BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari
seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan
dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan
pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian
bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat
kepada negara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan
tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat
seringkali pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus
pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi
pajak.
Jenis pajak yang
seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak Pertambahan
Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini
sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini,
karena pajak tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara
langsung maupun tidak langsung dikehidupan sehari-hari.
Sebagai warga
negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN dan
PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini
serta seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak
naïf dalam hal-hal yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana
konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif dan perhitungannya?
- Apa
fungsi dan persayaratan mengenai faktur pajak?
- Bagaimana
cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang pembayaran PPN?
- Bagaimana
dasar pengenaan PPnBM?
- Bagaimana
penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM?
- Tujuan
- Sebagai
tugas kelompok dari Dosen Perpajakan.
- Penulis
dapat lebih mengerti pembahasan PPN & PPnBM.
- Dapat
menambah wawasan bagi penulis dan pembaca makalah ini.
- Dapat
menyajikan materi secara ringkas agar mudah dimengerti pembaca/pendengar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
1. Pengertian dan Dasar PPN
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 april 1985
untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8
tahun 1983. PPN diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM,
selanjutnya diubah dengan UU No.11 tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18
tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan
UU No.42 tahun 2009.
PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean
yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti
Resmi, 2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan
sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan
Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.
Pada dasarnya
semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis
barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan
atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman
yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan
uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan
Barang Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan
buku pelajaran agama dan barang-barang tertentunya.
2. Objek PPN
a. Text Box: 3Penyerahan
/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP
/JKP/BKP tidak berwujud.
1) Penyerahan BKP didalam daerah
pabean yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak maupun pengusaha
yang seharusnya dikukuhkan menjadi pengusaha
kena pajak tetapi belum
dikukuhkan.
2) Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor
BKP dilakukan melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
3) Penyerahan JKP didalam daerah pabean
yang dilakukan oleh pengusaha
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar
daearah pabean didalam daerah
pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
(jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik dan jasa
lain) didalam daerah pabean.
6) Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor
BKP dikenakan PPN, hanya jika yang melakukan adalah pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai PKP.
7) Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP,
pengusaha yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang
telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
8) Ekspor JKP oleh PKP.
b. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya diigunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
c. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut
tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan sepanjang pajak
masukan yang dibayar pada saat perolehan menurut ketentuan dapat dikreditkan.
3. Bukan Objek PPN
a. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di
hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan
minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
4) Uang, emas batangan, dan surat
berharga.
b. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN:
Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat
dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, jasa pendidikan,
jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa
angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari jasa angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa
yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum, jasa penyediaan tempat parker, jasa telepon umum dengan menggunakan uang
logam, jasa pengiriman uang dengan wesel pos dan jasa boga atau katering.
4. Subjek Pajak
Pengusaha Kena
Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN,
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean.
5. Bukan Subjek Pajak
Pengusaha kecil
yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU
PPN).
6. Tarif PPN
a. Tarif PPN adalah 10%.
Dikenakan atas
setiap penyerahan BKP di dalam daerah pabean/impor BKP/penyerahan JKP di dalam
daerah pabean/pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
pabean/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Tarif pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah menjadi paling rendah
5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya pertimbangan
perkembangan perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa diturunkan.
Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak yang besar,
sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
b. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan
Ekspor Jasa Kena Pajak.
7. Dasar Pengenaan PPN
a. Harga Jual
Harga Jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.
b. Penggantian
Penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena
Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar
oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor
adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor
adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan
Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP
atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di
dalam daerah pabean berupa film cerita
impor dan penyerahan film cerita impor.
B.
Faktur Pajak
1. Pengertian
Menurut Siti
Resmi (2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP
yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Faktur pajak
merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar, baik
secara formal maupun secara materiil.
Faktur pajak
wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
a. Saat penyerahan barang kena pajak.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin
dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Saat pengusaha kena pajak rekana
menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
2. Persyaratan Faktur Pajak
a. Nama, alamat, nomor pokok WP yang
menyerahkan BKP atau JKP
b. Nama, alamat, nomor pokok WP pembeli
BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah HJ atau
penggantian dan potongan harga
d. PPN yang dipungut
e. PPnBM yang dipungut
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan
faktur pajak
g. Nama dan tanda tangan yang berhak
menandatangani faktur pajak.
3. Fungsi Faktur Pajak
Adapun fungsi
faktur pajak adalah :
a. Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat
oleh PKP atau Direktorat Jendral Bea dan Cukai, baik karena penyerahan BKP atau
JKP maupun Impor BKP.
b. Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah
dilakukan oleh pembeli BKP atau penerima JKP kepada PKP atau Direktorat Bea dan
Cukai.
c. Sebagai sarana pengawasan administrasi
terhadap kewajiban perpajakan.
C.
Perhitungan PPN
PPN dihitung
dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Mekanisme
Perhitungan PPN dapat diuraikan sebagai berikut :
a. PPN yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar
Pengenaan Pajak.
b. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak
dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
c. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran
dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
d. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
e. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
f. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP
selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat
diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang
pajak.
g. Apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk
penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
h. Besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
i. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai
biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Contoh :
§ PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak
(BKP) dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x
Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar
Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh Pengusaha
Kena Pajak “A”.
§ PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena
(JKP) Pajak dengan memperoleh penggantian sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang
terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x
Rp20.000.000,00
= Rp
2.000.000,00
PPN sebesar
Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh Pengusaha
Kena Pajak “B”.
§ Bapak andre saputra simanjuntak mempunyai
perusahaan yang memproduksi bahan alkohol, dia melakukan penjualan sebesar Rp.
120.000.000,- dengan PPN sebesar 15%
Perhitungan :
= Rp.
120.000.000,- x 15%
= Rp.
18.000.000,-
Jadi pajak PPN
yang dipungut oleh perusahaan bapak andre adalah Rp. 18.000.000,-
D.
PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
PPnBM adalah pajak
yang dikenakan atas konsumsi BKP yang tergolong mewah didalam daerah pabean.
1. Dasar Pengenaan PPnBM
a. Perlu adanya keseimbangan pembebanan
pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang
berpenghasilan tinggi.
b. Perlu adanya pengendalian pola
konsumsi atas BKP yang tergolong mewah.
c. Perlu adanya perlindungan terhadap
produsen kecil atau tradisional.
d. Perlu untuk mengamankan penerimaan
negara.
PPnBM dikenakan
hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah.
BKP yang
tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang
kebutuhan pokok;
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu;
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi
oleh masyarakat berpenghasilan tinggi atau apabila dikonsumsi dapat merusak
kesehatan dan moral serta mengganggu ketertiban masyarakat.
2. Objek PPnBM
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut
di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah
3. Penetapan Tarif
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa
kelompok tarif yaitu tarif terendah sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar
200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang tergolong
mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas
ekspor BKP yang tergolong mewah, karena diekspor atau dikonsumsi di luar daerah
Pabean.
E. Pelaporan PPN dan PPnBM
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor
Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang
menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan:
a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas
Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
Untuk penyerahan
tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus
dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
F.
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri
oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum
dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk
ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan
oleh:
a. Bendahara Pemerintah, harus disetor
paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari
kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN dari
penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi
sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
G. Sarana Pembayaran PPN dan PPnBM
1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM
digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor
Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi
lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang
tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank
penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai penerima setoran.
Contoh Soal:
Pengusaha Kena
Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor
sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut
selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN
dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp.
50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp.
5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
10.000.000,00
Kemudian PKP “D”
menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas
penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh
karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam
harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D”
menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp.
150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp.
150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.
15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 =
Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp.
5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D”
dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”.
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun
dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas
dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis
pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa
tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum
barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan
pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun
demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda
karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar)
oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh
konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak
mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo.” Perjakan edisi revisi 2009,” Andi. Yogyakarta
Waluyo,” perpajakan indonesia buku 2,” Salemba Empat.
Jakarta. 2002
Agung, Mulyo,” perpajakan indonesia seri PPN, PPnBM, dan
PPh Badan, Teori dan Aplikasi,” Edisi 2, Mitra wacana media.2009
Soemitro, Rochmat, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994,PT Eresco,Bandung ,1992
http://pajakkoe.blogspot.co.id/2013/01/mekanisme-pemungut-ppn.html
No comments:
Post a Comment