DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Pengertian ............................................................................................ 3
B. Implementasi Manajemen Risiko PT Nindya Karya (Persero).............. 3
C. Langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam menanggulangi kecelakaan kerja
di industri ....................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
A. Kesimpulan......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut
Porter (1980) perusahaan adalah sekumpulan kegiatan yang dilaksanakan untuk
merancang, memasarkan, mengantarkan, dan mendukung produknya. Tujuan suatu
perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidup, melakukan pertumbuhan,
serta meningkatkan profitabilitas.
Tiga tujuan tersebut merupakan
pedoman arah strategis semua organisasi bisnis. Perusahaan yang tidak mampu
bertahan hidup tidak akan mampu memberi harapan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Perusahaan yang kompetitif diindikasikan dengan adanya sumber
daya manusia yang mempunyai keterampilan dan kecakapan kerja yang baik dan
inovatif, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persaingan bebas.
Selain itu harus mempertimbangkan kualitas kerja, memiliki kecepatan,
menghasilkan produk yang efisien serta memperhatikan kepuasan pelanggan.
PT
NINDYA KARYA (Persero) Sebagai Perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa
Konstruksi,menerapkan Sistim Manajemen Risiko pada proses Utama Bisnis
Perusahaan sebagai upaya peningkatan kualitas pengelolaan Perusahaan (Corporate
Governance Practise), Rencana Kerja Anggaran Perusahaan, Rencana Jangka Panjang
Perusahaan serta Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008, Sistem
Manajemen Lingkungan ISO 14001:2004, SMK3 Permen 05/1996 & OHSAS
18001:2007. Sistim Manajemen Risiko PT NINDYA KARYA (Persero) diberlakukan
sejak tanggal 17 Mei 2005 berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT NINDYA KARYA
(Persero) No. 168/DUT-I/KPTS/SEKPER/05/2005.
B.
Perumusan Masalah
Dari latar
belakang yang telah dituliskan diatas, maka dapat ditarik sebuh permasalahan
yaitu bagaimanakah sistem manajemen resiko yang baik dalam PT Nindya Karya,
dengan beberapa pertanyaan berikut:
1.
Bagaimana implementasi manajemen resiko pada PT Nindya
Karya?
2.
Apa langkah-langkah PT nindya Karya untuk menanggulangi
resiko?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Industri konstruksi adalah industri
yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi termasuk tenaga
profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi
kebutuhan pelaku dalam industri (Hillebrandt 1985). Dibandingkan dengan
industri lain, misalnya industri pabrikan (manufacture), maka bidang konstruksi
mempunyai karakteristik yang sangat spesifik, bahkan unik. Karakteristik usaha
jasa konstruksi terdiri dari :
- Produk jual sebelum proses produksi dimulai
- Produk bersifat ”custom-made”
- Lokasi produk berpindah-pindah
- Proses produk berlangsung dialam terbuka
- Penjualan produk dilakukan dialam terbuka
- Proses produk melibatkan berbagai jenis peralatan
berbagai klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja, serta berbagai
tingkatan teknologi
- Penawaran suatu pekerjaan konstruksi umumnya
berdasarkan pengalaman melaksanakan pekerjaan sejenis
B. Implementasi
Manajemen Risiko PT Nindya Karya (Persero)
Implementasi Manajemen Risiko PT NINDYA KARYA (Persero),
sebagai berikut :
1.
Identifikasi
Risiko
Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin
terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan
komplet sangatlah vital dalam manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam
identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin yang akan terjadi
sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko
antara lain ;
a.
Brainstorming
b.
Survey
c.
Wawancara
d.
Informasi
historis
e.
Kelompok
kerja
2.
Analisa
Risiko
Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap
berikutnya adalah pengukuran risiko dengan cara melihat potensial terjadinya
seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya risiko
tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan
lebih berdasarkan nalar dan pengalaman beberapa risiko memang mudah untuk
diukur, namun sangatlah sulit untuk
memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga
pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya
nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik
dalam implementasi perencanaan manajemen risiko. Kesulitan dalam
pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko karena
informasi statistik tidak selalu tersedia untuk
beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak
severity(kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immaterial.
3.
Pengukuran
Risiko
Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor
: kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa
banyak nilai yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan
kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi,
semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber
identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko. Namun,
analisis biasanya perlu melakukan penyesuaian, karena kondisi masa depan tidak
selalu sama dengan masa lalu. Hanya dalam kondisi bahwa masa yang akan datang
sama dengan masa lalu, kualitas dan kuantitas risiko cukup berdasarkan hasil
analisis masa lalu. Semakin tinggi gejolak atau perubahan eksternal dan
internal perusahaan, semakin perlu revisi dilakukan.
4.
Pemetaan
Risiko
Perusahaan tidak perlu menakuti semua risiko, karena ada
risiko yang perlu mendapat perhatian khusus, tetapi ada pula risiko yang dapat
diabaikan. Tujuan pemetaan risiko adalah untuk menetapkan prioritas risiko
berdasarkan kepentingan bagi perusahaan. Pada intinya perusahasan meminimalisir
risiko tersebut, agar total pengelolaan
risiko lebih rendah dari manfaatnya maka
pengelolaan risiko berguna bagi pencapaian tujuan perusahaan. Dan juga dapat melihat
indikasi bahaya dari risiko tersebut.
a.
Indikasi
bahaya
Pelaksanaan
konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang sangat divergen yang semua
baru dapat diketahui pada saat proyek selesai dilaksanakan secara
tuntas.Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi
di Indonesia proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali
lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.Masalah umum
mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di
sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di
seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa
konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan
kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan,
dan pertambangan. identifikasi risiko tersebut dapat dilihat berdasarkan fakta
bahwa :
Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi
yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, Sebanyak
53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga
kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun.
Sebagai besar dari
mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki
ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit
penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan
penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada
perusahaan konstruksi
1)
Sumber
daya manusia yang bersifat sementara selama proyek berlangsung,
2)
Proyek
bersifat unik karena tidak ada proyek yang sama satu dengan yang lain,
3)
Keorganisasian
proyek bersifat sementara.
Sifat – sifat dalam
proyek konstruksi ini berpotensi mengakibatkan terjadinya hal – hal yang tidak
diinginkan menjadi resiko. Resiko tersebut ada dalam semua aspek yang
membutuhkan perencanaan dan pengaturan , akan tetapi kompleksitas dan tingkat
risiko dalam tiap-tiap pekerjaan sangat variatif tergantung seberapa besar pekerjaan
dan bidang yang dijalankan. Risiko dan ketidak pastian ada dalam semua aspek
pekerjaan konstruksi tanpa melihat ukuran
kompleksitas, lokasi, sumber daya , maupun kecepatan konstruksi suatu
proyek . Hal yang terpenting bahwa persepsi terhadap resiko adalah factor kunci
dalam membuat keputusan dan harus diperhitungkan dalam semua prosedur penilaian
resiko yang harus dikelola.
b.
Penilaian
Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor
industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai
penilaian dapat dilakukan dalam hal penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek
konstruksi adalah :
1)
Karakteristik
proyek konstruksi yang bersifat unik,
2)
Lokasi
kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca,
3)
Waktu
pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi,
4)
Banyak
menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
5)
Manajemen
keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan
metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
c.
Risiko
Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Pekerjaan-pekerjaan
yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan
pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian.
Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada
pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya
kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut
kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan
penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya
telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
Jenis-jenis kecelakaan
kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran
listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun
adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas
dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding
galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada
malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data
kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun
sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di
Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun
akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya
dalam pekerjaan galian.
Masalah keselamatan
dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan
kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan
korban jiwa.
5.
Pengelolaan
Risiko
Sumber daya manusia didalam organisasi harus dikelola
dengan baik, Pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi terdiri dari :
a.
Pengadaan
personil
b.
Pengembangan
personil melalui pelatihan dan pendidikan
c.
Pemberian
imbalan
d.
Integrasi
personil kedalam organisasi
e.
Pemeliharaan
terhadap personil yang ada
f.
Pemberhentian
personil
C. Langkah-langkah
yang dapat di tempuh dalam menanggulangi kecelakaan kerja di industri
1.
Peraturan
perundang-undangan
Untuk memperkecil
risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan
suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Adanya
ketentuan dan syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. Penerapan semua ketentuan
dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku semenjak tahap perencanaan. Penyelenggaraan pengawasan
pelaksanaan K3 langsung di tempat kerja.
2.
Standarisasi.
Penyusunan standar
tertentu yang bertalian dengan konstruksi dan keadaan yang aman dari peralatan
industri, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau alat pelindung diri. Dengan
adanya standar K3 yang baik dan maju akan menentukan tingkat kemajuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3.
Inspeksi
/ Pengawasan.
Pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap keadaan tempat kerja, mesin, pesawat,
alat dan instalasi, sejauh mana masalah ini masih memenuhi ketentuan dan
persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
4.
R
i s e t
Riset dapat meliputi antara lain : teknis, medis,
psychologis dan statistik, yang dimaksudkan untuk menunjang tingkat kemajuan
bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
teknik dan teknologi
5.
Pendidikan
dan Latihan.
Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan arti
pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, disamping meningkatkan kualitas
pengetahuan dan ketrampilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
6.
Persuasi
Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara pribadi
dengan tidak menerapkan dan memaksakan melalui sangsi – sangsi.
7.
Asuransi
Dapat diterapkan
misalnya dengan cara premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memen uhi
syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tingkat kekerapan (FR) dan
Keparahan kecelakaan (SR) yang rendah di perusahaannya. Penanganan masalah
kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek)
adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia.
Jamsostek kemudian
diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan jamsostek
di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang menjadi PT.
Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara
nasional. Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga
merupakan suatu badan yang mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada
proyek-proyek konstruksi melalui pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan
kerja terjadi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian mengenai berbagai
aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan konstruksi di PT
Nindya Karya (persero), dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan
tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup
sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia,
lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan
tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak
meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para
tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi
akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan K3 pada jasa
konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik demikian, tentunya
tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara maju. Langkah
pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai
fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah
yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi.
Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh
APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan
penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar
dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang
terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada
seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program yang
bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak
mungkin tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Djohan
putro, Bramantyo. 2006. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta: Argya
Putra
Hinze,
J., and Bren, K. (1997). “The Causes of Trenching Related Fatalities and
Injuries,” Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered
Construction in Expanding Global Markets, ASCE, pp 389-398.
Surat
Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.
174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi.”
Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.”
Peraturan
Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.”
No comments:
Post a Comment