BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana yang
telah diprekdisikan oleh nabi Muhammad SAW,bahwa umatnya akan terpecah menjadi
73 golongan,dan hanya ada 1 golongan saja yang kelak akan selamat.Sedangkan
yang lainnya akan binasa.Ketika Beliau ditanya oleh para sahabat,siapakah
mereka yang akan selamat?Rasulullah SAW menjawab,”mereka adalah orang-orang
yang mengikuti ajaranku dan ajaran para sahabatku”.
Munculnya
kelompok seperti syiah,khawarij dan murji’ah pada awalnya adalah buah dari
perbedaan pendapat mengenai kepemimpinan umat islam waktu itu,namun seiring
dengan perkembangan zaman,masalah itu menjadi problem yang rumit mencakup
aqidah dan hokum.Di tanah air kita ini terdapat bermacam-macam aliran dan paham
yang banyak sekali jumlahnya.Ada yang berbau agama dan ada yang berbau
pemikiran.Misalnya,ada Aliran Isa Bugis yang menganggap umat islam sekarang
masih dalam periode Makkah (jahiliyah).Ada paham ikrar sunah yang tidak mengakui
hadits nabi.Ada pula agma Salamullah buatan Lia Aminudin yang mengaku mendapat
wahyu dari malaikat Jibril.
Dalam menyikapi
hal itu diperlukan sikap kritis dan objektif dalam memandang suatu aliran atau
paham tertentu,terutama yang sudah sering disoroti sebagai aliran dan paham
yang sesat.Karena bukan tidak mungkin ada sebab-sebab atau maksud tersembunyi
dibalik eksistensi suatu paham atau aliran.Entah karena motivasi duniawi
yang ingin mengejar kekayaan harta benda,factor ambisi kekuasaan,sensasi
dan terkenal,memecah belah umat atau karena kebodohan sipemimpin itu
sendiri,atau dibayar oleh orang-orang kafir untuk menghancurkan islam atau yang
lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah
Rangkaian
istilah Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah terdiri dari tiga kata, yaitu:
1.
Ahl yang berarti keluarga,
golongan, atau pengikut
2.
Al-Sunnah yaitu segala
sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maksudnya adalah semua yang
datang dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi
Muhammad SAW. (source: Fath al-Bari, juz XII, hal 245)
3.
Al-Jama'ah yaitu apa-apa
yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masaal-Khulafa'
al-Rasyidun (Khalifah Abu Bakar RA, 'Umar bin Khattabb RA, 'Utsman bin
'Affan RAdan 'Ali bin Abi Thalib RA). Kata al-Jama'ah diambil dari sabda Nabi
Muhammad SAW:
مَنْ أرَادَ
بُحبُوحَة الجَنةِ فليَلزمِ الجَمَاعَة. رواه الترمذي وصححه الحاكم والذهبي
"Barang
siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia
mengikuti al-jama'ah". (Hadits riwayat Timidzi, dan di shahihkan oleh
Hakim dan al-Dzahabi). (source: Al-Mustadrak, juz I, hal 77-78).
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Syaikh 'Abdul Qadir al-Jilani
dalam kitabnya, al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq:
فالسّنة مَا سَنّهُ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم وَالجَمَاعَة مَااتفق
ِعليْهِ أصْحَابُ رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي خِلا فةِ الأئِمّة ِالأرْبَعَةِ
الخُلفـَـــــــــــــاءِ الرّاشِــــدِينَ المَهْـــــــدِيّيْنَ رَحْمَة الله َعَليهِمْ
اَجْمَعِين
"Yang
dimaksud dengan al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW
(meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan pengertian
al-Jama'ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat
Nabi Muhammad SAW pada masa al-Khulafa' ar-Rasyidin yang empat yang telah
diberi hidayah (mudah-mudahan Allah SWT memberi rahmat pada mereka
semua)". (souce: Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal
80).
Selanjutnya
Syaikh Abi al-Fadhl bin 'Abdussyakur menyebutkan dalam kitab al-Kawakib
al-Lamma'ah:
ِأَهلُ السّنةِ وَالجَمـــَاعَةِ الذِيْنَ لا
زَمُوا سُنة النبي وَطرِيْقة الصّحَابَة ِفى العَقائِدِ الدّيْنِيـَّـــةِ وَالأعْمـَالِ
البَدَنِيَّـــةِ وَالأخلاقِ القلبيـّــة
Ahlus sunnati wal jama'atil ladziina laa zamuu sunnatan nabiyyi wa
thariqatas sahabati fil 'aqaa-idid diiniyyati wal a'malil badaniyyati wal
akhlaaqil qalbiyyati.
"Yang
disebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman
pada sunnah Nabi SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan,
amal-amal lahiriyah serta akhlaq hati". (source: al-Kawakib
al-Lamma'ah, hal 8-9)
Jadi Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah merupakan ajaran yang
mengikuti semua yang telah di contohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Ada tiga prinsip
yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
1. al-Tawassuth: sikap tengah-tengah/sedang/ tidak ekstrim kiri
ataupun kanan.
Firman
Allah SWT:
َوَكذالكَ
جَعَلنَاكُمْ اُمّة وَسَطًا لِتكُوْنُوا شُهَدَاءَ عَلى النـّـــاسِ وَيَكوْن الرّسـُــــــولَ
عَليْكمْ شَهيْدًا
"Dan demikianlah
kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan)
agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia
umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan
perbuatan) kamu sekalian". (QS. Al-Baqarah, 153)
2. al-Tawazun: seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan
Dalil 'Aqli dan Dalil Naqli. Firman Allah SWT:
َلقدْ اَرْسَلنـَـــا
رُسُلنـَـــا بالبيِّنـَــاتِ وَانزَلنـَـــا مَعَهُمُ الكتـَـــاب وَالمِيْزَانَ لِيقوْمَ
النـَّــاسُ بِالقِسْط
"Sungguh
Kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata
dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan". (QS. Al-Hadid, 25)
3. al-I'tidal: tegak
lurus. Dalam al-Qur'an disebutkan:
يــَــآ ايّهَا الذِيـْـــنَ
آمَنوا كونوا قَوّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاءَ بِالقِسْطِ ، وَلا ُيَجرِمَنكُمْ شَنـَـــآنُ
قَوْمٍ عَلي اَنْ لا تَعْدِلـُــوا ، اِعْدِلوا هُوَ اَقرَب لِلتقوَى وَاتقوا اللهَ
اِنّ اللهَ خبِيْرٌ بِمَــــا تَعْمَلـُــوْن
"Wahai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak
membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil.
Dan janganlah kebencianmu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil.
Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan
bertaqwalah pada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan." (QS. Al-Maidah, 9)
Karena itu,
sebenarnya Ahl al-Sunnah wa al-jama'ah merupakan Islam yang murni
sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan sesuai dengan apa yang
telah digariskan-diamalkan oleh para sahabat. Ketika Rasulullah SAW menerangkan
bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, dengan tegas Nabi SAW menyatakan
bahwa yang benar adalah mereka yang tetap berpedoman pada apa saja yang
diperbuat oleh Nabi SAW dan para sahabatnya pada waktu itu (ma ana 'alaihi
al-yaum wa ashabi)
B.
Gambaran umum ahli sunnah waljama’ah
Prinsip utama
yg membedakan Ahli Sunnah wal Jamaah dgn golongan lain adalah komitmen mereka
terhadap sunnah Rasulullah saw dan jamaah sahabat yg diridlai Allah SWT. Hal
inilah yg membentuk pandangan umum yg dapat digunakan utk mengenali mereka.
Selain itu prinsip tersebut merupakan isyarat yg menunjukkan sikap moderat
mereka yg membedakannya dgn golongan kelompok dan aliran yg menyimpang.
·
Ahli Sunnah wal Jamaah
mempersatukan ad-din melalui ilmu dan amalan lahir dan batin.
·
Ahli Sunnah wal Jamaah
mempersatukan ad-din secara keseluruhan melalui ilmu amalan lahir dan batin dgn
selalu berpegang kepada kemurnian Islam yg dibawa Nabi saw dan dipelihara oleh
para sahabat. l’tiqad golongan yg selamat adalah gambaran yg dipredikatkan oleh
Nabi saw dgn keselamatan sebagaimana sabdanya “Umatku akan terpecah-belah
menjadi 73 golongan yg 72 golongan masuk neraka dan yg satu masuk surga.
Golongan ini adalah yg mengikuti jalan hidup seperti yg aku tempuh hari ini dan
jalan para sahabat.” l’tiqad inilah yg ditinggalkan Nabi saw dan para
sahabat yg diridlai Allah. Oleh krn itu barangsiapa yg mengikuti mereka
termasukiah ke dalam Firqah an-Najiyah . Jalan hidup mereka adalah dinul Islam
yg dengannya Rasulullah saw diutus. Akan tetapi Rasulullah mengabarkan bahwa
umatnya akan terpecah menjadi 75 golongan sernuanya masuk neraka kecuali satu
yaitu al-jama’ah. Dan dalam hadits lain disebutkan “Mereka yg menempuh jalan
hidup yg aku tempuh dan para sahabatku yg selalu berpegang teguh pada kemurnian
Islam serta bersih dari percampuran merekalah Ahli Sunnah wal Jamaah.”
·
Ahli Sunnah mempersatukan
ad-din secara menyeluruh dan menegakkan ajarannya. Mereka berhimpun di atas hal
itu.
Sesungguhnya yg
menjadi faktor penyebab kesatuan dan kerukunan adalah menyatukan ad-Din dan
mengamalkan ajarannya secara menyeluruh dalam rangka ibadah kepada Allah semata
tiada menyekutukan-Nya dgn apa pun sebagaimana yg diperintahkan-Nya baik lahir
maupun batin. Sedangkan faktor penyebab perpecahan tidak lain adalah
meninggalkan sebagian dari apa-apa yg diperintahkan-Nya dan berbuat kezhaliman
di antara mereka. Al-Jamaah akan membuahkan rahmat dan kebahagiaan
dunia-akhirat serta berserinya wajah . Sedangkan al-Firqah akan mendatangkan
siksa dan laknat-Nya membuat hitam dan muram wajah di samping menjauhnya
Rasulullah dari mereka.
Hal ini jelas
meropakan daia bahwa ijma adalah hujjah yg qath’i. Karena jika mereka berhimpun
dan sama-sama mentaati Allah tentulah mereka akan mendapatkan rahmat-Nya. Oleh
sebab itu tidak akan ada ketaatan kepada Allah dan tidak akan pula kedatangan
rahmat-Nya bila mereka melakukan perbuatan yg tidak diperintah oleh-Nya baik
dalam hal keyakinan perkataan ataupun perbuatan. Artinya jika perkataan atau
amalan yg mereka himpun tidak berdasarkan perintahAllah tentulah tidak akan
lahir ketaatan kepada-Nya dan tidak ada sebab yg mendatangkan rahmat-Nya.
Manakala
manusia telah meninggalkan sebagian yg diperintahkan Allah SWT maka saat itu
pula timbul permusuhan dan kebencian. Dan jika satu kaum telah berpecah-belah
akan rusak dan binasalah mereka. Sebaliknya jika satu kaum berhimpun maka akan
lahirlah kebaikan penuh darnai dan mereka dapat berkuasa. Maka jamaah adalah
rahmat sedangkan firqah disimpulkan sebagai adzab.
1.
Ahli Sunnah adalah golongan
tengah dan lurus.
Ahli
Sunnah wal Jamaah adalah golongan tengah lagi lurus di antara berbagai kelompok
umat antara melebihkan dan mengabaikan. Mereka berada di tengah-tengah kelompok
umat sebagaimana keberadaannya di tengah-tengah berbagai aliran dan agama. Jalan
lurus ini adalah Dinul Islam Islam bersih sebagaimana termaktub dalam
Kitabullah. Jalan Islam lurus adalah Ahli Sunnah Waijama’ah krn sunnah mahdiah adalah
Dinul Islam Islam mumi. Hal ini telah banyak disebutkan dalam hadits Nabi dalam
berbagai versi Islam diriwayatkan oleh para Ahli Sunnah dan para Musnad seperti
Imam Ahmad Abu Daud Turmudzi dan lainnya bahwa Nabi saw bersabda “Umat ini
akan terpecah menjadi 73 golongan sernuanya masuk neraka kecuali satu. Yaitu
al-jarnaah.”
Dan dalam
riwayat lain dikatakan “Mereka adalah orana-orana Islam menempuh jalan
seperti Islam aku tempuh hari ini dan para sahabatku.” Golongan Islam
selamat adalah Ahli Sunnah krn mereka berada di tengah-tengah berbagai aliran
sebagaimana halnya Islam sendiri berada di tengah-tengah antara berbagai agama.
Demikian pula dalam semua perkara sunnah mereka mengambil jalan tengah sebab
mereka berpegang teguh kepada Kitabullah sunnah Rasul serta ijma para sabiqun
awwalun dari kaum Muhajirin dan Anshar beserta orang-orang Islam mengikuti
mereka Islam baik. Mereka berada di tengah-tengah di antara flrqah-firqah umat
sebagaimana halnya umat Islam itu sendiri adalah pertengahan di antara
umat-umat Islam lain. Oleh krn itu mereka bersikap moderat dalam masalah
sifat-sifat Allah antara golongan ta’thil dari golongan Jahmiyah Islam golongan
ahli tamsil dari golongan Musyabbihah. Mereka juga bersikap moderat dalam
masalah af’al Allah antara faham Qadariyah Islam Jabariyah. Demikian pula dalam
masalah janji dan ancaman antara Murji’ah Islam Wa’idiyah dari golongan
Qadariyah lainnya. Mereka juga bersikap moderat dalam masalah istilah-istilah
iman dan ad-Din antara golongan Huririyah Islam Mu’tazilah serta antara
Murji’ah Islam Jahmiyah; dan dalam soal para sahabat Rasul antara Rafidlah Islam
Khawarij.
2.
Ahli Sunnah wal Jamaah
berpegang teguh kepada Al-Qur’an Sunnah dan ijma’.
Ahli
Sunnah wal Jamaah adalah orang-orang Islam berpegang teguh kepada Al-Qur’an
Sunnah dan ijma’. Merekalah orang-orang Islam taat mengikuti ad-Din Islam ocal
dari Rasulullah bukan din Islam berasal dari filsufdan ahli kalam. Orang-orang Islam
menghimpun tiga hal utama Islam merupakan sumber kebaikan akan mendapat pahala
dari Rabb mereka selamat dari hukuman-Nya tiada takut terhadap apa Islam ada di
hadapan mereka serta tidak merasa cemas dan sedih terhadap apa Islam mereka
tinggalkan . Tiga hal itu ialah mengimani penciptaaan dan kebangkitan awal
penciptaan dan tempat kembalinya; beriman kepada Allah dan hari akhir; beramal
shaleh .
3.
Ahli Sunnah wal Jamaah adalah
penerus sejarah bagi penganutagama Islam.
Ahli
Sunnah wal Jamaah adalah asal-muasal dalam umat Muhammad. Mereka juga merupakan
penerus tabi’at alami dan benar bagi pemeluk agama ini sebagaimana halnya
millah Muhammad saw menjadi penerus alami dan benar bagi millah-millah para
nabi pendahulunya. Oleh krn itu jika ada golongan lain di luar Ahli Sunnah wal
Jamaah maka asing bagi millah ini dan dianggap sebagai golongan minoritas Islam
menyimpang dan jalan Islam asli dan benar. Hadits-hadits shahih Islam
diriwayatkan oleh Abu Daud Turmudzi Nasa’Islam dan lainnya –yang sering disebut
sebelum ini Islam lafazh Islam berbeda-beda menyebutkan tentang golongan Islam
selamat dan masuk ocal atau golongan mayoritas Islam disebut Islam al-jamaah.
Pemberian predikat golongan Islam selamat ini dikarenakan mereka termasuk Ahli
Sunnah wal Jamaah kelompok mayoritas terbesar. Adapun golongan lainnya termasuk
golongan menyimpang berpecah-belah bid’ah dan mengikuti hawa nafsu. Karena
golongan-golongan tersebut senantiasa memisah-misahkan kitabullah snnah dan
ijma. Maka barang siapa berkata berdasarkan kitabullah sunnah dan ijma mereka
termasuk Ahli Sunnah wal Jamaah.
C.
Sejarah lahirnya nama Ahlus Sunnah Waljamaah
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. Kaum muslimin dikenal bersatu,
tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan
tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW. Bila
ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung ocal kepada
Rasulullah SAW. Itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai
terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.
Kemudian setelah Rasulullah SAW. Wafat, benih-benih perpecahan
mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. Menjadi khalifah. Namun
perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu
yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah
sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam
dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah
tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam
yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. Saat itu muslimin terpecah dalam
dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau
kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid),
Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar,
yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang
dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. Bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya
dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah
adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang
selamat dan akan masuk ocal (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang
mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah
Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah
adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah
dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah,
seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang
menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum
Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu
pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok
sempalan.
D.
Prinsip Dasar Ahlussunnah wal Jama’ah
Ahlussunnah wal Jama’ah memiliki
prinsip-prinsip dasar yang menjadi rujukan bagi tingkah laku ocal dan pemahaman
keagamaan. Prinsip dasar Ahlussunnah wal Jama’ah, yang bersumber kepada
al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas ini telah menjadi ocalve ocal-kemasyarakatan
yang terus dikembangkan sesuai dengan konteks perkembangan masyarakat Islam dan
pemikirannya.
Prinsip-prinsip
dasar ini meliputi :
Pertama, prinsip
tawassuth, yaitu jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri. Tasawuth
dapat berarti Moderasi, yakni menengahi antara dua pikiran yang ekstrem; antara
Qadariyah (free-willism) dan Jabariyah (fatalism), ortodoks salaf dan
rasionalisme Mu’tazilah, dan antara sufisme falsafi dan sufisme salafi. Sikap
moderasi Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin pada metode pengambilan ocal
(istinbâth) yang tidak semata-mata menggunakan nash, namun juga memperhatikan
posisi akal. Begitu pula dalam berfikir selalu menjembatani antara wahyu dengan
rasio (al-ra’y). Metode (manhaj) seperti inilah yang diimplementasikan oleh
imam mazhab empat serta generasi lapis berikutnya dalam menghasilkan ocal-hukum.
Kedua, prinsip
tawâzun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara
secara seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, kepentingan pribadi dan
masyarakat, dan kepentingan masa kini dan masa ocal. Pola ini dibangun lebih
banyak untuk persoalan-persoalan yang berdimensi ocal politik. Dalam bahasa
lain, melalui pola ini Ahlussunnah wal Jama’ah ingin menciptakan integritas dan
solidaritas ocal umat.
Ketiga, prinsip
tasâmuh, yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama
dalam hal-hal yang bersifat furu’iyah, sehingga tidak terjadi perasaan
saling terganggu, saling memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan
yang islami (ukhuwwah islâmiyyah).
Keempat, prinsip
amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran). Dengan prinsip ini, akan timbul kepekaan dan mendorong perbauatan
yang baik dalam kehidupan bersama serta kepekaan menolak dan mencegah semua hal
yang dapat menjerumuskan kehidupan ke lembah kemungkaran.
E.
Berkembangnya Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia
Berkembang nya Ahlussunah wal Jama’ah
di Indonesia berbarengan dengan berkembangnya Islam di Indonesia yang dibawa
oleh para wali. Di pulau Jawa, peranan Walisongo sangat berpengaruh dalam
memantapkan eksistensi Ahlussunnah wal Jama’ah. Namun, Ahlussunnah wal Jama’ah
yang dikembangkan Walisongo masih dalam bentuk ajaran-ajaran yang sifatnya
tidak dilembagakan dalam suatu wadah organisasi mengingat ketika itu belum
berkembang organisasi.
Pelembagaan ajaran Ahlussunah wal
Jama’ah di Indonesia dengan karakter yang khas terjadi setelah didirikannya
Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. NU adalah sebagai satu-satunya organisasi
keagamaan yang secara formal dan ocalve menempatkan Ahlussunnah wal Jama’ah
sebagai paham keagamaan yang dianutnya.
KH. M. Hasyim Asy’ari sebagai salah
seorang pendiri NU, telah merumuskan konsep Ahlussunnah wal Jama’ah dalam kitab
al-Qânûn al-Asâsiy li Jami’yyah Nahdlah al-‘Ulamâ’. Al-Qânûn al-Asâsiy berisi
dua bagian pokok, yaitu :
1)
Risalah Ahlussunnah wal
Jama’ah, yang memuat tentang kategorisasi sunnah dan bid’ah dan penyebarannya
di pulau Jawa, dan
2)
Keharusan mengikuti mazhab
empat,
3)
Karena hidup bermazahab itu
lebih dapat menyatukan kebenaran, lebih dekat untuk merenungkan, lebih mengarah
pada ketelitian, dan lebih mudah dijangkau. Inilah yang dilakukan oleh salafunâ
al-shâlih (generasi terdahulu yang salih).
4)
Mengenai istilah Ahlussunnah
wal Jama’ah, KH. M. Hasyim Asy’ari dengan mengutip Abu al-Baqa’ dalam bukunya,
al-Kulliyyât, mengartikannya secara bahasa sebagai jalan, meskipun jalan itu
tidak disukai. Menurut syara’, ‘sunnah’ adalah sebutan bagi jalan yang disukai
dan dijalani dalam agama sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. Atau
tokoh agama lainnya, seperti para sahabat. Sebagaimana dikatakan Syeikh Zaruq
dalam kitab ‘Uddah al-Murîd, menurut syara’, ‘bid’ah’ adalah munculnya perkara
baru dalam agama yang kemudian mirip bagian agama, padahal bukan bagian
darinya, baik formal maupun hakekatnya.
5)
Yang menarik dalam Qânûn Asâsiy
adalah bahwa KH. M. Hasyim Asy’ari melakukan serangan keras kepada Muhammad
‘Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhab, Ibn Taimiyah, dan dua
muridnya Ibn al-Qayyim dan Ibn ‘Abd al-Hadi yang telah mengharamkan praktek
yang telah disepakati umat Islam sebagai bentuk kebaikan seperti ziarah ke
makam Rasulullah. Dengan mengutip pendapat Syeikh Muhammad Bakhit al-Hanafi
al-Muti’Islam dalam risalahnya Tathîr al-Fu’âd min Danas al-‘Itiqâd, KH. M.
Hasyim Asy’ari menganggap kelompok ini telah menjadi fitnah bagi kaum muslimin,
baik salaf maupun khalaf. Mereka merupakan aib dan sumber perpecahan bagi kaum
muslimin yang mesti segera dihambat agar tidak menjalar ke mana-mana.
6)
Dalam perkembangan selanjutnya,
konsep Ahlussunnah wal Jama’ah tersebut mengalami proses pergulatan dan
penafsiran yang intensif di kalangan warga NU. Sejak ditahbiskan sebagai paham
keagamaan warga NU, Ahlussunnah wal Jama’ah mengalami kontekstualisasi yang
beragam. Meskipun demikian, kontekstualisasi Ahlussunnah wal Jama’ah, tidak
menghilangkan makna dasarnya sebagai paham atau ajaran Islam yang pernah
diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah Saw. Bersama para sahabatnya.
Titik tolak
dari paham Ahlussunnah wal Jama’ah terletak pada prinsip dasar ajaran Islam
yang bersumber kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Ada beberapa tokoh-tokoh
NU yang menafsirkan paham Ahlussunnah wal Jama’ah, di antaranya adalah
1.
KH. Bisri Mustofa, KH. Achmad
Siddiq, KH. Saefuddin Zuhri, KH. Dawam Anwar, KH. Said Aqil Siradj, KH. Sahal
Mahfuzh, KH. Wahid Zaini, KH. Muchith Muzadi, dan KH. Tolchah Hasan.
Oleh para ulama NU,
Ahlussunnah wal Jama’ah dimaknai dalam dua pengertian :
Pertama, Ahlussunah Wal
Jama’ah sudah ada sejak zaman sahabat nabi dan tabi’in yang biasanya disebut
generasi salaf. Pendapat ini didasarkan pada pengertian Ahlussunah Wal Jama’ah,
yakni mereka yang selalu mengikuti sunnah Nabi Saw. Dan para sahabatnya.
Kedua, pendapat yang
mengatakan bahwa Ahlussunah Wal Jama’ah adalah paham keagamaan yang baru ada
setelah munculnya rumusan teologi Asy’ari dan Maturidi dalam bidang teologi,
rumusan fiqhiyyah mazhab empat dalam bidang fikih serta rumusan tashawuf Junayd
al-Bagdadi dalam bidang tashawuf .
Sesudah genersi
tersebut, yang meneruskan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah adalah para tabi’in
(pengikut sahabat), sesudah itu dilanjutkan oleh tabi’it-tabi’in (generasi
sesudah tabi’in) dan demikian seterusnya yang kemudian dikenal sebagai penerus
Nabi, yaitu ulama. Nabi Saw. Bersabda: “Ulama adalah penerang-penerang dunia,
pemimimpin-pemimpin di bumi, dan pewarisku dan pewaris nabi-nabi” (HR. Ibn
‘Ady)
Itu sebabnya,
paham Ahlussunnah wal jama’ah, sesungguhnya adalah ajaran Islam yang diajarkan
oleh Rasulullah, sahabat, tabi’in, dan generasi berikutnya. Pengertian ini
didukung oleh KH. Achmad Siddiq yang mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah
adalah pengikut dari garis perjalanan Rasulullah Saw. Dan para pengikutnya
sebagai hasil permufakatan golongan terbesar umat Islam.
Pengertian ini
dipertegas lagi oleh KH. Saefudin Zuhri yang mengatakan bahwa Ahlussunnah wal
Jama’ah adalah segolongan pengikut sunnah Rasulullah Saw. Yang di dalam
melaksanakan ajaran-ajarannya berjalan di atas garis yang dipraktekkan oleh
jama’ah (sahabat Nabi). Atau dengan kata lain, golongan yang menyatukan dirinya
dengan para sahabat di dalam mempraktekkan ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw.,
yang meliputi akidah, fikih, akhlaq, dan jihad.
Namun demikian,
dalam perkembangan selanjutnya, makna Ahlussunnah wal Jama’ah di lingkungan NU
lebih menyempit lagi, yakni kelompok atau orang-orang yang mengikuti para imam
mazhab, seperti Maliki, Hanafi, Syafi’Islam, dan Hanbali dalam bidang fikih;
mengikuti Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi dalam bidang
tauhid, dan Junaid al-Bagdadi dan al-Ghazali dalam bidang tashawuf.
Pengertian ini
dimaksudkan untuk melestarikan, mempertahankan, mengamalkan dan mengembangkan
paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Hal ini bukan berarti NU menyalahkan
mazhab-mazhab mu’tabar lainnya, melainkan NU berpendirian bahwa dengan
mengikuti mazhab yang jelas metode dan produknya, warga NU akan lebih terjamin
berada di jalan yang lurus. Menurut NU, ocal bermazahab adalah ocal yang
terbaik untuk melestarikan, mempertahankan, mengamalkan dan mengembangkan
ajaran Islam, supaya tetap tergolong Ahlussunnah wal Jama’ah.
Di luar dua
pengertian di atas, KH. Said Agil Siradj memberikan pengertian lain.
Menurutnya, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode
berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas
dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya, Ahlussunnah
wal Jama’ah harus diletakkan secara proporsional, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah
bukan sebagai mazhab, melainkan hanyalah sebuah manhaj al-fikr (cara berpikir
tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi tabi’in
yang memiliki intelektualitas tinggi dan ocalve netral dalam menyikapi situasi
politik ketika itu. Meskipun demikian, hal itu bukan berarti bahwa Ahlussunnah
wal Jama’ah sebagai manhaj al-fikr adalah produk yang bebas dari realitas
sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya.
Sejak
berdirinya, NU telah menetapkan diri sebagai jam’iyah yang berakidah Islam
Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam Muqaddimah Qânûn Asâsiy-nya, pendiri jam’iyyah
NU, KH. M. Hasyim Asy’ari menegaskan, “Hai para ulama dan pemimpin yang takut
pada Allah dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah dan pengikut imam empat,
kalian sudah menuntut ilmu agama dari orang-orang yang hidup sebelum kalian.
Dari sini, kalian harus melihat dari siapa kalian mencari atau menuntut ilmu
agama Islam. Berhubung dengan cara menuntut ilmu pengetahuan sedemikian itu,
maka kalian menjadi pemegang kuncinya, bahkan menjadi pintu-pintu gerbangnya
ilmu agama Islam. Oleh karena itu, janganlah memasuki rumah kecuali melalui
pintunya. Siapa saja yang memasuki suatu rumah tidak melalui pintunya maka
pencurilah namanya!” Bagi NU, landasan Islam adalah al-Qur’an, sunnah
(perkataan, perbuatan dan taqrîr/ketetapan) Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana
telah dilakukan bersama para sahabatnya dan sunnah al-khulafâ’ al-rasyidîn, Abu
Bakr al-Shiddiq, ‘Umar ibn al-Khaththab, ‘Utsman ibn ‘Affan dan ‘Ali ibn Abi
Thalib. Dengan landasan ini, maka bagi NU, Ahlussunnah wal Jama’ah dimengerti sebagai
‘para pengikut sunnah Nabi dan ijma’ para ulama’. NU menerima ijtihad dalam
konteks bagaimana ijtihad itu dapat dimengerti oleh umat. Ulama pendiri NU
menyadari bahwa tidak seluruh umat Islam dapat memahami dan menafsirkan ayat
al-Qur’an maupun matn (isi) hadits dengan baik. Di sinilah peran ulama, yang
sanadnya (mata rantai) bersambung sampai ke Rasulullah Saw., diperlukan untuk
mempermudah pemahaman itu.
Dalam
menggunakan landasan itu, ada tiga ocal utama Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang
dianut NU, :
·
pertama, adanya keseimbangan
antara dalil aqliy (rasio) dan dalil naqliy (al-Qur’an dan al-Hadits), dengan
penekanan dalil aqliy ditempatkan di bawah dalil naqliy.
·
Kedua, berusaha sekuat tenaga
memurnikan akidah dari segala campuran akidah di luar Islam.
·
Ketiga, tidak mudah menjatuhkan
vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas seseorang yang karena sesuatu sebab
belum dapat memurnikan akidahnya.
Dalam hal
tashawuf, NU berusaha mengimplementasikan îmân, islâm dan ihsân secara
serempak, terpadu dan berkesinambungan. Berlandaskan tashawuf yang dianut, NU
dapat menerima hal-hal baru yang bersifat ocal sepanjang dapat meningkatkan
intensitas keberagaman. Dengan tashawuf yang dianut, NU juga berusaha menjaga
setiap perkembangan agar tidak menyimpang dari ajaran Islam
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah merupakan ajaran yang mengikuti
semua yang telah di contohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya
Ahlussunnah
Waljamah bukanlah paham yang kaku.Melainkan sebagai paham yang moderat.Prinsip moderat
ini dapat dilihat dari pola berpikir dan kerangka yang dipakai(manhaj al-fikr)
memakai pola pikirmoderat dan menengahi (al-I‘tidal wa at-Tawassut)harmonis
dalam arti serasi dan seimbang (al-tawazun),toleran (at-tasahliuh)bertindak
adil dan berani (al-adi wa al-jurah).
Prinsip manhaj al-fikr
(metode berfikir)yang dikembangkan oleh Ahlussunnah Waljamah adalah prinsip
syura (musyawarah) al-adi(keadilan, al-hurriyah(kebebasan)
,al-musawah(kesetaraan derajat).
B.
Saran
Untuk teman-temanku
berpegang teguhlah kalian pada aliran/paham yang benar dan menganut ajaran nabi
Muhammad dan para sahabatnya.Seperti paham Ahlussunnah Waljamah.Dan jangan
sampai kalian memilih paham yang sesat,karena itu bisa memasukkan kalian semua
ke neraka untuk selama-lamanya.Jadi,jika kalian ingin masuk surga ikutilah
paham yang diajrkan oleh nabi,INSYA ALLAH.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Siradjuddin, I’tiqad ahlussunnah wal jama’ah,
Jakarta, pustaka tarbiyyah, 2004
Sahidinv Ahmad,
Aliran-Aliran Dalam Islam, Jawa Barat, Salamadani, 2009
Hanafi. A, Pengantar Theology Islam, Jakarta, pustaka
al-husna, 1992,
Hanafi .A, Theology Islam (Ilmu Kalam), jakarta, bulan
bintang
M Afrizal, Ibn Rusyd Tujuh Perdebatan Utama Dalam
Aliran Islam, Jakarta, Erlangga, 2006,
Anwarv Rosihon
& Abdul Rozak, Ilmu Kalam Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung, Pustaka Setia,
2006,
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, Jakarta, UIP, 1986
http://myblogsamudra.blogspot.com/2010/04/bab-i-pendahuluan-alus-sunnah-adalah.html
http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/khalaf-ahlussunnah.html.
http://fawaz45.wordpress.com/2010/09/29/lahirnya-ahlus-sunnah-waljamaah/http://uidi-indonesia.blogspot.com/2010/10/makalah-teologi.html
No comments:
Post a Comment