DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan
masalah......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Pengertian
pajak........................................................................................... 3
B. Manfaat
Pajak.............................................................................................. 6
C. Pajak
Penghasilan......................................................................................... 6
D. Perlakuan
PPh atas pengalihan tanah........................................................... 7
BAB III PENUTUP............................................................................................. 12
A. Kesimpulan................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax ratio, sejak
tahun 2001 pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk ekstensifikasi
dibidang perpajakan. Selain melalui kegiatan canvassing, upaya eksensifikasi juga
dilakukan DJP dengan cara "memaksa" Wajib Pajak Orang Pribadi untuk
memiliki NPWP secara system, misalnya kewajiban memiliki NPWP sebagai salah satu
syarat dalam permohonan kredit perbankan bagi wajib pajak orang pribadi.
Pajak
penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada
penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan
bisa
diberlakukan progresif,proporsional,
atau regresif. Pengenaan
pajak
langsung sebagai
cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno,
antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai
dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit
yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan
di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama
kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah
" a person's faculty, personal faculties and abilitites", Pada tahun
1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns and
gain". “Tersonal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan
pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and
gain"
berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting
dalam sejarah
pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang
selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax
Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang
dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut
telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
pajak Penghasilan
Pengertian pajak
menurut
Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok
dalam defenisi pajak :
- Iuran
/ pungutan
- Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang
- Pajak
dapat dipaksakan
- Tidak
menerima kontra prestasi
- Untuk
membiayai pengeluaran umun pemerintah
Jenis-jenis
Pajak :
Secara umum
jenis pajak
dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Contoh dari pajak pusat adalah:
- Pajak
Penghasilan (PPh)
- Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
- Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
- Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
Karakteristik
pokok dari pajak adalah: pemunngutanya harus
berdasarkan
undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat
ringannya tariff pajak itu, untuk itulah masyarakat
ikut didalam
menetapkan
rumusannya.
Ketentuan
mengenai penghasilan tidak
kena pajak
(PTKP)
Ø untuk wajib pajak pertahun PTKP
adalah Rp.
2.880.000;
Ø untuk istri dan suami Rp. 1.440.000;
Ø tambahan untu8k seorang istri Rp.
2.880.000;
diberikan sapabila ada penghasilan istri yang digabungkan dengan
penghasilan
suami dalam hal istri.
Ø Rp. 1.440.000;tambahan untuk setiap
anggota keluarga
sedarah ,misalnya (ayah,ibu atau anak kandung atau semenda)
dalam garis
keturunan lurus sertaanak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya
paling banyak
tiga orang untuk ssetiap keluarga.
B.
Subyek Pajak Penghasilan
Menurut Undang Undang
no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah
sebagai berikut:
1.
Subyek pajak pribadi yaitu orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2.
Subyek pajak harta warisan belum dibagi
yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria. Undang
Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk Subyek
pajak sebagai berikut:
1.
Badan perwakilan negara asing.
2.
Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari
negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara
indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3.
Organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan
syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan
kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
Pejabat
perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri
keuangan dengan
syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh
penghasilan dari
Indonesia
C.
Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan
Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Undang-undang
Pajak
Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam
pengertian yang
luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan
ekonomis yang Diterima
atau Diperoleh
Wajib Pajak
dari manapun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah
kekayaan Wajib
Pajak tersebut.
Pengertian
penghasilan
dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu,
tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan
kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran
terbaik mengenai
kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul
biaya yang
diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Dilihat dari
penggunaannya,
penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung
untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak.
Karena
Undang-undang
PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis
penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan
untuk mendapatkan
dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak
suatu usaha atau
kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut
dikompensasikan
dengan penghasilan lainnya (Kompensasi
Horisontal),
kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
Namun demikian,
apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif
yang bersifat
final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan
tersebut tidak
boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif
umum
D.
Perubahan
Undang-undang
yang mengatur Pajak Penghasilan
Pajak
Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali
dengan
Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983
dengan penjelasan pada Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya
berturut-turut
peraturan ini diamandemen oleh :
1.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991,
2.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
4.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Mulai Juli 2003
sampai Desember 2004,
pemerintah
menerapkan sistem pajak yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2003 dan Keputusan
Menteri Keuangan
Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) telah
disesuaikan juga beberapa kali dalam:
1. Peraturan
Menteri Keuangan
Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun
pajak 2005
(sekaligus
meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
2. Peraturan
Menteri Keuangan
Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun
pajak 2006.
E.
Pajak penghasilan atau PPh untuk Koperasi
Pajak
penghasilan atau
PPh sedang "in" saat ini. Sunset policy yang di
luncurkan
direktorat pajak untuk mendorong orang atau badan memilik NPWP masih
terus
diperpanjang. Menghitung Pajak penghasilan atau PPh dimulai dengan
menghitung
hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus PPh: penghasilan dikurangi
biaya-biaya.
Kemudian terapkan tarif Pajak penghasilan Kena Pajak tersebut.
Tarif Pajak
penghasilan atau
PPh dibagi atas:
1. Untuk
WP orang pribadi
Rp.
0 s.d. Rp 25
juta, tarifnya 5%
Rp.
25 juta s.d. Rp
50 juta, tarifnya 10%
Rp.
50 juta s.d. Rp
100 juta, tarifnya 15%
Rp.
100 juta s.d. Rp
200 juta, tarifnya 25%
Rp.
200 juta ke
atas, tarifnya 35%
2. Untuk
WP berbentuk
badan usaha
Rp. 0 s.d. Rp 50
juta, tarifnya 10%
Rp.
50 juta s.d. Rp
100 juta, tarifnya 15%
Rp.
100 juta ke
atas, tarifnya 30%
Tarif Pajak
penghasilan atau PPh dibagi atas adalah tarif progresif. Artinya setiap
lapisan
Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, tidak diakumulasi
terlebih dahulu,
baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan
Kena Pajak
dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.
contoh :
1. Penghasilan
Kena Pajak WP
orang pribadi = Rp 300.000.950
Penghasilan Kena
Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000
PPh nya adalah :
5% x Rp
25.000.000 = Rp
1.250.000
10% x Rp
25.000.000 = Rp
2.500.000
15% x Rp
50.000.000 =
Rp 7.500.000
25% x Rp
100.000.000 =
Rp 25.000.000
35% x Rp
100.000.000 =
Rp 35.000.000
Total = Rp
71.250.000.
2. Penghasilan
Kena Pajak WP
badan = Rp 300.000.950.
Penghasilan Kena
Pajak
dibulatkan : Rp
300.000.000
PPh nya adalah :
10% x Rp
50.000.000 =
Rp 5.000.000
15% x Rp
50.000.000 =
Rp 7.500.000
30% x Rp
200.000.000 =
Rp 60.000.000
Total = Rp
72.500.000.
Bagaimana
dengan pajak
koperasi? Menurut sudut pandang pajak koperasi adalah objek pajak
hal ini sesuai
dengan pengertian koperasi secara spesifik kedudukan koperasi di
mata hukum pajak
adalah sebagai berikut.
Ø Berdasarkan
Pasal 2 ayat (1)
huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, koperasi merupakan
badan usaha yang
merupakan subjek pajak yang memiliki kewajiban dan hak
perpajakan yang
sama dengan badan usaha lainnya.
Ø Atas
penghasilan yang
diterima atau diperoleh koperasi adalah objek pajak.
Ø Modal
koperasi terdiri
dari : modal sendiri dan modal pinjaman
Ø Anggota
koperasi tidak
dibedakan antara orang pribadi dan badan hukum dalam negeri.
Jika
koperasi adalah
badan usaha yang terkena pajak lantas penghasilaha apa saja
yang menjadi
objek Pajak penghasilan atau PPh :
1. Bunga
Simpanan
Koperasi
Bunga
simpanan
koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota
berdasarkan
simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada koperasi. Bunga
simpanan
koperasi yang akan diterima oleh anggota sesuai dengan Ad/ART Koperasi
:
1. Bunga
simpanan
koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong Pajak
penghasilan atau
PPh :
Pasal 23 final
oleh koperasi
sebesar 15% dari
jumlah bunga yang diterima sepanjang jumlah bunga simpanan
yang diterima
atau diperoleh anggota lebih dari Rp 240.000,00 setiap bulannya.
2. Dalam
hal bunga
simpanan yang diterima anggota tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam
sebulan,
dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23
2. Sisa
Hasil Usaha
(SHU) Koperasi
Sisa
Hasil Usaha (SHU)
adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi
dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban lainnya termasuk
pajak dalam
tahun buku yang bersangkutan.
Ø SHU
merupakan bagian
laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan pokoknya.
Ø Pemberian
SHU tidak
dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh
koperasi.
Ø Berdasarkan
pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, SHU termasuk ke
dalam pengertian
dividen yang merupakan objek PPh sehingga harus dilaporkan
dalam SPT
Tahunnan penerima.
Ø Namun,
pembagian SHU
tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 oleh pihak lain
(Lihat pasal 23
ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000).
Kewajiban
Koperasi sebagai
Pemotong Pajak
Ø Memotong
PPh pada saat
pembayaran atau terutangnya bunga dan memberikan bukti pemotongan
kepada anggota
yang menerima bunga simpanan koperasi.
Ø Menyetorkan
secara kolektif
PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (menggunakan
SSP dimana kolom
nama dan NPWP SSP diisi dengan nama dan NPWP koperasi).
Ø Melaporkan
ke KPP terkait
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan SPT
Masa PPh Pasal
23/26).
Penghasilan
koperasi yang
bukan objek pajak
Ø Bantuan
atau sumbangan
yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Lihat Pasal 4 ayat (3) huruf a
Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000).
Ø Harta
hibahan yang
diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan
koperasi
tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan
dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum
dikurangi dengan
hutang) tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan
menerima hibah,
tidak lebih dari Rp 600.000.000,00. Dividen atas bagian laba
dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia
(Lihat Pasal 4 ayat (3) huruf f)
Ø Sisa
hasil usaha yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Ø Bunga
simpanan yang
tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua
uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
1. Pajak merupakan iuran wajib yang
harus di bayar
oleh setiap warga Negara Indonesia berdasarkan jenisnya
masing-masing.
2. Apabila terjadinya pelanggaran
seperti tidak
membayar iuran wajib pajak tersebut maka akan mendapatkan sanksi
sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
3. Di dalam pembayaran iuran perpajakan
tidak adanya
toleransi.
4. Ketentuan pembayaran pajak sesuai
menurut jenisnya
masing-masing.
B. Saran
Makalah yang
berjudul perpajakan ini merupakan karya tulis
berdasarkan
himpunan material yang di ambil dari berbagai sumber. Oleh karena
itu, jika ada
kesalahan dalam penulisan dan dalam penyajian bahan penulis
sangat
mengharpakan kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya
kebenaran yang
kita kehendaki semua dan demi kesempurnaan penyelesaian makalah
pajak ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku :
Djuanda,
gustian. 2003. Pajak penghasilan orang pribadi. Jakarta. PT. Salemba empat.
Gunadi. 2002.
Ketentuan Dasar pajak penghasilan. Jakarta.
PT. salemba
empat.
2. Perundang-undangan :
Undang Undang
No. 17 tahun
2000
Undang-Undang
Nomor 36
Tahun 2008.
No comments:
Post a Comment