ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DDENGAN DISFUNGSI SEKSUAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan
seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan
seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan
istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk
dalam hal ini pasangan lansia.
Problem
masalah disfungsi seksual sebagian besar muncul pada usia lanjut
dimana hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan
eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang terutama
berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanyaberupa
pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi
dilakukan lagi oleh lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
I.Perubahan anatomik
pada sistem genetalia pada lansia
A.Wanita
Dengan
berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna dan eksterna
berangsur-angsur mengalami atrofi.
1.
Vagina
Vagina
mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami pengecilan.
Fornises
menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi menonjol ke dalam vagina. Sejak
klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita
belum pernah melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan ber¬henti berfungsi. Mukosa
genitalia menipis begitu pula jaringan sub-mukosa tidak lagi mempertahankan
elastisitas¬nya akibat fibrosis.
Perubahan
ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keber¬langsungan koitus, artinya
makin lama kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan atau pengecilan
genitalia eksterna.
2.
Uterus
Setelah
klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya
menipis, miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks
menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding jaringan.
3.
Ovarium
Setelah
menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi “keriput” sebagai
akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang
sebelumnya, permukaan ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena
tidak terdapat folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia
interna dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti
berfungsi, pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang
pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan progesteron.
4.Payudara
(Glandula Mamae)
Payudara
akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang gemuk, dimana
payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi
hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja.
Kelenjar
pituari anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula
kelenjar tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh
serupa akromegali ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang.
Kadang timbul pertumbuhan rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang,
oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar
ovarium. Rambut kepala menjadi jarang. Kenaikan berat badan sering terjadi pada
masa klimakterik.
B.Pria
1.Prostat
Pembesaran
prostat merupakan kejadian yang sering pada pria lansia, gejala yang timbul
merupakan efek mekanik akibat pembesaran lobus medius yang kemudian seolah-olah
bertindak sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve Effect). Disamping itu
terdapat efek dinamik dari otot polos yang merupakan 40% dari komponen
kelenjar, kapsul dan leher kantong kemih, otot polos ini dibawah pengaruh
sistem alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikros¬kopik sudah terlihat pada usia
25-30 tahun dan terdapat pada 60% pria berusia 60 tahun, 90% pada pria
berusia 85 tahun, tetapi hanya 50% yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu
hanya 50% berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem medik.
Kadar
dehidrosteron pada orang tua meningkat karena meningkatnya enzim 5 alfa
reduktase yang mengkonfersi tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang
dianggap menjadi pendorong hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat.
Sebenarnya selain proses menua rangsangan androgen ikut berperan
timbulnya BPH ini dapat dibuktikan pada pria yang di kastrasi menjelang
pubertas tidak akan menderita BPH pada usia lanjut.
2.Testis
Penuaan
pada pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran dan berat testis tetapi sel
yang memproduksi dan memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang jumlah
dan aktifitasnya sehingga sperma berkurang sampai 50% dan testoteron juga
menurun. Hal ini menyebabkan penuruna libido dan kegiatan sex yang jelas
menurun adalah multipel ejakulasi dan perpanjangan periode refrakter. Tetapi
banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai umur lanjut.
II. Perubahan
fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1.Fase
desire
Dipengaruhi
oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan
akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin
lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.Interval untuk meningkatkan hasrat
seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak
usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2.Fase
arousal
Lansia
wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing, elastisitas
dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan
kandung kemih.
Lansia
pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat; penurunan
produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi testis
ke perineum lebih lambat.
3.Fase
orgasmic
Lansia
wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Lansia
pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah konstraksi
otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4.Fase
pasca orgasmic
Mungkin
terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase
orgasme berikutnya lebih sukar terjadi. Disfungsi seksual pada lansia tidak
hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab
lainnya seperti:
Penyebab
iatrogenik
Tingkah
laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat
inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
Penyebab
biologik dan kasus medis
Hampir
semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan
seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik.
III. Di
samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan
penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seperti :
1. Rasa
tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2. Sikap
keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat olehtradisi dan budaya.
3. Kelelahan
atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4. Pasangan
hidup telah meninggal.
5. Disfungsi
seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.
IV. Beberapa hal yang
dapat menyebabkan masalah kehidupan sosial antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin
mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2.Pasca
stroke
Masalah
seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami
anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan
malu atas situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas
seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik
tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang
mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido
biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent
maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan
mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus,
pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak
mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik,
namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif.
Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk
berkomunikasi.
3.Kanker
Masalah
seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik
operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi
seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada
kerusakan saraf.
4.Diabetes
mellitus
Diabetes
menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi
vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5.Arthritis
Beberapa
posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi
mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin
berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
6.Rokok
dan alcohol
Pengkonsumsian
alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi
kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga
mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk
mengalami kenikmatan.
7.Penyakit
paru obstruktif kronik
Ada
penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8.Obat-obatan
Beberapa
obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain
beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
V. Upaya
mengatasi permasalahan seksual pada lansia
Untuk
mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual
diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien
dengan konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan
masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada
beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah
seksual adalah masalah yang tabu.
Manajemen
yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
1.Anamnesa Riwayat
Seks
· Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan
memuaskan
· Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan
teutup
· Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa
yang sebenarnya salah
· Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
· Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar
lengkap tentang obat-obatan yang dikonsumsi oieh pasien.
Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus rinci, meliputi
awitan, jenis maupun intensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnese tentang
ganguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan
psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan
fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan
tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal dan paru-paru.
Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan
status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereks pada pria,
pemeriksaan khas juga meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal
penile tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)
2.Pengobatan yang
diberikan mencakup :
· Konseling Psikoseksual
· Therapi Hormon
· Penyembuhan dengan obat-obatan
· Peralatan Mekanis
· Bedah Pembuluh
3.Bimbingan
Psikososial
Bimbingan
dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan
seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan pharmakologi.
4.Penyembuhan Hormon
Pada
pria lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk
menyembuhkan viropause/andropause pada pria (pemanasan dan
ejakulasi).
Pada
wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada
klimakterium.
5.Penyembuhan dengan
Obat
Yohimbine, Pemakaian
Krim vasoaktif
· Oral phentholamin
· Tablet apomorphine sublingual
· Sildenafil, suntik intra-carporal obat
vasoaktif
· Penempatan intra-uretral prostaglandin
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN DISFUNGSI SEKSUAL
1. PENGKAJIAN
A. Identitas
Klien
1. Nama Klien
2. Umur
3. Agama
4. Suku
5. Pendidikan
6. Alamat
7. Pekerjaan
8. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi
kesehatan
9. Status social ekonomi keluarga
B. Dapatkan
riwayat seksual:
2. Pola seksual biasanya
3. Kepuasan (individu, pasangan)
4. Pengetahuan seksual
5. Masalah (seksual, kesehatan)
6. Harapan
7. Suasana hati, tingkat energi
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Disfungsi seksual
berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual
2. Harga diri rendah
berhubungan dengan gangguan funsional ditandai dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
3.
Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau
terapi medis.
3. RENCANA KEPERAWATAN
No. |
Dx. Kep. |
Tujuan |
Intervensi |
1. |
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan
struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan
seksual. |
Pasien dapat menerima perubahan struktur tubuh terutama
pada fungsi seksual yang dialaminya Kriteria hasil: · Mengekspresikan
kenyamanan · Mengekspresikan
kepercayaan diri |
1. Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan
fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya usia. 2. Berikan pendidikan kesehatan tentang
penurunan fungsi seksual. 3. Motivasi klien untuk mengkonsumsi
makanan yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan berupa diet vegetarian 4. Anjurkan klien untuk menggunakan krim
vagina dan gel |
2. |
2. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan funsional
ditandai dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. |
Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu angota
tubuhnya secara positif Kriteria hasil: · Pasien mau
berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tanpa rasa malu dan rendah
diri · Pasien yakin akan
kemampuan yang dimiliki |
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang
perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan angota tubuhnya yang
kurang berfungsi secara normal 2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan
saling percaya dengan pasien 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan
penerimaan pada pasien 4. Bantu pasien untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain 5. Beri kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan kehilangan |
3. |
3.Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan
dengan penyakit atau terapi medis. |
Pasien dapat menerima perubahan pola seksualitas yang
disebabkan masalah kesehatannya. Kriteria Hasil : · Mengidentifikasi
keterbatasannya pada aktivitas seksual yang disebabkan masalah kesehatan · Mengidentifikasi
modifikasi kegiatan seksual yang pantas dalam respon terhadap keterbatasannya |
1. Kaji factor-faktor penyebab dan
penunjang, yang meliputi · Kelelahan · Nyeri · Nafas pendek · Keterbatasan suplai
oksigen · Imobilisasi · Kerusakan inervasi
saraf · Perubahan hormone · Depresi · Kurangnya informasi yang
tepat 2. Ajarkan pentingnya mentaati aturan
medis yang dibuat untuk mengontrol gejala penyakit 3. Berikan informasi yang tepat pada
pasien dan pasangannya tentang keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan
oleh keadaan sakit 4. Ajarkan modifikasi yang mungkin dalam
kegiatan seksual dapat membantu penyesuaian dengan keterbatasan akibat sakit |
IMPLEMENTASI
No. |
Dx. Kep. |
Implementasi |
Evaluasi (Secara Keseluruhan) |
1. |
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan
struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan
seksual. |
1. Membantu pasien untuk mengekspresikan
perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya
usia. 2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penurunan fungsi seksual. 3 . Memotivasi klien untuk mengkonsumsi makanan
yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan berupa diet vegetarian 4. Menganjurkan klien untuk menggunakan
krim vagina dan gel |
S:klien mengatakan ”lebih mengerti “ mengerti mengapa
keinginan untuk melakukan hubungan suami istri berkurang DO : - umur klien 69 tahun - TD : 130 / 90 mmHg - Nadi : 88 x/menit - Suhu : 36°C - RR : 18 x/menit - Klien sudah menoupose |
2. |
2. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan funsional
ditandai dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. |
1. Mengkaji perasaan/persepsi pasien
tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan angota tubuhnya
yang kurang berfungsi secara normal 2. Melakukan pendekatan dan bina
hubungan saling percaya dengan pasien 3. Menunjukkan rasa empati, perhatian
dan penerimaan pada pasien 4. Membantu pasien untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain 5. Memberikan kesempatan pada pasien
untuk mengekspresikan perasaan kehilangan |
|
3. |
3.Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan
dengan penyakit atau terapi medis. |
1. Mengkaji faktor-faktor penyebab dan penunjang yang
meliputi: · Kelelahan · Nyeri · Nafas pendek · Keterbatasan suplai
oksigen · Imobilisasi · Kerusakan inervasi
saraf · Perubahan hormone · Depresi · Kurangnya informasi
yang tepat 2. Memberikan pelajaran kepada pasien tentang pentingnya
mentaati aturan medis yang dibuat 3. Memberikan informasi yang tepat pada pasien dan
pasangannya tentang keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan oleh keadaan
sakit. 4. Memberikan pelajaran kepada pasien tentang suatu
modifikasi yang mungkin dalam kegiatan seksual dapat membantu penyesuaian
dengan keterbatasan akibat sakit. |
DAFTAR PUSTAKA
NANDA, diagnosis keperawatan:definisi dan
klasifikasi 2009-2011: editor edisi bahasa Indonesia, Judith M. Wilkinson, PhD,
ARNP, RNC - Jakarta : EGC, 2010
Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan kriteria hasil NOC, Edisi 7, editor edisi bahasa Indonesia, Judith
M. Wilkinson, PhD, ARNP, RNC- Jakarta : EGC, 2010.
http://.wordpress.com/masalah-seksual-lansia
http://.asuhan keperawatan pada klien dengan disfungsi
seksual
No comments:
Post a Comment