Thursday, 6 May 2021

ASKEP ASKEP GAGAL GINJAL AKUT

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversibel tanpa memperhatikan penyebabnya (Isselbacher, 2000). Istilah penyakit ginjal tahap akhir atau end stage renal disease sering digunakan oleh pemerintah seperti Health Care Financing Administration (HCFA) dan telah menjadi sinonim gagal ginjal kronis. Sidabutar, 1992 (dalam Lubis, 2006) menyatakan bahwa gagal ginjal kronis semakin banyak menarik perhatian dan makin banyak dipelajari karena walaupun sudah mencapai gagal ginjal tahap akhir akan tetapi penderita masih dapat hidup panjang dengan kualitas hidup yang cukup baik di samping prevalensinya yang terus meningkat setiap tahun.

Menurut United State Renal Data System (USRDS, 2008) di Amerika Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya. Di Kanada insiden penyakit gagal ginjal tahap akhir meningkat rata rata 6,5 % setiap tahun (Canadian Institute for Health Information (CIHI), 2005), dengan peningkatan prevalensi 69,7 % sejak tahun 1997 (CIHI, 2008). Sedangkan di Indonesia prevalensi penderita gagal ginjal hingga kini belum ada yang akurat karena belum ada data yang lengkap mengenai jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia. Tetapi diperkirakan, bahwa jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia semakin meningkat.

Penyakit gagal ginjal kronik bisa dikategorikan sebagai pembunuh massal di 20 tahun   mendatang. Pasalnya, penyakit ini tiap tahun meningkat dua kali lipat.Data WHO, kata Prof dr Harun Rasyid Lubis SpPD KGH saat memperingati Hari Ginjal se dunia tahun 2011 di Klinik Spesialis Ginjal dan Hypertensi Rasyida Jalan DI Panjaitan Medan belum lama ini, dari tahun 2000 yang hanya 1,1 juta pasien cuci darah, di 2010 sudah 2,1 juta orang. Penyebab gagal ginjal terbesar atau 70 persen akibat Diabetes Melitus (DM) tipe dua disusul penyakit hipertensi.Menurut data WHO di dunia DM tipe dua sudah sangat merajalela dan menjelang tahun 2015 – 2030 akan jauh lebih meningkat lagivterutama di Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Di Indonesia sekarang ini jumlah penderita DM adalah sekitar 8,4 juta orang dan menempati posisi urutan ke empat di dunia. Pada tahun 2030 ini akan dialami oleh sekitar 21,3 juta orang dan masih akan tetap pada urutan ke empat di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Menurutnya, di Amerika Serikat DM dan Hipertensi meliputi 75 persen dari penyebab Cuci Darah. Survey oleh berbagai perkumpulan maupun Departemen Kesehatan, riset kesehatan dasar (Riskesdas) telah menyatakan bahwa Prevalensi Hipertensi di Indonesia sekarang ini sudah mencapai di atas 30 persen dari penduduk dewasa. Sebenarnya gagal ginjal dapat dicegah, yakni dengan melakukan pemeriksaan dini. Orang yang berisiko, yang mengalami diabetes, tekanan darah (tensi) tinggi, kegemukan dan yang mempunyai keluarga berpenyakit diabetes, hypertensi ataupun penyakit ginjal. Fungsi ginjal di tubuh manusia, dijelaskannya, memelihara tekanan darah, memelihara keseimbangan cairan dalam badan sehingga tidak sembab dan tidak pula kering, menjaga keasaman darah sehingga nafas agar lega, dan menjaga kadar mineral tubuh sehingga tubuh bekerja optimal bahkan maksimal serta melakukan segudang kerja lain yang pelik (rumit).

B.  Tujuan

1.    Tujuan umum

Memahami dan mengetahui tentang ginjal seluruhnya, dan penyakit yang meliputi tentang ginjal dan cara penalaksanannya

 

2.    Tujuan khusus

a.    Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah

b.    Mengetahui masalahan kesehatan anak usia sekolah

c.    Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan remaja

d.   mengetahui masalah kesehatan remaja

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  pengertian

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).  Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

 

B.     etiologi

Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:

·         Infeksi misalnya pielonefritis kronik

·         Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

·         Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

·         Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

·         Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal

·         Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

·         Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale

·         Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C.  Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

·      Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.

·      Stadium 2 (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.

·      Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)

Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814).

D.  Manifestasi klinis

1.    Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a.    Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi

b.     Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

2.    Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

3.    Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a.    Sistem kardiovaskuler

·      Hipertensi

·      Pitting edema

·      Edema periorbital

·      Pembesaran vena leher

·      Friction sub pericardial

b.    Sistem Pulmoner

·      Krekel

·      Nafas dangkal

·      Kusmaull

·      Sputum kental dan liat

c.    . Sistem gastrointestinal

·      Anoreksia, mual dan muntah

·      Perdarahan saluran GI

·      Ulserasi dan pardarahan mulut

·      Nafas berbau amonia

d.   Sistem musculoskeletal

·      Kram otot

·      Kehilangan kekuatan otot

·      Fraktur tulang

e.    Sistem Integumen

·      Warna kulit abu-abu mengkilat

·      Pruritis

·      Kulit kering bersisik

·      Ekimosis

·      Kuku tipis dan rapuh

·      Rambut tipis dan kasar

f.     Sistem Reproduksi

·      Amenore

·      Atrofi testis

E.  Pemeriksaan penunjang

Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:

1.    Pemeriksaan laboratorium

Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.

2.    Pemeriksaan USG

Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.

3.    Pemeriksaan EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

F.   Pencegahan

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.

Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001).

G. Penalaksanaannya

1.    Dialisis (cuci darah)

2.    Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)

3.    Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat

4.    Transfusi darah

5.     Transplantasi ginjal

H.    Diagnose keperawatan

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

1.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.

2.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.

3.    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

4.    Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.

5.    Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.

6.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.

I.     Intervensi

1.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:

a.    Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b.    Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c.     Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d.    Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume

cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a.    Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital

b.    Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi

c.    Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan

d.   Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output.

3.    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Intervensi:

a.    Awasi konsumsi makanan / cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b.    Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c.    Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d.   Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social

e.    Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4.       Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil

Intervensi:

a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan secret

b.      Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c.       Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas

d.      Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :

·      Mempertahankan kulit utuh

·      Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi:

a.    Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b.    Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.

c.    Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d.   Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia

e.    Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f.     Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g.    Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis

R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

h.    Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi

Intervensi:

a)      Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

b)      Kaji fektor yang menyebabkan keletihan

c)      Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

d)     Pertahankan status nutrisi yang adekuat

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversibel tanpa memperhatikan penyebabnya (Isselbacher, 2000). Istilah penyakit ginjal tahap akhir atau end stage renal disease sering digunakan oleh pemerintah seperti Health Care Financing Administration (HCFA) dan telah menjadi sinonim gagal ginjal kronis.

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).  Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).


 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-pasien-ggk-gagal.html

 

 

No comments:

Post a Comment