Monday, 18 October 2021

MAKALAH KLASIFIKASI, RESPON MORFOLOGI DAN RESPON BIOKIMIA TERHADAP HERBISIDA

 

 

I.   PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

 

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhna dan perkembangan tanaman budidaya adalah keberadaan gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh petani, karena akan merugikan petani baik langsung maupun tidak langsung. Dalam sistem pertanian, gulma tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan banyak kerugian antara lain yaitu menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit, menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti allelopati. Keberadaan gulma dengan jumlah populasi cukup tinggi mengakibatkan kerugian besar bagi petani sehingga perlu dikendalikan.

Pengendalian gulma dapat dilakukan secara preventif, manual, kultur teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma dengan cara menggunakan herbisida banyak diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan herbisida lebih efektif membunuh dan mengendalikan gulma tanaman tahunan dan semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida pada tanaman budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon morpologi dan biokimia terhadap herbisida.

2.1 Herbisida

 

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman yang dibudidayakan.


II.      PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI HERBISIDA

 

2.1.             Pengertian Herbisida

 

Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.

Menurut Sukman dan Yakup (1991) terdapat beberapa keuntungan menggunakan herbisida diantaranya : dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.

 

 

2.2.     Klasifikasi Herbisida

 

A.   Berdasarkan Waktu Aplikasi

 

Herbisida yang digunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi :

1.  Herbisida pra-pengolahan tanah, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma dengan tujuan membersihkan lahan sebelum dilakukannya pengolahan tanah, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif paraquat.

2.  Herbisida pra-tanam, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum  lahan  tersebut  ditanami tanaman budidaya dengan tujuan mengendalikan serta mencegah


biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma lainnya yang muncul berkat proses pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif EPTC dan triazin.

3.  Herbisida pra-tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan setelah lahan ditanami, namun sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan pertumbuhan gulma yang akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya tanaman budidaya, contohnya herbisida dengan bahan aktif nitralin.

4.  Herbisida pasca tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan keberadaan gulma setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif propanil, glyphosate, dan dalapon.

B.   Berdasarkan Cara Kerja

 

Herbisida juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerja, selektifitas, dan sifat kimianya. Berdasarkan cara kerjanya herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dibedakan menjadi :

1.  Herbisida kontak, herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena langsung (kontak) larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas. Salah satu contoh cara kerja herbisida kontak adalah dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik. Bagian gulma yang tidak terkena langsung oleh herbisida ini tidak akan rusak karena di dalam jarinngan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan ke bagian-bagian gulma lainnya. Jika ada, bahan tersebut


ditranslokasikan melalui phloem. Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi. Keistimewaannya dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contohnya herbisida kontak adalah herbisida yang bahan aktifnya asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat 40 %, paraquat, gramoxon, herbatop dan paracol.

2.  Herbisida sistemik, herbisida sistemik adalah herbisida yang mematikan gulma dengan cara bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Herbisida sistemik mematikan gulma dengan menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif triazin dan substitusi urea amida; menghambat pernafasan (respirasi), seperti herbisida berbahan aktif amitrol dan arsen; menghambat perkecambahan, seperti herbisida berbahan aktif tiokarbamat dan karbamat; menghambat pertumbuhan gulma, seperti herbisida berbahan aktif 2, 4 D, dicamba, dan picloram. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik adalah keadaan gulma dalam masa tumbuh aktif, cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan, tidak melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan, areal yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu, gunakan air bersih sebagai bahan pelarut. Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan


gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.

C.   Berdasarkan Toksisitas

 

Selain dari cara kerjanya herbisida juga digolongkan berdasarkan toksisitasnya. Tingkat toksisitas pada herbisida ada 2 yaitu:

1.  Toksisitas akut

 

Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat dideskripsikan sebagai suatu zat yang masuk secara intensif kedalam jaringan tubuh gulma, apabila tidak langsung mati, kadangkala gulma hanya menderita sejenak.

2.  Toksisitas kronik.

 

Herbisida toksisitas kronik masuk kedalam jaringan tubuh gulma dalam waktu yang relative lebih lama sehingga cara kerjanya cenderung lambat.

D.   Berdasarkan Selektifitas

 

Berdasarkan selektifitasnya, herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dapat dibedakan menjadi:

1.  Herbisida selektif, adalah herbisida yang jika diaplikasikan pada berbagai jenis tumbuhan hanya akan mematikan species tertentu gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif asm 2, 4 D yang mematikan gulma daun lebar dan relatif tidak mengganggu tanaman serelia. Contoh herbisida selektif adalah 2,4- D, ametrin, diuron, oksifluorfen, klomazon, dan karfentrazon.


2.  Herbisida non-selektif, adalah herbisida yang bila diaplikasikan pada beberapa jenis tumbuhan melalui tanah atau daun dapat mematikan hampir semua jenis tumbuhan termasuk tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif arsenikal, klorat dan karbon disulfida. Contoh herbisida ini yaitu glifosat dan paraquat.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selektivitas suatu herbisida yakni faktor fisik dan faktor biologi atau hayati.

a.    Faktor-fisik yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang dapat mempengaruhi kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan permukaan gulma yang akan dikendalikan serta retensi atau pengikatan herbisida tersebut pada permukaan. Supaya efektif dalam mengendalikan gulma, maka herbisida yang diaplikasikan harus tetap kontak atau melekat atau berada pada tumbuhan sasaran atau gulma dan bertahan dalam waktu yang cukup lama serta dalam jumlah yang dapat mematikan gulma tersebut. Selektivitas ini dipengaruhi oleh dosis dan formulasi herbisida. Jumlah atau dosis herbisida yang diaplikasikan dan dapatdiserap oleh gulma akan menentukan selektivitas herbisida tersebut. Semua jenis herbisida bersifat tidak selektif apabila diaplikasikan dengan dosis yang tinggi. Formulasi herbisida, misalnya adanya perekat atau tidak, akan menentukan jumlah herbisida yang mampu melekat pada permukaan gulma (Sjahril dan Syam’un, 2011).

b.   Faktor biologi yang menentukan selektivitas herbisida berkaitan dengan sifat morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Permukaan daun yang berlilin, halus, atau berambut lebat akan lebih sulit terbasahi oleh herbisida yang diaplikasikan dengan pelarut air bila dibandingkan dengan permukaan yang tidak berlilin atau berambut. Posisi daun yang tegak juga akan menampung lebih sedikit herbisida yang diaplikasikan dibandingkan daun yang posisinya horisontal atau datar. Herbisida yang telah masuk dalam sel, sebagian ada yang tidak mobil dan yang lainnya dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya. Sifat mobilitas herbisida dalam sel ini juga memiliki kontribusi terhadap selektivitas herbisida.


Selektivitas antar spesies tumbuhan dapat pula disebabkan karena tumbuhan tertentu mampu mendetoksifikasi (membuat tidak beracun) herbisida yang diaplikasikan dibandingkan spesies lainnya.

 

 

 

E.   Berdasarkan Sifat Kimia

 

Berdasarkan     sifat     kimiawinya     herbisida     yang     digunakan    untuk mengendalikan gulma di lahan pertanian dibedakan menjadi :

 

1.  Herbisida anorganik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun secara anorganik, misalnya herbisida berbahan aktif amonium sulfanat, amonium sulfat, amonium tiosianat, kalsium sianamida, tembaga sulfat- nitrat-ferosulfat, sodium arsenat, sodium tetraborat, sodium klorat, sodium klorida-nitrat dan asam sulfurat.

2.  Herbisida organik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun dari bahan organik, misalnya herbisida golongan nitrofenol+anilin, herbisida tipe hormon, herbisida berbahan aktif asam benzoat+fenil asetat, amida, nitril, arilkarbamat, substitusi urea, piridin, pirimidin-urasil, triazin, amitrol dan gugusan organoarsenat

F.   Berdasarkan Media Atau Jalur Aplikasinya

 

1.  Foliar Applications

Herbisida yang diaplikasikan melalui daun atau tajuk gulma. Herbisida yang termasuk dalam kelompok ini adalah herbisida pasca tumbuh. Herbisida ini diaplikasikan pada saat gulma sudah tumbuh. Contoh  herbisida   pasca   tumbuh   adalah glifosat,   paraquat,   glufusinat dan propanil. Herbisida tertentu dapat diaplikasikan melalui daun. Herbisida yang termasuk dalam kelompok ini adalah herbisida pasca tumbuh, yaitu herbisida yang diaplikasikan pada saat gulma sudah tumbuh. Beberapa contoh herbisida pasca tumbuh adalah glifosat, paraquat, glufosinat, propanil, dan 2,4-D


2.  Soil Application

Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah, baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada permukaan tanah maupun dicampur dengan tanah. Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum gulma tersebut tumbuh. Contoh Herbisida ini  yaitu diuron,  bromacil,  oksadiazon,   oksifluorfen,   ametrin, butaklor dan metil metsulfuron. Jalur aplikasi herbisida yang lain adalah melalui tanah, baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada permukaan tanah maupun dicampur/diaduk dengan tanah. Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum gulma tersebut tumbuh (Sjahril dan Syam’un, 2011).

 

2.3      Contoh Produk Herbisida

 

 

a.      Solusi

 

SOLUSI 865 SL

Bahan Aktif

2,4 D dimetil amina 865 g/l (setara dengan 2,4 D 720 g/l)

Jenis Formulasi

Cair

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Selektif (satu jenis gulma)

Waktu Aplikasi

Dilakukan pada saat gulma masih dalam stadia vegetatif muda

Tanaman Sasaran

Padi sawah dan karet

Gulma Sasaran & dosisnya

Gulma daun lebar

Volume semprotnya

Volume tinggi

Mekanisme

Herbisida dengan persistensi rendah, Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk

rendah. Dengan demikian, herbisida yang terserap

tanaman juga rendah sehingga hasil padi aman dikonsumsi.

 

b.     Gempa

 

GEMPA 300/100 SL

Bahan Aktif

Luprolamina glifosat 300 g/l, isopropitamina 2,4-D 100 g/l

Jenis Formulasi

Cair

Translokasi

Sistemik


 

Selektivitas

Non selektif (dua jenis gulma)

Waktu Aplikasi

Pada saat gulma tumbuh subur

Tanaman Sasaran

Kelapa sawit

Gulma Sasaran & dosisnya

Gulma daun sempit dan daun lebar (1,2 l/ha)

 

 

 

Volume semprotnya

Volume tinggi

Mekanisme

Herbisida translokasi, menghambat kerja enzim 5- enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS),

enzim yang terlibat dalam sintesa tiga asam amino

 

c.      Bimaron

 

Bimaron 500 F

Bahan Aktif

Diuron 500 g/l

Jenis Formulasi

Cair

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selektif (tiga jenis gulma)

Waktu Aplikasi

Pra-tumbuh

Tanaman Sasaran

Tebu

Gulma Sasaran & dosisnya

Daun sempit (0,75-1,5 l/ha), daun lebar (0,75-1,5 l/ha) dan teki (1,50-3,0 l/ha

Volume semprotnya

Volume tinggi

Mekanisme

Herbisida diuron bersifat sistemik. Herbisida ini biasanya diabsorbsi melalui akar dan ditranslokasikan ke daun melalui batang. Pemakaian lewat daun tidak ditranslokasikan lagi. Di dalam tubuh tumbuhan diuron mengalami

degradasi, terutama melalui pelepasan gugus metil.

Herbisida diuron menghambat

reaksi Hill pada fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II.

Dengan demikian

pembentukan ATP dan NADPH terganggu

(Tjitrosoedirdjo et al, 1984 dalam Agustina V.M.F,. 2006).

 

d.     med ALLY 20 wg

 

med  ALLY 20 wg

Bahan Aktif

Metsulfuron metil 20%

Jenis Formulasi

Granular

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selektif (dua jenis gulma)

Waktu Aplikasi

-pada waktu tanaman padi berumur 7-12 HST

-lahan tanpa tanaman

-pada waktu gulma tumbuh subur

Tanaman Sasaran

Padi


 

Gulma Sasaran & dosisnya

-Daun lebar dan daun sempit

- padi (20-30l/ha), lahan tanpa tanaman (100-450 l/ha)

Volume semprotnya

Dosis

volume semprot

20-30

500 l/ha

100-450

500 l/ha

Mekanisme

Cara kerja metil metsulfuron adalah menghambat kerja dari enzim acetolactate synthase (ALS) dan acetohydroxy synthase (AHAS) dengan

menghambat perubahan dari α ketoglutarate menjadi 2- acetohydroxybutyrate dan piruvat menjadi 2-acetolactate sehingga mengakibatkan rantai cabang-cabang asam amino valine, leucine, dan isoleucine tidak dihasilkan.

Tanpa adanya asam amino yang penting ini, maka protein tidak dapat terbentuk dan tanaman mengalami kematian

 

e.      Starlon

 

SARLON 655 EC

Bahan Aktif

Triklopir butoksi etil ester 665 g/l

Jenis Formulasi

Pekatan yang diamulsikan

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selektif (dua jenis gulma)

Waktu Aplikasi

Pada saat gulma tumbuh aktif

Tanaman Sasaran

Kelapa sawit

Gulma Sasaran & dosisnya

Gulma semak belukar dan daun lebar (0,5-1 l/ha)

Volume semprotnya

450

Mekanisme

Triklopir diabsorbsi oleh daun dan akar, serta di translokasikan ke seluruh jaringan tumbuhan. Triklopir dapat merusak tumbuhan melalui translokasi akar tetapi tidak terlalu efektif. Triklopir berperan sebagai auksin sintetis, memberikan tumbuhan auksin yang berlebihan sekitar 1000 kali dari yang dibutuhkan tumbuhan, sehingga

menggangu keseimbangan hormon dan menggangu pertumbuhan.

 

 

f.      Topstar

 

TOPSTAR 50/300 EW

Bahan Aktif

Fluroksipir 1-MHE

Jenis Formulasi

Emulsi minya dalam air

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selktif

Waktu Aplikasi

Waktu gulma sedang aktif tumbuh dan sebelum berbunga

Tanaman Sasaran

Kelapa sawit (TM), karet (TBM)


 

Gulma Sasaran & dosisnya

Gulma daun lebar

Gulma daun sempit

Sawit TBM (1-2)

Sawit TBM (1-2)

Sawit TM (1,5-2,25)

Sawit TM (0,75-1,5 atau

1,5-2,25)

Karet TBM (1-2)

Karet TBM (1-2/2)

Volume semprotnya

450-500 l/ha (volume tinggi)

Mekanisme

Fluroksipir adalah herbisida nonfenoksi yang dapat ditranslokasikan dan memperlihatkan tingkat aktivitas yang tinggi terhadap gulma berdaun lebar.

Fluroksipir tergolong ke dalam herbisida auksin. Pada dosis rendah bersifat sebagai auksin, namun pada dosis yang tinggi bersifat sebagai herbisida (mematikan).

Fluroksipir mempengaruhi sintesis lemak dan RNA(Aldrich RJ 1984; dalam kristiawati 2003). Terganggunya sintesis lemak sebagai salah satu komponen membran sel akan diikuti oleh terganggtmya proses-proses biokimia yang lain. Sedangkan terganggunya sintesis RNA akan mempengaruhi transfer infomasi

genetik, selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan, bentuk, dan fungsi organ tanaman (epinasti, bengkok batang, daun keriting) Fluroksipir juga mempengaruhi

kemampuan tanaman dalam metabolisme nitmgen danproduksi enzim

 

g.     Amexone 500 F

 

AMEXONE 500 F

Bahan Aktif

Ametrin 500 g/l

Jenis Formulasi

Larutan (F)

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selektif (dua jenis gulma)

Waktu Aplikasi

Sebelum tanam

Tanaman Sasaran

Tebu

Gulma Sasaran & dosisnya

Daun lebar (2-4 l/ha), daun sempit (2-4 l/ha atau 4-6 l/ha)

Volume semprotnya

400-500 l/ha (volume tinggi)

Mekanisme

Herbisida ini membunuh tanaman dengan penggangguan proses fotosintesisnya. Tepatnya yang diganggu adalah pada reaksi Hill. Menurut (Ashton dan Craft, 1973 dalam Agustina V.M.F,. 2006), akibat adanya gangguan reaksi Hill tersebut, tanaman tidak membentuk karbohidrat, sehingga terjadi kekurangan bekal persenyawaan gula- gula untuk memperoleh proses-proses metabolisme selanjutnya. (Tjitrosoedirdjo et al. 1984 dalam Agustina V.M.F,.

2006) menyatakan bahwa ametrin menghambat fotosintesis, terutama dalam fotosistem II pada saat

pecahnya air. Ternyata reaksi ini menimbulkan senyawa lain yang mematikan tumbuhan.


 

 

h.     Galex

 

GALEX 250/250 EC

Bahan Aktif

Metolaklor 250 g/l, metobromuron 250 g/l

Jenis Formulasi

Larutan

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selektif

Waktu Aplikasi

Pra tumbuh

Tanaman Sasaran

Kedelai, kapas, dan tanaman kacang penutup tanah pada budidaya karet

Gulma Sasaran & dosisnya

Kedelai:                             Kapas:

-Gulma daun lebar (3-6     -Daun lebar (6-9 mL/lt) mL/lt)

-Rumput(6-9 mL/lt)           -Rumput (4 mL/lt atau 2

lt)

Volume semprotnya

400-500 lt (volume tinggi)

Mekanisme

Metolakhlor + Melobromuron sebagaimana telah diungkap dapat menghambat pertumbuhan akar pada fase kecambah gulma yang mengakibatkan pertumbuhan gulma abnormal atau mati (Ashton dan Crafts. 1981 dalam Effendi dan Hidayat, 1996).

 

i.       Touchdown

 

TOUCHDOWN 480 AS

Bahan Aktif

Sulfosat 480 g/l

Jenis Formulasi

Larutan

Translokasi

Sistemik

Selektivitas

Non selektif

Waktu Aplikasi

Pada saat gulma tumbuh aktif

Tanaman Sasaran

Karet, kedelai (TOT), kelapa sawit (TBM), kopi, padi gogo (TOT), dan teh

Gulma Sasaran &

dosisnya

Daun sempit, gulma daun lebar dan teki

Volume semprotnya

Volume tinggi

Mekanisme

Penetrasi sulfosat terjadi melalui daun dan bagian yang tidak berkayu kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan melalui floem dengan

mengikuti gerakan akropetal dan basipetal. Mekanisme kerja sulfosat adalah dengan men sintesa protein sehingga menyebabkan kematian daun dan

akar (Corbett, Wright and Baille, 1984 dalam Juleha, 2002).


j.       Basta

 

BASTA 150 WSC

Bahan Aktif

Amonium glufosinat 150 g

Jenis Formulasi

Larutan (WSC)

Translokasi

Kantak dan sistemik

Selektivitas

Non selektif

Waktu Aplikasi

Purna tumbuh

Tanaman Sasaran

Kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh dan cengkeh

Gulma Sasaran & dosisnya

Gulma daun lebar, daun sempit, teki, dan alang-alang

Volume semprotnya

450 l/ha

Mekanisme

efektif menekan pertumbuhan populasi gulma, karena mempunyai aktivitas yang lebih cepat di dalam jaringan

tumbuhan

 

 

3.1 PEMBAHASAN

 

Gulma yang tumbuh pada lahan yang tidak diharapkan dapat dikendalikan dengan herbisida. Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. sampai saat ini, herbisida yang beredar di masayarakat sudah beraneka ragam seperti Solusi 865 sl, Topstar, dll. Namun herbisida yang beredar dapat diketahui dengan klasifikasi herbisida. Klasifikasi herbisida dapat berdasarkan waktu aprlikasinya, cara kerjanya, toksisitas, selektifitas, sifat kimia, media atau jalur aplikasi dan berdasarkan respon tanaman terhadap gulma.

Herbisida yang diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi akan mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus juga akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan herbisida harus sesuai dengan 4 tepat yakni : tepat sasaran, tepat dosis, tetap waktu dan tepat cara pengaplikasiannya untuk mengurangi dampak negatif yang nantinya akan ditimbulkan oleh herbisida.


III.    RESPON MORFOLOGI TERHADAP HERBISIDA

 

3.1.   Latar belakang

 

Pertanian dalam arti luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai kegiatan pembudidayaan tanaman. Dalam budidaya tanaman banyak faktor-faktor yang mendukung ataupun menghambat perkembangan tanaman yang dibudidayakan, faktor yang menghambat yaitu organisme pengganggu tanaman (OPT) antara lain hama, penyakit dan gulma.

Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan di pertanaman akan sangat merugikan bagi tanaman budidaya, karana akan terjadi kompetisi antara gulma dan tanaman budidaya, sehingga pertumbuhan tanaman budidaya akan terganggu. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian gulma pada pertanaman budidaya untuk mengurangi atau menekan pertumbuhan gulma. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan gulma antara lain adalah secara : preventif mekanis, fisik, kultur teknis dan secara kimiawi.

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma yang dimana zat-zat tersebut bersifat racun/toxin yang data merusak jaringan tanaman/gulma. Bahan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan gulma sering disebut dengan istilah herbisida. Pada tulisan ini akan dibahas lebih jauh megenai respon morfologi gulma terhadap herbisida.

3.2.     Pengertian Gulma

 

Gulma adalah segala tanaman yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan. Bunga mawar pun, jika tumbuh di tengah sayuran juga termasuk Gulma. Kebanyakan Gulma adalah tanaman yang cepat tumbuh dan dapat menghasilkan sejumlah besar biji dalam waktu singkat. Biasanya bijinya mudah


tersebar, misalnya bunga dandelion dengan buahnya yang bisa tersebar hanya dengan angin kecil. Beberapa gulma akan terus menebarkan bijinya walaupun pohonnya telah dicabut. Di atas tanah, dari gulma kebun biasa, bunga-bunganya akan membuat setumpuk biji berambut pada timbunan kompos jika ditaruh disitu dan tidak dihancurkan. Gulma lain seperti tumbuhan rambat bunga kuning menghasilkan puncuk yang berakar setiap kali menyentuh tanah. Dengan ini, tanaman menjalar dengan cepat. Ada Gulma yang seperti konvolvulus, harus diangkat sepenuhnya dari tanah. Sisa tangkai yang tercecer akan tumbuh sebagai tanaman baru.

3.3.   faktor yang mempengaruhi perkembangan gulma

 

a.  Faktor klimatik, meliputi cahaya, temperatur, air dan angin.

 

b.  Faktor edafik, meliputi kelembaban tanah, aerasi , ph tanah, hara.

 

c.    Faktor biotik, meliputi tumbuhan (tingkat tinggi dan rendah), hewan (makro dan mikro).

 

3.4.   Jenis – jenis Gulma

Berdasarkan morfologinya gulma dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

a.    Gulma teki-tekian

Golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae. Gulma ini memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan. Gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam menguasai areal pertanian secara cepat. Ciri dari gulma ini adalah batang umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga.Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula).Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. Buahnya tidak membuka. Contohnya Cyperus rotundus, Fimbristylis littoralis, Scripus juncoides.

b.    Gulma rumput-rumputan


Gulma golongan rumput termasuk dalam familia Gramineae/Poaceae. Gulma ini memiliki daun yang sempit seperti teki-tekian tetapi memiliki stolon, yang mana stolon ini di dalam tanah membentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik.Ciri lain dari gulma ini adalah, batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga.Daun-daun soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun sejajar, terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah- lidah daun sering kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun. Contoh gulma rumput-rumputan adalah Imperata cyliindrica, Echinochloa crusgalli, Cynodon dactylon,.

c.      Gulma berdaun lebar

Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Ciri dari gulma ini adalah daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala. Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava, Eichornia crassipes, Amaranthus spinosus, Portulaca olerace, Lindernia sp.

 

3.5.   Pengertian Dasar Herbisida

 

Herbisida merupakan suatu senyawa kimia yang dapat meracuni gulma. Efek atau pengaruhnya akan cepat terlihat dalam mengendalikan gulma. Tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan sifat dan macam gulma yang dikendalikan. Aplikasi herbisida akan berfungsi degan baik jika tepat sasaran yaitu pada gulma yang dikendalikan. Herbisida meiliki kemampuan untuk meracun tanaman yang berbeda – beda sesuai dengan jenisnya. Klasifikasi herbisida adalah sebagai berikut

1 Bedasarkan cara kerja :

a.  Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan – jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida, terutama bagian gulma yang bewarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih muda dan, bewarna hijau,serta gulma yang memiliki sistem perakaran tidak meluas.


Di dalam jaringan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranlokasikan melalui floem. Karena hanya mematikan gulma yang terkena, pertumbuhan gulma kembali dapat terjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi lebih sikat.

Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yag lebih besar agar bahan aktifnya merata keseluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian yang lebih baik. Dengan demikian, prestasi kerja yang dihasilkan pada penyemprotan lebih kecil dan keutuhan tenaga kerja lebih banyak. Pengunaan CDA sprayer ( mikron herbi ) atau sprayer sistem ULV lainnya tidak direkomendasikan karena larutan herbisida yang kental akan dapat merata keseluruh permukaan gulma sasaran dan dapat menyebabkan iritasi kulit bagi pekerja ( penyemprot )

Contoh - contoh jenis herbisida kontak adalah sebagai berikut :Gramoxone,

Herbatop dan Paracol

b.  Herbisida Sistemik

Bahan aktif herbisida sistemik dapat diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian atau jaringan guma, mulai dari daun sampi keperakaran atau sebaliknya. Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena proses kerja bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fiologis jaringan tersebut.

Efek kematian terjadi hampir merata keseluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran engan demikian proses petumbuhan embali uga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama ( panjang ). Pengunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.

Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis aat semprot. Termauk sistem ULV ( mikron herbi), karen penyebaran bahan aktif keseuruh gulma memerlukan sedikit pelarut. Contoh – contoh herbisida sistemik adalah sebagai berikut: Ally 20 WDG, Banvel, Basmilang, DMA 6, Kleenup, Polaris, Rhodiamine, Roundup, Starane, Sunup, Tordon, Touchdown. Pada praktikum kali ini hebisida sistemik menggunakan Roundop bahan aktif ; Isapropilamina glifosat 486 g/l , Roundop 486 SL dengan teknologi biorsorb adalah herbisid puma tumbuh


sistemik berbentuk larutan dalam air bewarna kekuningan , olah tanah, kedelai tanpa olah tanah dan padi gogo tanpa olah tanah serta memacu kemasalahan dan meningkatkan kualitas wira pada tanaman tebu

Perubahan yang terjadi pada pemakaian herbisida sistematik pada gulma adalah pemakaian herbisida sistemik yang apat mematikan gulma oleh karena itu ada pengurangan jenis gulma yang agak berkurang. Tergantung dari reaksi gulma tersebut dan adanya pemakaian dosis yang  pada  takaran  tertentu  tergatunng  dari gulma sasaran , tanamannya, dan pemakaian roundup per liter terhadap lahan luasnya perhektar.

 

2. Berdasarkan pada Perbedaan derajat respon tumbuh-tumbuhan. a.Herbisida nonselektif

Herbisida Nonselektif adalah herbisida yang beracun bagi semua spesies tumbuhan yang ada. Contoh herbisida ini yaitu glifosat dan paraquat.

b. Herbisida Selektif

Herbisida Selektif adalah herbisida yang bersifat lebih beracun untuk tumbuhan tertentu daripada tumbuhan lainnya. Contoh Herbisida ini yaitu Ametrin, diuron, oksifluorfen, klomazon dan karfentrazon.

 

3 Herbisida didasarkan pada media atau jalur aplikasinya

a.  Soil Application

Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah, baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada permukaan tanah maupun dicampur dengan tanah. Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum gulma tersebut tumbuh. Contoh Herbisida ini yaitu diuron, bromacil, oksadiazon, oksifluorfen, ametrin, butaklor dan metil metsulfuron

b.  Foliar Applications

 

Herbisida yang diaplikasikan melalui daun atau tajuk gulma. Herbisida yang termasuk dalam kelompok ini adalah herbisida pasca tumbuh. Herbisida ini diaplikasikan pada saat gulma sudah tumbuh. Contoh herbisida pasca tumbuh adalah glifosat, paraquat, glufusinat dan propanil.


 

 

 

3.6.     Respon Morfologi terhadap Herbisida

 

Herbisida menginduksi banyak perubahan dalam pertumbuhan tanaman dan strukturnya. Perubahan ini berkisar dari hanya menghambat pertumbuhan penyimpangan secara morfologi yang dapat mempengaruhi seluruh tanaman atau hanya mengubah organ-organ tertentu saja. Efeknya dapat bervariasi dari spesies ke spesies, perbedaan antara rumput dan tanaman berdaun lebar yang umum. Perlu diingat bahwa perubahan awal biokimianya mendahului perubahan yang diamati dalam pertumbuhan tanaman dan strukturnya. Informasi tambahan tersedia dalam ulasan terbaru oleh Anderson dan Thomson (1973) , Cartwright (1976), Linck (1976), dan Van Andel (1976).

Herbisida telah ditunjukkan untuk mengubah pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi jaringan dan kerusakan jaringan. Perubahan ini meliputi hambatan pertumbuhan, efek formatif, klorosis daun, nekrosis, dan pembentukan kutikula berkurang serta organel dan modifikasi membran. Penghambatan pertumbuhan pada umumnya untuk semua herbisida. Namun, dengan tindakan kontak cepat membunuh jaringan sebelum penghambatan pertumbuhan dapat diamati. Bahkan itu yang awalnya merangsang pertumbuhan, pada akhirnya menghambat pertumbuhan sebelum kematiannya. Hambatan pertumbuhan mungkin agak langsung di alam ketika disebabkan oleh gangguan pembelahan sel atau pembesaran sel, atau tidak langsung ketika disebabkan oleh kekurangan substrat metabolik untuk pertumbuhan, seperti dengan inhibitor fotosintesis.

pembelahan sel atau mitosis telah dilaporkan dihambat oleh banyak herbisida termasuk karbamat, thiokarbamat, CDAA, DCPA, bensulida, pronamide, dan dinitroanilines. Efeknya dapat digambarkan sebagai penyimpangan mitosis termasuk sel-sel multinukleat yang sering dengan kelainan sabnormal, vakuola dewasa sebelum waktunya, mungkin disertai dengan pembesaran sel. Pembelahan sel sering berakhir di proses metafase. Efek ini biasanya terlihat dalam meristem akar, tetapi dalam beberapa kasus meristem lainnya tampaknya terlibat. Walaupun efek sitologi umum muncul dan mirip pada senyawa ini, mekanisme penelitian


tindakan telah menunjukkan perbedaan penting bagaimanahal tersebut terjadi. Pembesaran sel yang dipengaruhi oleh herbisida ini memiliki sedikit perhatian kecuali yang terkait dengan efeknya pada pembelahan sel. Di dalam kebanyakan kasus yang di mana pada saat pembelahan sel terhambat, sel-sel yang terlibat menjadi lebih besar dari ukuran normal yang sebelumnya.

Selain diferensiasi jaringan yang diubah dibawa oleh pembelahan sel yang abnormal dan pada saat terjadi pembesaran, herbisida tertentu mengganggu diferensiasi xylem pada batang. Hal ini menyebabkan lemah, rapuh batang pada kerusakan. Dan ini telah diamati pada batang beberapa spesies berdaun lebar dekat permukaan.

Kesamaan respon terhadap herbisida adalah sifat atau gejala umum yang ditunjukkan gulma tersebut apabila terpapar suatu jenis herbisida. Namun pada kenyataan di lapangan, gulma dari spesies yang sama kadangkala memberikan respon yang berbeda terhadap jenis herbisida tertentu. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda (ternaungi atau tidak), fase tumbuh yang tidak sama (baru berkecambah atau sudah dewasa). Penggolongan ini juga berlaku apabila herbisida tertentu diaplikasikan dengan dosis rekomendasi dan dengan cara aplikasi yang standar.

Penerapan herbisida di lapang, banyak menggunakan cara dengan penyemprotan. Oleh karena itu dibutuhkan alat yang disebut sprayer. Dalam penggunaan sprayer ini pun tidak mudah, dibutuhkan perhitungan yang tepat antara dosis atau konsentrasi dan kecepatan menyemprot agar efektif dan efisien.

Herbisida merupakan suatu senyawa kimia yang dapat meracuni gulma, herbisida di klasifikasikan berdasarkan cara kerja, didasarkan pada Perbedaan derajat respon tumbuh-tumbuhan dan berdasarkan media aplikasinya. Herbisida menginduksi banyak perubahan dalam pertumbuhan tanaman dan strukturnya. Perubahan ini berkisar dari hanya menghambat pertumbuhan penyimpangan secara morfologi yang dapat mempengaruhi seluruh tanaman atau hanya mengubah organ- organ tertentu saja.

Penggunaan herbisida dilakukan harus tetap memperhatikan dampak lingkungan, dengan dosis yang sudah dianjurkan.


IV.      PROSES PENYERAPAN DAN TRANSLOKASI HERBISIDA

 

4.1 Latar Belakang

Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil panen yang disebabkan oleh gulma. Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung cepat mematikan atau membunuh jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau.

Di dalam jarinngan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik.

Herbisida kontak juga yang bekerja dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi, dan bagian tanaman didapat kembali dan proses kerja pada herbisida ini pun sangat cepat. Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis (Mandala, 2015)

4.2. Mekanisme Penyerapan dan Translokasi Herbisida

 

Jika herbisida adalah menjadi efektif pada proses fisiologis dan biokimia tanaman, harus diserap oleh tanaman dan translokasi (kecuali herbisida kontak) dalam jumlah yang memadai ke situs tindakan. penyerapan diferensial dan translokasi, yang membentuk dasar untuk herbisida selektivitas, menentukan toleransi dan kerentanan spesies tanaman untuk herbisida tertentu.

Penyerapan Herbisida adalah herbisida gerakan dari permukaan ke dalam tubuh tanaman. Atau Ini adalah proses penetrasi herbisida ke dalam jaringan tanaman. Herbisida diterapkan baik ke tanah atau tanaman dedaunan. Oleh karena itu, penyerapan herbisida tergantung pada metode aplikasi dan bagian tanaman yang menyerap kimia terjadi kontak.


Herbisida diterapkan pada tanah sebagai pra-tanam atau pengobatan pra- munculnya biasanya diambil oleh akar atau tunas bibit muncul. Air, garam dan herbisida yang larut dalam air yang diambil oleh akar rambut dan korteks, molekul herbisida bermigrasi melalui xylum pada daun melalui aliran transpirasi.

Herbisida diserap oleh kedua mekanisme pasif dan aktif sebagai seperti ion anorganik. Pintu masuk pasif terutama di sepanjang air diserap dan herbisida bergerak dengan air melalui keluar pabrik di apoplast (Interkoneksi sel dinding dan ruang antar, termasuk air atau udara diisi elemen xylum -a sistem hidup non) herbisida dapat masuk pabrik dan bergerak terutama oleh salah satu atau kedua mekanisme ini tergantung pada sifat kimia dan fisik dari molekul. Selain akar tanah diterapkan herbisida juga diserap oleh tunas berkembang, biji-bijian dan juga oleh rimpang, umbi-umbian dan bagian vegetatif lain dari gulma abadi Secara umum tunas herbisida aktif seperti atrazin dan urea herbisida membunuh gulma dengan penyerapan melalui tunas.

Dalam kasus tanah diterapkan herbisida, penempatan herbisida dalam tanah merupakan faktor penting yang mengatur efisiensi dan selektivitas herbisida dalam pengendalian gulma. Aplikasi permukaan atau dangkal herbisida akan menjamin selektivitas yang lebih besar untuk mengendalikan dangkal berakar gulma dari tanaman berakar. Sebagian besar herbisida diterapkan biasanya terkonsentrasi di atas 2 sampai 8 cm dari tanah. Jika herbisida tidak terkonsentrasi di zona mana gulma tumbuh, pengobatan mungkin terbukti tidak efektif atau kurang efektif.

Translokasi Herbisida adalah transfer herbisida dari satu bagian ke bagian lain pada tanaman. Translokasi herbisida aktif menembak dilakukan melalui jaringan floem pada tanaman bersama dengan bahan makanan. Oleh karena itu, untuk translokasi aktif herbisida tersebut ke bagian bawah tanah diperlakukan tanaman, sinar matahari dan kondisi lain yang menguntungkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan sangat penting.

Herbisida diterapkan pada tanah yang diserap oleh akar tanaman dan translokasi ke tunas melalui pembuluh xylum sepanjang aliran translokasi. Di tanah kering translokasi herbisida tersebut pada tanaman akan jauh lebih lambat dibandingkan dengan tanah lembab. Beberapa herbisida pameran xylum-Floem pertukaran dan konsekuen, gerakan bi- directional secara simultan pada tanaman. herbisida ini juga disebut herbisida peredaran darah.

Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil panen


yang disebabkan oleh gulma. Penyerapan Herbisida merupakan gerakan dari permukaan ke dalam tubuh tanaman. Atau proses penetrasi herbisida ke dalam jaringan tanaman. Herbisida diserap oleh kedua mekanisme pasif dan aktif sebagai seperti ion anorganik. Translokasi herbisida merupakan transfer herbisida dari satu bagian ke bagian lain pada tanaman. Translokasi herbisida aktif menembak dilakukan melalui jaringan floem pada tanaman bersama dengan bahan makanan.


V.    BENTUK MOLEKUL HERBISIDA

 

5.1.  Latar Belakang

 

Indonesia merupakan negara agraris atau  merupakan  negara  yang  sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai  petani,  sehingga  sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan dan menjadisumber kehidupan yang utama.

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia, karena akan merugikan manusia baik langsung maupun tidak langsung (Tjitrosoedirjo et al., 1984). Tumbuhan yang lazim menjadi gulma mempunyai ciri yang khas yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai daya saing kuat dalam memperebutkan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak yang besar baik secara vegetatif atau generatif maupun kedua- duanya, alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang, dan bijinya mempunyai sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup yang lama dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986). Dalam sistem pertanian gulma tidak dikehendaki karena akan menimbulkan banyak kerugian antara lain: menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit, menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti allelopati, mempersulit pengolahan tanah, menghambat atau merusak peralatan, mengurangi debit dan kualitas air, serta menambah biaya produksi.

Pengendalian gulma dapat didefenisikan sebagai proses membatasiinfestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman bisa dibudidayakan secara produktif dan efisien. Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk mengendalikan seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan ataumengurangi populasinya. Dengan kata lain pengendalian hanya bertujuan untuk menekan populasi gulma sampai tingkat yang tidak merugikan secaraekonomi. !aat ini, terdapat berbagai macam metode pengendalian gulma yangdikenal secara luas, seperti pengendalian mekanis dan kimiawi. Pengendalian kimiawi, dengan menggunakan herbisida, merupakan metode yang paling banyak digunakan karena tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi.


Teknik pengendalian gulma dapat secara kimia dan organik. Hal ini didasarkan atas bentuk molekul herbisida. Pada sistem produksi pertanian modern, penggunaan herbisida merupakan salah satu faktor penyumbang dalam meningkatkan hasil pertanian. meskipun demikian, penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok. Di dalam tanah, umumnya residu herbisida berinteraksi dengan partikel tanah dan akar tanaman. Herbisida yang jatuh sampai ke tanah, selain diabsorbsi oleh partikel tanah juga berada dalam larutan tanah dan bergerak ke segala arah termasuk diserapakar tanaman. Penggunakan herbisida pada pertanian harus memperhatikankeuntungan dan kelebihannya, oleh karena itu penting untuk petanimengetahui segala sesuatu yang terkait dengan herbisida.

 

 

5.2.    Peranan Morfologi dan Ekologi Gulma

 

Tanaman Gulma Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki yakni tumbuh pada areal pertanaman. Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman budidaya. Gulma dapat merugikan tanaman budidaya karena bersaing dalam mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, dan air. Pengenalan suatu jenis gulma dapat dilakukan dengan melihat keadaan morfologi, habitat, dan bentuk pertumbuhanya (Gupta, 1984). Menurut Sutidjo (1981) ditinjau dari segi ekologi gulma merupakan tumbuhan yang mudah beradaptasi dan memiliki daya saing yang kuat dengan tanaman budidaya. Karena gulma mempunyai sifat mudah beradaptasi dengan tempat lingkungan tumbuhnya maka gulma memiliki beberapa sifat diantaranya:

1) mampu berkecambah dan tumbuh pada kondisi zat hara dan air yang sedikit, biji tidak mati dan mengalami dorman apabila lingkungan kurang baik untuk pertumbuhannya,

(2)             tumbuh dengan cepat dan mempunyai pelipat gandaan yang relatif singkat apabila kondisi menguntungkan,

(3)            dapat mengurangi hasil tanaman budidaya dalam populasi sedikit,


(4)            mampu berbunga dan berbiji banyak,

 

(5)           mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat, terutama yang berkembang biak secara vegetatif (Mercado, 1979).

Tanaman pokok yang lebih dominan dari pada gulma dan tingkat kepadatan gulma yang rendah, tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Jika gulma mempunyai tingkat kerapatan yang tinggi, akan menyebabkan terjadinya kompetisi antara tanaman pokok dan gulma, sehingga dapat menurunkan kuantitas hasil pertanian. Penurunan tersebut akibat dari persaingan antara gulma dan tanaman pokok untuk mendapatkan sinar matahari, air tanah, unsur hara, ruang tumbuh, dan udara (Sukman, 2003).

5.3.    Pengaruh Herbisida terhadap Metabolisme Gulma

 

Herbisida Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman yang dibudidayakan. Herbisida yang diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi akan mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang di budidayakan (Sjahril dan Syam’un, 2011).

Menurut Sukman dan Yakup (1991) terdapat beberapa keuntungan menggunakan herbisida diantaranya : dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.


5.3.1    Bentuk Molekul Herbisida

 

Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan pengganggu tanaman utama.

Berdasarkan bentuk molekulnya herbisida dibedakan menjadi dua yaitu herbisida organik dan herbisida non organik. Herbisida anorganik adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun secara anorganik, misalnya herbisida berbahan aktif amonium sulfanat, amonium sulfat, amonium tiosianat, kalsium sianamida, tembaga sulfat-nitrat-ferosulfat, sodium arsenat, sodium tetraborat, sodium klorat, sodium klorida-nitrat dan asam sulfurat. Sedangkan herbisida organik adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun secara organik, misalnya herbisida golongan nitrofenol+anilin, herbisida tipe hormon, herbisida berbahan aktif asam benzoat+fenil asetat, amida, nitril, arilkarbamat, substitusi urea, piridin, pirimidin- urasil, triazin, amitrol dan gugusan organoarsenat (Sukman, 2002).

Meskipun kebanyakan hasil modifikasi molekul herbisida dalam senyawa yang kurang fitotoksik, namun ada pengecualian untuk ini, B-oksidasi 2,4-DB dengan hasil 2,4-D dalam fitotoksisitas meningkat. Sering substitusi atom tunggal untuk lain pada molekul herbisida akan menghasilkan pembentukan senyawa hampir sama sekali non-fitotoksik atau senyawa selektivitas sangat berbeda.

Tanaman tingkat tinggi telah ditunjukkan untuk mengubah konfigurasi molekul herbisida oleh berbagai reaksi kimia. Sebagian besar ini mungkin dikatalisasi oleh enzim tertentu, namun beberapa tampak nonenzimatik. Dalam kebanyakan kasus enzim tertentu yang terlibat belum diisolasi dan dikarakterisasi. Berikut jenis reaksi telah terbukti terlibat dalam degradasi herbisida pada tanaman tingkat tinggi: oksidasi, reduksi, hidrolisis, dehalogenasi, dethiolation, deaminasi,


dekarboksilasi, dealkilasi, dealkyoxylation, dealkythiolation dan konjugasi dengan biasanya pada tanaman.

a.        Oksidasi. Herbisida fenoksi ini dipilih sebagai contoh reaksi oksidasi, karena ada berbagai jenis oksidasi telah dilaporkan terjadi. Ini telah diklasifikasikan sebagai a-, B-, dan w-oksidasi dan terlibat oksidasi di tiga lokasi yang berbeda pada rantai samping. Fawcett et al (1955,1958) menunjukkan bahwa W (2,4- Dichlorophenoxy) nitril alkana mengalami-oksidasi. (gambar 5.1)

 

 

b.        Dekarboksilasi. Beberapa herbisida termasuk derivative fenoksi benzoate, dan urea telah ditunjukkan untuk menjalani Dekarboksilasi disertai dengan deaminization simultan yang mengikuti reaksi demethylation. Reaksi juga memerlukan satu molekul air dank arena itu dianggap hidrolisis.

 

 

c.        Hidroksilasi . Hidroksilasi dari molekul herbisida telah terbukti pada tanaman tingkat tinggi. Herbisida ini terdapat pada turunan fenoksi, benzoate, dan kelas- kelas trazine. N-hidroksi derivate pembentukan rantai sisi propham telah diusulkan namun senyawa hidroksil tidak terisolasi, dengan fenoksi herbisida, cincin hidroksilasi dapat disertai dengan perubahan dalam posisi atom klorin pada cincin (gambar 5.6). Namun dengan asam benzoate hidroksilasi terjadi tanpa pergeseran atom klorin (gambar 5.7). Pada kasus dengan trazine herbisida, cincin hidroksilasi melibatkan Deklorinasi, demethoxylation, atau demethylthioation. Gambar 5.8 menunjukkan hidroksilasi 2-chlorotriazine,


yang serupa, reaction dengan 2-methoxy (-OCH3) dan 2-methylthio (-SCH3) derivatif.


 

 

 

d.        Hidrolisis. Degradasi herbisida dalam hidrolisis tanaman tingkat tinggi merupakan fenomena umum. Ini terlibat dalam berbagai degradasi. Formulasi yaitu fenoksi ester, serta molekul dasar beberapa kelas herbisida. Beberapa kelas-kelas ini adalah carbamates, thiocarbamates, triazines, dan urea. Hidrolisis melekul herbisida biasanya menyebabkan perpecahan besar dalam molekul yaitu menghasilkan dua fragmen yang relative besar yaitu nonfitotoksik. Degradasi model molekul carbamate diberikan sebagai contoh dari hidrolisis (gambar 5.9).


 

 

e.                 Penggantian berbagai kelompok alkil pada struktur dasar kelas tertentu molekul herbisida tidak hanya diubah racunnya mutlak, tetapi juga telah mengakibatkan bervariasi selektivitas pada spesies tanaman yang berbeda. Kedua fakta ini terbukti sedikit pun triazine dan urea jenis herbisida. Beberapa kelas herbisida yang telah ditunjukkan untuk menjalani dealkylation adalah triazines, urcas, carbamate, thiocarbamates, dan dinitroanilines. Molekul herbisida tertentu memiliki alkyloxy substitusi daripada hanya alkil substitusi. Molekul herbisida tampaknya menjalani dealkyoxylations hampir terjadi sebagai dealkylation i, Gambar 5-10 mengilustrasikan bertahap dealkylation dan dealkyoxylation model urea herbisida.


 

f.                 Konjugasi herbisida atau degradasi produk dengan tumbuhan endogenus telah sering dilaporkan dalam literatur. Jenis sering diamati conjugasi invollve gula asam amino dan kurang sering macromolecutes seperti protein atau lignin. Dalam kasus terakhir awalnya diduga ketika hasil larut radioaktivitas dari herbisida radioaktif Terapan rendah dan radioaktivitas dalam residu larut terdeteksi. Ringan hidrolisis residu larut ini dapat melepaskan molekul herbisida utuh. Conjugasi sederhana herbisida diterapkan dengan gula atau adalah asam amino biasanya larut dalam pelarut pengekstrak. tiga contoh conjugasi sederhana seperti yang diberikan dalam gambar 5-11 (chlorambea -


glukosa),    angka    5-12    (amitrole-Serin),    dan   mencari    5-13    (antrazine- glutathione).


 

 

 

Pembelahan cincin. Rupanya membelah struktur cincin aromatik dan heterosiklik yang terkandung dalam banyak herbisida berlangsung sangat lambat pada tanaman yang lebih tinggi. Meskipun berbagai substitusi pada cincin biasanya diurai, cincin itu sendiri dapat bertahan sebagai nontoxic senyawa seluruh kehidupan tanaman. Struktur cincin seing terikat untuk melarutkan residu yang merumitkan rilis radioaktif CO2 dari berlabel cincin herbisida dalam hlgher tanaman, jumlah dan tingkat CO2 rilis biasanya telah cukup rendah. Frear dan shimabukuro negara (1970), "Tidak ada tidak ada bukti jelas menunjukkan bahwa tanaman mampu benar-benar merendahkan struetures cincin ini pada tingkat yang signifikan."


Meskipun penelitian pada jalur degradasi herbisida dalam tanaman lebih tinggi terus pada tingkat dipercepat, tren saat ini tampaknya menjadi :


 

Menempatkan sebuah peningkatan tekanan di isolasi dan karakterisasi dari enzim yang bertanggung jawab atas reaksi tertentu. Pada tahun 1959 williams (1959) menunjukkan bahwa pestisida dan xenobiotics lain ( senyawa asing ) tampaknya mengalami dua tahap pada hewan. Metabolisme melibatkan oksidasi tahap 1, pengurangan, reaksi atau hidrolisis. Tahap II ini produk dari fase 1 menjadi conjugasi dan detoksifikasi sebelum ekskresi. Konsep ini telah diterima secara luas. Baru-baru ini shimabukuro et. Al tahun (1981) menerapkan prinsip ini untuk sistem tanaman tingkat tinggi dan menambahkan kondisi tahap III ( tabel. 5-1). Tipe metabolisme tahap III tampaknya kurang tepat untuk tanaman tingkat tinggi. Dibutuhkan perhitungan bahwa produk metabolisme tahap II jarang dikeluarkan dari tanaman ( berbeda dengan hewan ). Karena itu, dari miseliumnya ini harus dibagi menjadi bagian dalam sel tanaman atau dihapus lebih lanjut dari aktivitas metabolisme oleh mekanisme lain. Reaksi tahap I biasanya mengurangi fitotoksisitas dari herbisida dan mempengaruhi senyawa residu.

 

 

5.3.2. Contoh Bentuk Molekul Herbisida

Berdasarkan bentuk molekulnya herbisida dibagi menjadi dua yaitu :

A.   Herbisida anorganik merupakan suatu herbisida yang tersusun secara anorganik (Riadi, 2011). Contohnya :

a · Ammonium sulfanat, akan memperpanjang masa dormansi sampai cadangan karbohidrat dan gula menjadi habis dan menyebabkan kematian.


 

 

 

 

 

 


b· Ammonium sulfat, menyebabkan peningkatan nilai PH pada cairan tubuh tumbuhan yang terkena ammonium, yang menyebabkan tumbuhan cepat mati. Ammonium juga beracun pada protoplasma.sel.

(NH4)2SO4 adalah garam anorganik.

Ammonium tiosianat,    menyebabkan racun pada sel tumbuhan, menghambat enzim katalase dan mengkaogulasikan protein. Dengan rumus kimia (NH4SCN).

 

 

d· Kalsium sianamida dapat mengkoagulasikan protein sel.


 

 

CaCN2 dalam bentuk murninya merupakan kristal berbentuk jajaran genjang yang tidak berwarna, bentuk komersialnya adalah bahan berwarna kelabu yang


mengandung 55-70% CaCN2; digunakan sebagai pupuk, pembasmi gulma, dan penggundul hutan.

 

    Tembaga sulfat, nitrat, dan fero sulfat, tembaga sulfat dapat melemahkan kerja dan menyebabkan protein mengendap.

 

 


Tembaga Sulfat. CuSO4.

 


 

Fero Sulfat

 

 

B.       Herbisida organik merupakan suatu herbisida yang tersusun secara organik (Riadi, 2011). Contohnya :

a Amida. Amida digunakan untuk mengendalikan kecambah gulma semusim, khusunya  dari                   golongan              rumputan.    Herbisida    ini    lebih    aktif   bila


diaplikasikan pada permukaan tanah sebagai herbisida pratumbuh. Mekanisme kerja utama herbisida yang tergolong dalam kelas amida adalah mempengaruhi sintesa asam nukleat dan protein. Butaklor, pretilaklor, alaklor, dan propanil termasuk dalam kelas amida ini.

 


 

Gugus fungsional organik yang memiliki gugus karbonil (C=O) yang berikatan dengan suatu atom nitrogen (N), atau suatu senyawa yang mengandung gugus fungsional ini. Jenis kedua adalah suatu bentuk anion nitrogen.

 

b Bipiridilium.

Herbisida yang termasuk dalam golongan ini umumnya herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila diaplikasikan lewat tanah dan tidak selektif. Paraquat dan diquat adalah contoh herbisida yang termasuk dalam kelas ini. Tumbuhan yang terkena herbisida akan menampakkan efek bakar dalam waktu relatif singkat dan diikuti dengan peluruhan daun. Cahaya, oksigen, dan klorofil adalah prasarana utama yang diperlukan untuk menunjukkan efek racun tersebut. Contoh diquat dan paraquat : Gramoxone mengandung bahan aktif paraquat sebanyak 20%. Senyawa paraquat dikenal sebagai racun kontak umum. Menurut formulatornya semua tumbuhan hijau dapat dibunuhnya. Kenyataannnya lumut yang tumbuh di batu tahan terhadapnya. Padahal lumut itu tumbuhan rendah, ada yang bersel satu saja. Mungkin fotosintesisnya tidak menghasilkan elektron. Paraquat sendiri tidak habis terpakai. Oleh karena itu paraquat dapat dapat dikatakan sebagai katalisator organik. Tidak mengherankan kita, bila 1 liter produk paraquat di dalam 500 liter air dapat menghanguskan rumput seluas satu lapang sepak bola. Elektron (e) diperoleh dari hasil samping fotosintesis. Proses fotosintesis mutlak bergantung pada sinar atau cahaya. Jadi, tenaga untuk membuat herbisida H2O2 secara tidak langsung berasal dari matahari.


 

 

 

c Dinitroanilin. Butralin dan pendimentalin termasuk dalam golongan herbisidadinitroanilin. Herbisida tersebut akan aktif bila diaplikasikan ke tanah sebelum gulma tumbuh atau berkecambah. Pola kerja herbisida dinitroalin adalah sebagai racun mitotikyang menghambat perkembangan akar dan tajuk gulma yang baru berkecambah.



VI.      RESPON BIOKIMIA TERHADAP PESTISIDA

 

6.1.     Kompetisi Gulma

Gulma atau sering juga disebut ‘tumbuhan pengganggu’ selalu dikendalikan oleh petani atau pekebun karena mengganggu kepentingan petani/pekebuntersebut. Gulma mengganggu karena bersaing dengan tanaman utama terhadap kebutuhan sumberdaya (resources) yang sama yaitu unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Sebagai akibat dari persaingan tersebut,produksi tanaman menjadi tidak optimal atau dengan kata lain adakehilangan hasil dari potensi hasil yang dimiliki tanaman. Kehilangan hasil tanaman sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kemampuan tanaman berkompetisi (beda jenis/kultivar berbeda kemampuan bersaing), jenis-jenis gulma, umur tanaman dan umur gulma, teknik budidaya, dan durasi mereka berkompetisi. Kehilangantersebut terbagi dua kategori, langsung dan tidak langsung. Gulma berpengaruh langsung terhadap tanaman utama dengan adanya kompetisiterhadap nutrient, air, dan cahaya. (Edison

Purba, 2009)

Gulma yang selalu tumbuh di sekitar pertanaman (crop) mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir.Adanya gulma tersebut membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan menghalangi tercapainya sasaran produksi pertanaman pada umumnya.Usaha manusia dalam mengatasi hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian, tergantung pada keadaan tanaman, tujuan bertanam, dan biaya. Budidaya pada tanaman dan pengelolaan masih merupakan usaha yang cukup memadai dalam pertanian. Dengan ditemukannya herbisida, peristiwa peracunan dan dosis dalam derajad pengendalian masih perlu dipertimbangkan, demikan pula tentang selektivitas “mode of action” dan efek residu.

Dalam pengendalian gulma, terkadang gulma dapat mengubah bahan aktif herbisida (dalam takaran tertentu) menjadi bahan yang tidak meracuni gulma tersebut. Hal ini terjadi akibat adanya respon biokimia gulma terhadap aplikasi herbisida. Siklus biokimia utama merupakan suatu reaksi metabolisme tunggal yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida dibandingkan dengan reaksi


lainnya, atau reaksi pertama yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida yang diberikan.

 

6.2.   Reaksi Biokimia Terhadap Herbisida

 

Menentukan signifikansi fisiologis di tempat penelitian biokimia in vitro dalam aspek yang lainnya dari jenis penelitian ini. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang konsentrasi herbisida di tempat terjadinya biokimiawi pada tanaman. Dalam penelitian in vitro, konsentrasi grealer dari 10-3 M (1 mM) dianggap di atas tingkat fisiologis. Namun, dengan herbisida tertentu, konsentrasi 10-4 tampaknya tidak mengubah reaksi biokimia yang telah diukur. Ini mungkin hanya berarti bahwa reaksi biokimia yang paling sensitif yang terkena herbisida belum diperiksa. Penghambat fotosintesis yang lebih aktif menghambat reaksi Hill sekitar 50% pada kisaran 10-7 sampai 10-8M. Konsentrasi herbisida di tempat biokimiawi juga bisa berubah seiring waktu di tanaman. Hal ini dapat meningkat terus karena penyerapan dan translokasi atau penurunan karena degradasi sehingga mengubah reaksi berubah serta tingkat suku bunga mereka dengan bertambahnya waktu setelah perawatan. Karena 2,4-D diketahui merangsang sintesis RNA pada konsentrasi rendah dan menghambatnya pada konsentrasi tinggi, seseorang dapat memvisualisasikan rangsangan awal sintesis RNA yang diikuti oleh penghambatan, karena konsentrasi herbisida meningkat di tempat kerja dengan waktu. Kasus serupa dapat dilakukan untuk sintesis lipid pada daun yang dipengaruhi oleh penghambat fotosintesis, stimulasi pada konsentrasi herbisida rendah merupakan penghambatan pada konsentrasi tinggi. Contoh penurunan konsentrasi herbisida di lokasi biokimiawi tanaman karena degradasi adalah atrazin pada jagung. Telah ditunjukkan bahwa ketika akar tanaman jagung yang ditanam dalam larutan kultur diobati dengan atrazin, fotosintesis pada daun segera berkurang; Ketika tanaman ditempatkan dalam larutan kultur tanpa atrazin laju awal fotosintesis secara bertahap dipulihkan setelah periode lag singkat.

Sebagian besar garam dan asam awal yang digunakan adalah bahan kontak; Mereka membawa penghancuran cepat struktur protoplasma yang halus berdasarkan keasaman tinggi, konsentrasi osmotik, dan daya presipitasi protein.


Sedikit yang diketahui tentang sifat dan urutan reaksi kimia yang tepat. Minyak, yang masih banyak digunakan dalam pengendalian gulma, menghancurkan sifat semipermeable membran hidup dengan solubilisasi, interpolasi molekul minyak ke dalam lapisan protein membran dengan hilangnya ikatan, diskonfigurasi, dan kebocoran (van Overbeek dan Blondeau 1954; Crafts and Robbins , 1962). Sebagian besar herbisida kontak modern juga tampak bertindak dengan memodifikasi struktur membran seluler. Namun, mekanisme tindakan mereka jelas berbeda dari minyak dan garam kontak awal dan asam.

Sebagian besar respon biokimia primer yang disebabkan oleh herbisida masih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori besar yang diusulkan oleh Moreland (1967), yaitu: (1) respirasi dan transportasi elektron mitokondria, (2) fotosintesis sebagai reaksi Hill, dan (3) asam nukleat dan sintesis protein. Penelitian di tiga kategori ini baru-baru ini diringkas: (1) oleh Kirkwood (1976), (2) oleh Moreland dan Hilton (1976), dan (3) oleh Cherry (1976). Kirkwood (1976) juga meliput aksi herbisida pada metabolisme perantara.

1.       Pernapasan dan Transpor Elektron Mitokondria

Respirasi dapat melalui tiga tahap: (1) glikolisis (konversi gula menjadi asam piruvat), (2) siklus asam tricarboxylic (metabolisme asam piruvat menjadi CO2 melalui serangkaian asam organik, dan (3) fosforilasi oksidatif dan Transpor elektron (transfer elektron dari asam organik ke ATP) Glikolisis terjadi di sitoplasma, sedangkan siklus asam tricarboxylic, fotofotoksilasi oksidatif, dan transpor elektron terjadi di mitokondria. Langkah 2 dan 3 berhubungan erat. Sebagian besar herbisida yang berpengaruh Respirasi bekerja pada tingkat mitokondria, namun beberapa (2,4-D dan dalapon) telah dilaporkan mengubah glikolisis.

Bahan kimia yang mengubah fungsi mitokondria dapat (1) melepaskan reaksi yang bertanggung jawab untuk sintesis ATP, atau (2) mengganggu transpor elektron dan transfer energi. Dinitrophenol (DNP) adalah uncoupler yang terkenal dan digunakan sebagai inhibitor metabolik, namun ini bukan herbisida. Selain mencegah sintesis ATP, pembungkus yang tidak memungkinkan (1) merangsang respirasi mitokondria terisolasi yang tersuspensi dalam medium kekurangan


akseptor fosfat atau fosfat, (2) meningkatkan hidrolisis ATP dalam medium, atau

(3) menghambat reaksi pertukaran yang biasanya dikatalisis oleh mitokondria. Dengan tidak adanya fotofat anorganik, ADP, ATP, dan H2O.

Herbisida yang umumnya dianggap sebagai pembentuk fosforilasi oksidatif termasuk dinoseb, ioxynil, bromoxynil, dan chlorflurazole. Dichlobenil tidak dianggap sebagai uncoupler, namun turunan hidroksinya tampaknya tidak beraturan. Ada banyak bukti bahwa fenoksi juga mengurangi fosforilasi oksidatif; Namun, mereka juga mengubah banyak reaksi metabolik lainnya. Oleh karena itu, signifikansi fisiologis jika kemampuan uncoupling mereka tetap tidak jelas.

Ternyata, oksospasiat oksidatif lebih mudah terkena penghambatan daripada tidak tersendat oleh herbisida, karena lebih banyak herbisida dilaporkan menghambat daripada membaur. Furthemore, signifikansi fisiologis dari inhibisi ini sering dipertanyakan karena konsentrasi yang relatif tinggi sering dibutuhkan dan efek dari herbisida ini pada proses metabolisme lainnya. Namun demikian, jika senyawa ini secara signifikan mengurangi pembentukan ATP secara in vitro, mereka dapat berkontribusi terhadap respons herbisida yang paling akhir. Herbisida yang tampaknya menghambat fosforilasi oksidatif meliputi CDAA, CDEC, propham, chlorpropham, barban, asulam, dalapon, TCA, propanil, benzoik, dinitroanilin, triazina, urea, dan tiokarbamat. Akhirnya beberapa senyawa ini juga dapat terbukti tidak mampu mengoksidasi fosforilasi oksidatif. Kirkwood (1976) telah menyajikan sebuah representasi skematik yang sangat informatif yang secara tentatif menunjukkan lokasi tindakan pembasmi herbisida dan penghambat fosforilasi oksidatif.

 

2.       Fotosintesis Sebagai Reaksi Hill

Fotosintesis adalah proses yang rumit dalam perubahan karbondioksida dan air menjadi komponen senyawa organik dan oksigen dengan memanfaatkan cahaya dan kloroplas. Ini melibatkan dua seri dari reaksi. Seri pertama dari reaksi memerlukan cahaya, H2O, ADP, Pi dan NADP+; hasil produksi O2 serta H+, ATP dan NADPH; diringkas menjadi:

H2O + ADP Pi + NADP+ light O2 + H+ + ATP + NADPH


Seri kedua dari reaksi memerlukan sebagian besar produk reaksi pertama dan CO2; hasil produksi (CH2O), ADP Pi + NADP+, diringkas menjadi:

CO2  + ATP + NADPH + H+          (CH2O) + ADP + Pi + NADP+

 

Seri pertama dari reaksi biasanya dapat disebut sebagai " reaksi terang", sedangkan seri kedua dari reaksi disebut sebagai "reaksi gelap". Kedua seri reaksi ini berlangsung dalam kloroplas. Reaksi pertama terjadi pada membran dalam kloroplas (lamela atau tilakoid), dan reaksi kedua terjadi di daerah lamela dalam (stroma). Herbisida dapat menghambat fotosintesis terutama mengganggu pada saat proses "reaksi terang". Fiksasi karbon dioksida akan menurun karena semakin berkurangnya produk-produk hasil dari proses "reaksi terang", yang penting untuk "reaksi gelap". Studi Cooke (1956) dan Wessels, dan Van der Veen (1956) mempelopori penelitian tentang efek herbisida pada proses fotosintesis. Mereka menunjukkan bahwa herbisida tipe urea dapat mengganggu reaksi Hill.

2H2O + 2A kloroplascahaya 2AH2 + O2

 

A adalah penerima hidrogen atau elektron sedangkan AH2 adalah bentuk yang dikurangi. Reaksi dapat diikuti menggunakan penerima elektron buatan dan elektroda               oksigen           untuk                   Spektrofotometer (alat                         yang   digunakan                untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa ) menggunakan ferisianida atau pewarna dapat sebagai penerima elektron buatan. Seperti yang dikatakan, ini telah digunakan secara ekstensif dalam penelitian herbisida. Ini memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi faktor penghambat fotosintetik tetapi tidak memungkinkan seseorang untuk membatasi faktor penghambat dalam sistem fotosintesis.

Selama dua dekade banyak kemajuan telah dibuat dalam memahami sistem fot osintesis. Banyak dari penelitian ini telah setia menggunakan siklus dari energi dan untuk tujuan kita dapat disimpulkan dengan skema "Z" 1). Diagram kematis dari induksi                         pengangkutan    elektron           dan fosforilasi     memungkinkan kita untuk mengidentifikasi faktor penghambat oleh herbisida. Diuron sering digunakan oleh fotobiologi untuk memblokir adanya re-oksidari Q- dan dengan demikian reaksi kimiawi dapat mengisolasi Fotosistem II dari Fotosistem I. Diuron


memblokir pengangkutan elektron antara penerima utama elektron Q dan plastoquinone (PQ) dan dianggap sebagai faktor penghambat dalam pengangkutan elektron. Herbisida lain yang muncul dan bertindak sebagai faktor penghambat dari proses pengangkutan elektron salah satunya ialah triazines.

Uracil dan bis-karbamat (fenmedifam, desmedifam). Dengan eksperimen tambahan, herbisida yang lain mungkin juga dapat ditampilkan untuk menghambat reaksi ini. Salah satu herbisida (perfluidon) telah terbukti dapat memisahkan fotofosforilasi, hal itu dapat mencegah pembentukan ATP tetapi sementara masih memungkinkan dalam melanjutkan pengangkutan elektron. Beberapa herbisida yang ada, dapat bertindak pada kedua reaksi tersbut sebagai penghambat dalam proses pengangkutan elektron dan juga pemisah dalam proses fotofosforilasi, yang termasuk diantaranya adalah dinoseb, ioxynil, bromocynil, dan chlorflurozole. Moreland dan Hilton (1976) juga berpendapat pada hubungan ini dan menyarankan bahwa mitokondria dan kloroplas harus memiliki banyak kesamaan dalam mekanismenya yang terlibat dalam generasi pembentukan ATP.

Studi awal menunjukkan bahwa kloroplas dari spesies yang toleran dan rentan serupa dalam tanggapan mereka terhadap herbisida yang dapat menghambat reaksi Hill (Tabel 6-2). Toleransi tanaman utuh dianggap terutama terkait dengan inaktivasi herbisida oleh degradasi. Secara umum ini masih berlaku, tetapi studi terbaru juga menunjukkan bahwa biotipe gulma tertentu akan tahan karena kurangnya pengikatan kimia herbisida terhadap molekul yang terdapat dalam lamela.

3.       Metabolisme Asam Nukleat dan Sintesis Protein

Metabolisme asam nukleat dan sintesis protein adalah dua hal yang sangat penting dalam proses metabolisme dan berhubungan dengan erat. Konsentrasi mereka  terutama  terletak   pada   transfer informasi genetik   dari DNA  fungsional (enzim) dan protein struktural. Molekul-molekul ini adalah faktor utam dalam menentukan bentuk dan fungsi dari organisme. Proses awal beralih dari replikasi DNA melalui transkripsi ke RNA terjemahan ke dalam protein. Proses kompleks ini melibatkan banyak reaksi yang memerlukan banyak kofaktor. Rincian


serangkaian reaksi secara komprehensif pada dasarnya meliputi semua proses biokimia dan fisiologi tanaman.

Jelas setiap herbisida secara signifikan mengubah apapun proses reaksi, proses ini dapat memiliki efek mendalam pada pertumbuhan dan perkembangan tanamn. Efek 2,4-D pada proses ini telah diteliti secara ekstensif, dan hasilnya telah dirangkum oleh cherry (1976) dan disajikan dalam bab fenoksi buku ini. Hasilnya perlakuan tanaman sensitif dengan 2, 4-D adalah peningkatan dalam aktivitas RNA polimerase dengan peningkatan RNA dan sintesis protein yang disertai dengan proliferasi sel yang masiv dalam jaringan organ tertentu. Namun, pada konsentrasi herbisida yang tinggi proses ini dapat menghambat.

Studi oleh Mann et al. (1965) dan Moreland et al. (1969) digunakan keluar segmen jaringan; Ashton et al. (1977) digunakan sel-sel lef terisolasi, dan Van Hoogstraten (1972) digunakan sistem sel-bebas. Spesies tanaman dan dan konsentrasi berbagai herbisida yang digunakan para peneliti juga berbeda

Secara umum, sistem yang paling dihambat adalah sistem sel daun, mungkin karena herbisida yang mampu bekerja kontak dengan tindakan situs metabolik lebih mudah daripada memotong segmen jaringan dan kofaktor penting tertentu (yakni, ATP) ditambahkan ke sistem sel bebas tetapi tidak untuk sistem sel daun yang terisolasi. Sistem sel daun yang terisolasi mampu fotosintesis, yang tidak ada pada sistem-sistem lain. Dalam hal ini sangat jelas bahwa dinoseb dan ioxynil sangat menghambat kedua proses tersebut. Data yang terbatas pada PCP menunjukkan bahwa itu juga cukup dalam penghambatan. Kelompok aphenol memiliki kemiripan struktural yang dapat berkontribusi untuk kegiatan ini. Chlorpropham dan propanil juga bisa untuk menjadi penghambat relatif. Dengan menggabungkan data kemudian dikembangkan dalam studi yang berbeda untuk phenoxys (2,4-D dan 2,4,5-T) dan urea (monuron dan diruon), tampaknya herbisida ini juga menghambat untuk dua proses. Chloroacetamides (CDAA dan propachlor) penghambatan terjadi dalam beberapa tes tapi tidak yang lain. Karena sumber ATP yang diperlukan untuk reaksi ini mungkin berasal dari fotosintetik dalam sistem sel daun yang terisolasi (I) dan fosforilasi oksidatif dalam segmen jaringan (II), hal ini dapat dipahami bahwa inhibitor fotosintesis lebih efektif dalam sistem I daripada sistem II (yaitu, diuron atrazine, bromacil dan isocil, dan monuron). Namun, peningkatan


inhibisi oleh senyawa tertentu (yakni, chloramben, EPTC, trifluralin) dalam sistem I relatif terhadap sistem II, ini mungkin karena konsentrasi yang lebih tinggi di situs

(s) tindakan.

Karena efek senyawa ini pada sintesis RNA dan protein kompleks, interpretasi dari hasil mungkin sulit. Faktor-faktor seperti sintesis kimia, gangguan keseimbangan energi, selektivitas spesies dan kekhususan enzim membuat generalisasi berbahaya. Sementara kasus diatas campur tangan oleh herbisida dalam metabolisme asam nukleat dan sintesis protein menyiratkan gangguan yang bersifat fitotoksik, dalam kasus tidak langsung lethality telah terbukti. Kloroplas dan mitokondria berisi DNA yang berbeda dalam komposisi dasar dari DNA nuklir, DNA sintesis, DNA yang bergantung pada sintesis RNA dan sintesis protein terlihat mengambil tempat di komponen ini. Banyak herbisida yang menghambat penyerapan oksigen oleh mitokondria dan oksigen oleh choroplast juga dilaporkan mengganggu metabolisme asam nukleat dan sintesis protein.

Gruenhagen dan Moreland (1971) telah berusaha untuk menunjukkan efek herbisida pada kandungan ATP, fosforilasi oksidatif, RNA dan sintesis protein dalam perspektif di kertas yang menggambarkan hasil tes pada efek dari beberapa senyawa pada jumlah kandungan ATP pada jaringan hipokotil kedelai. Dinoseb, ioxynil, propanil, dan chlorpropham mengurangi ATP konten 88-90%; Sedangkan propachlor, 2, 4, 5-T, dan fenac mengurangi 65-69% semua senyawa ini telah dilaporkan untuk menghambat fosforilasi oksidatif kecuali propachor dan fenac, yang belum dievaluasi dalam hal ini. Semua senyawa ini juga telah dilaporkan mengurangi sintesis RNA dan protein. Data ini menunjukkan bahwa sintesis RNA dan protein terhambat karena kurangnya ATP dalam kasus herbisida ini. Namun, Van Hoogstraten (1972) menemukan bahwa sintesis protein dihambat oleh PCP (98%), ioxynil (93%), dinoseb (90%), fenac (37%) dan chlorpropham (29%).

Namun, Ashton et al (1977) melaporkan bahwa penghambat fotosintesis atrazine, bromacil, monuroun, dan parakuat, serta dinoseb, yang juga menghambat fotosintesis, juga merangsang sintesis lemak pada konsentrasi dekat yang menghambat proses fotosintesis. Mann dan Pu (1968) tidak mengamati simulasi oleh inhibitor fotosintesis dalam sistem tersebut; mungkin karena fotosintesis tidak terjadi atau konsentrasi terlalu tinggi. Ashton et al (1977) menyarankan bahwa


stimulasi sintesis lemak dengan inhibitor fotosintesis mungkin berhubungan dengan mekanisme perbaikan membran.

Informasi tambahan mengenai efek herbisida pada metabolisme lipid dan metabolisme perantara tempat lain dapat ditemukan di bab-bab selanjutnya buku ini serta seperti Kirkwood (1976) dan di Kearney Kaufman (1975,1976).

6.3.     Lokalisasi Reaksi Utama

Tindakan utama lokalisasi tempat biokimia (lesi) herbisida tertentu memang tugas yang sulit. Webb (1963), membahas lokalisasi tempat inhibitor inhibisi metabolik dan menyatakan: " hanya benar-benar dalam keadaan kebetulan yang memuaskan lokalisasi dapat mudah dibuat." Webb (1963) menulis bab hebat mengenai hal ini dan itu harus ditinjau ulang oleh mahasiswa dengan serius pada jenis penelitian ini.

Ashton (1967) berbicara sebelum Konferensi Gulma California membahas program untuk tindakan utama lokalisasi tempat biokimia herbisida. Berikut diadaptasi dari lima langkah program. Pada dasarnya program mulai dengan memperhatikan gejala fitotoksin dan tempat akumulasi herbisida dalam tanaman utuh. Menggunakan informasi ini sebagai panduan, salah satu hasil melalui serangkaian sistem biokimia yang lebih disempurnakan.

1.                      Lokalisasi tempat akumulasi herbisida dalam tanaman utuh. Hal ini paling sering dicapai dengan menggunakan herbisida berlabel dan autoradiografi adalah alat yang sangat berguna

2.                      Pengenalan gejala fitotoksin. Misalnya, jika warna kuning daun adalah gejala awal yang telah diblokir. Tindakan lain dari herbisida adalah produksi antosianin, tanda bahwa gula yang terakumulasi. Dengan demikian kita dapat mencari blok di transportasi gula atau mungkin respirasi, yang memanfaatkan gula. Hilangnya turgiditas yang mengakibatkan pengumpulan air dari mesofil daun sering menunjukkan hilangnya integritas membran: seperti mungkin hasil dari toksisitas minyak, atau herbisida kontak lainnya. Kerusakan membran yang diamati dengan herbisida lain biasanya berkembang lebih lambat dan mungkin serupa respons sekunder. Gejala pertumbuhan herbisida fenoksi adalah aspek lain dari pengunaan herbisida; salah satu yang melibatkan sistem


hormon endogenus dan gangguan pertumbuhan. Studi mikroskop dan mikroskop elektron yang ringan juga dapat memberikan informasi lokalisasi. Hubungan konsentrasi yang harus dibentuk atas kisaran efektif total dari inisiasi gejala sampai mati. Informasi tersebut dapat digunakan dalam penelitian secara in vitro kemudian pada berbagai jalur yang tampak penting. Berikutnya harus mengikuti waktu - studi lapangan untuk mengikuti urutan peristiwa yang menyebabkan kematian. Keterlambatan dalam terjadinya inhibisi mungkin sekali menunjukkan bahwa substansi tidak diterapkan inhibitor tetapi harus dapat dimetabolisme untuk tingkat kemampuan inhibitor yang terkait dengan pemulihan. Ketika tanaman pulih ini menunjukkan mekanisme detoksikasi atau bahwa herbisida benar-benar hilang dari tanaman oleh kebocoran atau volatilisasi.

3.                      Studi metabolik awal harus dirancang untuk identitas tempat biokimia besar berubah; yaitu fotosintesis, respirasi, sintesis protein, dan sebagainya. Semua proses harus dievaluasi menggunakan sistem yang sama. Meskipun akan diinginkan untuk menggunakan tanaman utuh pada tahap ini, metodologi ini biasanya tidak tersedia. Oleh karena itu segmen jaringan atau sel terisolasi yang mungkin paling sesuai. Organel-organel terisolasi dan sistem sel bebas yang terlalu membatasi pada tahap ini karena hanya beberapa reaksi dapat diukur. Konsentrasi dan waktu percobaan lapangan sangat penting. Kegagalan untuk mengidentifikasi jalur awal metabolik utama yang berubah dalam studi dapat mengakibatkan banyak jalur tidak relevan pada pekerjaan berikutnya.

4.                      Studi metabolik sekunder yang menggunakan sistem mentah. Memiliki satu area metabolisme utama yang terlibat diblokir keluar sekarang mungkin untuk melanjutkan secara mendalam dengan mempelajari komponen-komponen dari proses metabolisme yang terkena. Sebagai contoh, sewaktu fotosintesis, diferensiasi harus dilakukan antara reaksi terang dan gelap; evolusi fiksasi CO2 atau oksigen harus diukur dan mekanisme fosforilasi, siklik atau non-siklik harus ditentukan. Dalam respirasi, pembedaan harus dibuat antara glikolisis dan siklus TCA.

5.                      Studi tentang sistem metabolik tersier yang dimurnikan. Studi tersebut mungkin melibatkan satu enzim, reaksi metabolik yang tunggal atau satu jenis


organel. Menggunakan waktu dan salah satu seri konsentrasi harus menentukan hubungan dosis yang kritis dan dibandingkan dengan secara vivo dan in vitro nilai-nilai meningkatkan kemungkinan bahwa salah satu memang telah diterjemahkan tempat tindakan utama.

Lima proses di atas mewakili suatu pendekatan bertahap, dengan eliminasi, untuk sampai pada hasil akhir. Pendekatan seperti ini aman dari resiko mempelajari hanya satu bagian metabolisme tanpa sebelumnya menentukan apakah bagian yang satu ini lebih sensitif terhadap herbisida tertentu daripada daerah metabolisme lain, atau tidak menghubungkan/mengkaitkan hasil in vitro dan in vivo.

Ada beberapa teknik biokimia yang sering berguna dalam studi lokalisasi. Seringkali ketika inhibitor bereaksi pada suatu enzim, substrat yang bereaksi dengan enzim ini cenderung menumpuk. Oleh karena itu, akumulasi dari setiap intermediate menunjukkan bahwa enzim bertindak pada intermediate ini dapat dihambat oleh herbisida. Terkadang penambahan berbagai substrat atau intermediet dari jalur penghambat dapat memberikan informasi mengenai lokasi aksi. Penambahan substrat berlabel radioaktif atau intermediet ke sistem terhambat dan deteksi perubahan yang dihasilkan dalam jalur yang disebabkan oleh herbisida, mungkin berguna. Penggunaan inhibitor kedua yang lokasi aksinya dikenal dapat digunakan baik untuk meniru aksi dari herbisida atau untuk mengisolasi jalur metabolisme terhambat dari kompleksitas jalur penggangu.

Dalam sistem biologis ada sejumlah metabolisme bypass dan karenanya situs utama aksi mungkin tidak bertepatan dengan situs aksi herbisida. Sebagai contoh,terdapat reaksi A ke B ke C, jika pembentukan B dari A diblokir oleh herbisida, maka akan mungkin terjadi bypass sebagai berikut.

B                  C

 

 

D

 

 

Jika produk D dapat dibuat dari A dengan jalur yang berbeda dari reaksi A ke B, kemudian menghalangi reaksi yang terakhir ini dapat menggeser jalur ke C melalui D. Oleh karena itu reaksi A ke B tidak penting untuk pembentukan C dan C kemudian dapat masuk ke dalam reaksi penting berikutnya.


6.4.   Proses Siklus Biokimia Herbisida

 

Siklus biokimia utama merupakan suatu reaksi metabolisme tunggal yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida dibandingkan dengan reaksi lainnya, atau reaksi pertama yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida yang diberikan. Konsentrasi herbisida di tempat biokimiawi juga bisa berubah seiring waktu di tanaman. Hal ini dapat meningkat terus karena penyerapan dan translokasi atau penurunan karena degradasi sehingga mengubah reaksi berubah serta tingkat suku bunga mereka dengan bertambahnya waktu setelah perawatan.

Sebagian besar respon biokimia primer yang disebabkan oleh herbisida masih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori besar yang diusulkan oleh Moreland (1967), yaitu: (1) respirasi dan transportasi elektron mitokondria, (2) fotosintesis sebagai reaksi Hill, dan (3) asam nukleat dan sintesis protein.

Ashton (1967) berbicara sebelum Konferensi Gulma California membahas program untuk tindakan utama lokalisasi tempat biokimia herbisida. Diadaptasi dari lima langkah program tersebut meliputi: (1). Lokalisasi tempat akumulasi herbisida dalam tanaman utuh; (2). Pengenalan gejala fitotoksin; (3). Studi metabolik awal biokimia; (4). Studi metabolik sekunder; dan (5). Studi metabolik tersier. Lima proses ini mewakili suatu pendekatan bertahap, dengan eliminasi, untuk sampai pada hasil akhir.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Anonim. 2011. Tinjauan pustaka. Dapat diakses pada http://digilib.unila.ac.id/2619/13/BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 17 April 2017

 

Anonim. 2015. Pengertian dan klasifikasi herbisida. Dapat diakses pada http://www.pengertianpakar.com/2015/05/pengertian-dan-klasifikasi- herbisida.html. Diakses pada tanggal 17 April 2017

Anonim. 2013. Penggolongan herbisida. Dapat diakses pada Ashton,Crafts. Mode of Action of Herbicides.

 

Agriinfo.               2016.             “Mekanisme Penyerapan           dan               Translokasi        Herbisida”.   Diakses pada:http://www.agriinfo.in/default.aspx?page=topic&superid=1&topicid=2224

. Diakses pada tanggal: 19 April 2017.

 

Suhardi. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius. Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Dad R. J. Sembodo, 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta.

 

https://prayudimarta.wordpress.com/2013/07/13/rangkuman-mata-kuliah-gulma- persebaran-gulma diakses 19 april 2017.

 

http://rizkiero10.blogspot.co.id/2012/04/makalah-gulma.html diakses 19 april 2017.

 

Mandala.       2015.       “Pengertian     dasar      dari                 Herbisida”. Dikutip pada: https://mustikatani.wordpress.com/pengertian-herbisida/. Diakses pada tanggal: 19 April 2017.

 

Sutrisno, Suvi. 2013. Laporan Gulma Selektivitas. Universitas Brawijaya  Sukman, Yernelis dan Yakup. 2002. Gulma dab Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tjitrosoedirdjo, S. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT, Gramedia, Jakarta. Wiley, John and Sons.1981.Mode of Action of Herbicides.Calivornia: A Wiley-

Interscience Publication.

 

Zaptan Virginia. 2015. Herbisida. file:///C:/Users//Downloads/herbisida%202.html . Diakses pada tanggal 16 April 2017.

No comments:

Post a Comment