I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhna dan perkembangan tanaman budidaya adalah keberadaan gulma. Gulma
merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh petani,
karena akan merugikan petani baik langsung
maupun tidak langsung. Dalam sistem pertanian, gulma tidak
dikehendaki karena dapat menimbulkan banyak kerugian antara lain yaitu
menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit,
menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti allelopati. Keberadaan gulma
dengan jumlah populasi cukup tinggi mengakibatkan kerugian besar bagi petani
sehingga perlu dikendalikan.
Pengendalian gulma dapat dilakukan
secara preventif, manual, kultur teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia
dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma dengan cara menggunakan
herbisida banyak diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal
tersebut dikarenakan herbisida lebih efektif
membunuh dan mengendalikan gulma tanaman tahunan
dan semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan
dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida pada tanaman
budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon morpologi
dan biokimia terhadap herbisida.
2.1 Herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau
senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan
tumbuhan gulma. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses
(seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan
klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan
sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga
terhadap tanaman yang dibudidayakan.
II.
PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI HERBISIDA
2.1.
Pengertian Herbisida
Herbisida berasal dari senyawa kimia
organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan
pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh
bagian tumbuhan. Namun pada
dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak
merusak tumbuhan yang lainnya.
Menurut Sukman dan Yakup (1991)
terdapat beberapa keuntungan menggunakan herbisida diantaranya : dapat
mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah
kerusakan perakaran tanaman yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh
gulma, dalam dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat
meningkatkan produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan
pengendalian gulma dengan cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara
terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit
mengendalikannya.
2.2. Klasifikasi Herbisida
A. Berdasarkan Waktu
Aplikasi
Herbisida yang digunakan dalam
pengendalian gulma pada lahan pertanian menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi
:
1.
Herbisida
pra-pengolahan tanah, adalah herbisida yang
diaplikasikan pada lahan sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma
dengan tujuan membersihkan lahan sebelum dilakukannya pengolahan tanah,
contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif
paraquat.
2.
Herbisida
pra-tanam, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan
setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum
lahan tersebut ditanami tanaman budidaya dengan tujuan
mengendalikan serta mencegah
biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma lainnya
yang muncul berkat proses pembalikan tanah ke permukaan
tumbuh di lahan,
contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif EPTC dan triazin.
3.
Herbisida pra-tumbuh, adalah
herbisida yang diaplikasikan setelah lahan
ditanami, namun sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan pertumbuhan gulma yang akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya tanaman
budidaya, contohnya herbisida dengan bahan aktif nitralin.
4.
Herbisida pasca
tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan
setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan
menekan keberadaan gulma setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh, contohnya
adalah herbisida dengan bahan aktif propanil,
glyphosate, dan dalapon.
B. Berdasarkan Cara Kerja
Herbisida juga dapat digolongkan
berdasarkan cara kerja, selektifitas, dan sifat kimianya. Berdasarkan cara
kerjanya herbisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma secara kimia pada lahan pertanian dibedakan menjadi :
1.
Herbisida
kontak, herbisida kontak adalah herbisida yang langsung
mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena langsung (kontak)
larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis
ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma
yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak
meluas. Salah satu contoh cara kerja herbisida kontak adalah dengan cara
menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak
seluruh konfigurasi sel. Herbisida
kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya
merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang
lebih baik. Bagian gulma yang tidak
terkena langsung oleh herbisida ini tidak akan rusak karena di dalam jarinngan
tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan
ke bagian-bagian gulma lainnya. Jika ada, bahan tersebut
ditranslokasikan melalui phloem. Herbisida kontak hanya
mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman
dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi. Keistimewaannya dapat membasmi gulma
secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian
mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan.
Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali
secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh
akar maka proses
kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contohnya
herbisida kontak adalah herbisida yang bahan aktifnya asam sulfat 70 %, besi
sulfat 30 %, tembaga sulfat 40 %, paraquat, gramoxon, herbatop dan paracol.
2.
Herbisida
sistemik, herbisida sistemik adalah herbisida yang mematikan
gulma dengan cara bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian
jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Herbisida
ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman
budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena,
namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu
dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya
seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Herbisida sistemik mematikan
gulma dengan menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif triazin
dan substitusi urea amida; menghambat pernafasan (respirasi), seperti herbisida
berbahan aktif amitrol dan arsen; menghambat perkecambahan, seperti herbisida
berbahan aktif tiokarbamat dan karbamat; menghambat pertumbuhan gulma, seperti
herbisida berbahan aktif 2, 4 D, dicamba, dan picloram. Beberapa faktor yang
mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik adalah keadaan gulma dalam masa
tumbuh aktif, cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan, tidak melakukan penyemprotan pada saat
menjelang hujan, areal yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu, gunakan
air bersih sebagai bahan pelarut. Keistimewaan dari herbisida sistemik ini
yaitu dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah,
sehingga menghambat pertumbuhan
gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke
seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi
sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang).
Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu,
tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua
jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan
aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.
C. Berdasarkan Toksisitas
Selain dari cara kerjanya herbisida
juga digolongkan berdasarkan toksisitasnya. Tingkat toksisitas pada herbisida ada
2 yaitu:
1. Toksisitas akut
Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat dideskripsikan sebagai suatu zat yang masuk secara intensif kedalam jaringan
tubuh gulma, apabila tidak langsung mati, kadangkala gulma hanya menderita sejenak.
2. Toksisitas kronik.
Herbisida toksisitas kronik masuk
kedalam jaringan tubuh gulma dalam waktu yang relative lebih lama sehingga cara
kerjanya cenderung lambat.
D. Berdasarkan Selektifitas
Berdasarkan selektifitasnya, herbisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma secara kimia pada lahan pertanian dapat dibedakan menjadi:
1.
Herbisida selektif, adalah
herbisida yang jika diaplikasikan pada berbagai
jenis tumbuhan hanya akan mematikan species tertentu gulma dan relatif tidak
mengganggu tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif asm 2,
4 D yang mematikan gulma daun lebar dan relatif tidak mengganggu tanaman
serelia. Contoh herbisida selektif adalah 2,4- D, ametrin, diuron,
oksifluorfen, klomazon, dan karfentrazon.
2.
Herbisida
non-selektif, adalah herbisida yang bila diaplikasikan pada
beberapa jenis tumbuhan
melalui tanah atau daun dapat mematikan hampir semua jenis tumbuhan termasuk
tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif arsenikal, klorat
dan karbon disulfida. Contoh herbisida ini yaitu glifosat dan paraquat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selektivitas suatu
herbisida yakni faktor fisik dan faktor biologi atau hayati.
a. Faktor-fisik
yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang dapat mempengaruhi kontak antara herbisida
yang diaplikasikan dengan permukaan gulma yang akan
dikendalikan serta retensi atau pengikatan herbisida tersebut pada permukaan.
Supaya efektif dalam mengendalikan gulma, maka herbisida yang diaplikasikan
harus tetap kontak atau melekat
atau berada pada tumbuhan sasaran
atau gulma dan bertahan dalam waktu yang cukup lama
serta dalam jumlah yang dapat mematikan gulma tersebut. Selektivitas ini
dipengaruhi oleh dosis dan formulasi herbisida. Jumlah
atau dosis herbisida
yang diaplikasikan dan dapatdiserap oleh gulma akan
menentukan selektivitas herbisida tersebut. Semua jenis herbisida bersifat
tidak selektif apabila diaplikasikan dengan dosis yang tinggi. Formulasi
herbisida, misalnya adanya perekat atau tidak, akan menentukan jumlah herbisida
yang mampu melekat pada permukaan gulma (Sjahril dan Syam’un, 2011).
b. Faktor
biologi yang menentukan selektivitas herbisida berkaitan dengan sifat
morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Permukaan daun yang berlilin,
halus, atau berambut lebat akan lebih sulit terbasahi oleh herbisida yang
diaplikasikan dengan pelarut air bila dibandingkan dengan permukaan yang tidak
berlilin atau berambut. Posisi daun yang tegak juga akan menampung lebih
sedikit herbisida yang diaplikasikan dibandingkan daun yang posisinya
horisontal atau datar.
Herbisida yang telah masuk
dalam sel, sebagian ada yang tidak mobil dan yang lainnya dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya. Sifat
mobilitas herbisida dalam sel ini juga memiliki
kontribusi terhadap selektivitas herbisida.
Selektivitas antar spesies tumbuhan dapat pula
disebabkan karena tumbuhan tertentu mampu mendetoksifikasi (membuat tidak
beracun) herbisida yang diaplikasikan dibandingkan spesies lainnya.
E.
Berdasarkan Sifat Kimia
Berdasarkan sifat kimiawinya herbisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma di lahan pertanian dibedakan menjadi :
1.
Herbisida
anorganik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun secara
anorganik, misalnya herbisida berbahan aktif amonium sulfanat, amonium sulfat,
amonium tiosianat, kalsium sianamida, tembaga sulfat- nitrat-ferosulfat, sodium
arsenat, sodium tetraborat, sodium klorat,
sodium klorida-nitrat dan asam sulfurat.
2.
Herbisida
organik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun dari
bahan organik, misalnya herbisida golongan nitrofenol+anilin, herbisida tipe
hormon, herbisida berbahan aktif asam benzoat+fenil asetat, amida, nitril,
arilkarbamat, substitusi urea, piridin, pirimidin-urasil, triazin, amitrol dan
gugusan organoarsenat
F. Berdasarkan Media Atau Jalur Aplikasinya
1. Foliar Applications
Herbisida yang diaplikasikan melalui
daun atau tajuk gulma. Herbisida yang termasuk dalam kelompok ini adalah
herbisida pasca tumbuh. Herbisida ini diaplikasikan pada saat gulma sudah
tumbuh. Contoh herbisida pasca
tumbuh adalah glifosat, paraquat, glufusinat dan propanil. Herbisida
tertentu dapat diaplikasikan melalui daun. Herbisida yang termasuk dalam kelompok ini adalah herbisida pasca tumbuh, yaitu herbisida
yang diaplikasikan pada saat gulma sudah tumbuh. Beberapa contoh herbisida pasca
tumbuh adalah glifosat, paraquat, glufosinat, propanil, dan 2,4-D
2. Soil Application
Herbisida yang diaplikasikan melalui
tanah, baik dilakukan
dengan cara penyemprotan pada permukaan tanah maupun dicampur dengan
tanah. Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan
gulma sebelum gulma tersebut tumbuh. Contoh Herbisida ini yaitu diuron,
bromacil, oksadiazon, oksifluorfen, ametrin, butaklor dan metil metsulfuron.
Jalur aplikasi herbisida yang lain adalah melalui tanah, baik dilakukan dengan
cara penyemprotan pada permukaan tanah maupun dicampur/diaduk dengan tanah.
Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma
sebelum gulma tersebut tumbuh (Sjahril dan Syam’un, 2011).
2.3 Contoh Produk Herbisida
a. Solusi
SOLUSI 865 SL |
|
Bahan Aktif |
2,4 D dimetil amina 865 g/l
(setara dengan 2,4 D 720 g/l) |
Jenis Formulasi |
Cair |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Selektif (satu jenis gulma) |
Waktu Aplikasi |
Dilakukan pada saat gulma masih dalam stadia vegetatif muda |
Tanaman Sasaran |
Padi sawah dan karet |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Gulma daun lebar |
Volume semprotnya |
Volume tinggi |
Mekanisme |
Herbisida dengan persistensi rendah, Herbisida persistensi rendah
menandakan lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah.
Dengan demikian, herbisida yang terserap tanaman juga rendah sehingga
hasil padi aman dikonsumsi. |
b. Gempa
GEMPA 300/100 SL |
|
Bahan Aktif |
Luprolamina glifosat 300 g/l,
isopropitamina 2,4-D 100 g/l |
Jenis Formulasi |
Cair |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif (dua jenis gulma) |
Waktu Aplikasi |
Pada saat gulma tumbuh subur |
Tanaman Sasaran |
Kelapa sawit |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Gulma daun sempit dan daun lebar (1,2 l/ha) |
Volume semprotnya |
Volume tinggi |
Mekanisme |
Herbisida translokasi, menghambat kerja enzim 5-
enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS), enzim yang terlibat dalam sintesa tiga asam amino |
c.
Bimaron
Bimaron 500 F |
|
Bahan Aktif |
Diuron 500 g/l |
Jenis Formulasi |
Cair |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif (tiga jenis gulma) |
Waktu Aplikasi |
Pra-tumbuh |
Tanaman Sasaran |
Tebu |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Daun sempit (0,75-1,5 l/ha),
daun lebar (0,75-1,5 l/ha) dan teki (1,50-3,0 l/ha |
Volume semprotnya |
Volume tinggi |
Mekanisme |
Herbisida diuron bersifat sistemik. Herbisida ini biasanya
diabsorbsi melalui akar dan ditranslokasikan
ke daun melalui batang. Pemakaian lewat daun tidak ditranslokasikan
lagi. Di dalam tubuh tumbuhan diuron mengalami degradasi, terutama melalui pelepasan gugus metil. Herbisida diuron menghambat reaksi
Hill pada fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II. Dengan
demikian pembentukan
ATP dan NADPH terganggu (Tjitrosoedirdjo et al, 1984 dalam Agustina V.M.F,.
2006). |
d.
med ALLY
20 wg
med ALLY 20 wg |
|
Bahan Aktif |
Metsulfuron metil 20% |
Jenis Formulasi |
Granular |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif (dua jenis gulma) |
Waktu Aplikasi |
-pada waktu tanaman padi berumur 7-12 HST -lahan
tanpa tanaman -pada waktu gulma tumbuh subur |
Tanaman Sasaran |
Padi |
Gulma Sasaran & dosisnya |
-Daun lebar dan daun sempit - padi (20-30l/ha), lahan tanpa tanaman (100-450 l/ha) |
|
Volume semprotnya |
Dosis |
volume semprot |
20-30 |
500 l/ha |
|
100-450 |
500 l/ha |
|
Mekanisme |
Cara kerja metil metsulfuron adalah menghambat kerja dari enzim
acetolactate synthase (ALS) dan acetohydroxy synthase (AHAS) dengan menghambat perubahan dari α ketoglutarate menjadi 2-
acetohydroxybutyrate dan piruvat menjadi 2-acetolactate sehingga
mengakibatkan rantai cabang-cabang asam amino valine, leucine, dan isoleucine
tidak dihasilkan. Tanpa adanya asam amino yang
penting ini, maka protein tidak dapat terbentuk dan tanaman mengalami
kematian |
e.
Starlon
SARLON 655
EC |
|
Bahan Aktif |
Triklopir butoksi etil ester 665 g/l |
Jenis Formulasi |
Pekatan yang diamulsikan |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif (dua jenis gulma) |
Waktu Aplikasi |
Pada saat gulma tumbuh aktif |
Tanaman Sasaran |
Kelapa sawit |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Gulma semak belukar dan daun lebar (0,5-1 l/ha) |
Volume semprotnya |
450 |
Mekanisme |
Triklopir
diabsorbsi oleh daun dan akar, serta di translokasikan ke seluruh jaringan
tumbuhan. Triklopir dapat merusak tumbuhan melalui translokasi akar tetapi
tidak terlalu efektif. Triklopir berperan sebagai auksin sintetis, memberikan
tumbuhan auksin yang berlebihan sekitar 1000 kali dari yang dibutuhkan
tumbuhan, sehingga menggangu
keseimbangan hormon dan menggangu pertumbuhan. |
f.
Topstar
TOPSTAR 50/300 EW |
|
Bahan Aktif |
Fluroksipir 1-MHE |
Jenis Formulasi |
Emulsi minya dalam air |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selktif |
Waktu Aplikasi |
Waktu gulma sedang aktif
tumbuh dan sebelum berbunga |
Tanaman Sasaran |
Kelapa sawit (TM), karet (TBM) |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Gulma daun lebar |
Gulma daun sempit |
Sawit TBM (1-2) |
Sawit TBM (1-2) |
|
Sawit TM (1,5-2,25) |
Sawit TM (0,75-1,5 atau 1,5-2,25) |
|
Karet TBM (1-2) |
Karet TBM (1-2/2) |
|
Volume semprotnya |
450-500 l/ha (volume tinggi) |
|
Mekanisme |
Fluroksipir adalah herbisida nonfenoksi yang dapat
ditranslokasikan dan memperlihatkan tingkat aktivitas yang tinggi terhadap
gulma berdaun lebar. Fluroksipir
tergolong ke dalam herbisida auksin. Pada dosis rendah bersifat sebagai
auksin, namun pada dosis yang tinggi bersifat sebagai herbisida (mematikan). Fluroksipir mempengaruhi sintesis lemak dan RNA(Aldrich RJ 1984;
dalam kristiawati 2003). Terganggunya sintesis lemak sebagai salah satu
komponen membran sel akan diikuti oleh terganggtmya proses-proses biokimia
yang lain. Sedangkan terganggunya sintesis RNA akan mempengaruhi transfer
infomasi genetik, selanjutnya berpengaruh pada
pertumbuhan, bentuk, dan fungsi organ tanaman (epinasti, bengkok batang, daun
keriting) Fluroksipir juga mempengaruhi kemampuan
tanaman dalam metabolisme nitmgen
danproduksi enzim |
g.
Amexone
500 F
AMEXONE 500 F |
|
Bahan Aktif |
Ametrin 500 g/l |
Jenis Formulasi |
Larutan (F) |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif (dua jenis gulma) |
Waktu Aplikasi |
Sebelum tanam |
Tanaman Sasaran |
Tebu |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Daun lebar (2-4 l/ha), daun
sempit (2-4 l/ha atau 4-6 l/ha) |
Volume semprotnya |
400-500 l/ha (volume tinggi) |
Mekanisme |
Herbisida ini membunuh tanaman dengan penggangguan proses
fotosintesisnya. Tepatnya yang diganggu adalah pada reaksi Hill. Menurut
(Ashton dan Craft, 1973 dalam
Agustina V.M.F,. 2006), akibat adanya gangguan reaksi Hill tersebut, tanaman
tidak membentuk karbohidrat, sehingga terjadi kekurangan bekal persenyawaan
gula- gula untuk memperoleh proses-proses metabolisme selanjutnya.
(Tjitrosoedirdjo et al. 1984 dalam
Agustina V.M.F,. 2006)
menyatakan bahwa ametrin menghambat fotosintesis, terutama dalam fotosistem
II pada saat pecahnya air. Ternyata reaksi ini menimbulkan senyawa lain yang
mematikan tumbuhan. |
h.
Galex
GALEX 250/250
EC |
|
Bahan Aktif |
Metolaklor
250 g/l, metobromuron 250 g/l |
Jenis Formulasi |
Larutan |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif |
Waktu Aplikasi |
Pra
tumbuh |
Tanaman Sasaran |
Kedelai, kapas, dan tanaman kacang penutup tanah
pada budidaya karet |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Kedelai: Kapas: -Gulma daun lebar (3-6 -Daun lebar (6-9 mL/lt) mL/lt) -Rumput(6-9 mL/lt) -Rumput
(4 mL/lt atau 2 lt) |
Volume semprotnya |
400-500 lt (volume tinggi) |
Mekanisme |
Metolakhlor + Melobromuron sebagaimana telah
diungkap dapat menghambat pertumbuhan akar pada fase kecambah gulma yang
mengakibatkan pertumbuhan gulma abnormal atau mati (Ashton dan Crafts. 1981
dalam Effendi dan Hidayat, 1996). |
i.
Touchdown
TOUCHDOWN
480 AS |
|
Bahan Aktif |
Sulfosat 480 g/l |
Jenis Formulasi |
Larutan |
Translokasi |
Sistemik |
Selektivitas |
Non selektif |
Waktu Aplikasi |
Pada saat gulma tumbuh aktif |
Tanaman Sasaran |
Karet, kedelai (TOT), kelapa sawit (TBM), kopi, padi gogo (TOT),
dan teh |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Daun sempit, gulma daun lebar dan teki |
Volume semprotnya |
Volume tinggi |
Mekanisme |
Penetrasi sulfosat terjadi melalui daun dan bagian yang tidak
berkayu kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan melalui floem
dengan mengikuti gerakan akropetal dan basipetal. Mekanisme kerja
sulfosat adalah dengan men sintesa protein sehingga menyebabkan kematian daun
dan akar (Corbett, Wright and Baille, 1984 dalam
Juleha, 2002). |
j.
Basta
BASTA 150 WSC |
|
Bahan Aktif |
Amonium glufosinat 150 g |
Jenis Formulasi |
Larutan (WSC) |
Translokasi |
Kantak dan sistemik |
Selektivitas |
Non selektif |
Waktu Aplikasi |
Purna tumbuh |
Tanaman Sasaran |
Kelapa sawit, karet, kopi, kakao,
teh dan cengkeh |
Gulma Sasaran & dosisnya |
Gulma daun lebar, daun sempit, teki, dan alang-alang |
Volume semprotnya |
450 l/ha |
Mekanisme |
efektif menekan pertumbuhan populasi gulma, karena mempunyai
aktivitas yang lebih cepat di dalam jaringan tumbuhan |
3.1 PEMBAHASAN
Gulma yang tumbuh pada lahan yang
tidak diharapkan dapat dikendalikan
dengan herbisida. Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang
digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. sampai
saat ini, herbisida yang beredar di masayarakat sudah beraneka ragam seperti
Solusi 865 sl, Topstar, dll. Namun herbisida yang beredar dapat diketahui
dengan klasifikasi herbisida. Klasifikasi herbisida dapat berdasarkan waktu
aprlikasinya, cara kerjanya, toksisitas, selektifitas, sifat kimia, media atau
jalur aplikasi dan berdasarkan respon tanaman terhadap gulma.
Herbisida yang diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi
akan mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan. Pemakaian suatu jenis
herbisida secara terus menerus juga akan membentuk
gulma yang resisten
sehingga akan sulit mengendalikannya.
Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan herbisida harus sesuai dengan 4
tepat yakni : tepat sasaran, tepat dosis, tetap waktu dan tepat cara
pengaplikasiannya untuk mengurangi dampak negatif yang nantinya akan
ditimbulkan oleh herbisida.
III. RESPON MORFOLOGI
TERHADAP HERBISIDA
3.1.
Latar belakang
Pertanian dalam arti luas mencakup
semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman,
hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian
diartikan sebagai kegiatan pembudidayaan tanaman. Dalam budidaya tanaman banyak
faktor-faktor yang mendukung ataupun menghambat perkembangan tanaman yang
dibudidayakan, faktor yang menghambat yaitu organisme pengganggu tanaman (OPT)
antara lain hama, penyakit dan gulma.
Gulma adalah tumbuhan yang
kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang
bisa dicapai oleh tanaman produksi. Batasan gulma bersifat teknis dan plastis.
Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian.
Keberadaan di pertanaman akan sangat merugikan
bagi tanaman budidaya, karana akan terjadi
kompetisi antara gulma dan
tanaman budidaya, sehingga
pertumbuhan tanaman budidaya
akan terganggu. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian gulma pada pertanaman budidaya untuk mengurangi atau menekan pertumbuhan
gulma. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan gulma antara lain
adalah secara : preventif mekanis, fisik, kultur teknis dan secara kimiawi.
Pengendalian gulma secara kimiawi
adalah pengendalian gulma dengan pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma
yang dimana zat-zat tersebut bersifat racun/toxin yang data merusak jaringan
tanaman/gulma. Bahan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan gulma sering
disebut dengan istilah herbisida. Pada tulisan ini akan dibahas lebih jauh megenai
respon morfologi gulma terhadap herbisida.
3.2.
Pengertian Gulma
Gulma adalah segala tanaman yang
tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan. Bunga mawar pun, jika tumbuh di
tengah sayuran juga termasuk Gulma. Kebanyakan Gulma adalah tanaman yang cepat
tumbuh dan dapat menghasilkan sejumlah besar biji dalam waktu singkat. Biasanya
bijinya mudah
tersebar, misalnya bunga dandelion dengan buahnya yang
bisa tersebar hanya dengan angin kecil. Beberapa gulma akan terus menebarkan
bijinya walaupun pohonnya telah dicabut. Di atas tanah, dari gulma kebun biasa,
bunga-bunganya akan membuat setumpuk biji berambut pada timbunan kompos jika
ditaruh disitu dan tidak dihancurkan. Gulma lain seperti tumbuhan rambat bunga
kuning menghasilkan puncuk yang berakar setiap kali menyentuh tanah. Dengan
ini, tanaman menjalar dengan cepat. Ada Gulma yang seperti konvolvulus, harus
diangkat sepenuhnya dari tanah. Sisa tangkai yang tercecer akan tumbuh sebagai
tanaman baru.
3.3.
faktor yang mempengaruhi
perkembangan gulma
a. Faktor klimatik,
meliputi cahaya, temperatur, air dan angin.
b. Faktor edafik,
meliputi kelembaban tanah, aerasi , ph tanah,
hara.
c.
Faktor biotik, meliputi tumbuhan
(tingkat tinggi dan rendah), hewan (makro dan
mikro).
3.4. Jenis – jenis Gulma
Berdasarkan morfologinya gulma dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
a.
Gulma teki-tekian
Golongan teki termasuk dalam familia
Cyperaceae. Gulma ini memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap pengendalian
mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan
berbulan-bulan. Gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya
sangat efisien dalam menguasai areal pertanian
secara cepat. Ciri dari gulma
ini adalah batang umumnya
berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga.Daun
tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula).Ibu
tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica)
atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. Buahnya tidak
membuka. Contohnya Cyperus rotundus,
Fimbristylis littoralis, Scripus juncoides.
b.
Gulma rumput-rumputan
Gulma golongan rumput termasuk dalam
familia Gramineae/Poaceae. Gulma ini memiliki daun yang sempit seperti
teki-tekian tetapi memiliki stolon, yang mana stolon ini di dalam tanah
membentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik.Ciri lain dari gulma
ini adalah, batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga.Daun-daun soliter
pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun sejajar,
terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya
berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah- lidah daun sering kelihatan
jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun. Contoh gulma
rumput-rumputan adalah Imperata
cyliindrica, Echinochloa crusgalli, Cynodon dactylon,.
c. Gulma berdaun lebar
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk
Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Gulma ini biasanya tumbuh
pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya.
Ciri dari gulma ini adalah daun lebar dengan
tulang daun berbentuk
jala. Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava, Eichornia crassipes, Amaranthus spinosus,
Portulaca olerace, Lindernia sp.
3.5.
Pengertian Dasar Herbisida
Herbisida merupakan suatu senyawa
kimia yang dapat meracuni gulma. Efek atau pengaruhnya akan cepat terlihat
dalam mengendalikan gulma. Tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan sifat
dan macam gulma yang dikendalikan. Aplikasi herbisida akan berfungsi degan baik
jika tepat sasaran yaitu pada gulma
yang dikendalikan. Herbisida meiliki kemampuan untuk meracun tanaman yang
berbeda – beda sesuai dengan jenisnya. Klasifikasi herbisida adalah sebagai berikut
1 Bedasarkan cara kerja
:
a. Herbisida Kontak
Herbisida kontak adalah herbisida
yang langsung mematikan jaringan – jaringan atau bagian gulma yang terkena
larutan herbisida, terutama bagian gulma yang bewarna hijau. Herbisida jenis
ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma
yang masih muda dan, bewarna hijau,serta gulma yang memiliki sistem perakaran
tidak meluas.
Di
dalam jaringan tumbuhan,
bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada
yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranlokasikan melalui floem.
Karena hanya mematikan gulma yang terkena, pertumbuhan gulma kembali dapat
terjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi lebih sikat.
Herbisida kontak memerlukan dosis
dan air pelarut yag lebih besar agar bahan aktifnya merata keseluruh permukaan
gulma dan diperoleh efek pengendalian yang lebih baik. Dengan demikian,
prestasi kerja yang dihasilkan pada penyemprotan lebih kecil dan keutuhan tenaga
kerja lebih banyak.
Pengunaan CDA sprayer ( mikron herbi ) atau sprayer sistem ULV lainnya
tidak direkomendasikan karena larutan herbisida yang kental akan dapat merata
keseluruh permukaan gulma sasaran dan dapat menyebabkan iritasi kulit bagi
pekerja ( penyemprot )
Contoh - contoh jenis herbisida kontak adalah sebagai berikut
:Gramoxone,
Herbatop dan
Paracol
b.
Herbisida Sistemik
Bahan aktif herbisida sistemik
dapat diserap dan ditranslokasikan ke seluruh
bagian atau jaringan guma, mulai dari daun sampi keperakaran atau sebaliknya.
Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena proses kerja bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung
mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu
proses fiologis jaringan tersebut.
Efek kematian terjadi hampir merata
keseluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran engan demikian
proses petumbuhan embali uga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian
dapat lebih lama ( panjang ). Pengunaan herbisida sistemik secara keseluruhan
dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.
Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis aat semprot.
Termauk sistem ULV ( mikron herbi), karen penyebaran bahan aktif
keseuruh gulma memerlukan sedikit pelarut. Contoh – contoh herbisida sistemik
adalah sebagai berikut: Ally 20 WDG, Banvel, Basmilang, DMA 6, Kleenup,
Polaris, Rhodiamine, Roundup, Starane, Sunup, Tordon, Touchdown. Pada praktikum
kali ini hebisida sistemik
menggunakan Roundop bahan aktif ; Isapropilamina glifosat 486 g/l , Roundop
486 SL dengan teknologi biorsorb
adalah herbisid puma tumbuh
sistemik berbentuk larutan dalam air bewarna kekuningan
, olah tanah, kedelai tanpa olah tanah dan padi gogo tanpa olah tanah serta
memacu kemasalahan dan meningkatkan kualitas wira pada tanaman tebu
Perubahan yang terjadi pada
pemakaian herbisida sistematik pada gulma adalah pemakaian herbisida sistemik
yang apat mematikan gulma oleh karena itu ada pengurangan jenis gulma yang agak
berkurang. Tergantung dari reaksi gulma tersebut dan adanya pemakaian dosis
yang pada takaran
tertentu tergatunng dari gulma sasaran , tanamannya, dan
pemakaian roundup per liter terhadap lahan luasnya perhektar.
2. Berdasarkan pada Perbedaan
derajat respon tumbuh-tumbuhan. a.Herbisida nonselektif
Herbisida Nonselektif adalah
herbisida yang beracun bagi semua spesies tumbuhan yang ada. Contoh herbisida
ini yaitu glifosat dan paraquat.
b. Herbisida Selektif
Herbisida Selektif adalah herbisida
yang bersifat lebih beracun untuk tumbuhan tertentu daripada
tumbuhan lainnya. Contoh
Herbisida ini yaitu Ametrin,
diuron, oksifluorfen, klomazon dan karfentrazon.
3 Herbisida didasarkan pada media atau jalur aplikasinya
a. Soil Application
Herbisida yang diaplikasikan melalui
tanah, baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada permukaan tanah maupun
dicampur dengan tanah. Herbisida yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan
untuk mengendalikan gulma sebelum gulma tersebut tumbuh. Contoh Herbisida ini
yaitu diuron, bromacil, oksadiazon, oksifluorfen, ametrin, butaklor dan metil
metsulfuron
b. Foliar Applications
Herbisida yang diaplikasikan melalui
daun atau tajuk gulma. Herbisida yang termasuk dalam kelompok ini adalah
herbisida pasca tumbuh. Herbisida ini diaplikasikan pada saat gulma sudah
tumbuh. Contoh herbisida pasca tumbuh adalah glifosat, paraquat, glufusinat dan
propanil.
3.6.
Respon Morfologi terhadap Herbisida
Herbisida menginduksi banyak
perubahan dalam pertumbuhan tanaman dan strukturnya. Perubahan ini berkisar
dari hanya menghambat pertumbuhan
penyimpangan secara morfologi yang dapat mempengaruhi seluruh tanaman atau
hanya mengubah organ-organ tertentu saja. Efeknya dapat bervariasi dari spesies
ke spesies, perbedaan antara rumput dan tanaman berdaun lebar yang umum. Perlu diingat bahwa perubahan awal
biokimianya mendahului perubahan yang diamati dalam pertumbuhan tanaman dan
strukturnya. Informasi tambahan tersedia dalam ulasan terbaru oleh Anderson dan
Thomson (1973) , Cartwright (1976), Linck (1976), dan Van Andel (1976).
Herbisida telah ditunjukkan untuk
mengubah pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi jaringan dan kerusakan
jaringan. Perubahan ini meliputi hambatan pertumbuhan, efek formatif, klorosis
daun, nekrosis, dan pembentukan kutikula berkurang serta organel dan modifikasi
membran. Penghambatan pertumbuhan pada umumnya untuk semua herbisida. Namun,
dengan tindakan kontak cepat membunuh jaringan sebelum penghambatan pertumbuhan
dapat diamati. Bahkan itu yang awalnya merangsang pertumbuhan, pada akhirnya
menghambat pertumbuhan sebelum kematiannya. Hambatan pertumbuhan mungkin agak langsung
di alam ketika disebabkan oleh gangguan pembelahan sel atau pembesaran sel,
atau tidak langsung ketika disebabkan oleh kekurangan substrat metabolik untuk
pertumbuhan, seperti dengan inhibitor fotosintesis.
pembelahan sel atau mitosis telah
dilaporkan dihambat oleh banyak herbisida termasuk karbamat, thiokarbamat,
CDAA, DCPA, bensulida, pronamide,
dan dinitroanilines. Efeknya dapat digambarkan sebagai penyimpangan mitosis
termasuk sel-sel multinukleat yang sering dengan kelainan sabnormal, vakuola dewasa
sebelum waktunya, mungkin disertai dengan pembesaran sel. Pembelahan sel sering
berakhir di proses metafase. Efek ini biasanya terlihat dalam meristem akar,
tetapi dalam beberapa kasus meristem lainnya tampaknya terlibat. Walaupun efek sitologi
umum muncul dan mirip pada senyawa ini, mekanisme penelitian
tindakan telah menunjukkan perbedaan penting
bagaimanahal tersebut terjadi. Pembesaran sel yang dipengaruhi oleh herbisida
ini memiliki sedikit perhatian kecuali yang terkait dengan efeknya pada
pembelahan sel. Di dalam kebanyakan kasus yang di mana pada saat pembelahan sel
terhambat, sel-sel yang terlibat menjadi lebih besar dari ukuran normal yang
sebelumnya.
Selain diferensiasi jaringan yang diubah dibawa oleh pembelahan sel yang abnormal dan
pada saat terjadi pembesaran, herbisida tertentu mengganggu diferensiasi xylem
pada batang. Hal ini menyebabkan lemah, rapuh batang pada kerusakan. Dan ini
telah diamati pada batang beberapa spesies berdaun lebar dekat permukaan.
Kesamaan respon terhadap herbisida
adalah sifat atau gejala umum yang ditunjukkan gulma tersebut apabila terpapar
suatu jenis herbisida. Namun pada kenyataan di lapangan, gulma dari spesies
yang sama kadangkala memberikan respon yang berbeda terhadap jenis herbisida tertentu.
Hal ini disebabkan beberapa faktor
seperti kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda (ternaungi atau tidak), fase tumbuh yang tidak sama (baru berkecambah atau sudah dewasa).
Penggolongan ini juga berlaku
apabila herbisida tertentu
diaplikasikan dengan dosis
rekomendasi dan dengan cara
aplikasi yang standar.
Penerapan herbisida di lapang, banyak
menggunakan cara dengan penyemprotan. Oleh karena itu dibutuhkan alat yang
disebut sprayer. Dalam penggunaan sprayer ini pun tidak mudah, dibutuhkan perhitungan yang tepat antara
dosis atau konsentrasi dan kecepatan menyemprot agar efektif dan efisien.
Herbisida merupakan suatu senyawa
kimia yang dapat meracuni gulma, herbisida di klasifikasikan berdasarkan cara
kerja, didasarkan pada Perbedaan derajat respon tumbuh-tumbuhan dan berdasarkan
media aplikasinya. Herbisida menginduksi banyak perubahan dalam pertumbuhan
tanaman dan strukturnya. Perubahan ini berkisar
dari hanya menghambat pertumbuhan penyimpangan secara morfologi yang dapat mempengaruhi seluruh tanaman atau hanya mengubah
organ- organ tertentu saja.
Penggunaan herbisida dilakukan harus
tetap memperhatikan dampak lingkungan, dengan dosis yang sudah dianjurkan.
IV.
PROSES PENYERAPAN DAN
TRANSLOKASI HERBISIDA
4.1 Latar Belakang
Herbisida adalah senyawa atau
material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas
tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil panen yang disebabkan oleh gulma.
Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung cepat mematikan atau membunuh
jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini,
terutama bagian gulma yang berwarna hijau.
Di
dalam jarinngan tumbuhan,
bahan aktif herbisida
kontak hampir tidak
ada yang ditranslokasikan.
Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya
mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat
cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak
memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke
seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik.
Herbisida kontak juga yang bekerja
dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel
dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida kontak hanya mematikan bagian
tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak
terpengaruhi, dan bagian tanaman didapat kembali dan proses kerja pada
herbisida ini pun sangat cepat. Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang
terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif
berfotosintesis (Mandala, 2015)
4.2. Mekanisme Penyerapan
dan Translokasi Herbisida
Jika
herbisida adalah menjadi
efektif pada proses
fisiologis dan biokimia
tanaman, harus diserap oleh tanaman dan translokasi (kecuali herbisida
kontak) dalam jumlah yang memadai ke situs tindakan. penyerapan diferensial dan translokasi, yang membentuk dasar untuk herbisida selektivitas,
menentukan toleransi dan kerentanan spesies tanaman untuk herbisida tertentu.
Penyerapan Herbisida adalah herbisida
gerakan dari permukaan ke dalam tubuh tanaman. Atau Ini adalah proses penetrasi
herbisida ke dalam jaringan tanaman. Herbisida diterapkan baik ke tanah atau
tanaman dedaunan. Oleh karena itu, penyerapan herbisida tergantung pada metode
aplikasi dan bagian tanaman yang menyerap kimia terjadi kontak.
Herbisida diterapkan pada tanah
sebagai pra-tanam atau pengobatan pra- munculnya biasanya diambil oleh akar
atau tunas bibit muncul. Air, garam dan herbisida yang larut dalam air yang
diambil oleh akar rambut dan korteks, molekul herbisida bermigrasi melalui
xylum pada daun melalui aliran transpirasi.
Herbisida diserap oleh kedua
mekanisme pasif dan aktif sebagai seperti ion anorganik. Pintu masuk pasif
terutama di sepanjang air diserap dan herbisida bergerak dengan air melalui
keluar pabrik di apoplast (Interkoneksi sel dinding dan ruang antar, termasuk
air atau udara diisi elemen xylum -a sistem hidup non) herbisida dapat masuk pabrik
dan bergerak terutama oleh salah satu atau kedua mekanisme ini tergantung pada
sifat kimia dan fisik dari molekul. Selain akar tanah diterapkan herbisida juga
diserap oleh tunas berkembang,
biji-bijian dan juga oleh rimpang, umbi-umbian dan bagian vegetatif lain dari
gulma abadi Secara umum tunas herbisida aktif seperti atrazin dan urea
herbisida membunuh gulma dengan penyerapan melalui tunas.
Dalam kasus tanah diterapkan
herbisida, penempatan herbisida dalam tanah merupakan faktor penting yang
mengatur efisiensi dan selektivitas herbisida dalam pengendalian gulma.
Aplikasi permukaan atau dangkal herbisida akan menjamin selektivitas yang lebih
besar untuk mengendalikan dangkal berakar gulma dari tanaman berakar. Sebagian
besar herbisida diterapkan biasanya terkonsentrasi di atas 2 sampai 8 cm
dari tanah. Jika herbisida tidak terkonsentrasi di zona mana gulma tumbuh,
pengobatan mungkin terbukti tidak efektif atau kurang efektif.
Translokasi Herbisida adalah transfer
herbisida dari satu bagian ke bagian lain pada tanaman. Translokasi herbisida
aktif menembak dilakukan melalui jaringan floem pada tanaman bersama dengan
bahan makanan. Oleh karena itu, untuk translokasi aktif herbisida tersebut
ke bagian bawah
tanah diperlakukan tanaman,
sinar matahari dan kondisi
lain yang menguntungkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan sangat penting.
Herbisida diterapkan pada tanah yang
diserap oleh akar tanaman dan translokasi ke
tunas melalui pembuluh
xylum sepanjang aliran
translokasi. Di tanah
kering translokasi herbisida
tersebut pada tanaman akan jauh lebih lambat dibandingkan dengan tanah lembab. Beberapa
herbisida pameran xylum-Floem pertukaran dan konsekuen, gerakan bi-
directional secara simultan pada tanaman. herbisida ini juga disebut herbisida
peredaran darah.
Herbisida adalah senyawa atau
material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas
tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil panen
yang disebabkan oleh gulma. Penyerapan Herbisida
merupakan gerakan dari permukaan ke dalam tubuh tanaman. Atau proses penetrasi
herbisida ke dalam jaringan tanaman. Herbisida diserap oleh kedua mekanisme
pasif dan aktif sebagai seperti ion anorganik. Translokasi herbisida merupakan
transfer herbisida dari satu bagian ke bagian lain pada tanaman. Translokasi
herbisida aktif menembak dilakukan melalui jaringan floem pada tanaman bersama
dengan bahan makanan.
V.
BENTUK MOLEKUL HERBISIDA
5.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris
atau merupakan negara
yang
sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani,
sehingga sektor pertanian
merupakan sektor yang penting dalam pembangunan dan menjadisumber kehidupan
yang utama.
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh
pada tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia, karena akan merugikan manusia
baik langsung maupun tidak langsung
(Tjitrosoedirjo et al., 1984). Tumbuhan yang lazim menjadi gulma mempunyai ciri
yang khas yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai daya saing kuat dalam
memperebutkan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar
terhadap suasana lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak yang
besar baik secara vegetatif atau generatif maupun kedua- duanya, alat
perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang, dan
bijinya mempunyai sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup yang
lama dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986). Dalam
sistem pertanian gulma tidak dikehendaki karena akan menimbulkan banyak kerugian antara lain:
menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit,
menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti allelopati, mempersulit
pengolahan tanah, menghambat atau merusak peralatan, mengurangi debit dan
kualitas air, serta menambah biaya produksi.
Pengendalian gulma dapat didefenisikan
sebagai proses membatasiinfestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman bisa
dibudidayakan secara produktif dan
efisien. Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk mengendalikan
seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan ataumengurangi populasinya.
Dengan kata lain pengendalian hanya bertujuan untuk menekan populasi gulma
sampai tingkat yang tidak merugikan secaraekonomi. !aat ini, terdapat berbagai
macam metode pengendalian gulma yangdikenal secara luas, seperti pengendalian
mekanis dan kimiawi. Pengendalian kimiawi, dengan menggunakan herbisida,
merupakan metode yang paling banyak digunakan karena tingkat efisiensi dan
efektivitas yang tinggi.
Teknik pengendalian gulma dapat secara
kimia dan organik. Hal ini didasarkan atas bentuk molekul herbisida. Pada
sistem produksi pertanian modern, penggunaan herbisida merupakan salah satu
faktor penyumbang dalam meningkatkan hasil pertanian. meskipun demikian,
penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah,
pencemaran lingkungan hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok. Di
dalam tanah, umumnya residu herbisida berinteraksi dengan partikel tanah dan
akar tanaman. Herbisida yang jatuh sampai ke tanah, selain diabsorbsi oleh
partikel tanah juga berada dalam larutan tanah dan bergerak ke segala arah
termasuk diserapakar tanaman. Penggunakan herbisida pada pertanian harus
memperhatikankeuntungan dan kelebihannya, oleh karena itu penting untuk petanimengetahui segala sesuatu yang terkait
dengan herbisida.
5.2.
Peranan Morfologi dan Ekologi Gulma
Tanaman Gulma Gulma adalah tumbuhan
yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki yakni tumbuh pada areal
pertanaman. Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman
budidaya. Gulma dapat merugikan tanaman budidaya karena bersaing dalam
mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, dan air. Pengenalan suatu jenis gulma
dapat dilakukan dengan melihat keadaan morfologi, habitat, dan bentuk
pertumbuhanya (Gupta, 1984). Menurut Sutidjo (1981) ditinjau dari segi ekologi
gulma merupakan tumbuhan yang mudah beradaptasi dan memiliki daya saing yang
kuat dengan tanaman budidaya. Karena gulma mempunyai sifat mudah beradaptasi
dengan tempat lingkungan tumbuhnya maka gulma memiliki beberapa sifat
diantaranya:
1)
mampu berkecambah dan tumbuh pada kondisi zat hara dan air yang sedikit, biji tidak mati dan mengalami dorman
apabila lingkungan kurang baik untuk pertumbuhannya,
(2)
tumbuh dengan cepat dan mempunyai
pelipat gandaan yang relatif singkat apabila kondisi menguntungkan,
(3)
dapat mengurangi hasil tanaman budidaya dalam
populasi sedikit,
(4)
mampu berbunga dan berbiji banyak,
(5)
mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat, terutama
yang berkembang biak secara vegetatif (Mercado, 1979).
Tanaman pokok yang lebih dominan dari pada gulma dan
tingkat kepadatan gulma yang rendah,
tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Jika gulma mempunyai tingkat kerapatan yang tinggi, akan menyebabkan terjadinya kompetisi antara tanaman pokok dan gulma, sehingga dapat
menurunkan kuantitas hasil pertanian. Penurunan tersebut akibat dari persaingan
antara gulma dan tanaman pokok untuk mendapatkan sinar matahari, air tanah, unsur hara, ruang
tumbuh, dan udara (Sukman, 2003).
5.3.
Pengaruh Herbisida terhadap
Metabolisme Gulma
Herbisida Herbisida merupakan suatu
bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau
mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih
proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan,
pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas
enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan
penganggu juga terhadap tanaman yang dibudidayakan. Herbisida yang
diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi akan mematikan seluruh bagian dan jenis
tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan dan
tidak merusak tumbuhan yang di budidayakan (Sjahril dan Syam’un, 2011).
Menurut Sukman dan Yakup (1991)
terdapat beberapa keuntungan menggunakan herbisida diantaranya : dapat
mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah
kerusakan perakaran tanaman yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh
gulma, dalam dosis rendah dapat berperan sebagai
hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi tanaman
budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan cara yang
lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus
akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.
5.3.1 Bentuk Molekul Herbisida
Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material
yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma).
Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian.
Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena
kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau
keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain
ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan pengganggu
tanaman utama.
Berdasarkan bentuk molekulnya
herbisida dibedakan menjadi dua yaitu herbisida organik dan herbisida non
organik. Herbisida anorganik adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun
secara anorganik, misalnya herbisida berbahan aktif amonium sulfanat, amonium
sulfat, amonium tiosianat, kalsium sianamida, tembaga sulfat-nitrat-ferosulfat,
sodium arsenat, sodium tetraborat, sodium klorat, sodium klorida-nitrat dan
asam sulfurat. Sedangkan herbisida organik adalah herbisida yang bahan aktifnya
tersusun secara organik, misalnya herbisida golongan nitrofenol+anilin,
herbisida tipe hormon, herbisida berbahan aktif asam benzoat+fenil asetat,
amida, nitril, arilkarbamat, substitusi urea, piridin, pirimidin- urasil, triazin,
amitrol dan gugusan organoarsenat (Sukman, 2002).
Meskipun kebanyakan hasil
modifikasi molekul herbisida dalam senyawa yang kurang fitotoksik, namun ada
pengecualian untuk ini, B-oksidasi 2,4-DB dengan hasil 2,4-D dalam
fitotoksisitas meningkat. Sering substitusi atom tunggal untuk lain pada
molekul herbisida akan menghasilkan pembentukan senyawa hampir sama sekali
non-fitotoksik atau senyawa selektivitas sangat berbeda.
Tanaman
tingkat tinggi telah ditunjukkan untuk mengubah konfigurasi molekul herbisida
oleh berbagai reaksi kimia. Sebagian besar ini mungkin dikatalisasi oleh enzim
tertentu, namun beberapa tampak nonenzimatik. Dalam kebanyakan kasus enzim
tertentu yang terlibat belum diisolasi dan dikarakterisasi. Berikut jenis
reaksi telah terbukti terlibat dalam degradasi herbisida pada tanaman tingkat
tinggi: oksidasi, reduksi, hidrolisis, dehalogenasi, dethiolation, deaminasi,
dekarboksilasi, dealkilasi,
dealkyoxylation, dealkythiolation dan konjugasi dengan biasanya pada tanaman.
a.
Oksidasi. Herbisida
fenoksi ini dipilih sebagai contoh reaksi oksidasi, karena ada berbagai jenis
oksidasi telah dilaporkan terjadi. Ini telah diklasifikasikan sebagai a-, B-,
dan w-oksidasi dan terlibat oksidasi di tiga lokasi yang berbeda pada rantai samping.
Fawcett et al (1955,1958) menunjukkan bahwa W (2,4- Dichlorophenoxy) nitril
alkana mengalami-oksidasi. (gambar 5.1)
b.
Dekarboksilasi.
Beberapa herbisida termasuk derivative fenoksi benzoate, dan urea telah
ditunjukkan untuk menjalani Dekarboksilasi disertai dengan deaminization
simultan yang mengikuti reaksi demethylation. Reaksi juga memerlukan satu
molekul air dank arena itu dianggap hidrolisis.
c.
Hidroksilasi . Hidroksilasi dari
molekul herbisida telah terbukti pada tanaman tingkat tinggi. Herbisida ini terdapat pada turunan fenoksi,
benzoate, dan kelas- kelas trazine. N-hidroksi derivate
pembentukan rantai sisi propham telah diusulkan namun senyawa hidroksil tidak
terisolasi, dengan fenoksi herbisida, cincin hidroksilasi dapat disertai dengan
perubahan dalam posisi atom klorin pada cincin (gambar 5.6). Namun dengan asam
benzoate hidroksilasi terjadi tanpa pergeseran atom klorin (gambar 5.7). Pada
kasus dengan trazine herbisida, cincin hidroksilasi melibatkan Deklorinasi,
demethoxylation, atau demethylthioation. Gambar 5.8 menunjukkan hidroksilasi 2-chlorotriazine,
yang serupa, reaction dengan 2-methoxy
(-OCH3) dan 2-methylthio (-SCH3) derivatif.
d.
Hidrolisis. Degradasi herbisida
dalam hidrolisis tanaman tingkat tinggi merupakan fenomena umum. Ini terlibat
dalam berbagai degradasi. Formulasi yaitu fenoksi ester, serta molekul dasar
beberapa kelas herbisida. Beberapa kelas-kelas ini adalah carbamates,
thiocarbamates, triazines, dan urea. Hidrolisis melekul herbisida biasanya
menyebabkan perpecahan besar dalam molekul yaitu menghasilkan dua fragmen yang
relative besar yaitu nonfitotoksik. Degradasi model molekul carbamate diberikan
sebagai contoh dari hidrolisis
(gambar 5.9).
e.
Penggantian berbagai kelompok alkil pada struktur
dasar kelas tertentu molekul herbisida tidak hanya diubah racunnya mutlak,
tetapi juga telah mengakibatkan bervariasi selektivitas pada spesies tanaman
yang berbeda. Kedua fakta ini terbukti sedikit pun triazine dan urea jenis
herbisida. Beberapa kelas herbisida yang telah ditunjukkan untuk menjalani
dealkylation adalah triazines, urcas, carbamate, thiocarbamates, dan
dinitroanilines. Molekul herbisida tertentu memiliki alkyloxy substitusi
daripada hanya alkil substitusi. Molekul herbisida tampaknya menjalani
dealkyoxylations hampir terjadi sebagai dealkylation i, Gambar 5-10
mengilustrasikan bertahap dealkylation dan dealkyoxylation model urea herbisida.
f.
Konjugasi herbisida atau degradasi produk dengan
tumbuhan endogenus telah sering dilaporkan dalam literatur. Jenis sering
diamati conjugasi invollve gula asam amino
dan kurang sering
macromolecutes seperti protein
atau lignin. Dalam kasus
terakhir awalnya diduga ketika hasil larut radioaktivitas dari herbisida
radioaktif Terapan rendah dan radioaktivitas dalam residu larut terdeteksi.
Ringan hidrolisis residu larut ini dapat melepaskan molekul herbisida utuh.
Conjugasi sederhana herbisida diterapkan dengan gula atau adalah asam amino
biasanya larut dalam pelarut pengekstrak. tiga contoh conjugasi sederhana
seperti yang diberikan dalam gambar 5-11 (chlorambea -
glukosa), angka 5-12 (amitrole-Serin), dan mencari 5-13 (antrazine- glutathione).
Pembelahan cincin. Rupanya membelah
struktur cincin aromatik dan heterosiklik yang terkandung dalam banyak
herbisida berlangsung sangat lambat pada tanaman yang lebih tinggi.
Meskipun berbagai substitusi pada cincin biasanya diurai, cincin itu sendiri dapat
bertahan sebagai nontoxic senyawa seluruh kehidupan tanaman. Struktur cincin
seing terikat untuk melarutkan residu yang merumitkan rilis radioaktif CO2 dari
berlabel cincin herbisida dalam hlgher tanaman, jumlah dan tingkat CO2 rilis
biasanya telah cukup rendah. Frear dan shimabukuro negara (1970), "Tidak
ada tidak ada bukti jelas menunjukkan bahwa tanaman mampu benar-benar
merendahkan struetures cincin ini pada tingkat yang signifikan."
Meskipun penelitian pada jalur degradasi herbisida dalam tanaman
lebih tinggi terus pada tingkat dipercepat, tren saat ini tampaknya menjadi :
Menempatkan sebuah peningkatan
tekanan di isolasi dan karakterisasi dari enzim yang bertanggung jawab atas
reaksi tertentu. Pada tahun 1959 williams (1959) menunjukkan bahwa pestisida
dan xenobiotics lain ( senyawa asing ) tampaknya mengalami dua tahap pada
hewan. Metabolisme melibatkan oksidasi tahap
1, pengurangan, reaksi
atau hidrolisis. Tahap II ini produk dari fase 1 menjadi
conjugasi dan detoksifikasi sebelum ekskresi.
Konsep ini telah diterima secara
luas. Baru-baru ini shimabukuro et. Al tahun (1981) menerapkan prinsip ini untuk sistem
tanaman tingkat tinggi dan menambahkan kondisi tahap III ( tabel. 5-1). Tipe
metabolisme tahap III tampaknya kurang tepat untuk tanaman tingkat tinggi.
Dibutuhkan perhitungan bahwa produk metabolisme tahap II jarang dikeluarkan
dari tanaman ( berbeda dengan hewan ). Karena itu, dari miseliumnya ini harus
dibagi menjadi bagian dalam sel tanaman atau dihapus lebih lanjut dari
aktivitas metabolisme oleh mekanisme lain. Reaksi tahap I biasanya mengurangi
fitotoksisitas dari herbisida dan mempengaruhi senyawa residu.
5.3.2. Contoh
Bentuk Molekul Herbisida
Berdasarkan
bentuk molekulnya herbisida dibagi menjadi dua yaitu :
A.
Herbisida anorganik merupakan suatu
herbisida yang tersusun secara anorganik
(Riadi, 2011). Contohnya :
a · Ammonium sulfanat, akan memperpanjang masa dormansi
sampai cadangan karbohidrat dan gula menjadi habis dan menyebabkan kematian.
b· Ammonium sulfat, menyebabkan peningkatan nilai PH pada
cairan tubuh tumbuhan yang terkena ammonium, yang menyebabkan tumbuhan cepat
mati. Ammonium juga beracun pada protoplasma.sel.
(NH4)2SO4 adalah garam anorganik.
c· Ammonium tiosianat, menyebabkan racun pada sel tumbuhan, menghambat enzim katalase
dan mengkaogulasikan protein. Dengan rumus kimia (NH4SCN).
d· Kalsium
sianamida dapat mengkoagulasikan protein sel.
CaCN2 dalam bentuk murninya merupakan kristal berbentuk jajaran
genjang yang tidak berwarna,
bentuk komersialnya adalah
bahan berwarna kelabu yang
mengandung 55-70% CaCN2; digunakan sebagai pupuk, pembasmi gulma,
dan penggundul hutan.
e· Tembaga sulfat,
nitrat, dan fero sulfat, tembaga
sulfat dapat melemahkan kerja dan menyebabkan protein
mengendap.
Tembaga Sulfat.
CuSO4.
Fero Sulfat
B.
Herbisida organik merupakan suatu
herbisida yang tersusun secara organik (Riadi, 2011). Contohnya :
a Amida. Amida digunakan untuk mengendalikan kecambah gulma semusim,
khusunya dari golongan rumputan. Herbisida ini lebih aktif bila
diaplikasikan pada permukaan tanah sebagai herbisida
pratumbuh. Mekanisme kerja utama herbisida yang tergolong dalam kelas amida
adalah mempengaruhi sintesa asam nukleat dan protein. Butaklor, pretilaklor,
alaklor, dan propanil termasuk dalam kelas amida ini.
Gugus fungsional organik yang memiliki gugus karbonil (C=O)
yang berikatan dengan suatu atom nitrogen (N), atau suatu senyawa yang
mengandung gugus fungsional ini. Jenis kedua adalah suatu bentuk anion
nitrogen.
b Bipiridilium.
Herbisida yang termasuk dalam
golongan ini umumnya herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila diaplikasikan
lewat tanah dan tidak selektif. Paraquat dan
diquat adalah contoh
herbisida yang termasuk
dalam kelas ini. Tumbuhan yang terkena herbisida akan menampakkan
efek bakar dalam waktu relatif singkat dan diikuti dengan peluruhan daun.
Cahaya, oksigen, dan klorofil adalah prasarana utama yang diperlukan untuk
menunjukkan efek racun tersebut. Contoh diquat
dan paraquat : Gramoxone
mengandung bahan aktif paraquat sebanyak 20%. Senyawa paraquat dikenal sebagai
racun kontak umum. Menurut formulatornya semua tumbuhan hijau dapat dibunuhnya.
Kenyataannnya lumut yang tumbuh di batu tahan terhadapnya. Padahal lumut itu
tumbuhan rendah, ada yang bersel satu saja. Mungkin fotosintesisnya tidak
menghasilkan elektron. Paraquat sendiri tidak habis terpakai. Oleh karena itu
paraquat dapat dapat dikatakan sebagai katalisator organik. Tidak mengherankan
kita, bila 1 liter produk paraquat di dalam 500 liter air dapat menghanguskan
rumput seluas satu lapang sepak bola. Elektron
(e) diperoleh dari hasil samping fotosintesis. Proses fotosintesis
mutlak bergantung pada sinar atau cahaya. Jadi, tenaga untuk membuat herbisida
H2O2 secara tidak langsung berasal dari matahari.
c Dinitroanilin. Butralin dan
pendimentalin termasuk dalam golongan herbisidadinitroanilin. Herbisida
tersebut akan aktif bila diaplikasikan ke tanah sebelum gulma tumbuh atau
berkecambah. Pola kerja herbisida dinitroalin adalah sebagai racun mitotikyang
menghambat perkembangan akar dan tajuk gulma yang baru berkecambah.
VI. RESPON BIOKIMIA TERHADAP PESTISIDA
6.1. Kompetisi Gulma
Gulma atau sering juga
disebut ‘tumbuhan pengganggu’ selalu dikendalikan oleh petani atau pekebun
karena mengganggu kepentingan petani/pekebuntersebut. Gulma mengganggu karena bersaing dengan
tanaman utama terhadap
kebutuhan sumberdaya (resources) yang sama yaitu unsur hara, air, cahaya,
dan ruang tumbuh. Sebagai akibat
dari persaingan tersebut,produksi tanaman menjadi tidak optimal
atau dengan kata lain adakehilangan hasil dari potensi
hasil yang dimiliki
tanaman. Kehilangan hasil tanaman sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kemampuan
tanaman berkompetisi (beda jenis/kultivar berbeda kemampuan bersaing), jenis-jenis gulma, umur tanaman
dan umur gulma, teknik
budidaya, dan durasi mereka berkompetisi. Kehilangantersebut terbagi
dua kategori, langsung dan tidak langsung. Gulma berpengaruh langsung
terhadap tanaman utama dengan
adanya kompetisiterhadap nutrient, air, dan cahaya.
(Edison
Purba, 2009)
Gulma yang selalu tumbuh di sekitar
pertanaman (crop) mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan serta hasil
akhir.Adanya gulma tersebut membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan
menghalangi tercapainya sasaran produksi pertanaman pada umumnya.Usaha manusia
dalam mengatasi hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian,
tergantung pada keadaan tanaman, tujuan bertanam, dan biaya. Budidaya pada
tanaman dan pengelolaan masih merupakan usaha yang cukup memadai dalam
pertanian. Dengan ditemukannya herbisida, peristiwa peracunan dan dosis dalam
derajad pengendalian masih perlu dipertimbangkan, demikan pula tentang
selektivitas “mode of action” dan efek residu.
Dalam pengendalian gulma, terkadang
gulma dapat mengubah bahan aktif herbisida (dalam takaran tertentu) menjadi
bahan yang tidak meracuni gulma tersebut. Hal ini terjadi akibat adanya respon
biokimia gulma terhadap aplikasi herbisida. Siklus biokimia utama merupakan
suatu reaksi metabolisme tunggal yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida dibandingkan dengan
reaksi
lainnya, atau reaksi
pertama yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida yang diberikan.
6.2.
Reaksi Biokimia Terhadap Herbisida
Menentukan signifikansi fisiologis di
tempat penelitian biokimia in vitro dalam aspek yang lainnya
dari jenis penelitian ini. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang konsentrasi herbisida di
tempat terjadinya biokimiawi pada tanaman. Dalam penelitian in vitro, konsentrasi grealer dari 10-3 M
(1 mM) dianggap di atas tingkat fisiologis. Namun, dengan herbisida tertentu,
konsentrasi 10-4 tampaknya tidak mengubah reaksi biokimia yang telah diukur. Ini
mungkin hanya berarti bahwa reaksi biokimia yang paling sensitif yang terkena
herbisida belum diperiksa. Penghambat fotosintesis yang lebih aktif menghambat
reaksi Hill sekitar 50% pada kisaran 10-7 sampai 10-8M.
Konsentrasi herbisida di tempat biokimiawi juga bisa berubah seiring waktu di
tanaman. Hal ini dapat meningkat terus karena penyerapan dan translokasi atau
penurunan karena degradasi sehingga mengubah reaksi berubah serta tingkat suku
bunga mereka dengan bertambahnya waktu setelah perawatan. Karena 2,4-D
diketahui merangsang sintesis RNA pada konsentrasi rendah dan menghambatnya
pada konsentrasi tinggi, seseorang dapat memvisualisasikan rangsangan awal
sintesis RNA yang diikuti oleh penghambatan, karena konsentrasi herbisida
meningkat di tempat kerja dengan waktu. Kasus serupa dapat dilakukan untuk
sintesis lipid pada daun yang
dipengaruhi oleh penghambat fotosintesis, stimulasi pada konsentrasi herbisida
rendah merupakan penghambatan pada konsentrasi tinggi. Contoh penurunan
konsentrasi herbisida di lokasi biokimiawi tanaman karena degradasi adalah
atrazin pada jagung. Telah ditunjukkan bahwa ketika akar tanaman jagung yang
ditanam dalam larutan kultur diobati dengan atrazin, fotosintesis pada daun
segera berkurang; Ketika tanaman ditempatkan dalam larutan kultur tanpa atrazin
laju awal fotosintesis secara bertahap dipulihkan setelah periode lag singkat.
Sebagian besar garam dan asam awal
yang digunakan adalah bahan kontak; Mereka membawa penghancuran cepat struktur
protoplasma yang halus berdasarkan keasaman tinggi, konsentrasi osmotik, dan
daya presipitasi protein.
Sedikit yang diketahui tentang sifat dan urutan reaksi
kimia yang tepat. Minyak, yang masih banyak digunakan dalam pengendalian gulma,
menghancurkan sifat semipermeable membran hidup dengan solubilisasi,
interpolasi molekul minyak ke dalam
lapisan protein membran dengan hilangnya ikatan, diskonfigurasi, dan kebocoran
(van Overbeek dan Blondeau 1954; Crafts and Robbins , 1962). Sebagian besar
herbisida kontak modern juga tampak bertindak dengan memodifikasi struktur
membran seluler. Namun, mekanisme tindakan
mereka jelas berbeda dari
minyak dan garam kontak awal dan asam.
Sebagian besar respon biokimia
primer yang disebabkan oleh herbisida masih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kategori besar yang diusulkan oleh Moreland (1967), yaitu: (1) respirasi dan
transportasi elektron mitokondria, (2) fotosintesis sebagai reaksi Hill, dan
(3) asam nukleat dan sintesis protein. Penelitian di tiga kategori ini
baru-baru ini diringkas: (1) oleh Kirkwood (1976), (2) oleh Moreland dan Hilton
(1976), dan (3) oleh Cherry (1976). Kirkwood (1976) juga meliput aksi herbisida pada metabolisme perantara.
1.
Pernapasan dan Transpor
Elektron Mitokondria
Respirasi dapat melalui tiga tahap:
(1) glikolisis (konversi gula menjadi asam piruvat), (2) siklus asam
tricarboxylic (metabolisme asam piruvat menjadi CO2 melalui serangkaian asam
organik, dan (3) fosforilasi oksidatif dan Transpor elektron (transfer elektron
dari asam organik ke ATP) Glikolisis terjadi di sitoplasma, sedangkan siklus
asam tricarboxylic, fotofotoksilasi oksidatif, dan transpor elektron terjadi di
mitokondria. Langkah 2 dan 3 berhubungan erat. Sebagian besar herbisida yang
berpengaruh Respirasi bekerja pada tingkat mitokondria, namun beberapa (2,4-D
dan dalapon) telah dilaporkan mengubah glikolisis.
Bahan kimia yang mengubah fungsi
mitokondria dapat (1) melepaskan reaksi yang bertanggung jawab untuk sintesis
ATP, atau (2) mengganggu transpor elektron dan transfer energi. Dinitrophenol
(DNP) adalah uncoupler yang terkenal dan digunakan sebagai inhibitor metabolik,
namun ini bukan herbisida. Selain mencegah sintesis ATP, pembungkus yang tidak
memungkinkan (1) merangsang respirasi mitokondria terisolasi yang tersuspensi
dalam medium kekurangan
akseptor fosfat atau
fosfat, (2) meningkatkan hidrolisis ATP dalam medium, atau
(3) menghambat reaksi pertukaran yang biasanya
dikatalisis oleh mitokondria. Dengan tidak adanya fotofat anorganik, ADP, ATP,
dan H2O.
Herbisida yang umumnya dianggap
sebagai pembentuk fosforilasi oksidatif termasuk dinoseb, ioxynil, bromoxynil,
dan chlorflurazole. Dichlobenil tidak dianggap sebagai uncoupler, namun turunan
hidroksinya tampaknya tidak beraturan. Ada banyak bukti bahwa fenoksi juga
mengurangi fosforilasi oksidatif; Namun, mereka juga mengubah banyak reaksi
metabolik lainnya. Oleh karena itu, signifikansi fisiologis jika kemampuan
uncoupling mereka tetap tidak jelas.
Ternyata, oksospasiat oksidatif lebih
mudah terkena penghambatan daripada tidak tersendat oleh herbisida, karena
lebih banyak herbisida dilaporkan menghambat daripada membaur. Furthemore,
signifikansi fisiologis dari inhibisi ini sering dipertanyakan karena
konsentrasi yang relatif tinggi sering dibutuhkan dan efek dari herbisida ini pada proses
metabolisme lainnya. Namun
demikian, jika senyawa ini
secara signifikan mengurangi pembentukan ATP secara in vitro, mereka dapat berkontribusi terhadap respons herbisida
yang paling akhir.
Herbisida yang tampaknya menghambat fosforilasi oksidatif meliputi CDAA,
CDEC, propham, chlorpropham, barban, asulam, dalapon, TCA, propanil, benzoik,
dinitroanilin, triazina, urea, dan tiokarbamat. Akhirnya beberapa senyawa ini
juga dapat terbukti tidak mampu mengoksidasi fosforilasi oksidatif. Kirkwood
(1976) telah menyajikan sebuah representasi skematik yang sangat informatif
yang secara tentatif menunjukkan lokasi tindakan pembasmi herbisida dan
penghambat fosforilasi oksidatif.
2.
Fotosintesis Sebagai Reaksi Hill
Fotosintesis adalah proses yang rumit
dalam perubahan karbondioksida dan air menjadi komponen senyawa organik dan
oksigen dengan memanfaatkan cahaya dan kloroplas. Ini melibatkan dua seri dari
reaksi. Seri pertama dari reaksi memerlukan cahaya, H2O, ADP, Pi
dan NADP+; hasil produksi O2 serta H+,
ATP dan NADPH; diringkas menjadi:
H2O + ADP Pi +
NADP+ light O2 + H+ + ATP + NADPH
Seri kedua dari reaksi memerlukan
sebagian besar produk reaksi pertama dan CO2; hasil
produksi (CH2O), ADP Pi + NADP+, diringkas
menjadi:
CO2 + ATP + NADPH
+ H+ (CH2O) + ADP +
Pi + NADP+
Seri pertama dari reaksi biasanya
dapat disebut sebagai " reaksi terang", sedangkan seri kedua dari
reaksi disebut sebagai "reaksi gelap". Kedua seri reaksi ini
berlangsung dalam kloroplas. Reaksi pertama terjadi pada membran dalam
kloroplas (lamela atau tilakoid), dan reaksi kedua terjadi di daerah lamela
dalam (stroma). Herbisida dapat menghambat fotosintesis terutama mengganggu
pada saat proses "reaksi terang". Fiksasi karbon dioksida akan
menurun karena semakin berkurangnya produk-produk hasil dari proses
"reaksi terang", yang penting untuk "reaksi gelap". Studi
Cooke (1956) dan Wessels, dan Van der Veen (1956) mempelopori penelitian
tentang efek herbisida pada proses fotosintesis. Mereka menunjukkan bahwa
herbisida tipe urea dapat mengganggu reaksi Hill.
2H2O + 2A kloroplascahaya 2AH2 + O2
A adalah penerima hidrogen atau elektron sedangkan AH2 adalah bentuk
yang dikurangi. Reaksi dapat diikuti menggunakan penerima elektron buatan dan
elektroda oksigen untuk Spektrofotometer (alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan
cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa ) menggunakan ferisianida atau pewarna dapat sebagai
penerima elektron buatan.
Seperti yang dikatakan, ini telah digunakan secara ekstensif dalam
penelitian herbisida. Ini memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi faktor
penghambat fotosintetik tetapi tidak memungkinkan seseorang untuk membatasi
faktor penghambat dalam sistem fotosintesis.
Selama dua
dekade banyak kemajuan telah dibuat dalam memahami sistem fot osintesis. Banyak dari penelitian ini telah setia menggunakan siklus
dari energi dan untuk tujuan kita dapat disimpulkan
dengan skema "Z" 1). Diagram kematis dari induksi pengangkutan elektron dan fosforilasi memungkinkan kita
untuk mengidentifikasi faktor penghambat oleh herbisida. Diuron sering
digunakan oleh fotobiologi untuk memblokir adanya re-oksidari Q- dan dengan
demikian reaksi kimiawi
dapat mengisolasi Fotosistem II dari Fotosistem I. Diuron
memblokir pengangkutan elektron antara penerima utama
elektron Q dan plastoquinone (PQ) dan dianggap sebagai faktor penghambat dalam
pengangkutan elektron. Herbisida lain yang muncul dan bertindak
sebagai faktor penghambat dari proses pengangkutan elektron salah satunya ialah triazines.
Uracil dan bis-karbamat (fenmedifam,
desmedifam). Dengan eksperimen tambahan, herbisida yang lain mungkin juga dapat
ditampilkan untuk menghambat reaksi ini. Salah satu herbisida (perfluidon)
telah terbukti dapat memisahkan fotofosforilasi, hal itu dapat mencegah
pembentukan ATP tetapi sementara masih memungkinkan dalam melanjutkan pengangkutan elektron. Beberapa herbisida
yang ada, dapat bertindak pada kedua reaksi tersbut sebagai penghambat
dalam proses pengangkutan elektron dan juga pemisah dalam proses
fotofosforilasi, yang termasuk diantaranya adalah dinoseb, ioxynil, bromocynil,
dan chlorflurozole. Moreland dan Hilton (1976) juga berpendapat pada hubungan
ini dan menyarankan bahwa mitokondria dan kloroplas harus memiliki banyak
kesamaan dalam mekanismenya yang terlibat dalam generasi pembentukan ATP.
Studi awal menunjukkan bahwa
kloroplas dari spesies yang toleran dan rentan serupa dalam tanggapan mereka
terhadap herbisida yang dapat menghambat reaksi Hill (Tabel 6-2). Toleransi
tanaman utuh dianggap terutama terkait dengan inaktivasi herbisida oleh
degradasi. Secara umum ini masih berlaku, tetapi studi terbaru juga menunjukkan
bahwa biotipe gulma tertentu akan tahan karena kurangnya pengikatan kimia
herbisida terhadap molekul yang terdapat dalam lamela.
3.
Metabolisme Asam Nukleat dan
Sintesis Protein
Metabolisme asam nukleat dan sintesis
protein adalah dua hal yang sangat penting dalam proses metabolisme dan
berhubungan dengan erat. Konsentrasi mereka
terutama terletak pada
transfer informasi genetik dari
DNA fungsional (enzim) dan protein
struktural. Molekul-molekul ini adalah faktor utam dalam menentukan bentuk dan
fungsi dari organisme. Proses awal beralih dari replikasi DNA melalui
transkripsi ke RNA terjemahan ke dalam protein. Proses kompleks ini melibatkan
banyak reaksi yang memerlukan banyak kofaktor.
Rincian
serangkaian reaksi secara komprehensif pada dasarnya
meliputi semua proses biokimia dan fisiologi tanaman.
Jelas setiap herbisida secara
signifikan mengubah apapun proses reaksi, proses ini dapat memiliki efek
mendalam pada pertumbuhan dan perkembangan tanamn. Efek 2,4-D pada proses ini
telah diteliti secara ekstensif, dan hasilnya telah dirangkum oleh cherry
(1976) dan disajikan dalam bab fenoksi buku ini. Hasilnya perlakuan tanaman
sensitif dengan 2, 4-D adalah peningkatan dalam aktivitas RNA polimerase dengan peningkatan RNA dan
sintesis protein yang disertai dengan proliferasi sel yang masiv dalam jaringan
organ tertentu. Namun, pada konsentrasi herbisida yang tinggi proses ini dapat menghambat.
Studi oleh Mann et al. (1965) dan
Moreland et al. (1969) digunakan keluar segmen jaringan; Ashton et al. (1977)
digunakan sel-sel lef terisolasi, dan Van Hoogstraten (1972) digunakan sistem
sel-bebas. Spesies tanaman dan dan konsentrasi berbagai herbisida yang
digunakan para peneliti juga berbeda
Secara umum, sistem yang paling
dihambat adalah sistem sel daun, mungkin karena herbisida yang mampu bekerja kontak
dengan tindakan situs metabolik lebih mudah daripada memotong segmen
jaringan dan kofaktor penting tertentu (yakni, ATP) ditambahkan ke sistem sel
bebas tetapi tidak untuk sistem sel daun yang terisolasi. Sistem sel daun yang
terisolasi mampu fotosintesis, yang tidak ada pada sistem-sistem lain. Dalam
hal ini sangat jelas bahwa dinoseb dan
ioxynil sangat menghambat kedua
proses tersebut. Data yang terbatas pada PCP menunjukkan bahwa itu juga cukup
dalam penghambatan. Kelompok aphenol memiliki kemiripan struktural yang dapat
berkontribusi untuk kegiatan ini. Chlorpropham
dan propanil juga bisa untuk menjadi
penghambat relatif. Dengan
menggabungkan data kemudian dikembangkan dalam studi yang berbeda untuk
phenoxys (2,4-D dan
2,4,5-T) dan urea (monuron dan diruon), tampaknya
herbisida ini juga menghambat
untuk dua proses. Chloroacetamides (CDAA
dan propachlor) penghambatan terjadi
dalam beberapa tes tapi tidak yang lain. Karena sumber ATP yang diperlukan untuk reaksi ini mungkin berasal
dari fotosintetik dalam sistem sel daun
yang terisolasi (I) dan fosforilasi oksidatif dalam segmen jaringan (II),
hal ini dapat dipahami bahwa inhibitor
fotosintesis lebih efektif dalam sistem I daripada sistem II (yaitu, diuron atrazine, bromacil dan isocil, dan monuron). Namun, peningkatan
inhibisi oleh senyawa
tertentu (yakni, chloramben, EPTC, trifluralin) dalam
sistem I relatif terhadap
sistem II, ini mungkin karena
konsentrasi yang lebih tinggi di situs
(s) tindakan.
Karena efek senyawa ini pada sintesis
RNA dan protein kompleks, interpretasi dari hasil mungkin sulit. Faktor-faktor
seperti sintesis kimia, gangguan keseimbangan energi, selektivitas spesies dan
kekhususan enzim membuat generalisasi berbahaya. Sementara kasus diatas campur tangan oleh herbisida dalam metabolisme asam nukleat dan sintesis protein
menyiratkan gangguan yang bersifat
fitotoksik, dalam kasus tidak langsung lethality telah terbukti. Kloroplas dan
mitokondria berisi DNA yang berbeda dalam komposisi dasar dari DNA nuklir, DNA sintesis, DNA yang bergantung pada sintesis RNA dan sintesis
protein terlihat mengambil
tempat di komponen ini. Banyak herbisida yang menghambat penyerapan oksigen
oleh mitokondria dan oksigen oleh choroplast juga dilaporkan mengganggu
metabolisme asam nukleat dan sintesis protein.
Gruenhagen dan Moreland (1971) telah
berusaha untuk menunjukkan efek herbisida pada kandungan ATP, fosforilasi
oksidatif, RNA dan sintesis protein dalam perspektif di kertas yang
menggambarkan hasil tes pada efek dari beberapa senyawa pada jumlah kandungan
ATP pada jaringan hipokotil kedelai. Dinoseb,
ioxynil, propanil, dan chlorpropham mengurangi
ATP konten 88-90%; Sedangkan propachlor,
2, 4, 5-T, dan fenac mengurangi
65-69% semua senyawa ini telah dilaporkan untuk menghambat fosforilasi oksidatif kecuali propachor
dan fenac, yang belum dievaluasi
dalam hal ini. Semua senyawa ini juga telah dilaporkan mengurangi sintesis RNA
dan protein. Data ini menunjukkan bahwa sintesis RNA dan protein terhambat
karena kurangnya ATP dalam kasus herbisida ini. Namun, Van Hoogstraten (1972)
menemukan bahwa sintesis protein dihambat oleh PCP (98%), ioxynil (93%), dinoseb (90%),
fenac (37%) dan chlorpropham (29%).
Namun, Ashton et al (1977) melaporkan
bahwa penghambat fotosintesis atrazine, bromacil, monuroun, dan parakuat, serta
dinoseb, yang juga menghambat fotosintesis, juga merangsang sintesis lemak pada
konsentrasi dekat yang menghambat proses fotosintesis. Mann dan Pu (1968) tidak
mengamati simulasi oleh inhibitor fotosintesis dalam sistem tersebut; mungkin karena fotosintesis tidak terjadi atau konsentrasi terlalu tinggi. Ashton
et al (1977) menyarankan bahwa
stimulasi sintesis lemak dengan inhibitor fotosintesis mungkin berhubungan dengan mekanisme perbaikan membran.
Informasi tambahan mengenai efek herbisida
pada metabolisme lipid dan metabolisme perantara tempat lain dapat ditemukan di
bab-bab selanjutnya buku ini serta seperti Kirkwood (1976) dan di Kearney
Kaufman (1975,1976).
6.3.
Lokalisasi Reaksi Utama
Tindakan utama lokalisasi tempat
biokimia (lesi) herbisida tertentu memang tugas yang sulit. Webb (1963),
membahas lokalisasi tempat inhibitor inhibisi metabolik dan menyatakan: "
hanya benar-benar dalam keadaan kebetulan yang memuaskan lokalisasi dapat mudah
dibuat." Webb (1963) menulis bab hebat mengenai hal ini dan itu harus
ditinjau ulang oleh mahasiswa dengan serius pada jenis penelitian ini.
Ashton (1967) berbicara sebelum
Konferensi Gulma California membahas program untuk tindakan utama lokalisasi
tempat biokimia herbisida. Berikut diadaptasi dari lima langkah program. Pada
dasarnya program mulai dengan memperhatikan gejala fitotoksin dan tempat
akumulasi herbisida dalam tanaman utuh. Menggunakan informasi ini sebagai
panduan, salah satu hasil melalui serangkaian sistem biokimia yang lebih disempurnakan.
1.
Lokalisasi tempat akumulasi
herbisida dalam tanaman utuh. Hal ini paling sering dicapai dengan menggunakan
herbisida berlabel dan autoradiografi
adalah alat yang sangat berguna
2.
Pengenalan gejala fitotoksin.
Misalnya, jika warna kuning daun adalah gejala awal yang telah diblokir.
Tindakan lain dari herbisida adalah produksi antosianin, tanda bahwa gula yang
terakumulasi. Dengan demikian kita dapat mencari blok di transportasi gula atau
mungkin respirasi, yang memanfaatkan gula. Hilangnya turgiditas yang
mengakibatkan pengumpulan air dari mesofil daun sering menunjukkan hilangnya integritas membran: seperti
mungkin hasil dari toksisitas
minyak, atau herbisida kontak lainnya. Kerusakan membran yang diamati dengan
herbisida lain biasanya berkembang lebih lambat dan mungkin serupa respons
sekunder. Gejala pertumbuhan herbisida fenoksi adalah aspek lain dari pengunaan
herbisida; salah satu yang melibatkan sistem
hormon endogenus dan gangguan pertumbuhan. Studi mikroskop dan
mikroskop elektron yang ringan juga dapat memberikan informasi lokalisasi.
Hubungan konsentrasi yang harus dibentuk atas kisaran efektif total dari
inisiasi gejala sampai mati. Informasi tersebut dapat digunakan dalam
penelitian secara in vitro kemudian
pada berbagai jalur yang tampak penting. Berikutnya harus mengikuti waktu -
studi lapangan untuk mengikuti urutan peristiwa yang menyebabkan kematian.
Keterlambatan dalam terjadinya inhibisi mungkin sekali menunjukkan bahwa
substansi tidak diterapkan inhibitor tetapi harus dapat dimetabolisme untuk
tingkat kemampuan inhibitor yang terkait dengan pemulihan. Ketika tanaman pulih
ini menunjukkan mekanisme detoksikasi atau bahwa herbisida benar-benar hilang
dari tanaman oleh kebocoran atau volatilisasi.
3.
Studi metabolik awal harus
dirancang untuk identitas tempat biokimia besar berubah; yaitu fotosintesis,
respirasi, sintesis protein, dan sebagainya. Semua proses harus dievaluasi
menggunakan sistem yang sama. Meskipun akan diinginkan untuk menggunakan
tanaman utuh pada tahap ini, metodologi ini biasanya tidak tersedia. Oleh karena itu segmen jaringan
atau sel terisolasi yang mungkin paling sesuai. Organel-organel terisolasi dan
sistem sel bebas yang terlalu membatasi pada tahap ini karena hanya beberapa
reaksi dapat diukur. Konsentrasi dan waktu percobaan lapangan sangat penting.
Kegagalan untuk mengidentifikasi jalur awal metabolik utama yang berubah dalam
studi dapat mengakibatkan banyak jalur tidak relevan pada pekerjaan berikutnya.
4.
Studi metabolik sekunder yang
menggunakan sistem mentah. Memiliki satu area metabolisme utama yang terlibat
diblokir keluar sekarang mungkin untuk melanjutkan secara mendalam dengan
mempelajari komponen-komponen dari proses metabolisme yang terkena. Sebagai
contoh, sewaktu fotosintesis, diferensiasi harus dilakukan
antara reaksi terang
dan gelap; evolusi
fiksasi CO2
atau oksigen harus diukur dan mekanisme fosforilasi, siklik
atau non-siklik harus ditentukan. Dalam respirasi, pembedaan harus dibuat
antara glikolisis dan siklus TCA.
5.
Studi tentang sistem metabolik
tersier yang dimurnikan. Studi tersebut mungkin melibatkan satu enzim, reaksi
metabolik yang tunggal atau satu jenis
organel. Menggunakan waktu dan salah
satu seri konsentrasi harus menentukan
hubungan dosis yang kritis dan dibandingkan dengan secara vivo dan in vitro nilai-nilai
meningkatkan kemungkinan bahwa salah satu memang telah diterjemahkan tempat
tindakan utama.
Lima proses di atas mewakili suatu
pendekatan bertahap, dengan eliminasi, untuk
sampai pada hasil akhir. Pendekatan seperti ini aman dari resiko
mempelajari hanya satu bagian
metabolisme tanpa sebelumnya menentukan apakah bagian
yang satu ini lebih sensitif terhadap herbisida tertentu daripada daerah
metabolisme lain, atau tidak
menghubungkan/mengkaitkan hasil in vitro dan in vivo.
Ada beberapa teknik biokimia yang
sering berguna dalam studi lokalisasi. Seringkali ketika inhibitor bereaksi
pada suatu enzim, substrat yang bereaksi dengan enzim ini cenderung menumpuk.
Oleh karena itu, akumulasi dari setiap intermediate menunjukkan bahwa enzim
bertindak pada intermediate ini dapat dihambat
oleh herbisida. Terkadang
penambahan berbagai substrat
atau intermediet dari jalur
penghambat dapat memberikan informasi mengenai lokasi aksi. Penambahan substrat
berlabel radioaktif atau intermediet ke sistem terhambat dan deteksi perubahan
yang dihasilkan dalam jalur yang disebabkan oleh herbisida, mungkin berguna.
Penggunaan inhibitor kedua yang lokasi aksinya dikenal dapat digunakan baik
untuk meniru aksi dari herbisida atau untuk mengisolasi jalur metabolisme
terhambat dari kompleksitas jalur penggangu.
Dalam
sistem biologis ada sejumlah metabolisme bypass dan karenanya situs utama aksi mungkin tidak bertepatan dengan situs aksi
herbisida. Sebagai contoh,terdapat reaksi A ke B ke C, jika pembentukan B dari
A diblokir oleh herbisida, maka akan mungkin terjadi bypass sebagai berikut.
B C
D
Jika
produk D dapat dibuat dari A dengan
jalur yang berbeda
dari reaksi A ke
B, kemudian menghalangi reaksi yang terakhir ini dapat menggeser jalur ke C
melalui D. Oleh karena itu reaksi A ke B tidak penting untuk pembentukan C dan
C kemudian dapat masuk ke dalam reaksi penting
berikutnya.
6.4.
Proses Siklus Biokimia Herbisida
Siklus biokimia utama merupakan suatu
reaksi metabolisme tunggal yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi
herbisida dibandingkan dengan reaksi
lainnya, atau reaksi pertama yang dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi herbisida yang diberikan. Konsentrasi herbisida di tempat
biokimiawi juga bisa berubah seiring waktu di tanaman. Hal ini dapat meningkat
terus karena penyerapan dan translokasi atau penurunan karena degradasi
sehingga mengubah reaksi berubah serta tingkat suku bunga mereka dengan
bertambahnya waktu setelah perawatan.
Sebagian besar respon biokimia
primer yang disebabkan oleh herbisida masih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kategori besar yang diusulkan oleh Moreland (1967), yaitu: (1) respirasi dan
transportasi elektron mitokondria, (2) fotosintesis sebagai reaksi Hill, dan
(3) asam nukleat dan sintesis protein.
Ashton (1967) berbicara sebelum
Konferensi Gulma California membahas program
untuk tindakan utama lokalisasi tempat
biokimia herbisida. Diadaptasi dari lima langkah program
tersebut meliputi: (1). Lokalisasi tempat
akumulasi herbisida dalam
tanaman utuh; (2). Pengenalan gejala fitotoksin; (3). Studi metabolik awal
biokimia; (4). Studi metabolik sekunder; dan (5). Studi metabolik tersier. Lima
proses ini mewakili suatu pendekatan bertahap, dengan eliminasi, untuk sampai
pada hasil akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Tinjauan
pustaka. Dapat diakses pada http://digilib.unila.ac.id/2619/13/BAB%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 17 April 2017
Anonim. 2015. Pengertian dan klasifikasi herbisida.
Dapat diakses pada http://www.pengertianpakar.com/2015/05/pengertian-dan-klasifikasi-
herbisida.html. Diakses pada tanggal 17
April 2017
Anonim. 2013. Penggolongan herbisida. Dapat diakses
pada Ashton,Crafts. Mode of Action of Herbicides.
Agriinfo. 2016. “Mekanisme Penyerapan dan Translokasi Herbisida”. Diakses pada:http://www.agriinfo.in/default.aspx?page=topic&superid=1&topicid=2224
. Diakses pada tanggal: 19 April 2017.
Suhardi. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius.
Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta
: PT Bumi Aksara.
Dad R. J. Sembodo, 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Penerbit Graha
Ilmu : Yogyakarta.
https://prayudimarta.wordpress.com/2013/07/13/rangkuman-mata-kuliah-gulma-
persebaran-gulma diakses 19 april 2017.
http://rizkiero10.blogspot.co.id/2012/04/makalah-gulma.html
diakses 19 april 2017.
Mandala. 2015. “Pengertian dasar dari Herbisida”.
Dikutip pada: https://mustikatani.wordpress.com/pengertian-herbisida/.
Diakses pada tanggal: 19 April 2017.
Sutrisno, Suvi. 2013. Laporan Gulma Selektivitas. Universitas
Brawijaya Sukman, Yernelis dan Yakup.
2002. Gulma dab Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tjitrosoedirdjo, S. 1984. Pengelolaan Gulma
di Perkebunan. PT, Gramedia, Jakarta. Wiley, John and Sons.1981.Mode of Action of Herbicides.Calivornia: A Wiley-
Interscience Publication.
Zaptan Virginia. 2015. Herbisida. file:///C:/Users//Downloads/herbisida%202.html
. Diakses pada tanggal 16 April 2017.
No comments:
Post a Comment