Thursday, 6 May 2021

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA SINDROM STEVEN JHONSON

 

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA

SINDROM STEVEN JHONSON

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

 Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah diberi nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan medikal bedah dengan judul Askep sindrom steven jhonson”. Tidak lupa kita kirimkan shalawat beriring salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Karena atas berkat dari beliaulah kita dapat merasakan alam yang penuh dengan pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.

 

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima, Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

 

 

                                                                   Banda Aceh,      2017

 

Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang.................................................................................................... 1

B.  Rumus Masalah................................................................................................... 2

C. Tujuan.................................................................................................................. 2

 

     

BAB II PEMBAHASAN

A.  Definisi.......................................................................................................... 3

B.  Etiologi.......................................................................................................... 3

C.  Klasifikasi...................................................................................................... 4

D.  Pathofisiologi................................................................................................ 10

E. Tanda dan Gejala............................................................................................ 12

F. Penatalaksanaan.............................................................................................. 13

G. Komplikasi..................................................................................................... 15

H. Pemeriksaan diasnostik.................................................................................. 15

 

 

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A.  Pengkajian..................................................................................................... 17

B.  Diagnosa Keperawatan..................................................................... 20

       D.  Intervensi keperawatan........................................................................... 21

 

BAB IV PENUTUP

      A.  Kesimpulan.............................................................................................. 28

      B.  Saran......................................................................................................... 28

 

DAFTER PUSTAKA........................................................................................ 30

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.

Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.

Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

( Support, Edisi November 2008 )

B.     Rumusan Masalah

1.       Apa pengertian Steven Johnson?

2.      Apa etiologi dari Steven Johnson?

3.      Apa tanda dan gejala Steven Johnson?

4.      Apa faktor predisposisi Steven Johnson?

5.      Bagaimana patofisiologi dari Steven Johnson?

6.      Apa komplikasi dari Steven Johnson?

7.      Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson?

8.      Bagaimana penatalaksanaan untuk sindrom Steven Johnson?

9.      Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Steven Johnson?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui pengertian Steven Johnson?

2.      Mengetahui etiologi dari Steven Johnson

3.      Mengetahui faktor predisposisi Steven Johnson?

4.      Mengetahui tanda dan gejala Steven Johnson?

5.      Mengetahui patofisiologi dari Steven Johnson?

6.      Mengetahui komplikasi dari Steven Johnson?

7.      Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson?

8.      Mengetahui penatalaksanaan untuk Syndrom Steven Johnson?

9.      Mengetahui asuhan keperawatan pada Syndrom Steven Johnson?

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian

1.    Steven Johnson Adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di

orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura( Mochtar Hamzah, 2005 : 147 )

2. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 136 )

3. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )

4.  Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri

dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis ( Junadi, 1982: 480 )

5. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk ( Mansjoer, A. 2000: 136 )

6. Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan konjung

B. Etiologi

Etiologi pasti Sindrom  Stevens – Johnson  (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat sistemik, diantaranya penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya : derivate salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan

parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang

dapat dianggap sebagai penyebab adalah:

1.        Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )

a.         Penisilline

b.        Sthreptomicine

c.         Sulfonamide

d.        Tetrasiklin

2.        Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol )

a.          Kloepromazin

b.         Karbamazepin

c.          Kirin Antipirin

d.         Tegretol

3.        Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )

4.        Neoplasma dan factor endokrin

5.        Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan, kehamilan)

6.        Makanan (coklat)

C.    Klasifikasi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

 


Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat

1.      Lapisan Kulit

a.    Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler..Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : Stratum Korneum,Stratum Lusidum,Stratum Granulosum,Stratum Spinosum,Stratum Basale (Stratum Germinativum),

Fungsi Epidermis :Proteksi barier,Organisasi sel, Sintesis vitamin D dan sitokin, Pembelahan dan mobilisasi sel, Pigmentasi (melanosit), Pengenalan alergen (sel Langerhans),

b.    Dermis

Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.

Fungsi Dermis : Struktur penunjang, Mechanical strength, Suplai nutrisi, Menahan shearing forces dan respon inflamasi.

c.  Subcutis

Subkutan Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

 


Fungsi Subkutis / hipodermis : Melekat ke struktur dasar,  Isolasi panas,  Cadangan kalori, Kontrol bentuk tubuh,  Mechanical shock absorber.

d.    Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.

e.        Fungsi Imun

Terdapat dua macam tipe imunitas yaitu :

a.     Imunitas alami (natural)

Imunitas alami akan memberikan respons nonspesipik terhadap setiap penterang asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar dari mekanisme pertahanan alami berupa kemampuan untuk membeda kan antara “diri sendiri” dan “bukan diri sendiri”. Sawar fisik mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius bersama respons batuk serta bersin yang bekerja sebagai filter dan membersihkan saluran nafas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut.

Sawar kimia seperti getah lambung yang sam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi dalam secret kelenjar sebasea serta lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik unuk menghancurkan bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Sel darah putih atau leukosit turut serta dalam respons imun humoral maupun seluler. Leukosit granuler atau granulosit yang mencakup neutrofil, eusinofil, dan basofil.

b. Imunitas didapat (akuisita)

Imunitas yang didapat (acquired immunity) terdiri atas respons imunyang tidak dijumpai pada saat lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas ini didapat biasanya terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respons imunyang bersifat protektif. Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan imunologo akan dibentuk tubuh orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut. Imunitas ini biasanya berlangsung selama bertahun – tahun atau bahkan seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang ditransmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah penderita sakit atau menjalani imunisasi. Gama – globulin dan antiserum yang didapat dari plasma darah rang yang memiliki imunitas didapatkan dalam keadaan darurat untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ketika resiko terjangkit suatu penyakit tertentu cukup besar.

c. Stadium Respons Imun

Terdapat empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun, keempat stadium tersebut yaitu :Stadium pengenalan,  Stadium proliferasi, Stadium respons, Stadium efektor,

faktor – faktor yang memepengaruhi system imunUsia ,Jenis kelamin, Nutrisi, Penyakit, Faktor – faktor psikoneuro-imunologi,  Obat – obatan.

d.  Antigen

Terdapat beberpa teori tentang mekanisma yang digunakan limfosit B untuk mengenali antigen penyerang dan kemudian bereaksi dengan memproduksi antibody yang tepat. Sebagian antigen memiliki kemampuan untuk memicu pembentukan antibody secara langsung oleh limfosit B, sementara sebagian lainnya memerlukan bantuan sel – sel T. sel T merupakan bagian dari system surveilans yang tersebar diseluruh tubuh, dengan bantuan makrofag maka limfosit T akan manganali antigen dari penyerang asing. Limfosit T mengambil pesan antigenic atau cetak biru (blueprint) antigen dan kemudian kembali ke nodus limfatikus yang terdekat dengan pesan tersebut.

e.  Antibody

Limfosit B yang disimpan dalam nodus limfatikus, dibagi lagi menjadi ribuan klon yang masing – masing bersifatrespnsif terhadap suatu kelompok tunggal antigen dengan karakteristik yang hamper identik. Pesan antigenic yang dibawa kembali ke nodus limfatikus akan menstimulasi kln spesifik limfosit B untuk membesar, membelah diri, dan memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel – sel plasma yang dapat memproduksi antibody spesifik terhadap antigen.

Antibody merupakan protein besar yang dinamakan immunoglobulin, setiap molekul antibody terdiri atas dua subunit yang mengandung rantai peptide ringan dan berat. Beberapa karakteristik immunoglobulin yaitu antara lain , Ig G (75 % dari total imunoglobulin), Ig A (15 % dari total imunoglobulin), Ig M (10 % dari total imunoglobulin), Ig D (0,2 % dari total imunoglobulin),Ig E (0,004 % dari total imunoglobulin)

f.  Respons Imun Seluler

Reaksi seluler dimulai leh pemhikatan antigen dengan reseptor antigen pada permukaan sel T. sel T akan membawa cetak biru atau pesan antigenic ke nodus limfatikus tempat produksi sel – sel T yang lain distimulasi. Sebagian sel T tetap berada dalam nodus limfatikus dan mempertahankan memri untuk antigen tersebut. Sedangkan sebagian sel T lainnya akan bermigrasi dari nodus limfatikus ke dalam system sirkulasi umum dan akhirnya ke jaringan tempat sel tersebut berada.

Terdapat dua klasifikasi utama sel T efektor yang turut serta dalam menghancurkan mikroorgansme asing. Sel T killer atau sitotoksik menyerang antigen sacara langsung dengan mengubah membrane sel dan menyebabkan lisis sel. Sel – sel hipersensitifitas tipe lambat melindungi tubuh melalui produksi dan pelepasan limfosit. Limfokin yang termasuk dalam kelompok glikoprotein yang lebih besar dan dikenal dengan nama sitokin, dapat merekrut, mengaktifkan serta mengatur limfosit dan sel – sel darah putih lainnya.

Limfosit lain yang membantu dalam memerangi mikroorganisme yaitu limfosit null dan sel natural killer (NK). Limfosit null, merupakan subpolpulasi limfosit yang kurang mengandung cirri – cirri khas dari limfosit B dan T. Sel NK yang mewakili suppulasi limfosit lainnya tanpa karakteristik sel B dan T yang akan mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme dan beberapa tipe sel malignan. Sel NK dapat membunuh langsung mikroorganisme penginvasi dan menghasilkan sitokin. 

D.    Patofisiologis

Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .

karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuriat, Kegagalan termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.

1.      Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).

2.     Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

 

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgC8YdGW0Y_DCFEI8gSkCwqByd4TcV6ChXTN2T-twotfpOrDdWMfSG6yIT4OXlDSWLiI3FY0Xcy-iUlf2fnmLzcmdkjV5rSFfOzb2yBRMskseproZSCZBNkFyAQz1pulAXJrn_XIjjPPlVR/s1600/pathway+1.jpg

E.     Tanda dan Gejala

                  Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

 

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

1.    Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

2.  Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.

Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.

3.  Kelainan mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

F. Penatalaksanaan

1.  Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).

2.  Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3.  Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

4.  Topikal

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

 

 

G.    Komplikasi

Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.

Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:

*         Kehilangan cairan dan darah

*         Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock

*         Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis,

*         Kebutaan

*         Gastroenterologi - Esophageal strictures

Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina

Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni

Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder

*      Infeksi sitemik, sepsis

H.    Pemeriksaan Diagnostik

1.      Laboratorium

Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi

Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi

2.      Histopatologi

Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial

Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.

Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepiderma

Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa

Spongiosis dan edema intrasel di epidermis

 

 

3.      Imunologi

Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang mengalami kerusakan

Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

 

 

A.    Pengkajian

1.      Identitas.

Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.

2.      Riwayat Kesehatan

a.       Keluhan Utama

Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan

b.      Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.

c.       Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.

d.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.

e.       Riwayat Psikososial

Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.

3.      Pola Fungsional Gordon

a.      Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan

Ø  Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?

Ø  Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?

Ø  Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?

b.      Pola nutrisi – metabolic

Ø  Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?

Ø  Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?

Ø  Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?

Ø  Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?

Ø  Apakah klien mengalami mual dan muntah?

Ø  Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya.

c.       Pola eliminasi

Ø  Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?

Ø  Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?

Ø  Kaji konsistensi BAB dan BAK klien

Ø  Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?

d.      Pola aktivitas – latihan

Ø  Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?

Ø  Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri

Ø  Kaji tingkat ketergantungan klien

0 = mandir

1 = membutuhkan alat bantu

2 = membutuhkan pengawasan

4        = membutuhkan bantuan dari orang lain

4 = ketergantungan

Ø  Apakah klien mengeluh mudah lelah?

e.       Pola istirahat – tidur

Ø  Apakah klien mengalami gangguang tidur?

Ø  Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?

Ø  Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

f.        Pola kognitif – persepsi

Ø  Kaji tingkat kesadaran klien

Ø  Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?

Ø  Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?

Ø  Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?

g.      Pola persepsi diri - konsep diri

Ø  Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?

Ø  Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?

Ø  Apakah klien merasa rendah diri?

h.      Pola peran – hubungan

Ø  Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?

Ø  Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?

Ø  Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?

i.        Pola reproduksi dan seksualitas

Ø  Bagaimanakah status reproduksi klien?

Ø  Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

j.        Pola koping dan toleransi stress

Ø  Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?

Ø  Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?

Ø  Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

k.      Pola nilai dan kepercayaan

Ø  Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klie

Ø  Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

4.      Pemeriksaan Fisik

Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan

Palpasi: Turgor kulit, edema

Ø  Data fokus:

Ø  DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun

Ø  DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.

5.      Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA

 

B.     DIAGNOSA

1.    Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  kesulitan menelan.

5.  Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan  kelemahan fisik.

6.   Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit

7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian traumati

 

 

C. Intervensi

1.    Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

Tujuan: Nyeri dapat dikontrol atau hilang

Kriteria hasi:

-       Klien melaporkan nyeri berkurang

-       Skala nyeri 0-2

-       Klien dapat beristirahat

-       Ekspresi wajah rileks

-       RR : 16 - 20 x/menit

-       TD : 100-130/60-90 mmHg

-       N    : 60 – 90 x/menit

 

No

                    Intervensi

                         Rasional

1

Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri

Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi

2

Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N)

Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik

3

Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi

Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot

4

Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri

5

Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat.

6

Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri

 

2.      Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

Tujuan               : integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan

Kriteria hasil     :

-       Luka mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas dari purulen

-       Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, bengkak, panas, fungsio lesi)

-       Kulit membaik/ terjadi regenerasi jaringan

-       TD : 100-130/60-90 mmHg

-       N : 60 – 90 x/menit

-       Suhu : 36,5- 37, 4 C

 

No

                Intervensi

                        Rasional

1

Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka

Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka

2

Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi

Meningkatkan pemulihan dan menurunkan risiko infeksi

3

Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres

Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi penyembuhan luka

4

Dorong klien untuk istirahat

Untuk mendukung pertahanan tubuh

5

Tingkatkan masukan nutrisi, protein dan karbiohidrat

Untuk meningkatkan pembentukan granulasi yang normal dan kesembuhan

6

Kolaborasi pemberian obat sistemik

Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan

 

3.   Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit akibat luka.

Tujuan               : Tidak terjadi kekurangan volume cairan

Kriteria hasil     :

-       Haluaran urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kg BB/jam)

-       Turgor kulit ba

-       Urin jernih dan berwarna kuning

-       Membran mukosa lembab

-       TD normal (100-130/60-90 mmHg)

-       Denyut nadi (60-90 x/menit)

-       Kadar elektrolit serum dalam batas normal

 

No

                Intervensi

                        Rasional

1

Kaji dan catat turgor kulit

Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

2

Observasi tanda vital

Untuk memonitor  keadaan umum klien

3

Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar

Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau

4

Timbang BB klien setiap hari

Penggantian cairan tergantung pada BB klien

5

Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin

Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan mencegah komplikasi

6

Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht, natrium urine random)

Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  kesulitan menelan.

Tujuan               : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

Kriteria hasil     :

-       Tidak terjadi penurunan BB/BB ideal

-       Nafsu makan meningka

-       Lesi di bibir atau mulut tidak ada

-       Makanan yang disediakan 80% dihabiskan

 

 

No

                Intervensi

                        Rasional

1

Monitor intake dan output nutrisi

Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran makanan

2

Kaji terhadap malnutrisi dengan mengukur tinggi dan BB

Memberikan pengukuran objektif terhadap status nutrisi

3

Jaga kebersihan mulut untuk menambah nafsu makan pasien

Mulut yang bersih memungkinkan peningkatan nafsu makan

4

Berikan makan sedikit tapi sering hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi

Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya anoreksia.

5

Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian lunak/bubur

Memudahkan pasien dalam menelan makanan

6

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan nutsi klien

Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

7

Kolaborasi dengan tim medis tentang makanan pengganti (enteral /parenteral)

Memberikan dukungan nutrisi bila klien tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang cukup banyak peroral.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan  kelemahan fisik.

Tujuan               : Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas

Kriteria Hasil    : Klien mengatakan peningkatan toleransi aktivitas

 

No

                Intervensi

                        Rasional

1

Kaji respon individu terhadap aktivitas

Untuk mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

2

Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien

Energi yang dikeluarkan lebih optimal

3

Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas

Pembatasan aktivitas penting untuk membatasi energi yang dikeluarkan, karena energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh

4

Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien

Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga

 

6.      Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit

Tujuan               :  Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik

Kriteria hasil     :

-       Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)

-       Leukosit (5000 - 10000/mm3)

-       Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 - 37,4  C)

-       RR : 16 – 20 x/menit

-       TD : 100-139/60-96 mmHh

-       N    : 60 – 100 x/meni

-       Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulen dan tidak demam

 

No

Intervensi

Rasional

1

Monitor tanda-tanda vital

Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya infeksi

2

Observasi keadaan luka setiap hari

Untuk mengidentifikasi adanya penyembuhan

3

Jaga agar luka tetap bersih atau steril

Menurunkan resiko inspeksi dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang

4

Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres luka dengan NaCl) dan bersihkan jaringan nekrotik

Untuk mempercepat penyembuhan

5

Berikan perawatan pada mata

Mata dapat membengkak oleh drainase luka

6

Tingkatkan asupan nutrsisi

Nutrisi mempengaruhi sintesis protein dan fotositosis

7

Batasi pengunjung dan anjurkan pada keluarga/pengunjung untuk mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan klien

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang

8

Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas

Peningkatan leukosit menunjukkan infeksi, pemeriksaan kultur dan sensitivitas menunjukkan mikroorganisme yang ada dan antibiotic yang tepat diberikan

9

Kolaborasi berikan antibiotic

Mengurangi jumlah bakteri

 

7.           Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian traumatic

Tujuan                   : terjadi perbaikan penampilan peran

Kriteria hasil          :

-       Klien tidak berperasaan negative tentang dirinya

-       Klien menyatakan penerimaan situasi diri

-       Klien tidak takut/malu berinteraksi dengan orang lain

-       Klien bicara dengan keluarga terdekat tentang situasi/ perubahan yang terjadi

         

 

 

No

Intervensi

Rasional

1

Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat

Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba

2

Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan. Perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan

Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan

3

Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan

Meingkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat

4

Berikan harapan dalam parameter situasi individu

Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusu tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita

5

Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi

Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif

6

Dorong interaksi keluarga dan dengan tim medis rehabilitasi

Mempertahankan /membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan keluarga

 


 

BAB IV

PENUTUPAN

 

A.    Kesimpulan

Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri, protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat. Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat, infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema, vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan topikal.

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat

Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.

B.     Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai berikut :

1.    Pasien

Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit steven johnson hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.

2.     Perawat

Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang penyakit steven johnson agar dapat melakukan tindakan keperawatan.

3.         Rumah Sakit

ssBagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada penderita steven johnson mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit steven johnson.

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment