anggota keluarga dan orang yang ditanggungnya
Bayi yang lahir sebelum waktu magrib
tanggal 1 syawal wajib dizakati. Termasuk wanita yang dinikahi sebelum waktu
magrib tanggal 1 syawal wajib dizakati oleh suaminya.
Orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat
fitrah untuk diri dan keluarganya adalah mereka yang punya kelebihan makanan di
hari idul fitri.
waktu
pengeluaran adalah malam hari sampai dengan menjelang pelaksanaan shalat idul
fitri
Zakat fitrah berupa makan pokok masyarakat
setempat
ZAKAT MAL
Pengertian
Zakat Mal
Pengertian
zakat mal adalah zakat harta. Sebuah upaya untuk men-suci-kan harta benda yang
dimiliki oleh seseorang. Zakat mal ini juga mengajarkan manusia untuk melakukan
amal sosial-kemanusiaan.
Zakat
mal ini juga ada autran tersendiri, yaitu ketika harta seserorang telah
memenuhi ketentuan nishob dan sudah mencapai satu tahun
Hukum
Mengeluarkan Zakat Mal
Mengeluarkan
zakat mal ini hukumnya adalah fardhu ‘ain. Artinya, bagi setiap muslim yang
telah mampu dan telah mencapai nishabnya maka hukumnya wajib untuk mengeluarkan
zakat mal ini.
Adapun
orang yang meninggalkan kewajiban zakat ini, maka orang tersebut masuk kategori
orang yang berbuat dosa. Hal ini seperti yang telah diterangkan dalam al-Qur’an
surat al-Maidah ayat 103: sebagai berikut
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ
صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ …….. ١٠٣
Artinya:
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. …..”
Dari
ayat di atas, dapat dipahami bahwa zakat memang perintah Allah SWT. yang memang
harus ditunaikan oleh setiap muslim yang telah memenuhi syaratnya.
Rukun
dari zakat mal ini tidaklah berbeda dengan zakat fitrah, yaitu niat, orang yang
memberikan zakat (muzakkii), orang yang menerima zakat (mustahiq), serta barang
yang dizakatkan.
Orang
yang wajib menerima zakat adalah:
1.
Orang fakir, orang yang memang tidak mempunyai
apa-apa, baik harta, pekerjaan dan pendapat yang tidak mencukupi kebutuhan satu
hari
2.
Orang miskin, orang yang sudah mempunyai pekerjaan
tetap dan mempunyai pendapatan, tetapi hanya cukup untuk satu atau beberapa
hari
3.
Orang muallaf (orang yang baru masuk islam dan
membutuhkan bimbingan)
4.
Amil (orang yang mengurus dan membagikan zakat kepada yang
berhak menerima)
5.
Orang yang mempunyai hutang, sedangkan harta yang
dimilikinya di luar hutang belum mencukupi satu nishob
6.
Orang yang berjuang di jalan Allah dalam menegakkan
agama Islam dan
7.
Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dengan
maksud yang baik.
Syarat-Syarat Zakat Mal
Beberapa syarat dari zakat mal ini adalah:
1.
Islam
2.
Merdeka
3.
Harta yang dizakatkan adalah milik pribadi (bukan
harta orang lain)
4.
Harta yang yang hendak dizakatkan sudah memenuhi satu
nishob
5.
Sudah mencapai satu tahun
Macam-Macam
Harta yang Wajib di Zakati
Berikut
adalah harta yang ketika sudah mencapai ukuran dan batasannya wajib dizakati:
1.
Harta kekayaan
2.
Hewan ternak (rojo koyo-Jawa) seperti: sapi atau
lembu, kambing, unta, dsb.
3.
Benda mulia, seperti emas, perak, sertifikat tanah
4.
Hasil pertanian dan perkebunan
5.
Harta perniagaan (bekaitan dengan keuntungan yang
didapat ketika melakukan transaksi jual-beli)
6.
Harta Rikaz atau harta temuan yang merupakan benda
penting
Selain
hal diatas masih ada beberapa harta lain yang wajib di zakati. Seperti:
perikanan, tanaman hias, unggas, profesi dan hasil pertambangan..
Jadi
masih dibutuhkan lebih banyak lagi untuk selalu belajar.. inipun belum
berkaitan dengan jenis harta dan ukuran satu nishob dari harta tersebut yang
masing-masing punya perbedaan..
No comments:
Post a Comment