Aliran
hukum alam atau yang biasa disebut mazhab hukum alam. Aliran dimaksud,
dikembangkan oleh beberapa pakar yang ada di zaman Yunani dan Romawi.
1.
Aliran Hukum
Alam di Zaman Yunani
Orang
Yunani pada mulanya (abad ke-5 sebelum Masehi) masih bersifat primitif, yaitu
hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos); baik semesta alam maupun hidup manusia. Sebagai contoh
lelaki berkuasa dan memiliki kemampuan
politik; budak harus tetap menjadi
budak, sebab begitulah aturan yang
berlaku secara alamiah, dan sebagainya. Namun, pada abad ke-4 SM para filsuf mulai insaf tentang peran manusia
dalam membentuk hukum, misalnya Socrates. Socrates menuntut supaya para penegak
hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi manusia. Demikian juga pendapat
Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (348-322 SM) yang mulai mempertimbangkan
bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus menjadi alat untuk mencapai
tujuan hukum, walaupun mereka juga tetap mau taat pada tuntutan-tuntutan alam
sehingga zaman ini dikenal sebagai zaman dan/atau aliran hukum alam. Pendapat
dari tokoh terkemuka di zaman ini diuraikan sebagai berikut.[1]
a.
Plain (427-347
SM) menulis dua buku hidup bernegara, yaitu Politea dan Nomoi.
Buku Politea melukiskan suatu model tentang negara. Negara harus diatur
secara seimbang menurut bagian-bagiannya supaya adil. Ncgara yang dimaksud oleh
Plato adalah tiap-tiap golongan mempunyai tempat alamiahnya, sehingga timbul
keadilan. Sebab, tiap-tiap kelompok (filsuf, tentara, pekerja, dan sebagainya)
berbuat apa yang sesuai dengan tempat dan tugasnya. Selain itu, Plato
berpendapat seperti idenya yang tertulis dalam buku Nomoi yang
mengatakan bahwa petunjuk bagi dibentuknya suatu tata hukum yang membawa
orang-orang kepada kesempurnaan, yaitu peraturan-peraturan yang berlaku supaya
ditulis dalam suatu buku perundang-undangan. Kalau tidak, penyelewengan dari
hukum sulit dihindarkan.
b.
Aristoteles
(348-322) menulis tentang negara dan hukum dalam bukunya yang berjudul Politics.
la berpendapat bahwa manusia, menurut wujudnya merupakan makhluk polis (zoon
politikon). Oleh karena itu, seorang warga polis harus ikut serta dalam
kegiatan politik. Hal ini, menunjukkan bahwa semua orang harus taat pada hukum
polis, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Selain itu, ia juga
berpendapat bahwa hukum harus dibagi kepada dua kelompok, yaitu (1) hukum alam
atau hukum kodrat, yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam itu merupakan
suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah karena kaitannya
dengan alam; (2) hukum yang kedua adalah hukum positif, yaitu hukum yang dibuat
oleh manusia.
2.
Aliran Hukum
Alam di Zaman Romawi
Pada
permulaan abad ke-8 sebelum Masehi, peraturan-peraturan Romawi hanya berlaku di
kota Roma. Namun, berangsur-angsur peraturan negara itu menjadi universal
keberlakuannya. Sebab, seluruh aturan yang berlaku di kota Roma harus sesuai
pada semua wilayah kekuasaan Romawi. Peraturan-peraturan yang berlaku secara
universal disebut ius gentium, yaitu hukum yang diterima oleh
semua bangsa sebagai dasar suatu kehidupan bersama yang beradab.
Namun
demikian, dapat dipastikan bahwa hukum Romawi dalam abadabad sebelum masehi
lebih bersifat kasuistik. Artinya peraturan yang berlaku tidak
diterapkan secara otomatis kepada semua perkara, tetapi lebih berfungsi sebagai
pedoman atau contoh bagi para hakim. Perkembangan selanjutnya,
peraturan-peraturan para kaisar menjadi undang-undang (abstrak dan umum) yang
mengikat secara universal, selaras dengan perkembangan ini diciptakan juga suatu ilmu hukum oleh para sarjana di bidang
hukum, seperti Cicero (106-43 SM), Gaius, Ulpianus, dan lain-lain.
Filsafat
hukum yang menerangkan dan mendasari sistem hukum tersebut,
Hanya lebih bersifat idiil, yakni
apa yang dianggap terpenting oleh para tokoh politik dan yuridis zaman itu
bukanlah hukum yang telah ditentukan, melainkan hukum yang dicita-citakan dan
dicerminkan dalam hukum sebagai ius. Ius itu belum tentu ditemukan dalam
segala peraturan, akan tetapi terwujud dalam suatu hukum alamiah yang mengatur,
baik alam maupun hidup manusia. Hal yang demikian, oleh para ahli yang menganut
aliran Stoa hukum alam itu, yang melebihi hukum positif, dipandang sebagai
pernyataan kehendak Ilahi.[2]
Aliran
hukum alam dalam pemikiran di zaman Romawi dimunculkan oleh pemikir-pemikir
yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang berkembang di Yunani, terutama oleh
pikiran Socrates, Plato, dan Aristoteles. Salah satu tokoh Romawi yang banyak
mengemukakan pemikirannya tentang hukum alam adalah
Cicero, [3] seorang yuris dan seorang negarawan. Cicero (105-43 BC) mengajarkan
konsepnya tentang a true law (hukum yang benar) yang disesuaikannya
dengan right reason (penalaran yang benar), serta sesuai dengan alam, dan yang
menyebar di antara kemanusiaan dan sifatnya immutable dan eternal.
Hukum apa pun harus bersumber dari true law itu. Pada kesempatan lain Cicero
mengatakan bahwa, kita lahir untuk keadilan. Dan hukum tidaklah didasarkan pada
opini, tetapi pada man's very nature.
Selain
Cicero sebagai salah seorang tokoh pemikir di zaman Yunani tersebut, maka salah
seorang pemikir Romawi terkenal adalah Gaius. Gaius membcdakan antara ius
civile dan ius gentium. Ins Civile adalah
hukum yang bersifat khusus pada suatu negara tertentu; sedangkan ins
gentium adalah hukum yang berlaku universal yang bersumber pada akal
pemikiran manusia.[4]
Kedua
zaman itu, Yunani dan Romawi mempunyai perbedaan yang konkret mengenai
pandangan terhadap hukum. Menurut pendapat Achmad Ali, pemikiran Yunani tentang
hukum lebih bersifat teoretis dan filosofis, sedangkan pemikiran Romawi lebih
menitikberatkan pada hal-hal yang praktis dan berkaitan dengan hukum positif.[5] Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pemikiran
(okoh-tokoh Yunani mengenai hukum alam, di antarauya Plato, Aristoteles, dan
Stoa.
Plato
adalah tokoh dari pemikir aliran hukum alam yang muncul di zaman Yunani, ia
mengeluarkan dua buah tulisan, yakni The Republic[6] dan The Law. Dari dua buah buku tersebut telah mengalami
perubahan pola pikir. Sebab, buku yang berjudul The Republic, tampak pemikiran
Plato menganut pandangan bahwa negara
seyogianya dipimpin oleh para cendekiawan, yang bebas dan tidak terikat pada
hukum positif, tetapi pada keadilan. Kemudian pada karyanya yang bedudul The
Law, tampak pemikiran Plato meninggalkan idenya agar negara diperintah oleh
orang-orang bebas dan cendekia. Oleh karena itu, tampak pemikiran Plato
menyadari sulitnya mendapatkan orang yang mempunyai kualitas yang diisyaratkan
itu. Selanjutnya, Plato mempunyai pandangan bahwa negara harus melaksanakan
keadilan berdasarkan kaidah-kaidah hukum yang tertulis. Karena itu, ia
berpendapat bahwa hukum alam harus tunduk pada hukum positif dan otoritas
(negara). Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan dari keharmonisan antara
masyarakat di satu pihak dan individu di pihak lainnya.
Selain pemikiran Plato
di atas, muncul pemikiran dari muridnya yang jenius, yaitu Aristoteles. Aristoteles
mempunyai pokok-pokok pikiran seperti yang dikutip oleh Curzon, yaitu:[7]
a.
Man's ultimate aim should be the
attainment of a "state of goodness and the political state is created by
nature as a means to this end.
b.
A community's laws should assist in the
attainment of the good life. The law giver assist the citizen to become
"good" by habituating him, through law, to knowledge of the good. Law
derives its validity from habit upon which obidience is founded.
c.
Law is just if 'it allows persons to
develop their capacities within society. Laws of that kind will result only
from the exercise of man's reason. Law can be determined only in relations to
"the just".
d.
There is a perfect, immutable law
reflecting human nature it is universal in mankind.
Selanjutnya, Aristoteles
menurut Friedmann, bahwa ia menyumbangkan pemikiran yang paling penting
terhadap teori hukum, yaitu
a.
formulasinya tentang problem esensial
dari keadilan;
b.
formulasinya tentang perbedaan antara
keadilan yang abstrak dengan equity;[8]
c.
uraiannya tentang perbedaan keadilan
hukum dan keadilan alamiah (seperti "hukum positif" dan "hukum
alam").[9]
Aristoteles sebagai
seorang tokoh besar di zamannya, seringkali memunculkan pemikiran-pemikiran
yang brilian, di antaranya menyangkut problem esensial keadilan. Aristoteles
membuat perbedaan antara keadilan distributif, komutatif dan keadilan remedial.
Hal itu akan diuraikan sebagai berikut.
a.
Keadilan distributif adalah keadilan
yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan profesinya atau jasanya.
Pembagian barang-barang dan kehormatan pada masing-masing orang sesuai dengan
statusnya dalam masyarakat. Keadilan ini menghendaki agar orang-orang yang
mempunyai kedudukan yang sama memperoleh perlakuan yang sama pula di hadapan
hukum.
b.
Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang
memberikan hak kepada seseorang berdasarkan statusnya sebagai manusia.[10]
c.
Keadilan remedial, yaitu menetapkan
kriteria dalam melaksanakan hukum sehari-hari, yaitu kita harus mempunyai
standar umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam
hubungannya satu sama lain. Sanksi pidana yang dijatuhkan, memulihkan yang
telah dilakukan oleh pembuat kejahatan, dan ganti rugi telah memulihkan
kesalahan perdata. Standar tersebut diterapkan tanpa membeda-bedakan orang.[11]
Selain kedua pemikir
yang sangat ulung di atas, maka muncul pula satu aturan di zaman Yunani pada
abad keempat sebelum masehi, yaitu aliran Stoa. Pemikiran aliran Stoa ini
diwakili oleh Zeno (320-250 BC) yang mempunyai ajaran sebagai berikut. [12]
a. Alam
ini diperintah oleh pikiran yang rasional.
b. Kerasionalan
alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang dengan kekuatan penalarannya
memungkinkan menciptakan suatu natural lift yang didasarkan pada reasonable
living.
c. Hukum
Alam dapat diidentikkan dengan moralitas tertinggi.
d. Basis
hukum adalah aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.
e. Penalaran
manusia dimaksudkan agar la dapat membedakan yang benar dari salah dan hukum
didasarkan pada konsep-konsep manusia tentang hak dan kewajiban.
3.
Fungsi Hukum Alam
Fungsi hukum alam pada
zaman ini, masih banyak yang mempertanyakan menyaangkut aturannya, apakah masih
diperlukan atau sudah tidak diperlukan. Menurut Friedmann[13]
meskipun saat ini tidak mungkin lagi menerima berlakunya hukum alam sebagai aturan, tetapi dalam sejarahnya,
hukum alam telah memberikan sumbangan
bagi kehidupan hukum saat ini. Sumbangan dimaksud, adalah sebagai berikut.
a.
It has been the
principal instrument in the Transformation of the old civil law of the Romans into a broad
and cosmopolitan system. (la telah berfungsi
sebagai instrumen utama di dalam, pentransformasian hukum perdata Romawi Kuno
menjadi suatu sistem yang lebih luas dan bersifat kosmopolitan).
b.
It has been a
weapon used by both sides in the fight between the medievel Church and the
German emperors. (la telah
menjadi penjara yang digunakan oleh kedua pihak dalam, pertarungan antara pihak
gereja dengan pihak kekaisaran bangsa Jerman).
c.
In its name the
validity of international law has been asserted (atas nama hukum alamlah maka kevalidan hukum internasional dapat
ditegakkan).
d.
Again it was by
appeal to principles of natural law that American judges, professing to
interpret the Constitution, resisted the attempt of state legislation to modify
and restrict the unfettered economic freedom of the individual. (Juga prinsip-prinsip hukum alam telah menjadi senjata ata para
hakim Amerika ketika membuat interpretasi terhadap konstitusi mereka, yaitu
dengan menolak campur tangan negara melalui perundang-undangan yang ditujukan
untuk melakukan pembatasan di bidang ekonomi).
e.
And the appeal
fbr freedom of individual against absolutism launched. (Dan hukum alam telah menjadi tumpuan pada saat prang melancarkan
perjuangan bagi kebebasan individu berhadapan dengan keabsolutan).
Perkembangan
hukum alam mengalami kemunduran di sekitar abad ke-16 dan muncul kcmbali pada
abad ke-19, oleh seorang bangsa Jerman yang bernama Rudolf Stammler. Stammler
memberikan pokok-pokok pikirannya mengenai hukum alam sebagai berikut.[14]
a.
Semua hukum positif merupakan usaha menuju pada
hukum yang adil.
b.
Hukum dam
berusaha membuat suatu metode rasional yang dapat digunakan untuk menemukan
kebenaran yang relatif dari hukum dalam setiap situasi.
c.
Metode itu
diharapkan menjadi pemandu jika hukum itu gagal dalam ujian dan membawanya
lebih dekat pada tujuannya.
d.
Hukum adalah
suatu struktur yang sedemikian rupa, kita harus mengabstraksikan
tujuan-tujuannya pada kehidupan social yang nyata. Kita harus menemukan asalnya
dan bertanya pada diri sendiri, apakah yang merupakan hal pokok yang harus
dilakukan untuk memahaminya sebagai suatu sistem tujuan yang harmonic dan
teratur.
e.
Dengan bantuan
analisis yang logis, kita akan menemukan asas penyusunan hukum (Juridicial
Organization) tertentu yang mutlak sah, yang akan memanndu dengan aman
dalam memberikan pengakuan oleh hukum dan hagaimanakah tujuan tersebut
berhubungan satu sama lain secara hukum (Jurally Related).
4.
11akikat Hukum
Alam
Kalau
mencermati secara saksama mengenai hukum alam yang dikemukakan oleh beberapa pakar
di atas, maka pada prinsipnya hukum alam bukanlah sesuatu aturan jenis hukum,
melainkan merupakan kumpulan ide atau gagasan yang keluar dari pendapat para
ahli hukum, kemudian diberikan sebuah Label yang bernama hukum alam. Hal ini
sejalan dengan pandangan Satjipto Rahardjo[15] yang mengatakan bahwa istilah hukum alam ini didatangkan dalam berbagai
artinya oleh berbagai kalangan dan pada masa yang berbeda-beda
Dengan
demikian, hakikat hukum alam merupakan hukum yang berlaku universal dan abadi. Sebab
menurut Friedmann, sejarah hukum alam adalah sejarah umat manusia dalam
usahanya untuk menemukan apa yang disebut Absolute Justice (keadilan yang mutlak) disamping kegagalan
manusia dalam mencari keadilan. Pengertian hukum alam berubah-ubali sesuai dengan
perubahan pola pikir masyarakat dan keadaan politik di zaman itu.[16]
Pendapat
Friedmann di atas, sejalan dengan pendapat Dias yang mengatakan bahwa, hukum
alam itu adalah.[17]
1.
Ideal-ideal
yang menurut perkembangan hukum dan pelaksanaannya;
2.
Dasar dalam hukum,
yang bersifat moral, yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara
total antara yang ada sekarang dan yang seharusnya;
3.
metode untuk
menemukan ht.t.kum yang sempurna;
4.
isi dari hukum
yang sempurna, yang dapat didiskusikan melalui akal;
5.
kondisi yang
harus ada bagi kehadiran hukum dalam masyarakat.
Selain
Friedmann dan Dias yang merupakan penggagas aliran hukum alam, juga ada Thomas
Aquinas, seorang filsuf yang terkenal melalui bukunya Summa Theologica dan
De Regimene Principum. Pemikiran yang dikemukakan oleh Thomas
Aquinas mengenai hukum alam banyak mempengaruhi gereja bahkan menjadi
dasarpemikiran gereja hingga saat ini. Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam
empat golongan, yaitu.[18]
1.
Lex Aeterna,
merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan sumber dari segala
hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia.
2.
Lex Diving,
bagian dari rasio Tuhan yang ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang
diterimanya.
3.
Lex Naturalis,
inilah yang merupakan hukum alam, yaitu yang penjelmaan dari lex aeterna di
dalam rasio manusia.
4.
Lex Positives,
hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung
dengan syarat khusus yang dipengaruhi oleh keadaan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2006. Filsafat
Hukum. Sinar Grafika: Jakarta
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah dengan taufiq dan
hidayah Allah swt. Saya telah menyelesaikan makalah ini. Shalawat beriring
salam kepada Nabi Muhammad saw. beserta sahabat beliau yang telah menuntun manusia
sepanjang masa dengan cahaya kebenaran. Berkat jasa beliau kita dapat merasakan
indahnya kehidupan yang penuh ilmu pengetahuan.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
melengkapi tugas mata kuliah Menulis. Saya menulis sebuah makalah yang berjudul
Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Di dalam makalah ini, saya menulis
tentang pengertian narkoba, pengaruhnya, dan penanggulangannya.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari
dukungan teman-teman seperjuangan. Sepantasnya pula untaian terima kasih saya
ucapkan kepada Drs. Denni Iskandar, M.Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk membantu penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
ALIRAN HUKUM ALAM........................................................................ 1
1.
Aliran Hukum
Alam di Zaman Yunani............................................ 1
2.
Aliran Hukum
Alam di Zaman Romawi.......................................... 2
3.
Fungsi Hukum
Alam........................................................................ 6
4.
Hakikat Hukum
Alam...................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10
[1] Bandingkan uraian Theo
Huijbers, Filsafat Hukum, Yokyakarta: Kanisius, Cet. Ke-3, 1995 hlm. 24
[2] Lihat Ibid, hlm. 25
[3] Lihat, Cicero dalam Achmad
Ali, op, cit, hlm. 260
[4] Ibid
[5] Achmad Ali. Menguak
Tabir Hukum; Suatu kajian Filosofis dan sosiologis, Jakarta: Gunung Agung,
2007). Hlm. 258
[6] Ibid.
[7] Lihat uraian Achmad Ali, op.cit., hlm.
258.
[8] Equity. Aristoteles
melihatnya sebagai alat untuk meluruskan arah hukum yang telah salah sebagai
akibat sifatnya yang umum. Hukum tampil dengan bahasa yang umum, padahal tidak
seluruh perkara in konkreto yang dapat dimasukkan ke dalam pengaturan yang
bersifat umum tabpa risiko menimbulkan ketidakadilan. Oleh karena itu, para
hakim kiranya memberlakukan sebagai suatu kasus khas dimana akan memberikan
putusan seperti jika ia berada pada kursi pembuat hukum.
[9] Friedmann, dalam Achmad
Ali, ibid, hlm. 259
[10] I.J Van Apeldorn, Pengantar
ilmu hukum, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Jakarta; Pradnya Paramita. 1971)
hlm. 21
[11] Ibid, hlm 259
[12] Lihat Zeno dalam Achmad Ali.
Ibid
[13] Lihat, Ibid hlm 261
[14] Lihat, Rudolf Stammler,
dalam Achmad Ali, Ibid, hlm 262
[15] Lihat, Satjipto Rahadjo,
dalam Achmad Ali, menguak tabir hukum Ibid
[16] Friedmann, dlam Lili
Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, (Bandung;Citra Aditya Bakti, 1996) hlm 49
[17] Dias, dalam Lili Rasyidi,
Ibid hlm 263
[18] Thomas Aquinas, dalam Lili
Rasyidi, Ibid dlm 50
No comments:
Post a Comment