BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu pengetahuan merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, sebab kata islam itu sendiri,
dari kata dasar aslama yang artinya “tunduk patuh”, mempunyai makna “tunduk
patuh kepada kehendak atau ketentuan Allah”. Dalam Surat Ali Imran ayat 83,
Allah menegaskan bahwa seluruh isi jagat raya, baik di langit maupun di bumi,
selalu berada dalam keadaan islam, artinya tunduk patuh kepada aturan-aturan
Ilahi. Allah memerintahkan manusia untuk meneliti alam semesta yang berisikan
ayat-ayat Allah. Sudah tentu manusia takkan mampu menunaikan perintah Allah itu
jika tidak memiliki ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, kata alam dan ilmu
mempunyai akar huruf yang sama: ain-lam-mim.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Iptek atau Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi, merupakan salah satu hal yang tidak
dapat kita lepaskan dalam kehidupan kita. Kita membutuhkan ilmu karena pada
dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan Allah SWT
hanya kepada kita, manusia, tidak untuk makhluk yang lain, yaitu sebuah akal
pikiran. Dengan akal pikiran tersebutlah, kita selalu akan berinteraksi dengan
ilmu. Akal yang baik dan benar, akan terisi dengan ilmu-ilmu yang baik pula.
Sedangkan teknologi, dapat kita gunakan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Namun, dalam mempelajari dan mengaplikasikan iptek itu
sendiri, harus memperhatikan beberapa hal yang penting.
Tidak semua sains dan teknologi yang
diciptakan para ilmuwan itu baik untuk kita. Terkadang ada pula yang
menggunakan bahan – bahan berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar. Beberapa
dari mereka ada yang menyalahgunakan hasil penelitian tsb. Sesungguhnya Allah
melarang kita membuat pengrusakan di bumi, seperti dalam firman-Nya dalam (Q.S.
Al-A’raf : 56).
“Dan janganlah kamu membuat
kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadaNya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang – orang yang berbuat baik.”
Kita sebagai manusia, tak lepas dari
tanggung jawab kita sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana kita ditugaskan untuk
menjaga bumi dan seluruh isinya agar tetap asri. Ada alasan mengapa Allah
menciptakan kita sebagai khalifah dibumi ini?!!, yaitu karena manusia memiliki
akal untuk berfikir dan mengenali lingkungannya. Inilah yang membedakan manusia
dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan malaikat pun pernah protes lantaran adam
memiliki jabatan sebagai khalifah. Seperti yang dikatakan Allah dalam firman-Nya
Q.S. Al-Baqarah : 34
“Dan ingatlah tatkala kami berkata
kepada malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam! Maka sujudlah mereka, kecuali iblis
enggan dia dan menyombongkan diri, karena dia adalah dari golongan makhluk yang
kafir.”
Dengan surat tersebut menjelaskan
bahwa kemampuan berfikir itulah yang membuat manusia dijadikan sebagai khalifah
dimuka bumi ini jika dibandingkan dengan malaikat yang kita ketahui sebagai
makhluk yang maksum dari dosa. Bisa disimpulkan bahwa untuk menjadi khalifah
tidak hanya bertasbih menyebut asma-Nya tapi juga kemampuannya dalam mengenali
lingkungannya dan berfikir. Ini adalah karunia yang besar bagi kita. Seharusnya
kita bersyukur dan mampu memanfaatkannya dengan baik.
B.
Rumusan Permasalahan
Dari uraian tersebut, dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah perkembangan sains dan teknologi, serta
karakteristik dna sumbernya?
2.
Bagaimanakah pandangan islam terhadap akal dan wahyu?
3.
Bagaimanakah motivasi islam dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan ?
C.
TujuandanManfaat
Tujuan penulisan makalah pengamatan
ini adalah untuk mengetahui perspektif serta motivasi islam dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Dan manfaat penyusunan makalah
pengamatan ini untuk kepentingan teoritis, yaitu untuk menambah khazanah
keilmuan tentang Ilmu pengetahuan dalam islam sehingga dapat mewarnai menambah
pengtahuan mahasiswa, serta diharapkan dapat memberi informasi tambahanatau
pembanding bagi peneliti lain dengan masalah sejenis.
Manfaat penyusunan makalah
pengamatan ini adalah untuk kepentingan praktis, yaitu kontribusi
terhadap pemikiran Islam serta menghadirkan Islam secara lebih komprehensif..
BAB II
PEMBAHASAN : ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
A.
Perkembangan Sains dan Teknologi,
Serta Karakteristik dan Sumbernya
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Kata ilmu dalam bahasa Arab
"ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan
penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan,
dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain
sebagainya.
Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan
sejarah pikiran umat manusia terlepas dari asal usul kebangsaan maupun asal
mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat adalah
menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah
ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke
zaman berikutnya, zaman tertua dari pertumbuhan ilmu adalah zaman kuno yang
merentang antra tahun kurang lebih 4000 SM-400M. Zaman kuno ini dapat
dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1.
± 4000- 6000 s.M : Masa Mesir dan Babilon
2.
600-30 s.M
: Masa Yunani Kuno
3.
30 SM-400 M : Masa
Romawi
Di
mesir mulai tumbuh berbagai gagasan ilmiah dari pengetahuan arsitektur, ilmu
gaya, ilmu hitung, ilmu ukur. Semua ilmu ini penting untuk keperluan membangun
berbagai kuil, istana, dan piramid. Ilmu bedah dan ilmu kedokteran juga mulai
dikembangkan di Mesir, di Babilonia dikembangkan berbagai gagasan ilmiah
dari ilmu bintang dan ilmu pasti. Suatu hal lain yang perlu diketahui bahwa
masih melekat pada pertumbuan ilmu pada masa yang pertama ini adalah adanya
penjelasan penjelasan yang persifat gaib. Pada masa berikutnya di Yunani Kuno
antara tahun 600-30 S.M mengenal siapa para pengembang ilmu serta tempat dan
tahun kelahirannya.
Ada
dua jenis ilmu yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematangannya,
pertama, ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba menerapkan metode
yang berdisiplin dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan, dan kedua,
geometri, yang sedang mengumpulkan setumpukan hasil di seputar
hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang disusun secara khusus dan sedang
mendekati masalah-masalah struktur logis serta masalah-masalah definisi.
Imuwan-ilmuwan yang terkemuka pada waktu itu di antaranya adalahThales
(±525-654 s.M.) merupakan ilmuwan yang pertama di dunia karena ia memplopori
tumbuhnya Ilmu Bintang, Ilmu Cuaca, Ilmu Pelayaran, dan Ilmu Ukur dengan
berbagai ciptaaan dan penemuan penting. Ilmuwan Yunani Kuno kedua adalah
Pythagoras (578?-510 s.M.) merupakan ahli Ilmu Pasti. Ilmuwan Yunani Kuno yang
ketiga adalah Democritus (±470-±400 s.M.), gagasan ilmiahnya yang terkenal
ialah tentang atom.
Perkembangan
ilmu pada Masa berikutnya adalah Masa Romawi yang merupakan masa terakhir dari
pertumbahan ilmu pada Zaman Kuno dan merupakan masa yang paling sedikit
memberikan sumbangsih pada seajarah ilmu dalam Zaman Kuno. Namun bangsa Romawi
memiliki kemahiran dalam kemampuan keinsinyuran dan keterampilan
ketatalaksanaan serta mengatuur hukum dan pemerintahan. Bangsa ini tidak
menekankan soal-soal praktis dan mengabaikan teori ilmiah, sehingga pada masa
ini tidak muncul ilmuwan yang terkemuka. Perkembangan berikutnya pada zaman
pertengahan, ribuan naskah pengetahuan dari Zaman Yunani Kuno yang
terselamatkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh cendekiawan Muslim dan
sebagian ditambahi catatan ulasan, abad VII dan VIII Kaum Muslim meguasai
wilayah-wilayah Asia Kecil sampai Mesir dan Spanyol. Kota-kota yang merupakan
pusat-pusat kebudayaannya ialah Bagdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Toledo.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim yang terkenal seperti Al-Razi (865-925) dan Ibnu Sina
(980-1037) adalah ahli ilmu Kedokteran, Jabir ibn Hayyan (±721-±815) dalam
Pengetahuan Kimia dan obat-obatan, serta dalam Ilmu Penglihatan oleh Ibn
al-Haytham (965-1038).
Pada
abad XI bangsa-bangsa Eropa Utara berangsur-angsur mengetahui perkembangan pengetahuan
ilmiah yang berlagsung di daerah Muslim. Dan dengan sebab itu Abad XIV-XVI
dikenal Zaman Pencerahan (renaissance) di Eropa, ditandai dengan kelahiran
kembali semua ilmiah maupun pengetahuan kemanusiaan dari Masa Yunani Kuno.
Ilmuwan yang terkemuka saat itu ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543) seorang
peletak dasar Ilmu Bintang Modern. Lainnya adalah Andreas Vesailus (1514-1564)
ahli Ilmu Urai Tubuh Modern. Dengan berakhirnya Zaman Pencerahan dunia memasuki
Zaman Modern mulai Abad XVII, pengertian ilmu yang modern dan berlainan dengan
ilmu lama atau klasik mulai berkembang dalm abad ini. Perkembangan ini terjadi
karena perkembangan 3 hal, yaitu perubahan alam pikiran orang, kemajuan
teknologi, dan lahirnya tata cara ilmiah. Pada Zaman ini banyak melahirkan
ilmuwan dengan teori baru di bidang ilmu pengetahuan yang beragam. Misal, Isaac
Newton (1642-1727) penemu Kaidah Gaya Berat dan Teori Butir Cahaya, Thomas
Robert Malthus (1766-1834) Teori Kependudukan. Setelah memasuki Abad XX
pertumbuhan ilmu di dunia mengalami ledakan, karena boleh dikatakan setiap
tahun puluhan penemuan hasil penelitian para ilmuwan muncul.
Berbeda
dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang
mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu
dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak
terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek
kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya,
tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan
karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara
tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya
mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak
dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat
tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan
syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar
ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Usaha-usaha
manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap penjuru alam
semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), sedangkan
usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah dalam kehidupan
manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya (social and cultural
sciences).
Pengembangan
ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang beriman
maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan kemampuan
metodologi ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat:
1. pasti (Al-Furqan 2)
2. tidak pernah berubah (Al-Fath 23)
3. obyektif (Al-Anbiya’ 105)
Dampak
positif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut :
1.
Mampu meringankan masalah yang dihadapi manusia.
2.
Mengurangi pemakaian bahan – bahan alami yang semakin langka.
3.
Membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat
4.
Membawa manusia kearah lebih modern.
5.
Menyadarkan kita akan keesaan Allah SWT
6.
Menjawab pertanyaan yang dari dulu diajukan oleh nenek
moyang kita melalui penelitian ilmiah.
Sedangkan dampak negatif dari adanya
Iptek adalah sebagai berikut :
1.
Dengan segala sesuatunya yang semakin mudah, menyebabkan
orang – orang menjadi malas berusaha sendiri.
2.
Menjadi tergantung pada alat yang dihasilkan oleh IPTEK itu
sendiri.
3.
Melupakan keindahan alam.
4.
Masyarakat lebih menyukai yang instan.
5.
Dengan memanipulasi makanan yang ada, menyebabkan masyarakat
kurang gizi.
6.
Kekhawatiran masyarakat terhadap IPTEK yang semakin maju
menyebabkan peradaban baru.
Sumber
ilmu pengetahuan adalah alam. Alam adalah gudang inspirasi, ide, dan motivasi
untuk mengarahkan seseorang mencapai suatu peradaban yang lebih tinggi. Dalam
autobiografi seorang pelaut yang terkenal di zaman dynasti China yaitu
Laksamana Chengho (seorang jenderal) yang pernah melakukan pelayaran ke Afrika
dan Asia menyebutkan, alam telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan
kepadanya untuk melakukan penjelajahan ke dunia lain untuk menemukan hal-hal
baru. Suatu ide, gagasan, dan motivasi pada awalnya bersumber dari rasa
keingintahuan kita akan sesuatu hal. Rasa keingintahuan ini kemudian dirangsang
oleh alam melalui akal pikiran kita sehingga timbul suatu ide, motivasi, dan
semangat dalam diri. Rasa keingintahuan inilah yang mendasari untuk
berkembangnya ilmu dan pengetahuan.
B.
Akal dan Wahyu dalam Islam
Akal adalah kelebihan yang diberikan
Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya,
manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia.
Materi “aql” dalam al-Qur’an
terulang sebanyak 49 kali, kecuali satu, semuanya datang dalam bentuk kata
kerja seperti dalam bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun terulang
sebanyak 24 kali dan ya’qilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja a’qala,
na’qilu dan ya’qilu masing-masing satu kali (Qardawi, 1998: 19). Pengertian
akal dapat dijumpai dalam penjelasan ibnu Taimiyah (2001: 18). Lafadz akal
adalah lafadz yang mujmal (bermakna ganda) sebab lafadz akal mencakup tentang
cara berfikir yang benar dan mencakup pula tentang cara berfikir yang salah. Adapun
cara berfikir yang benar adalah cara berpikir yang mengikuti tuntunan yang
telah ditetapkan dalam syar’a. Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang
berjudul Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah juga menyinggung mengenai
kesesuaian nash al-Qur’an dengan akal, jika ada pemikiran yang bertentangna
dengan akal maka akal tersebutlah yang salah karena mengikuti cara berpikir
yang salah.
1.
Definisi Akal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara
memahami lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah
gabungan dari dua pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan
menurut kamus, yakni daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya
terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau
bisa benar. Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas pada
penggunaan kata akal.
Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa, jika dia menahan dan
memegang erat apa yang dia ketahui.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,
‘Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata
melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim
yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin,
maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk
mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan
ilmu.
Syaikh Al Albani berkata,
“Akal menurut asal bahasa adalah At
Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan
dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan
dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya
dengan pemahaman salaf.”
Al Imam Abul Qosim Al
Ashbahany berkata,
”akal ada dua macam yaitu : thabi’i
dan diusahakan. Yang thabi’i adalah yang datang bersamaan dengan yang
kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa bila senang, dan
menangis bila tidak senang.
Kemudian seorang anak akan mendapat
tambahan akal di fase kehidupannya hingga usia 40 tahun. Saat itulah sempurna
akalnya, kemudian sesudah itu berkurang akalnya sampai ada yang menjadi pikun.
Tambahan ini adalah akal yang diusahakan.
Adapun ilmu maka setiap hari juga bertambah, batas akhir menuntut ilmu adalah
batas akhir umur manusia, maka seorang manusia akan selalu butuh kepada
tambahan ilmu selama masih bernyawa, dan kadang dia tidak butuh tambahan akal
jika sudah sampai puncaknya.
Hal ini menunjukan bahwa akal lebih
lemah dibanding ilmu, dan bahwasanya agama tidak bisa dijangkau dengan akal,
tetapi agama dijangkau dengan ilmu.
2.
Pemuliaan Islam Terhadap Akal
Islam sangat memperhatikan dan
memuliakan akal, diantara hal yang menunjukan perhatian dan penghormatan islam
kepada akal adalah :
a.
Islam memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam
rangka mendapatkan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Islam mengarahkan kekuatan akal kepada tafakkur (memikirkan) dan merenungi
(tadabbur) ciptaan-ciptaan Allah dan syari’at-syari’atnya sebagaimana dalam
firmanNya,
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadiaan) diri mereka? Allah
tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan
dengan (tujuan) benar dan waktu yang telah ditentukan, Dan sesungguhnya
kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.
(QS. Ar-Rum)
“ Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal”, (Al Baqarah : 184),
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari
Jum’at, maak bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Jumu’ah :
9).
b.
Islam melarang manusia untuk taklid buta kepada adat
istiadat dan pemikiran-pemikiran yang bathil sebagaimana dalam firman Allah,
Dan apabila dikatakan kepada mereka, ”Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah,” mereka menjawab, “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”, (Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk? (QS. Al Baqarah : 170).
c.
Islam memerintahkan manusia agar belajar dan menuntut ilmu
sebagaimana dalam firman Allah,
”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”(QS. At Taubah : 122).
d.
Islam memerintahkan manusia agar memuliakan dan menjaga
akalnya, dan melarang dari segala hal yang dapat merusak akal seperti khomr,
Allah berfirman,
“Hai, orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maidah, 90).
3.
Ruang Lingkup Akal Dalam Islam
Meskipun islam sangat memperhatikan
dan memuliakan akal, tetapi tidak menyerahkan segala sesuatu kepada akal,
bahkan islam membatasi ruang lingkup akal sesuai dengan kemampuannya, karena
akal terbatas jangkauannya, tidak akan mungkin bisa menggapai hakekat segala
sesuatu.
Maka Islam memerintahkan akal agar
tunduk dan melaksanakan perintah syar’i walaupun belum sampai kepada hikmah dan
sebab dari perintah itu.
Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh makhluk adalah ketika Iblis
menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena lebih mengutamakan
akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah tersebut dengan
membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam,
Iblis berkata: ”Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan
dari tanah..” (QS.Shaad ; 76).
Karena inilah islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang diluar
jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang semacamnya,
Rasulullah bersabda,
”Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah,
janganlah memikirkan tentang Dzat Allah.
Allah berfirman,
Dan mereka bertanya kepadamu tentang
roh. Katakanlah,”Roh itu termasuk urusan Tuhanku,dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.”(QS.Al Isra’: 85).
Allah menyuruh kita untuk memaksimalkan
kemampuan akal yang diberikan pada kita. Salah satu cara, Ia menganjurkan pada
kita untuk menuntut ilmu setinggi – tingginya demi kemajuan umat bersama.
Bahkan pernah dikatakan dalam suatu hadits bahwa ada tiga peninggalan yang
mampu menolong manusia untuk terhindar dari api neraka yaitu amal jariyah, ilmu
yang bermanfaat dan do’a anak sholeh. Dengan kata lain, Allah hendak mengatakan
bahwa ilmu sangatlah penting untuk kita, sebagai umat islam, bukan hanya
penting untuk kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan akhirat. Ilmu yang
bermanfaat itu dapat kita bawa hingga ke akhirat kelak.
Firman Allah dalam QS. Ali Imran : 110, “Kamu adalah umat yang paling baik
(khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia;
menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman
kepada Allah. Sekranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya
itu baik untuk mereka. Sebahagian mereka beriman, tetapi kebanyakannya
orang-orang yang jahat”.
Sebenarnya umat yang menjadi pengamal
wahyu Allah (Islam) memiliki identitas (ciri, sibghah) yang jelas di antaranya
menguasai ilmu pengetahuan. Dalam mewujudkan keberadaannya ditengah masyarakat
mereka menjadi innovator dan memiliki daya saing serta memiliki imajinasi yang
kuat disamping kreatif dan memiliki pula inisiatif serta teguh dalam prinsip
(istiqamah, consern), bahkan senantiasa berfikir objektif dan mempunyai akal
budi.
4.
Definisi Wahyu
Wahyu sendiri dalam al-Qur’an
disebut dengan kata al-wahy yang memiliki beberapa arti seperti kecepatan dan
bisikan. Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari
Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz
al-Qur’an (as- Shieddiqy: 27). Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya
terbatas pada penggunaan kata wahyu.
Wahyu adalah petunjuk dari Allah
yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dan sebagainya.
Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan, diungkapkan. Ia adalah pencerahan,
sebuah bukti atas realitas dan penegasan atas kebenaran. Setiap gagasan yang di
dalamnya ditemukan kebenaran ilahi adalah wahyu, karena ia memperkaya
pengetahuan sebagai petunjuk bagi manusia (Haque, 2000: 10). Allah sendiri
telah memberikan gambaran yang jelas mengenai wahyu ialah seperti yang
digambarkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 16 yaitu:
“Dengan Kitab Itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus”
Pengertian wahyu dalam penelitian di
sini adalah kitab al-Qur’an yang di dalamnya merupakan kumpulan-kumpulan dari
wahyu yang membenarkan wahyu-wahyu sebelumnya (taurat, injil, zabur) dan
diturunkan oleh Allah hanya kepada Nabi Muhammad SAW selama hampir 23 tahun
(Haque, 2000: 19).
Wahyu, menurut Kamus Al-Mufrâdât fî
Ghara`ibi`l-Qur`ân, makna aslinya adalah
al-‘Isyaratu`s-sarî’ah. Artinya, isyarat yang cepat yang dimasukkan ke dalam
hati
seseorang atau ilqâ’un fi`r-rau`i, maksudnya yang disampaikan dalam hati.
5.
Fungsi Wahyu
a. Wahyu merupakan sumber pokok ajaran
Islam.
b. Wahyu sebagai landasan berpikir.
Semua produk pemikiran (ilmu, teori, konsep dan gagasan) tidak boleh lepas dari
wahyu, baik makna tersirat maupun tersurat.
c. Wahyu sebagai landasan berbuat,
bersikap, berperilaku dalam semua segi kehidupan.
Akal dan wahyu kalau diletakkan
secara fungsionalis, maka keduanya saling memiliki fungsi. Akal memiliki fungsi
untuk memahami wahyu, karena wahyu ditulis dengan bahasa Arab, dan tidak setiap
orang dapat memahami teks Arab. Wahyu (Al Qur’an sebagai hudan, untuk memahami hudan
diperlukan akal. Wahyu memiliki fungsi mengarahkan kerja akal dan memberikan
informasi kandungan wahyu yangg memerlukan bukti empiris, bahkan dengan
observasi, eksperimen, penyelidikan dan penelitian, yang ini semua dikerjakan
dengan akal pikiran.
C.
Motivasi Islam dalam Mengembangkan
Ilmu Pengetahuan
"Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya"
(Al-'Alaq : 1-5)
Ayat tersebut diatas mendorong Umat
Islam untuk pandai membaca, berfikir dan berkreasi. semakin banyak membaca,
semakin banyak manfaat yang diperoleh. Ilmu akan bertambah, bahasa makin baik,
dan wawasan makin luas. Bacalah alam ini. Bacalah Al Qur'an ini. Bacalah
buku-buku ilmu pengetahuan. Jadi, membaca merupakan kunci pembuka untuk
mempelajari ilmu pengetahuan.
Islam sangat menghargai ilmu
pengetahuan sebagaimana yang dicerminkan dalam wahyu pertama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW tersebut diatas. Begitu besar perhatian Islam terhadap
ilmu pengetahuan, sehingga setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan
diwajibkan untuk menuntut ilmu.
Sabda Nabi : "Mencari ilmu itu wajib
bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan" (HR. Ibnu Abdil Bar).
Dimanapun ilmu berada, Islam memerintahkan untuk mencarinya. Sabda Nabi :
"Carilah ilmu meskipun di negeri Cina" (HR Ibnu 'Adi dan Baihaqi).
Menuntut ilmu dalam Islam tidak berhenti pada batas usia tertentu, melainkan
dilaksanakan seumur hidup. tegasya dalam hal menuntut ilmu tidak ada istilah
"sudah tua". Selama hayat masih dikandung badan, manusia wajib
menuntut ilmu. Hanya caranya saja hendaklah disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan
masing-masing. Perintah menuntut ilmu sepanjang masa ini diterangkan dalam
Hadits Nabi SAW. "Carilah ilmu sejak buaian sampai ke liang lahad".
Dengan memiliki ilmu, seseorang
menjadi lebih tinggi derajatnya dibanding dengan yang tidak berilmu. Atau dgn
kata lain, kedudukan mulia tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu.
Firman Allah SWT : "Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (Al Mujadilah : 11)
Dan firman Allah SWT :
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui" (Az-Zumar : 9). Sementara itu, penghormatan terhadap penuntut
ilmu dijelaskan pula dalam beberapa Hadits Nabi SAW. diantaranya :
"Tidaklah suatu kaum berkumpul disalah satu rumah Allah, sambil membaca al
Qur'an dan mempelajarinya kecuali mereka dinaungi oleh para malaikat, mereka
diberikan ketenangan, disirami rahmat dan selalu diingat Allah". "Sesungguhnya,
malaikat akan meletakkan sayapnya (menaungi) pada pencari ilmu karena senang apa
yang sedang dituntutnya".
Menurut hadits tersebut diatas,
tempat-tempat majlis ilmu itu dinaungi malaikat, diberikan ketenangan
(sakinah), disirami rahmat dan dikenang Allah di singgasana-Nya. Begitulah
penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang menuntut ilmu pengetahuan
itu.
Ilmu Memperkuat Iman Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala
dan memperkaya bahan pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan
wawawasan, pandangan serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih
cenderung kepada obyektivitas, kebenaran dan realita. Ilmu yang benar dapat
dijadikan sarana untuk mendekatkan kebenaran dalam berbagai bentuk. Tentunya
bagi seorang muslim, dibalik wajah-wajah kebenaran itu tersirat kebenaran yang
mutlak adalah Allah SWT. Dengan kata lain, ilmu yang benar mendorong seseorang
beriman kepada Allah SWT. Bahkan lebih dari itu, ilmu yang benar dapat pula
memperkuat dan meningkatkan keimanan seseorang. Ilmu dapat memperkuat iman, dan
iman melahirkan kepatuhan dan tawadhu' kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT : "Dan agar
orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini Al Qur'an itulah yang hak (petunjuk
yang benar) dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepada-Nya" (al Hajj : 54).
Dari salah satu hadits nabi yang
diriwayatkan oleh Abu Daud : "Dari Abu Darda' berkata, saya mendengar
Rasulallah SAW bersabda : 'Kelebihan seseorang alim dari seseorang 'abid
(banyak ibadah) seperti kelebihan bulan pada bintang-bintang".
Menurut hadits ini orang yang berilmu
melebihi dari orang yang banyak ibadah laksana bulan melebihi bintang-bintang.
Ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi pemiliknya. Tapi ia membias ke
orang lain yang mendengarkannya atau yang membaca karya tulisnya. Sedangkan
ibadah manfaatnya terbatas hada pada sipelakunya.
Ilmu atasar dan pengaruhnya tetap
abadi dan lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah
beberapa ribu tahun. Tetapi orang yang melakukan shalat, puasa, zakat, haji,
bertasbih, bertakbir dll tetap diberi pahala oleh Allah SWT, akan tetapi semua
ini segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan.
Sabda Nabi : "Jika manusia
meninggal dunia, semua amalnya terputus kecuali tiga : sedekah jariah, ilmu
yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya"
(HR. Muslim).
Marilah kita perhatikan intisari
ajaran Al-Qur’an tentang sains dan teknologi. Pertama, Allah menciptakan alam
semesta dengan haqq (benar) kemudian mengaturnya dengan hukum-hukum yang pasti
(Al-A`raf 54, An-Nahl 3, Shad 27).
Kedua, manusia diperintahkan Allah
untuk meneliti dan memahami hukum-hukum Allah di alam semesta (Ali Imran 190-191,
Yunus 101, Al-Jatsiyah 13).
Ketiga, dalam memanfaatkan
hukum-hukum Allah di alam semesta yang melahirkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, manusia harus berwawasan lingkungan dan dilarang untuk merusak atau
membuat pencemaran (Al-Qasas 77, Ar-Rum 41).
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
kita harus memiliki sikap-sikap intelektual yang diperintahkan Allah dalam
Al-Qur’an.
Pertama, kritis terhadap
permasalahan yang dihadapi, sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Isra’ ayat 36:
“Dan janganlah engkau ikuti sesuatu yang tiada padamu pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan isi hati, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya”.
Kedua, bersedia menerima kebenaran
dari mana pun datangnya, sebagaimana tercantum dalam Surat Az-Zumar ayat 18:
“Maka gembirakanlah hamba-hamba-Ku yang menginventarisasi pendapat-pendapat,
lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang memperoleh petunjuk Allah dan
mereka itulah kaum intelektual”.
Ketiga, menggunakan daya nazhar
(nalar) semaksimal mungkin, sebagaimana tercantum dalam Surat Yunus ayat 101:
“Katakan: nalarilah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan tidaklah berguna
segala ayat dan peringatan itu bagi kaum yang tidak percaya”.
Menurut Surat Ali Imran 191-194,
seorang ilmuwan atau intelektual Muslim harus mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
1.
Senantiasa dalam kondisi zikir, memelihara komitmen kepada
ajaran Allah.
2.
Mengembangkan daya fikir dalam menalari ciptaan Allah.
3.
Memanfaatkan potensi dan kesempatan yang disediakan Allah.
4.
Menjauhi perilaku menyimpang dari ajaran Allah.
5.
Siap membela kebenaran dan keadilan serta memberantas
kezaliman.
6.
Teguh beriman kepada Allah dan Rasul dalam sikap dan
perilaku.
7.
Menyadari kekhilafan dan berusaha meningkatkan kemampuan
diri.
8.
Ikhlas berkorban mempersembahkan bakti hanya kepada Allah.
9.
Berwawasan masa depan untuk kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Terdapat
tiga alasan pokok, mengapa kita perlu menguasai iptek, yaitu :
1.
Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong
oleh negara-negara barat. Ini fakta, tidak bisa dipungkiri.
2.
Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya
pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3.
Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari
memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan
klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar
sendiri.
Sumber – Sumber Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Setelah
kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan
betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus
belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar
mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal)
dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber
pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an dan Sunnah :
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan
al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini
dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam
pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested
interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha
Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan
Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3)
dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
2.
Alam semesta:
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam
semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya,
diantara ayat2 yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti :
a) Ayat tentang asal mula alam semesta
dari kabut/nebula (QS 41/11).
b) Ayat tentang urutan penciptaan (QS
79/28-30): Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan),
adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi
termonuklir (bintang dan matahari) pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C
lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi)
panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya
kehidupan (tumbuhan).
c) Ayat bahwa bintang2 merupakan sumber
panas yang tinggi (QS 86/3), matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai
6000 derajat C.
d) Ayat tentang teori ekspansi kosmos
(QS 51/47).
e) Ayat bahwa planet berada pada sistem
tata surya terdekat (sama ad-dunya) (QS 37/6).
f) Ayat yang membedakan antara planet
sebagai pemantul cahaya (nur/kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya
(siraj) (QS 71/16).
g) Ayat tentang gaya tarik antar planet
(QS 55/7).
h) Ayat tentang revolusi bumi mengedari
matahari (QS 27/88).
i)
Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang
berbeda2 (QS 55/5) dan garis edar sendiri2 yang tetap (QS 36/40).
j)
Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan
rotasi (QS 39/5).
k) Ayat tentang tekanan udara rendah di
angkasa (QS 6/125).
l)
Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang
angkasa (ini bedakan dengan lau) dengan ilmu pengetahuan (sulthan) (QS 55/33).
m) Ayat tentang jenis-jenis awan,
proses penciptaan hujan es dan salju (QS 24/43).
n) Ayat tentang bahwa awal kehidupan
dari air (QS 21/30).
o) Ayat bahwa angin sebagai mediasi
dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (QS 15/22).
p) Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat
pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan
perkawinan (QS 13/3).
q) Ayat tentang proses terjadinya air
susu yang bermula dari makanan (farts) lalu diserap oleh darah (dam) lalu ke
kelenjar air susu (QS 16/66), perlu dicatat bahwa peredaran darah baru
ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya nabi Muhammad SAW.
r) Ayat tentang penciptaan manusia dari
air mani yang merupakan campuran
(QS 76/2), mani merupakan campuran dari 4 kelenjar, testicules (membuat
spermatozoid), vesicules seminates (membuat cairan yang bersama mani),
prostrate
(pemberi warna dan bau), Cooper & Mary (pemberi cairan yang melekat dan
lendir).
s) Ayat bahwa zyangote dikokohkan
tempatnya dalam rahim (QS 22/5), dengan
tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel dpada rahim.
t) Ayat tentang proses penciptaan
manusia melalui mani (nuthfah) zygote yang melekat (‘alaqah) segumpal
daging/embryo (mudhghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘izhama) tulang
tersebut dibalutoleh otot dan daging (lahma) (QS 23/14).
3.
Diri manusia:
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang
proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun
psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).
4.
Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran
wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan
kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum
Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya
dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini. Bila diteliti bahwa ayat pertama
turun adalah (Iqra’, artinya baca) QS. 96, Al ‘Alaq 1-5. Membaca dan menulis,
adalah “jendela ilmu pengetahuan”. Dijelaskan, dengan membaca dan menulis akan
mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui (‘allamal-insana
maa lam ya’lam). Ilham dan ilmu belum berakhir. Wahyu Allah berfungsi sebagai
sinyal dan dorongan kepada manusia untuk mendalami pemahaman sehingga mampu
membaca setiap perubahan zaman dan pergantian masa. Adapun keistimewaan ilmu,
menurut wahyu Allah, antara lain :
1.
Yang mengetahui pengertian ayat-ayat mutasyabihat hanyalah
Allah dan orang-orang yang dalam ilmunya (QS.2:7)
2.
Orang berilmu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
(QS.3:18)
3.
Di atas orang berilmu, masih ada lagi yang Maha Tahu (QS.12:76)
4.
Bertanyalah kepada ahli ilmu kalau kamu tidak tahu,
(QS.16:43, dan 21:7)
5.
Jangan engkau turuti apa-apa yang engkau tidak mempunyai
ilmu tentang itu (QS.17:36)
6.
Kamu hanya mempunyai ilmu tentang ruh sedikit sekali
(QS.17:85)
7.
Memohonlah kepada Allah supaya ilmu bertambah (QS.20:114)
8.
Ilmu mereka (orang yang menolak ajaran agama) tidak sampai
tentang akhirat (QS.27:66)
9.
Hanyalah orang-orang berilmu yang bisa mengerti (QS.29:43)
10. Yang takut kepada Tuhan hanyalah
orang-orang berilmu (QS.35:28)
11. Tuhan meninggikan orang-orang
beriman dan orang-orang berilmu beberapa tingkatan (QS.58:11)
12. Tuhan mengajarkan dengan pena (tulis
baca) dan mengajarkan kepada manusia ilmu yang belum diketahuinya (QS.96:4-5)
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus,
diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut: “Katakanlah: ‘Adakah sama
orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39]
: 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan)
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah
itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.”
(QS. Al-Baqoroh [2] : 269). “… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58]
:11) Rasulullah SAW pun memerintahkan
para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah
anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama
sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi SAW). “Menuntut ilmu itu
diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut
ilmu.” (Al-Hadits Nabi SAW).
BAB III
PENUTUP
Al-Qur’an
merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup kaum muslim yang tidak ada
lagi keraguan didalamnya. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat
melahirkan berbagai macam aspek limu-ilmu, bukan hanya ilmu pengetahuan dan
ilmu keislaman saja tetapi juga teknologi karena semakin intensif manusia
menggali ayat-ayat al-Qur’an maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan
yang didapatkan. Proses aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan
meliputi tiga dimensi kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh
pendidikan diantaranya :
1. Dimensi
spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan
muamalah
2. Dimensi
budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan
kebangsaan
3. Dimensi
kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil,
disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1. Ilmu
(atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
2. Akal
adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang
dapat mempermudah urusan mereka di dunia.
3. Wahyu
sendiri dalam al-Qur’an disebut dengan kata al-wahy yang memiliki beberapa arti
seperti kecepatan dan bisikan. Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan
dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, sebagaimana
dipergunakan juga untuk lafadz al-Qur’an (as- Shieddiqy: 27). Untuk
selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan kata wahyu.
4. Wahyu
adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul
melalui mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan,
diungkapkan.
5. Alquran
dan Al Sunnah merupakan sumber ilmu pengetahuan yang utama dlaam islam.
6. Islam
sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mewajibkan kepada ummatnya untuk
senantiasa mencari ilmu.
B. Saran
1. Sebagai
umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi umat
manu
2. Dapat
mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan dan kemaslahatan umat
manusia.
3. Menjadikan
Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena keduanya merupakan sumber
ilmu yang paling utama.
No comments:
Post a Comment