Thursday, 6 May 2021

MAKALAH AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, sebab kata islam itu sendiri, dari kata dasar aslama yang artinya “tunduk patuh”, mempunyai makna “tunduk patuh kepada kehendak atau ketentuan Allah”. Dalam Surat Ali Imran ayat 83, Allah menegaskan bahwa seluruh isi jagat raya, baik di langit maupun di bumi, selalu berada dalam keadaan islam, artinya tunduk patuh kepada aturan-aturan Ilahi. Allah memerintahkan manusia untuk meneliti alam semesta yang berisikan ayat-ayat Allah. Sudah tentu manusia takkan mampu menunaikan perintah Allah itu jika tidak memiliki ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, kata alam dan ilmu mempunyai akar huruf yang sama: ain-lam-mim.

Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Iptek atau Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi, merupakan salah satu hal yang tidak dapat kita lepaskan dalam kehidupan kita. Kita membutuhkan ilmu karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan Allah SWT hanya kepada kita, manusia, tidak untuk makhluk yang lain, yaitu sebuah akal pikiran. Dengan akal pikiran tersebutlah, kita selalu akan berinteraksi dengan ilmu. Akal yang baik dan benar, akan terisi dengan ilmu-ilmu yang baik pula. Sedangkan teknologi, dapat kita gunakan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu sendiri. Namun, dalam mempelajari dan mengaplikasikan iptek itu sendiri, harus memperhatikan beberapa hal yang penting.

Tidak semua sains dan teknologi yang diciptakan para ilmuwan itu baik untuk kita. Terkadang ada pula yang menggunakan bahan – bahan berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar. Beberapa dari mereka ada yang menyalahgunakan hasil penelitian tsb. Sesungguhnya Allah melarang kita membuat pengrusakan di bumi, seperti dalam firman-Nya dalam (Q.S. Al-A’raf : 56).

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang – orang yang berbuat baik.”

Kita sebagai manusia, tak lepas dari tanggung jawab kita sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana kita ditugaskan untuk menjaga bumi dan seluruh isinya agar tetap asri. Ada alasan mengapa Allah menciptakan kita sebagai khalifah dibumi ini?!!, yaitu karena manusia memiliki akal untuk berfikir dan mengenali lingkungannya. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan malaikat pun pernah protes lantaran adam memiliki jabatan sebagai khalifah. Seperti yang dikatakan Allah dalam firman-Nya Q.S. Al-Baqarah : 34

“Dan ingatlah tatkala kami berkata kepada malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam! Maka sujudlah mereka, kecuali iblis enggan dia dan menyombongkan diri, karena dia adalah dari golongan makhluk yang kafir.”

Dengan surat tersebut menjelaskan bahwa kemampuan berfikir itulah yang membuat manusia dijadikan sebagai khalifah dimuka bumi ini jika dibandingkan dengan malaikat yang kita ketahui sebagai makhluk yang maksum dari dosa. Bisa disimpulkan bahwa untuk menjadi khalifah tidak hanya bertasbih menyebut asma-Nya tapi juga kemampuannya dalam mengenali lingkungannya dan berfikir. Ini adalah karunia yang besar bagi kita. Seharusnya kita bersyukur dan mampu memanfaatkannya dengan baik.

 

B.       Rumusan Permasalahan

Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1.         Bagaimanakah perkembangan sains dan teknologi, serta karakteristik dna sumbernya?

2.         Bagaimanakah pandangan islam terhadap akal dan wahyu?

3.         Bagaimanakah motivasi islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ?

 

C.      TujuandanManfaat

Tujuan penulisan makalah pengamatan ini adalah untuk mengetahui perspektif serta motivasi islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dan manfaat penyusunan makalah pengamatan ini untuk kepentingan teoritis, yaitu untuk menambah khazanah keilmuan tentang Ilmu pengetahuan dalam islam sehingga dapat mewarnai menambah pengtahuan mahasiswa, serta diharapkan dapat memberi informasi tambahanatau pembanding bagi peneliti lain dengan masalah sejenis.

Manfaat penyusunan makalah pengamatan ini adalah untuk kepentingan praktis, yaitu  kontribusi terhadap pemikiran Islam serta menghadirkan Islam secara lebih komprehensif..


 

BAB II

PEMBAHASAN : ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

 

A.      Perkembangan Sains dan Teknologi, Serta Karakteristik dan Sumbernya

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.

Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan sejarah pikiran umat manusia terlepas dari asal usul kebangsaan maupun asal mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat adalah menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke zaman berikutnya, zaman tertua dari pertumbuhan ilmu adalah zaman kuno yang merentang antra tahun kurang lebih  4000 SM-400M. Zaman kuno ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1.        ± 4000- 6000 s.M  : Masa Mesir dan Babilon

2.        600-30 s.M            : Masa Yunani Kuno

3.        30 SM-400 M        : Masa Romawi

Di mesir mulai tumbuh berbagai gagasan ilmiah dari pengetahuan arsitektur, ilmu gaya, ilmu hitung, ilmu ukur. Semua ilmu ini penting untuk keperluan membangun berbagai kuil, istana, dan piramid. Ilmu bedah dan ilmu kedokteran juga mulai dikembangkan di Mesir, di Babilonia dikembangkan berbagai gagasan ilmiah  dari ilmu bintang dan ilmu pasti. Suatu hal lain yang perlu diketahui bahwa masih melekat pada pertumbuan ilmu pada masa yang pertama ini adalah adanya penjelasan penjelasan yang persifat gaib. Pada masa berikutnya di Yunani Kuno antara tahun 600-30 S.M mengenal siapa para pengembang ilmu serta tempat dan tahun kelahirannya.

Ada dua jenis ilmu yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematangannya, pertama, ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba menerapkan metode yang berdisiplin dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan, dan kedua, geometri, yang sedang mengumpulkan setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang disusun secara khusus dan sedang mendekati masalah-masalah struktur logis serta masalah-masalah definisi. Imuwan-ilmuwan yang terkemuka pada waktu itu di antaranya adalahThales (±525-654 s.M.) merupakan ilmuwan yang pertama di dunia karena ia memplopori tumbuhnya Ilmu Bintang, Ilmu Cuaca, Ilmu Pelayaran, dan Ilmu Ukur dengan berbagai ciptaaan dan penemuan penting. Ilmuwan Yunani Kuno kedua adalah Pythagoras (578?-510 s.M.) merupakan ahli Ilmu Pasti. Ilmuwan Yunani Kuno yang ketiga adalah Democritus (±470-±400 s.M.), gagasan ilmiahnya yang terkenal ialah tentang atom.

Perkembangan ilmu pada Masa berikutnya adalah Masa Romawi yang merupakan masa terakhir dari pertumbahan ilmu pada Zaman Kuno dan merupakan masa yang paling sedikit memberikan sumbangsih pada seajarah ilmu dalam Zaman Kuno. Namun bangsa Romawi memiliki kemahiran dalam kemampuan keinsinyuran dan keterampilan ketatalaksanaan serta mengatuur hukum dan pemerintahan. Bangsa ini tidak menekankan soal-soal praktis dan mengabaikan teori ilmiah, sehingga pada masa ini tidak muncul ilmuwan yang terkemuka. Perkembangan berikutnya pada zaman pertengahan, ribuan naskah pengetahuan dari Zaman Yunani Kuno yang terselamatkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh cendekiawan Muslim dan sebagian ditambahi catatan ulasan, abad VII dan VIII Kaum Muslim meguasai wilayah-wilayah Asia Kecil sampai Mesir dan Spanyol. Kota-kota yang merupakan pusat-pusat kebudayaannya ialah Bagdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Toledo. Ilmuwan-ilmuwan Muslim yang terkenal seperti Al-Razi (865-925) dan Ibnu Sina (980-1037) adalah ahli ilmu Kedokteran, Jabir ibn Hayyan (±721-±815) dalam Pengetahuan Kimia dan obat-obatan, serta dalam Ilmu Penglihatan oleh Ibn al-Haytham (965-1038).

Pada abad XI bangsa-bangsa Eropa Utara berangsur-angsur mengetahui perkembangan pengetahuan ilmiah yang berlagsung di daerah Muslim. Dan dengan sebab itu Abad XIV-XVI dikenal Zaman Pencerahan (renaissance) di Eropa, ditandai dengan kelahiran kembali semua ilmiah maupun pengetahuan kemanusiaan dari Masa Yunani Kuno. Ilmuwan yang terkemuka saat itu ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543) seorang peletak dasar Ilmu Bintang Modern. Lainnya adalah Andreas Vesailus (1514-1564) ahli Ilmu Urai Tubuh Modern. Dengan berakhirnya Zaman Pencerahan dunia memasuki Zaman Modern mulai Abad XVII, pengertian ilmu yang modern dan berlainan dengan ilmu lama atau klasik mulai berkembang dalm abad ini. Perkembangan ini terjadi karena perkembangan 3 hal, yaitu perubahan alam pikiran orang, kemajuan teknologi, dan lahirnya tata cara ilmiah. Pada Zaman ini banyak melahirkan ilmuwan dengan teori baru di bidang ilmu pengetahuan yang beragam. Misal, Isaac Newton (1642-1727) penemu Kaidah Gaya Berat dan Teori Butir Cahaya, Thomas Robert Malthus (1766-1834) Teori Kependudukan. Setelah memasuki Abad XX pertumbuhan ilmu di dunia mengalami ledakan, karena boleh dikatakan setiap tahun puluhan penemuan hasil penelitian para ilmuwan muncul.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.

1.      Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.

2.      Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.

3.      Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4.      Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

Usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap penjuru alam semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), sedangkan usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah dalam kehidupan manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya (social and cultural sciences).

Pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang beriman maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan kemampuan metodologi ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat:

1.      pasti (Al-Furqan 2)

2.      tidak pernah berubah (Al-Fath 23)

3.      obyektif (Al-Anbiya’ 105)

 

Dampak positif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut :

1.        Mampu meringankan masalah yang dihadapi manusia.

2.        Mengurangi pemakaian bahan – bahan alami yang semakin langka.

3.        Membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat

4.        Membawa manusia kearah lebih modern.

5.        Menyadarkan kita akan keesaan Allah SWT

6.        Menjawab pertanyaan yang dari dulu diajukan oleh nenek moyang kita melalui penelitian ilmiah.

Sedangkan dampak negatif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut :

1.        Dengan segala sesuatunya yang semakin mudah, menyebabkan orang – orang menjadi malas berusaha sendiri.

2.        Menjadi tergantung pada alat yang dihasilkan oleh IPTEK itu sendiri.

3.        Melupakan keindahan alam.

4.        Masyarakat lebih menyukai yang instan.

5.        Dengan memanipulasi makanan yang ada, menyebabkan masyarakat kurang gizi.

6.        Kekhawatiran masyarakat terhadap IPTEK yang semakin maju menyebabkan peradaban baru.

 

Sumber ilmu pengetahuan adalah alam. Alam adalah gudang inspirasi, ide, dan motivasi untuk mengarahkan seseorang mencapai suatu peradaban yang lebih tinggi. Dalam autobiografi seorang pelaut yang terkenal di zaman dynasti China yaitu Laksamana Chengho (seorang jenderal) yang pernah melakukan pelayaran ke Afrika dan Asia menyebutkan, alam telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan kepadanya untuk melakukan penjelajahan ke dunia lain untuk menemukan hal-hal baru. Suatu ide, gagasan, dan motivasi pada awalnya bersumber dari rasa keingintahuan kita akan sesuatu hal. Rasa keingintahuan ini kemudian dirangsang oleh alam melalui akal pikiran kita sehingga timbul suatu ide, motivasi, dan semangat dalam diri. Rasa keingintahuan inilah yang mendasari untuk berkembangnya ilmu dan pengetahuan.

 

B.       Akal dan Wahyu dalam Islam

Akal adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia.

Materi “aql” dalam al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali, kecuali satu, semuanya datang dalam bentuk kata kerja seperti dalam bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun terulang sebanyak 24 kali dan ya’qilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja a’qala, na’qilu dan ya’qilu masing-masing satu kali (Qardawi, 1998: 19). Pengertian akal dapat dijumpai dalam penjelasan ibnu Taimiyah (2001: 18). Lafadz akal adalah lafadz yang mujmal (bermakna ganda) sebab lafadz akal mencakup tentang cara berfikir yang benar dan mencakup pula tentang cara berfikir yang salah. Adapun cara berfikir yang benar adalah cara berpikir yang mengikuti tuntunan yang telah ditetapkan dalam syar’a. Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah juga menyinggung mengenai kesesuaian nash al-Qur’an dengan akal, jika ada pemikiran yang bertentangna dengan akal maka akal tersebutlah yang salah karena mengikuti cara berpikir yang salah.

1.        Definisi Akal

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan menurut kamus, yakni daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar. Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan kata akal.
Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa, jika dia menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
‘Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu.

 Syaikh Al Albani berkata,

“Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.”

 

 

 

 Al Imam Abul Qosim Al Ashbahany berkata,

”akal ada dua macam yaitu : thabi’i dan diusahakan. Yang thabi’i adalah yang datang bersamaan dengan yang kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa bila senang, dan menangis bila tidak senang.

Kemudian seorang anak akan mendapat tambahan akal di fase kehidupannya hingga usia 40 tahun. Saat itulah sempurna akalnya, kemudian sesudah itu berkurang akalnya sampai ada yang menjadi pikun. Tambahan ini adalah akal yang diusahakan.
Adapun ilmu maka setiap hari juga bertambah, batas akhir menuntut ilmu adalah batas akhir umur manusia, maka seorang manusia akan selalu butuh kepada tambahan ilmu selama masih bernyawa, dan kadang dia tidak butuh tambahan akal jika sudah sampai puncaknya.

Hal ini menunjukan bahwa akal lebih lemah dibanding ilmu, dan bahwasanya agama tidak bisa dijangkau dengan akal, tetapi agama dijangkau dengan ilmu.

 

2.        Pemuliaan Islam Terhadap Akal

Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, diantara hal yang menunjukan perhatian dan penghormatan islam kepada akal adalah :

a.           Islam memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam rangka mendapatkan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Islam mengarahkan kekuatan akal kepada tafakkur (memikirkan) dan merenungi (tadabbur) ciptaan-ciptaan Allah dan syari’at-syari’atnya sebagaimana dalam firmanNya,
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadiaan) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang telah ditentukan, Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. (QS. Ar-Rum)
“ Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal”, (Al Baqarah : 184),
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jum’at, maak bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Jumu’ah : 9).

b.           Islam melarang manusia untuk taklid buta kepada adat istiadat dan pemikiran-pemikiran yang bathil sebagaimana dalam firman Allah,
Dan apabila dikatakan kepada mereka, ”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”, (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS. Al Baqarah : 170).

c.           Islam memerintahkan manusia agar belajar dan menuntut ilmu sebagaimana dalam firman Allah,
”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”(QS. At Taubah : 122).

d.          Islam memerintahkan manusia agar memuliakan dan menjaga akalnya, dan melarang dari segala hal yang dapat merusak akal seperti khomr, Allah berfirman,
“Hai, orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maidah, 90).

 

3.        Ruang Lingkup Akal Dalam Islam

Meskipun islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak menyerahkan segala sesuatu kepada akal, bahkan islam membatasi ruang lingkup akal sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan mungkin bisa menggapai hakekat segala sesuatu.

Maka Islam memerintahkan akal agar tunduk dan melaksanakan perintah syar’i walaupun belum sampai kepada hikmah dan sebab dari perintah itu.
Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh makhluk adalah ketika Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena lebih mengutamakan akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah tersebut dengan membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam,

Iblis berkata: ”Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah..” (QS.Shaad ; 76).
Karena inilah islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang diluar jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang semacamnya, Rasulullah bersabda,

”Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah memikirkan tentang Dzat Allah.

Allah berfirman,

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,”Roh itu termasuk urusan Tuhanku,dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”(QS.Al Isra’: 85).

Allah menyuruh kita untuk memaksimalkan kemampuan akal yang diberikan pada kita. Salah satu cara, Ia menganjurkan pada kita untuk menuntut ilmu setinggi – tingginya demi kemajuan umat bersama. Bahkan pernah dikatakan dalam suatu hadits bahwa ada tiga peninggalan yang mampu menolong manusia untuk terhindar dari api neraka yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh. Dengan kata lain, Allah hendak mengatakan bahwa ilmu sangatlah penting untuk kita, sebagai umat islam, bukan hanya penting untuk kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan akhirat. Ilmu yang bermanfaat itu dapat kita bawa hingga ke akhirat kelak.
Firman Allah dalam QS. Ali Imran : 110, “Kamu adalah umat yang paling baik (khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia; menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman kepada Allah. Sekranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya itu baik untuk mereka. Sebahagian mereka beriman, tetapi kebanyakannya orang-orang yang jahat”.

Sebenarnya umat yang menjadi pengamal wahyu Allah (Islam) memiliki identitas (ciri, sibghah) yang jelas di antaranya menguasai ilmu pengetahuan. Dalam mewujudkan keberadaannya ditengah masyarakat mereka menjadi innovator dan memiliki daya saing serta memiliki imajinasi yang kuat disamping kreatif dan memiliki pula inisiatif serta teguh dalam prinsip (istiqamah, consern), bahkan senantiasa berfikir objektif dan mempunyai akal budi.

 

4.        Definisi Wahyu

Wahyu sendiri dalam al-Qur’an disebut dengan kata al-wahy yang memiliki beberapa arti seperti kecepatan dan bisikan. Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz al-Qur’an (as- Shieddiqy: 27). Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan kata wahyu.

Wahyu adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan, diungkapkan. Ia adalah pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan penegasan atas kebenaran. Setiap gagasan yang di dalamnya ditemukan kebenaran ilahi adalah wahyu, karena ia memperkaya pengetahuan sebagai petunjuk bagi manusia (Haque, 2000: 10). Allah sendiri telah memberikan gambaran yang jelas mengenai wahyu ialah seperti yang digambarkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 16 yaitu:

 “Dengan Kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”

Pengertian wahyu dalam penelitian di sini adalah kitab al-Qur’an yang di dalamnya merupakan kumpulan-kumpulan dari wahyu yang membenarkan wahyu-wahyu sebelumnya (taurat, injil, zabur) dan diturunkan oleh Allah hanya kepada Nabi Muhammad SAW selama hampir 23 tahun (Haque, 2000: 19).

Wahyu, menurut Kamus Al-Mufrâdât fî Ghara`ibi`l-Qur`ân, makna aslinya adalah
al-‘Isyaratu`s-sarî’ah. Artinya, isyarat yang cepat yang dimasukkan ke dalam hati
seseorang atau ilqâ’un fi`r-rau`i, maksudnya yang disampaikan dalam hati.

 

 

5.        Fungsi Wahyu

a.       Wahyu merupakan sumber pokok ajaran Islam.

b.      Wahyu sebagai landasan berpikir. Semua produk pemikiran (ilmu, teori, konsep dan gagasan) tidak boleh lepas dari wahyu, baik makna tersirat maupun tersurat.

c.       Wahyu sebagai landasan berbuat, bersikap, berperilaku dalam semua segi kehidupan.

Akal dan wahyu kalau diletakkan secara fungsionalis, maka keduanya saling memiliki fungsi. Akal memiliki fungsi untuk memahami wahyu, karena wahyu ditulis dengan bahasa Arab, dan tidak setiap orang dapat memahami teks Arab. Wahyu (Al Qur’an sebagai hudan, untuk memahami hudan diperlukan akal. Wahyu memiliki fungsi mengarahkan kerja akal dan memberikan informasi kandungan wahyu yangg memerlukan bukti empiris, bahkan dengan observasi, eksperimen, penyelidikan dan penelitian, yang ini semua dikerjakan dengan akal pikiran.

 

C.      Motivasi Islam dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (Al-'Alaq : 1-5)

Ayat tersebut diatas mendorong Umat Islam untuk pandai membaca, berfikir dan berkreasi. semakin banyak membaca, semakin banyak manfaat yang diperoleh. Ilmu akan bertambah, bahasa makin baik, dan wawasan makin luas. Bacalah alam ini. Bacalah Al Qur'an ini. Bacalah buku-buku ilmu pengetahuan. Jadi, membaca merupakan kunci pembuka untuk mempelajari ilmu pengetahuan.

Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan sebagaimana yang dicerminkan dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tersebut diatas. Begitu besar perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, sehingga setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu.

Sabda Nabi : "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan" (HR. Ibnu Abdil Bar). Dimanapun ilmu berada, Islam memerintahkan untuk mencarinya. Sabda Nabi : "Carilah ilmu meskipun di negeri Cina" (HR Ibnu 'Adi dan Baihaqi). Menuntut ilmu dalam Islam tidak berhenti pada batas usia tertentu, melainkan dilaksanakan seumur hidup. tegasya dalam hal menuntut ilmu tidak ada istilah "sudah tua". Selama hayat masih dikandung badan, manusia wajib menuntut ilmu. Hanya caranya saja hendaklah disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Perintah menuntut ilmu sepanjang masa ini diterangkan dalam Hadits Nabi SAW. "Carilah ilmu sejak buaian sampai ke liang lahad".

Dengan memiliki ilmu, seseorang menjadi lebih tinggi derajatnya dibanding dengan yang tidak berilmu. Atau dgn kata lain, kedudukan mulia tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu.

Firman Allah SWT : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (Al Mujadilah : 11)

Dan firman Allah SWT :  "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui" (Az-Zumar : 9). Sementara itu, penghormatan terhadap penuntut ilmu dijelaskan pula dalam beberapa Hadits Nabi SAW. diantaranya : "Tidaklah suatu kaum berkumpul disalah satu rumah Allah, sambil membaca al Qur'an dan mempelajarinya kecuali mereka dinaungi oleh para malaikat, mereka diberikan ketenangan, disirami rahmat dan selalu diingat Allah". "Sesungguhnya, malaikat akan meletakkan sayapnya (menaungi) pada pencari ilmu karena senang apa yang sedang dituntutnya".

Menurut hadits tersebut diatas, tempat-tempat majlis ilmu itu dinaungi malaikat, diberikan ketenangan (sakinah), disirami rahmat dan dikenang Allah di singgasana-Nya. Begitulah penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang menuntut ilmu pengetahuan itu.

Ilmu Memperkuat Iman  Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala dan memperkaya bahan pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan wawawasan, pandangan serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada obyektivitas, kebenaran dan realita. Ilmu yang benar dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan kebenaran dalam berbagai bentuk. Tentunya bagi seorang muslim, dibalik wajah-wajah kebenaran itu tersirat kebenaran yang mutlak adalah Allah SWT. Dengan kata lain, ilmu yang benar mendorong seseorang beriman kepada Allah SWT. Bahkan lebih dari itu, ilmu yang benar dapat pula memperkuat dan meningkatkan keimanan seseorang. Ilmu dapat memperkuat iman, dan iman melahirkan kepatuhan dan tawadhu' kepada Allah SWT.

Firman Allah SWT : "Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini Al Qur'an itulah yang hak (petunjuk yang benar) dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepada-Nya" (al Hajj : 54).

Dari salah satu hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud : "Dari Abu Darda' berkata, saya mendengar Rasulallah SAW bersabda : 'Kelebihan seseorang alim dari seseorang 'abid (banyak ibadah) seperti kelebihan bulan pada bintang-bintang".

Menurut hadits ini orang yang berilmu melebihi dari orang yang banyak ibadah laksana bulan melebihi bintang-bintang. Ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi pemiliknya. Tapi ia membias ke orang lain yang mendengarkannya atau yang membaca karya tulisnya. Sedangkan ibadah manfaatnya terbatas hada pada sipelakunya.

Ilmu atasar dan pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Tetapi orang yang melakukan shalat, puasa, zakat, haji, bertasbih, bertakbir dll tetap diberi pahala oleh Allah SWT, akan tetapi semua ini segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan.

Sabda Nabi : "Jika manusia meninggal dunia, semua amalnya terputus kecuali tiga : sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya" (HR. Muslim).

Marilah kita perhatikan intisari ajaran Al-Qur’an tentang sains dan teknologi. Pertama, Allah menciptakan alam semesta dengan haqq (benar) kemudian mengaturnya dengan hukum-hukum yang pasti (Al-A`raf 54, An-Nahl 3, Shad 27).

Kedua, manusia diperintahkan Allah untuk meneliti dan memahami hukum-hukum Allah di alam semesta (Ali Imran 190-191, Yunus 101, Al-Jatsiyah 13).

Ketiga, dalam memanfaatkan hukum-hukum Allah di alam semesta yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia harus berwawasan lingkungan dan dilarang untuk merusak atau membuat pencemaran (Al-Qasas 77, Ar-Rum 41).

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kita harus memiliki sikap-sikap intelektual yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an.

Pertama, kritis terhadap permasalahan yang dihadapi, sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Isra’ ayat 36: “Dan janganlah engkau ikuti sesuatu yang tiada padamu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan isi hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.

Kedua, bersedia menerima kebenaran dari mana pun datangnya, sebagaimana tercantum dalam Surat Az-Zumar ayat 18: “Maka gembirakanlah hamba-hamba-Ku yang menginventarisasi pendapat-pendapat, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang memperoleh petunjuk Allah dan mereka itulah kaum intelektual”.

Ketiga, menggunakan daya nazhar (nalar) semaksimal mungkin, sebagaimana tercantum dalam Surat Yunus ayat 101: “Katakan: nalarilah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan tidaklah berguna segala ayat dan peringatan itu bagi kaum yang tidak percaya”.

Menurut Surat Ali Imran 191-194, seorang ilmuwan atau intelektual Muslim harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1.        Senantiasa dalam kondisi zikir, memelihara komitmen kepada ajaran Allah.

2.        Mengembangkan daya fikir dalam menalari ciptaan Allah.

3.        Memanfaatkan potensi dan kesempatan yang disediakan Allah.

4.        Menjauhi perilaku menyimpang dari ajaran Allah.

5.        Siap membela kebenaran dan keadilan serta memberantas kezaliman.

6.        Teguh beriman kepada Allah dan Rasul dalam sikap dan perilaku.

7.        Menyadari kekhilafan dan berusaha meningkatkan kemampuan diri.

8.        Ikhlas berkorban mempersembahkan bakti hanya kepada Allah.

9.        Berwawasan masa depan untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

 

Terdapat tiga alasan pokok, mengapa kita perlu menguasai iptek, yaitu :

1.          Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini fakta, tidak bisa dipungkiri.

2.          Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.

3.          Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Sumber – Sumber Ilmu Pengetahuan Dalam Islam

 

Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut:

1.        Al-Qur’an dan Sunnah :

Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).

2.        Alam semesta:

Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya, diantara ayat2 yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti :

a)      Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).

b)      Ayat tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30): Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan), adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).

c)      Ayat bahwa bintang2 merupakan sumber panas yang tinggi (QS 86/3), matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat C.

d)     Ayat tentang teori ekspansi kosmos (QS 51/47).

e)      Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama ad-dunya) (QS 37/6).

f)       Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya (nur/kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (QS 71/16).

g)      Ayat tentang gaya tarik antar planet (QS 55/7).

h)      Ayat tentang revolusi bumi mengedari matahari (QS 27/88).

i)        Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda2 (QS 55/5) dan garis edar sendiri2 yang tetap (QS 36/40).

j)        Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (QS 39/5).

k)      Ayat tentang tekanan udara rendah di angkasa (QS 6/125).

l)        Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa (ini bedakan dengan lau) dengan ilmu pengetahuan (sulthan) (QS 55/33).

m)    Ayat tentang jenis-jenis awan, proses penciptaan hujan es dan salju (QS 24/43).

n)      Ayat tentang bahwa awal kehidupan dari air (QS 21/30).

o)      Ayat bahwa angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (QS 15/22).

p)      Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (QS 13/3).

q)      Ayat tentang proses terjadinya air susu yang bermula dari makanan (farts) lalu diserap oleh darah (dam) lalu ke kelenjar air susu (QS 16/66), perlu dicatat bahwa peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya nabi Muhammad SAW.

r)       Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran
(QS 76/2), mani merupakan campuran dari 4 kelenjar, testicules (membuat
spermatozoid), vesicules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate
(pemberi warna dan bau), Cooper & Mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir).

s)       Ayat bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (QS 22/5), dengan
tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel dpada rahim.

t)       Ayat tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nuthfah) zygote yang melekat (‘alaqah) segumpal daging/embryo (mudhghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘izhama) tulang tersebut dibalutoleh otot dan daging (lahma) (QS 23/14).

3.        Diri manusia:

Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).

4.        Sejarah

Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini. Bila diteliti bahwa ayat pertama turun adalah (Iqra’, artinya baca) QS. 96, Al ‘Alaq 1-5. Membaca dan menulis, adalah “jendela ilmu pengetahuan”. Dijelaskan, dengan membaca dan menulis akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui (‘allamal-insana maa lam ya’lam). Ilham dan ilmu belum berakhir. Wahyu Allah berfungsi sebagai sinyal dan dorongan kepada manusia untuk mendalami pemahaman sehingga mampu membaca setiap perubahan zaman dan pergantian masa. Adapun keistimewaan ilmu, menurut wahyu Allah, antara lain :

1.         Yang mengetahui pengertian ayat-ayat mutasyabihat hanyalah Allah dan orang-orang yang dalam ilmunya (QS.2:7)

2.         Orang berilmu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (QS.3:18)

3.         Di atas orang berilmu, masih ada lagi yang Maha Tahu (QS.12:76)

4.         Bertanyalah kepada ahli ilmu kalau kamu tidak tahu, (QS.16:43, dan 21:7)

5.         Jangan engkau turuti apa-apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu (QS.17:36)

6.         Kamu hanya mempunyai ilmu tentang ruh sedikit sekali (QS.17:85)

7.         Memohonlah kepada Allah supaya ilmu bertambah (QS.20:114)

8.         Ilmu mereka (orang yang menolak ajaran agama) tidak sampai tentang akhirat (QS.27:66)

9.         Hanyalah orang-orang berilmu yang bisa mengerti (QS.29:43)

10.     Yang takut kepada Tuhan hanyalah orang-orang berilmu (QS.35:28)

11.     Tuhan meninggikan orang-orang beriman dan orang-orang berilmu beberapa tingkatan (QS.58:11)

12.     Tuhan mengajarkan dengan pena (tulis baca) dan mengajarkan kepada manusia ilmu yang belum diketahuinya (QS.96:4-5)

Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut: “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269). “… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)  Rasulullah SAW pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi SAW). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Al-Hadits Nabi SAW).


 

BAB III

PENUTUP

 

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan didalamnya. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat melahirkan berbagai macam aspek limu-ilmu, bukan hanya ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman saja tetapi juga teknologi karena semakin intensif manusia menggali ayat-ayat al-Qur’an maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang didapatkan. Proses aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan diantaranya :

1.      Dimensi spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan muamalah

2.      Dimensi budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan

3.      Dimensi kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif

 

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.    Kesimpulan

Dari uraian pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1.      Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

2.      Akal adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia.

3.      Wahyu sendiri dalam al-Qur’an disebut dengan kata al-wahy yang memiliki beberapa arti seperti kecepatan dan bisikan. Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz al-Qur’an (as- Shieddiqy: 27). Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan kata wahyu.

4.      Wahyu adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan, diungkapkan.

5.      Alquran dan Al Sunnah merupakan sumber ilmu pengetahuan yang utama dlaam islam.

6.      Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mewajibkan kepada ummatnya untuk senantiasa mencari ilmu.

 

B. Saran

1.      Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi umat manu

2.      Dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.

3.      Menjadikan Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena keduanya merupakan sumber ilmu yang paling utama.

 

No comments:

Post a Comment