DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B.
Tujuan
Makalah........................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.
Pengertian
Perlindungan Hukum......................................................... 3
B.
Perlindungan Perempuan
dan Anak Menurut Hukum Positif....... 5
C.
Perlindungan
Perempuan dan Anak menurut Hukum Islam........... 5
D. Hak-hak Anak Menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam................ 6
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 15
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perempuan
dan anak merupakan kaum rentan akan kejahatan yang perlu untuk dilindungi. Anak
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak
memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak
setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas
pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi ,oleh karena itu kepentingan
terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan
hidup umat manusia.
Setiap
anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak
yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal
tersebut sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of
the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip - prinsip umum
perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang serta menghargai partisipasi anak.
Selain
itu terhadap perempuan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan suatu
masalah yang sudah lama terjadi di tengah-tengah masyarakat bagaikan fenomena
gunung es.[1] KDRT
atau biasa juga disebut sebagai kekerasan domestik (domestic violence)
merupakan suatu masalah yang sangat khas karena KDRT terjadi pada semua lapisan
masyarakat mulai dari masyarakat berstatus sosial rendah sampai masyarakat
berstatus sosial tinggi. Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, apakah
istri atau anak perempuan dan pelakunya biasanya ialah suami (walaupun ada juga
korban justru sebaliknya) atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah
tangga itu.[2]
Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan ,ada
banyak alasan , boleh jadi pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa
yang telah ia lakukan adalah merupakan tindak KDRT. Pelaku menyadari bahwa
perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT. Hanya saja, ia
mengabaikannya lantaran berlindung diri di bawah norma-norma tertentu yang
telah mapan dalam masyarakat. Sehingga menganggap perbuatan KDRT sebagai hal
yang wajar dan pribadi.[3]
B. Tujuan
Makalah
Tujuan dari
penulisan makalah ini, diantaranya ada;ah:
- Untuk mengetahui pengertian dari
Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan
- Untuk mengetahui
landasan-landasan Hukum terhadap perlindungan Anak dan Perempuan
- Untuk mengetahui Hak-hak Anak
Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perlindungan Hukum
Pengertian
perlindungan hukum terhadap anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga
dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak- hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian
dari hak asasi manusia yang termuat dalam “Undang-Undang Dasar l945 dan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak”,[4] bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga
negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi
manusia. Menyadari akan hak anak yang merupakan
amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Sebagaimana
di atur dalam Undang-Undang Dasar l945 Pasal 34 yang menyatakan: Fakir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Pada konteks ini Seto Mulyadi
menyatakan: “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara,
tetapi sampai sekarang ini belum ada turunannya berupa Undang-Undang yang
mengatur tentang penanganan fakir miskin. Begitu pula undang-undang tentang
pemeliharaan anak-anak terlantar.
Hal ini
yang menjadi persoalan tersendiri mengenai penanganan dan perlindungan anak-anak
Indonesia.[5] Meskipun sudah ada Undang-Undang
perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sejak
diundangkan sampai sekarang ini belum bisa menjawab segala persoalan yang
berkembang mengenai penanganan anak. Terlebih anak-anak yang kurang beruntung
yang berlatar belakang anak-anak putus sekolah, anak-anak jalanan, anak-anak
terlantar yang kesehariannya bergelut dengan keprihatinan dan kekerasan.
Pada
Seminar kaitannya dengan hari anak nasional, Seto Mulyadi atau yang akrab
dipanggil Kak Seto, dalam penjelesannya mengenai perlindungan anak, berkait
dengan anak-anak hasil perkawinan mut’ah dan sirri. Merujuknya pada
Undang-Undang Dasar l945 pada pasal 34. Yang menyatakan dengan tegas, bahwa
perlindungan anak-anak hasil perkawinan itu juga menjadi hak setiap warga
negara Republik Indonesia.
Oleh
karena itu berkaitan dengan perlindungan anak, maka potensi anak sebagai
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai
ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara
pada masa depan. Oleh karena itu setiap anak kelak akan mampu memikul tanggung
jawab sebagai generasi muda dimasa yang akan datang , maka perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasanya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,
meliputi:
1. Secara fisik anak perlu diperhatikan
pertumbungan dan perkembangannya dengan mengedepankan kesehatan, kenyamanan,
perlindungan di keluarga dan lingkungannya;
2. Secara mental dan social perlu
mendapat perhatian agar anak-anak tumbuh dengan jiwa dan semangat yang
dilandasi oleh norma-norma agama, norma-norma adat; selain itu juga dipupuk
nilai perjuangan dan pengabdian sebagaimana telah dicontohkan oleh para
pahlawan pendiri Republik ini. Juga adanya pengakuan di masyarakat pada taraf
sosialisasi dilingkungannya, masyarakat juga mendorong untuk terciptanya
situasi dan kondisi yang kondusif, aman,
tenteram dan memacu untuk memahami keberadaannya ditengah-tengah lingkungan
keluarga dan masyarakat.
3. Secara penerapan prilaku yang
berakhlak mulia, maka perlu ditanamkan agama dan kepercayaan yang dianut,
diajarkan sedini mungkin untuk mengenal hakekat Ketuhanan, praktek ibadah,
tauladan dalam pergaulan dan berprilaku yang baik. Inilah sebenarnya hakekat
mempersiapkan anak untuk generasi mendatang yang bermental, bermoral dan atau
berakhlakul karimah.[6]
B. Perlindungan Perempuan
dan Anak Menurut Hukum Positif
Dasar
perlindungan anak di atur dalam perundang- undang di Indonesia, yakni:
- Undang-Undang Nomor 3 tahun l977
tentang Peradilan anak;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun l999
tentang Hak Asasi Manusia;
- Undang-Undang Nomor l tahun l974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
C. Perlindungan
Perempuan dan Anak menurut Hukum Islam
Selanjutnya
perlindungan anak di dalam Islam, tentang perlindungan anak sebagaimana
dikemukakan oleh Al Mughi, bahwa selama
seorang anak belum dapat membedakan sesuatu atau belum aqil baligh (belum
dewasa), maka perlindungan anak menjadi tanggung jawab orang tua atau
pengampunya.[7]
Adapun
landasannya adalah : Al
Qur’an surat an nur : 58 : “
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak- budak (lelaki dan perempuan)
yang kamu meliki, dan orang- orang yang belum balig (anak-anak) di antara kamu,
meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sholat
subuh, ketika kamu nenanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah
sholat isya’. (itulah) tiga aurat bagi kamu..”[8]
D. Hak-hak
Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
1.
Hak-hak
Anak dalam Hukum Positif
Di
Indonesia perhatian dalam bidang perlindungan anak menjadi salah satu tujuan
pembangunan Nasional. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
“Perlindungan
anak adalah: segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi ”.[9]
Di
dalam Seminar Perlindungan Anak atau Remaja oleh Pra Yuwana pada tahun 1977,
terdapat dua perumusan tentang Perlindungan Anak, yaitu:
a.
Segala
daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga
pemerintah dan swasta yang bertujuan mengu- sahakan pengamanan, penguasaan, dan
pemenuhan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial anak dan remaja yang sesuai
dengan kepentingan dan hak asasinya.
b.
Segala
daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perorangan, keluarga,
masyarakat, badan–badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan
pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak
dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak dan kepentingannya agar dapat
mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.[10]
Perlindungan
anak juga merupakan pembinaan generasi muda, yang menjadi bagian integral dari
pembangunan Nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur serta aman dan sentosa
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Konsepsi perlindungan anak
meliputi ruang lingkup yang luas, dalam arti bahwa perlindungan anak tidak
hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga si anak, tetapi mencakup pula
per- lindungan atas semua hak serta kepentingan yang dapat menjamin pertumbuhan
dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya
sehingga diharapkan Anak Indonesia akan berkembang menjadi orang dewasa, yang
mampu dan mau berkarya untuk mencapai dan memelihara tujuan pembangunan
Nasional tersebut.[11] Sedangkan
pengertian hukum perlindungan anak, beberapa ahli memberikan batasan-batasan
sebagai berikut:
Arit
Gosita mengatakan : “Bahwa hukum perlindungan anak sebgai hukum (tertulis)
maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar- benar dapat melaksanakan hak
dan kewajibannya”[12]
Bismar
Siregar menyebutkan: “Aspek hukum perlindungan anak lebih dipusatkan kepada
hak-hak anak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secra hukum
(yuridis) anak belum dibebani kewajiban”.
Sedangkan
Prof. Mr. J. E. Doek dan Mr. H. MA. Drewes memberikan pengertian hukum
perlindungan anak adalah: “Segala aturan hidup yang memberi perlindungan kepada
mereka yang belum dewasa dan memberi kemungkinan bagi mereka untuk berkembang”.
Perlindungan
Anak merupakan suatu perlindungan hukum yang membawa akibat hukum, oleh karena
itu perlu adanya suatu jaminan hukum. Dalam Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar
1945 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
Negara[13].”
Perlindungan
Anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan
demikian perwujudan perlindungan anak diusahakan dalam berbagai kehidupan
bernegara, hal ini dikarenakan bahwa anak merupakan penerus bangsa sehingga
perlu dilindungi keamanan dan keadilannya. Hukum merupakan jaminan bagi setiap
anak, kepastian hukum perluh diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan
yang membawa akibat negative yang tidak diinginkan terhadap anak.[14]
Perlindungan
anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan
demikian perwujudan perlindungan anak diusahakan dalam berbagai kehidupan
bernegara, hal ini dikarenakan bahwa anak merupakan penerus bangsa. Sehingga
perlu dilindungi keamanannya dan keadilannya[15].
Jaminan pelaksanaan perlindungan anak merupakan suatu perwujudan kesejahteraan
anak, dan juga berarti melindungi dari segala bentuk kejahatan dan eksploitasi.
Sehingga anak memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkreasi dan
berkarya seni budaya.
2.
Hak-hak
Anak dalam Islam
Islam
telah menjelaskan kewajiban dan hak-hak yang harus dinikmati oleh setiap
individu, Islam juga menetapkan hak-hak yang harus dipenuhi agar ia bisa tumbuh
dengan baik terbebas dari segala tradisi yang membuatnya menyimpang, dan
menjamin tertanamnya akhlak Islam yang positif.
Hak-hak
tersebut memberikan kekuatan jiwa, solidaritas, kemuliaan dan kemampuan untuk
bekerja sama, pembinaan, kecintaan pada negara, kontribusi dalam pembangunan
bangsa dan kemampuan untuk membela Islam.
Diantara
hak-hak yang telah ditetapkan oleh Islam untuk anak-anak adalah sebagai berikut
:[16]
a.
Hak
anak dalam menikmati sifat kebapakan dan keibuan. Hati kedua orang tua telah
ditakdirkan untuk mencintai anak- anaknya, rasa cinta itu bersumber dari indra
kejiwaan, perasaan simpati, dan perhatian terhadap urusan anak, karena
perhiasan kehidupan dunia sala satunya dengan adanya anak-anak, Seperti firman
Allah SWT dalam surat al- Kahfi: 46.
Artinya: Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.
Al-quran juga menjadikan
anak-anak sebagai penyejuk mata dan ketentraman bagi kedua orang tua, firman
Allah dalam surat al- Furqan : 74.
Artinya: “Dan orang orang
yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami
dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami
imam bagi orang-orang yang bertakwa.
b.
Hak
anak untuk bernasab kepada orang tua
Islam telah menetapkan
bahwa nasab (garis keturunan) tidak akan kuat kecuali dengan sebab kelahiran
sejati yaitu berasal dari hubungan yang tidak diharamkan. Islam mengharamkan
mengangkat anak untuk dijadikan nasab dengan status keharaman yang pasti, untuk
menunjukan kuatnya hubungan nasab.
Hal ini berdasarkan firman
Allah SWT dalam surat al-Ahzab: 4 dan 5:
Artinya: “Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan
Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia
tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang
demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang
sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”.“Panggilah mereka (anak-anak
angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada
sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula- maulamu”…15
c.
Hak
untuk hidup atau kelangsungan hidup
Hak untuk hidup ini adalah
hak yang suci dan tidak boleh dihilangkan, Hak ini dianggap sebagai bagian dari
aksistensi manusia, yakni hak asasi. Hak ini merupakan salah satu anugerah
Allah. Mengenai hak hidup anak ini terdapat dalam Surat al-An’am: 151:
Artinya: “… Dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan
kepada mereka…..16
Juga firman Allah dalam
Surat al-Israa’:33
Artinya: “Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar… 17
Berdasarkan
ayat di atas, Islam melarang seseorang melenyapkan nyawa orang lain tanpa
alasan yang jelas, Hal ini merupakan implementasi hak hidup yang harus
diberikan kepada setiap manusia, Hak hidup adalah hak yang paling fundamental
dan essensial yang tidak dapat diabaikan sama sekali,[17] Karena
tanpa hak hidup mustahil manusia dapat menikmati hak-hak lainnya.
Allah
memandang bahwa melenyapkan hidup seorang tanpa alasan yang dapat dibenarkan
oleh Allah sama artinya melenyapkan semua manusia, karena orang yang dibunuhnya
tersebut adalah salah satu anggota masyarakat dan dengan membunuhnya berarti
membunuh keturunannya. Sebaliknya menyelamatkan hidup seorang berarti telah
menyelamatkan semua kehidupan manusia. [18]
Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surat al-Maidah: 32:
Artinya:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barangsiapa membunuh seorang, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah
membunuh semua manusia. Maka Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya,
sesungguhnya Rasul kami telah datang kepada mereka dengan membawah keterangan
yang jelas. Tapi kemudian banyak diantara mereka setelah itu melampaui batas di
bumi”. 20
d.
Hak
anak-anak terhadap pengasuhan yang baik (sandang, pangan, dan papan)
Agama
Islam mengutamakan pemeliharaan yang sempurna terhadap anak, sebagaimana yang
terlihat dalam sistem fiqih yang terperinci, yang mengutamakan pemeliharaan
kemaslahatan anak-anak. Dimana Orang tua wajib memberinya nafkah dan menjauhkan
dari segala yang membahayakan.
Allah
berfirman dalam surat al-Baqarah: 223
Artinya:
“Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada anak-anaknya dengan cara
yang ma'ruf”.(Q.S al-Baqarah : 233)
e.
Hak
anak mendapatkan keadilan dan persamaan dalam interaksi
Islam
memandang persamaan dalam interaksi dengan anak- anak, baik laki-laki atau
perempuan, sebagai suatu hal yang penting bagi keluarga. Untuk dijadikan
pondasi bagi membangun metode pengasuhan anak-anaknya.
Allah
SWT berfiman dalam surat al-Maidah: 8
Artinya:
“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada ketaqwaan”.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian
perlindungan hukum terhadap anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga
dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak- hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian
dari hak asasi manusia yang termuat dalam “Undang-Undang Dasar l945 dan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak”, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan
terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Menyadari akan hak anak
yang merupakan amanah dan karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya
Dasar
perlindungan anak di atur dalam perundang- undang di Indonesia, yakni:
1.
Undang-Undang
Nomor 3 tahun l977 tentang Peradilan anak;
2.
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun l999 tentang Hak Asasi Manusia;
3.
Undang-Undang
Nomor l tahun l974 tentang Perkawinan;
4.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
5.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
6.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Selanjutnya
perlindungan anak di dalam Islam, tentang perlindungan anak sebagaimana
dikemukakan oleh Al Mughi, bahwa selama
seorang anak belum dapat membedakan sesuatu atau belum aqil baligh (belum
dewasa), maka perlindungan anak menjadi tanggung jawab orang tua atau
pengampunya.
Adapun landasannya adalah :
Al Qur’an surat an nur : 58 : “
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak- budak (lelaki dan perempuan) yang
kamu meliki, dan orang- orang yang belum balig (anak-anak) di antara kamu,
meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sholat
subuh, ketika kamu nenanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah
sholat isya’. (itulah) tiga aurat bagi kamu..”
DAFTAR
PUSTAKA
1. Nawal El Saadawi, 2001,” Perempuan
Dalam Budaya Patriarki”, Pustaka Pelajar, Jogjakarta,
2. Nursyahid, Undang-Undang RI Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Panca Usaha, Jakarta, 2004,
3. Ali Mansyur, Perlindungan konsumen
yang responsive kontemporer pidato pengukuhanguru besar, Unissula Press,
Semarang, 2007,
4. Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum
Perlindungan dan Pengangkatan Anakdi Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2008
5. Seto Mulyadi, Dialog dengan Cawapres Megawati,
Trans TV,
6. UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, (Bandung: Fokusmedia, 2014),
7. Syaikh Hasal Ayyub, Fikih Keluarga,
Pustaka Al Kautsar, Jakarta, l999,
8. Depag. RI, Al Qur’an dan Terjemahan
(revisi terbaru), CV. Asy Syifa’, Semarang, l999, hal.554
9. Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan
Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta, 2007,
10. Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum
Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),
11. Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006 ),
12. Maidin Gultom, Perlindungan Hukum
terhadap Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008),
13. Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta:
Sekjend & Kepaniteraan MK.RI, 2009),
14. Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari
Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006, hal.234
15. Syekh Khalid Abdurrahman al-‘Akk, Cara
Islam Mendidik Anak, (Jogjakarta : Ad- Dawa’, 2006),
16. Yurna Bachtiar, Wacana Keadilan dan
Ham dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Nuansa Madani, 1999),
17. Dalizar Putra, HAM Menurut Al-Qur’an,
(Jakarta : al-Husna Zikra, 1995),
[1] Nawal El Saadawi, 2001,” Perempuan
Dalam Budaya Patriarki”, Pustaka Pelajar, Jogjakarta,
[2] Nursyahid, Undang-Undang RI Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Panca Usaha, Jakarta, 2004, hal. 6
[3]
Ali Mansyur, Perlindungan konsumen yang responsive kontemporer pidato
pengukuhanguru besar, Unissula Press, Semarang, 2007, hal. 10
[4] Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum
Perlindungan dan Pengangkatan Anakdi Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2008, hal. 5
[5]
Seto Mulyadi, Dialog dengan Cawapres Megawati, Trans TV, l4 Juni 2008
[6]
Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta,
2007, hal. 5
[7]
Syaikh Hasal Ayyub, Fikih Keluarga, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, l999, hal.28
[8]
Depag. RI, Al Qur’an dan Terjemahan (revisi terbaru), CV. Asy Syifa’, Semarang,
l999, hal.554
[9] UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, (Bandung: Fokusmedia, 2014),
[10]
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,
1990), h.14
[11]
Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006 ), h. 62
[12]
Irma Setyowati Soemitro, Op.Cit, h. 15
[13]
Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Sekjend & Kepaniteraan MK.RI, 2009),
[14]
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta, 2006, hal.234
[15] Maidin Gultom, Perlindungan Hukum
terhadap Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 34
[16]
Syekh Khalid Abdurrahman al-‘Akk, Cara Islam Mendidik Anak, (Jogjakarta : Ad-
Dawa’, 2006), h.111
[17]
Yurna Bachtiar, Wacana Keadilan dan Ham dalam Perspektif Islam, (Jakarta :
Nuansa Madani, 1999), h. 42
[18]
Dalizar Putra, HAM Menurut Al-Qur’an, (Jakarta : al-Husna Zikra, 1995), h. 45
No comments:
Post a Comment