ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA
SINDROM STEVEN JHONSON
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah diberi nikmat sehat sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah keperawatan medikal bedah dengan judul “Askep
sindrom steven jhonson”. Tidak lupa kita kirimkan shalawat beriring
salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Karena atas berkat dari
beliaulah kita dapat merasakan alam yang penuh dengan pengetahuan dan teknologi
seperti saat ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima,
Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Banda Aceh, 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumus Masalah................................................................................................... 2
C. Tujuan.................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi.......................................................................................................... 3
B.
Etiologi.......................................................................................................... 3
C.
Klasifikasi...................................................................................................... 4
D.
Pathofisiologi................................................................................................ 10
E. Tanda dan Gejala............................................................................................ 12
F. Penatalaksanaan.............................................................................................. 13
G. Komplikasi..................................................................................................... 15
H. Pemeriksaan diasnostik.................................................................................. 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A.
Pengkajian..................................................................................................... 17
B. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 20
D.
Intervensi keperawatan........................................................................... 21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 28
B. Saran......................................................................................................... 28
DAFTER PUSTAKA........................................................................................ 30
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai
SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang
dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan
sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa
demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven
dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan
reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar
1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai
gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada
kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta
dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat
terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan
kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat
secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson
karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan
kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom
Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari
alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal
pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat
dan ada yang ringan.
( Support, Edisi November 2008 )
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Steven Johnson?
2.
Apa etiologi dari Steven Johnson?
3.
Apa tanda dan gejala Steven Johnson?
4.
Apa faktor predisposisi Steven Johnson?
5.
Bagaimana patofisiologi dari Steven
Johnson?
6.
Apa komplikasi dari Steven Johnson?
7.
Apa saja pemeriksaan penunjang untuk
Steven Johnson?
8.
Bagaimana penatalaksanaan untuk sindrom Steven
Johnson?
9.
Mengetahui asuhan keperawatan pada
penyakit Steven Johnson?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Steven Johnson?
2. Mengetahui etiologi dari Steven Johnson
3. Mengetahui faktor predisposisi Steven Johnson?
4. Mengetahui tanda dan gejala Steven Johnson?
5. Mengetahui patofisiologi dari Steven Johnson?
6. Mengetahui komplikasi dari Steven Johnson?
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson?
8. Mengetahui penatalaksanaan untuk Syndrom Steven Johnson?
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada Syndrom Steven Johnson?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1.
Steven Johnson Adalah sindroma yang mengenai
kulit, selaput lendir di
orifisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura( Mochtar Hamzah,
2005 : 147 )
2. Sindrom
Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.( Kapita Selekta
Kedokteran, 2000 : 136 )
3. Sindrom
Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium
dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada
kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura( Djuanda, Adhi,
2000 : 147 )
4. Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit
akut dan berat yang terdiri
dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis ( Junadi, 1982: 480
)
5. Sindrom
Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk ( Mansjoer, A. 2000:
136 )
6. Adalah
sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan konjung
B. Etiologi
Etiologi
pasti Sindrom Stevens – Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu
penyebabnya ialah alergi obat sistemik, diantaranya penisilin dan
semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik
(misalnya : derivate salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan
parasetamol),
klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca
vaksinasi, radiasi, dan makanan.
Penyebab
belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang
dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
1.
Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin,
analgetik, anti piretik )
a.
Penisilline
b.
Sthreptomicine
c.
Sulfonamide
d.
Tetrasiklin
2.
Anti piretik
atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol )
a.
Kloepromazin
b.
Karbamazepin
c.
Kirin Antipirin
d.
Tegretol
3.
Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan
parasit )
4.
Neoplasma dan factor endokrin
5.
Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X,
penyakit polagen, keganasan, kehamilan)
6.
Makanan (coklat)
C. Klasifikasi
Kulit adalah suatu organ pembungkus
seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh.
Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat
tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung
dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata,
penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal
terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat
1.
Lapisan Kulit
a.
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler..Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam)
: Stratum
Korneum,Stratum Lusidum,Stratum Granulosum,Stratum Spinosum,Stratum Basale (Stratum Germinativum),
Fungsi Epidermis :Proteksi barier,Organisasi sel,
Sintesis vitamin D dan sitokin, Pembelahan dan mobilisasi sel, Pigmentasi
(melanosit), Pengenalan alergen (sel Langerhans),
b.
Dermis
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
“True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis.
Fungsi Dermis :
Struktur penunjang, Mechanical
strength, Suplai nutrisi, Menahan
shearing forces dan respon inflamasi.
c. Subcutis
Subkutan Merupakan lapisan di bawah
dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat
jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : Melekat ke struktur dasar, Isolasi panas, Cadangan kalori, Kontrol bentuk
tubuh, Mechanical shock absorber.
d. Fisiologi kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting
bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
e. Fungsi Imun
Terdapat dua macam tipe imunitas yaitu :
a. Imunitas
alami (natural)
Imunitas alami akan memberikan
respons nonspesipik terhadap setiap penterang asing tanpa memperhatikan
komposisi penyerang tersebut. Dasar dari mekanisme pertahanan alami berupa
kemampuan untuk membeda kan antara “diri sendiri” dan “bukan diri sendiri”.
Sawar fisik mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga
mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan
silia pada traktus respiratorius bersama respons batuk serta bersin yang bekerja
sebagai filter dan membersihkan saluran nafas atas dari mikroorganisme pathogen
sebelum mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut.
Sawar kimia seperti getah lambung yang sam, enzim
dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi dalam secret kelenjar
sebasea serta lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik unuk menghancurkan
bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Sel darah putih atau leukosit turut
serta dalam respons imun humoral maupun seluler. Leukosit granuler atau granulosit
yang mencakup neutrofil, eusinofil, dan basofil.
b. Imunitas didapat (akuisita)
Imunitas yang didapat (acquired
immunity) terdiri atas respons imunyang tidak dijumpai pada saat lahir tetapi
akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas ini didapat biasanya
terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang
menghasilkan respons imunyang bersifat protektif. Pada imunitas yang didapat
aktif, pertahanan imunologo akan dibentuk tubuh orang yang dilindungi oleh
imunitas tersebut. Imunitas ini biasanya berlangsung selama bertahun – tahun
atau bahkan seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas
temporer yang ditransmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan
setelah penderita sakit atau menjalani imunisasi. Gama – globulin dan antiserum
yang didapat dari plasma darah rang yang memiliki imunitas didapatkan dalam
keadaan darurat untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ketika resiko
terjangkit suatu penyakit tertentu cukup besar.
c. Stadium Respons Imun
Terdapat empat
stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun, keempat stadium tersebut
yaitu :Stadium
pengenalan, Stadium proliferasi, Stadium respons, Stadium efektor,
faktor – faktor
yang memepengaruhi system imunUsia ,Jenis kelamin, Nutrisi, Penyakit, Faktor –
faktor psikoneuro-imunologi, Obat – obatan.
d. Antigen
Terdapat beberpa teori tentang
mekanisma yang digunakan limfosit B untuk mengenali antigen penyerang dan
kemudian bereaksi dengan memproduksi antibody yang tepat. Sebagian antigen
memiliki kemampuan untuk memicu pembentukan antibody secara langsung oleh
limfosit B, sementara sebagian lainnya memerlukan bantuan sel – sel T. sel T
merupakan bagian dari system surveilans yang tersebar diseluruh tubuh, dengan
bantuan makrofag maka limfosit T akan manganali antigen dari penyerang asing.
Limfosit T mengambil pesan antigenic atau cetak biru (blueprint) antigen dan
kemudian kembali ke nodus limfatikus yang terdekat dengan pesan tersebut.
e. Antibody
Limfosit B yang disimpan dalam nodus
limfatikus, dibagi lagi menjadi ribuan klon yang masing – masing
bersifatrespnsif terhadap suatu kelompok tunggal antigen dengan karakteristik
yang hamper identik. Pesan antigenic yang dibawa kembali ke nodus limfatikus
akan menstimulasi kln spesifik limfosit B untuk membesar, membelah diri, dan
memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel – sel plasma yang dapat
memproduksi antibody spesifik terhadap antigen.
Antibody merupakan protein besar
yang dinamakan immunoglobulin, setiap molekul antibody terdiri atas dua subunit
yang mengandung rantai peptide ringan dan berat. Beberapa karakteristik
immunoglobulin yaitu antara lain , Ig G (75 % dari
total imunoglobulin), Ig A (15 % dari
total imunoglobulin), Ig M (10 % dari
total imunoglobulin), Ig D (0,2 % dari
total imunoglobulin),Ig E (0,004 %
dari total imunoglobulin)
f. Respons Imun Seluler
Reaksi seluler dimulai leh
pemhikatan antigen dengan reseptor antigen pada permukaan sel T. sel T akan
membawa cetak biru atau pesan antigenic ke nodus limfatikus tempat produksi sel
– sel T yang lain distimulasi. Sebagian sel T tetap berada dalam nodus
limfatikus dan mempertahankan memri untuk antigen tersebut. Sedangkan sebagian
sel T lainnya akan bermigrasi dari nodus limfatikus ke dalam system sirkulasi
umum dan akhirnya ke jaringan tempat sel tersebut berada.
Terdapat dua klasifikasi utama sel T
efektor yang turut serta dalam menghancurkan mikroorgansme asing. Sel T killer atau sitotoksik menyerang antigen sacara langsung dengan
mengubah membrane sel dan menyebabkan lisis sel. Sel – sel hipersensitifitas
tipe lambat melindungi tubuh melalui produksi dan pelepasan limfosit. Limfokin
yang termasuk dalam kelompok glikoprotein yang lebih besar dan dikenal dengan
nama sitokin, dapat merekrut, mengaktifkan serta mengatur limfosit dan sel –
sel darah putih lainnya.
Limfosit lain
yang membantu dalam memerangi mikroorganisme yaitu limfosit null dan sel
natural killer (NK). Limfosit null, merupakan subpolpulasi limfosit yang kurang
mengandung cirri – cirri khas dari limfosit B dan T. Sel NK yang mewakili
suppulasi limfosit lainnya tanpa karakteristik sel B dan T yang akan
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme dan beberapa tipe sel malignan. Sel NK dapat
membunuh langsung mikroorganisme penginvasi dan menghasilkan sitokin.
D. Patofisiologis
Patogenesisnya
belum jelas, kemungkinan disebabkan
oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat
terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga
terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit
T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian
limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga
terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuriat, Kegagalan
termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.
1.
Reaksi
Hipersensitif tipe III
Hal ini
terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak
ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan
kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi
tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil
tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak
sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
2. Reaksi
Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi
ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau
sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang
bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed)
memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
E. Tanda dan
Gejala
Sindrom
ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa
demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan
berupa:
1. Kelainan
kulit
Kelainan
kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura.
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan
selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada
mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%)
sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah
sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam
terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta
berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring,
traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat
menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring
dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan
mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan,
ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat
pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.
F. Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Bila keadaan
umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg
sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati
secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan
digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa
kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera
dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis
teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami
involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah
dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet
kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan
dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat
tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu
setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan
Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia
diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.
Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi
protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat
dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2. Antibiotik
Untuk
mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan
kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum
luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
3. Infus
dan tranfusi darah
Pengaturan
keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau
tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat
menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan
Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat
diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut,
terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura
yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari
dan hemostatik.
4. Topikal
Terapi
topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di
kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
G. Komplikasi
Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan
cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena
gangguan lakrimasi.
Sindrom steven
johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
Kehilangan cairan dan darah
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior,
panophthalmitis,
Kebutaan
Gastroenterologi - Esophageal strictures
Genitourinaria
– nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis
vagina
Pulmonari –
pneumonia, bronchopneumoni
Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi
kulit sekunder
Infeksi
sitemik, sepsis
H. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Laboratorium
Bila ditemukan
leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
2.
Histopatologi
Infiltrasi sel
ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
Edema dan
extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi
hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepiderma
Nekrosis sel
epidermal dan kadang-kadang dianeksa
Spongiosis dan
edema intrasel di epidermis
3.
Imunologi
Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang mengalami kerusakan
Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas.
Kaji nama, umur,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan nomor register.
2.
Riwayat
Kesehatan
a.
Keluhan
Utama
Kaji apa alasan klien
membutuhkan pelayanan kesehatan
b.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien
saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan
dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit
tenggorokan.
c.
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan
klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya
dialami klien.
d.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga
klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
e.
Riwayat
Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien
dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3.
Pola
Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
Ø Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
Ø Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi
obat-obatan tertentu?
Ø Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
b. Pola nutrisi – metabolic
Ø Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah
sakit?
Ø Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
Ø Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
Ø Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
Ø Apakah klien mengalami mual dan muntah?
Ø Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya.
c. Pola eliminasi
Ø Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
Ø Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
Ø Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
Ø Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
d. Pola aktivitas – latihan
Ø Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
Ø Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
Ø Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandir
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
4
=
membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
Ø Apakah klien mengeluh mudah lelah?
e. Pola istirahat – tidur
Ø Apakah klien mengalami gangguang tidur?
Ø Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
Ø Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
f. Pola kognitif – persepsi
Ø Kaji tingkat kesadaran klien
Ø Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami
perubahan?
Ø Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
Ø Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
g. Pola persepsi diri - konsep diri
Ø Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
Ø Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
Ø Apakah klien merasa rendah diri?
h. Pola peran – hubungan
Ø Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
Ø Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
Ø Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
i.
Pola
reproduksi dan seksualitas
Ø Bagaimanakah status reproduksi klien?
Ø Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
j.
Pola koping
dan toleransi stress
Ø Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
Ø Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
Ø Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
k. Pola nilai dan kepercayaan
Ø Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klie
Ø Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
4.
Pemeriksaan
Fisik
Inspeksi: Warna, suhu,
kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema
Ø Data fokus:
Ø DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas
menurun
Ø DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas
dalam beraktifitas.
5.
Pemeriksaan
Laboratorium dan Penunjang
Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
Histopatologi
: infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah,
degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema
intrasel di epidermis.
Imunologi :
deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA
B.
DIAGNOSA
1.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan
dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara
evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan menelan.
5. Gangguan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Infeksi
berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis
situasi, kecacatan, kejadian traumati
C. Intervensi
1.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit
Tujuan: Nyeri dapat dikontrol atau
hilang
Kriteria hasi:
-
Klien melaporkan nyeri berkurang
-
Skala nyeri 0-2
-
Klien dapat beristirahat
-
Ekspresi wajah rileks
-
RR : 16 - 20 x/menit
-
TD : 100-130/60-90 mmHg
-
N : 60 – 90 x/menit
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri |
Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk
memberikan intervensi |
2 |
Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N) |
Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik |
3 |
Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi,
imajinasi |
Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan
ketegangan otot |
4 |
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan |
Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri |
5 |
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan |
Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat. |
6 |
Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik |
Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri |
2.
Gangguan integritas kulit berhungan
dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
Tujuan
: integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil :
-
Luka mencapai penyembuhan tepat pada
waktunya dan bebas dari purulen
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri,
merah, bengkak, panas, fungsio lesi)
-
Kulit membaik/ terjadi regenerasi
jaringan
-
TD : 100-130/60-90 mmHg
-
N : 60 – 90 x/menit
-
Suhu : 36,5- 37, 4 C
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
luka |
Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka |
2 |
Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi |
Meningkatkan pemulihan dan menurunkan risiko infeksi |
3 |
Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres |
Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi penyembuhan luka |
4 |
Dorong klien untuk istirahat |
Untuk mendukung pertahanan tubuh |
5 |
Tingkatkan masukan nutrisi, protein dan karbiohidrat |
Untuk meningkatkan pembentukan granulasi yang normal dan kesembuhan |
6 |
Kolaborasi pemberian obat sistemik |
Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan |
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial dan rusaknya
jaringan kulit akibat luka.
Tujuan
: Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil :
-
Haluaran urine individu adekuat (0,5-1,0
mg/kg BB/jam)
-
Turgor kulit ba
-
Urin jernih dan berwarna kuning
-
Membran mukosa lembab
-
TD normal (100-130/60-90 mmHg)
-
Denyut nadi (60-90 x/menit)
-
Kadar elektrolit serum dalam batas
normal
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Kaji dan catat turgor kulit |
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh |
2 |
Observasi tanda vital |
Untuk memonitor keadaan umum klien |
3 |
Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar |
Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau |
4 |
Timbang BB klien setiap hari |
Penggantian cairan tergantung pada BB klien |
5 |
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin |
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan mencegah
komplikasi |
6 |
Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht, natrium urine random) |
Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah, dan
kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit |
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil :
-
Tidak terjadi penurunan BB/BB ideal
-
Nafsu makan meningka
-
Lesi di bibir atau mulut tidak ada
-
Makanan yang disediakan 80% dihabiskan
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Monitor intake dan output nutrisi |
Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran makanan |
2 |
Kaji terhadap malnutrisi dengan mengukur tinggi dan BB |
Memberikan pengukuran objektif terhadap status nutrisi |
3 |
Jaga kebersihan mulut untuk menambah nafsu makan pasien |
Mulut yang bersih memungkinkan peningkatan nafsu makan |
4 |
Berikan makan sedikit tapi sering hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi |
Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah
terjadinya anoreksia. |
5 |
Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian lunak/bubur |
Memudahkan pasien dalam menelan makanan |
6 |
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan nutsi klien |
Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi |
7 |
Kolaborasi dengan tim medis tentang makanan pengganti (enteral
/parenteral) |
Memberikan dukungan nutrisi bila klien tidak bisa mengkonsumsi jumlah
yang cukup banyak peroral. |
5. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik.
Tujuan
: Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : Klien mengatakan peningkatan
toleransi aktivitas
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Kaji respon individu terhadap aktivitas |
Untuk mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas
sehari-hari. |
2 |
Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat
keterbatasan yang dimiliki klien |
Energi yang dikeluarkan lebih optimal |
3 |
Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas |
Pembatasan aktivitas penting untuk membatasi energi yang dikeluarkan,
karena energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh |
4 |
Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien |
Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga |
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan
hilangnya barier/perlindungan kulit
Tujuan
: Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik
Kriteria hasil :
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah,
bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)
-
Leukosit (5000 - 10000/mm3)
-
Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 -
37,4 C)
-
RR : 16 – 20 x/menit
-
TD : 100-139/60-96 mmHh
-
N : 60 – 100 x/meni
-
Luka mencapai penyembuhan tepat waktu,
bebas dari purulen dan tidak demam
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Monitor tanda-tanda vital |
Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut untuk
terjadinya infeksi |
2 |
Observasi keadaan luka setiap hari |
Untuk mengidentifikasi adanya penyembuhan |
3 |
Jaga agar luka tetap bersih atau steril |
Menurunkan resiko inspeksi dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang |
4 |
Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres luka dengan NaCl) dan
bersihkan jaringan nekrotik |
Untuk mempercepat penyembuhan |
5 |
Berikan perawatan pada mata |
Mata dapat membengkak oleh drainase luka |
6 |
Tingkatkan asupan nutrsisi |
Nutrisi mempengaruhi sintesis protein dan fotositosis |
7 |
Batasi pengunjung dan anjurkan pada keluarga/pengunjung untuk mencuci
tangan sebelum kontak langsung dengan klien |
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang |
8 |
Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas |
Peningkatan leukosit menunjukkan infeksi, pemeriksaan kultur dan
sensitivitas menunjukkan mikroorganisme yang ada dan antibiotic yang tepat
diberikan |
9 |
Kolaborasi berikan antibiotic |
Mengurangi jumlah bakteri |
7.
Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi,
kecacatan, kejadian traumatic
Tujuan :
terjadi perbaikan penampilan peran
Kriteria hasil :
-
Klien tidak berperasaan negative tentang
dirinya
-
Klien menyatakan penerimaan situasi diri
-
Klien tidak takut/malu berinteraksi
dengan orang lain
-
Klien bicara dengan keluarga terdekat tentang
situasi/ perubahan yang terjadi
No |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat |
Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba |
2 |
Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan.
Perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan |
Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi
membantu perbaikan |
3 |
Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan
kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan |
Meingkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat |
4 |
Berikan harapan dalam parameter situasi individu |
Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusu
tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita |
5 |
Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk
mengikuti tujuan rehabilitasi |
Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif |
6 |
Dorong interaksi keluarga dan dengan tim medis rehabilitasi |
Mempertahankan /membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus
pada pasien dan keluarga |
BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi
melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri,
protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat
mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem
imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang
biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat.
Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat,
infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami
penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema,
vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan
penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan
penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan topikal.
Sindrom
Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus
yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium
serta mata disertai gejala umum berat
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai
berikut :
1. Pasien
Apabila sudah mengetahui dan
memahami gejala dari penyakit steven johnson hendaknya segera membawa pasien
kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.
2. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya
harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang
penyakit steven johnson agar dapat melakukan tindakan keperawatan.
3.
Rumah Sakit
ssBagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada
penderita steven johnson mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang
seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi
dari gejala dan komplikasi penyakit steven johnson.
No comments:
Post a Comment