DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. penghasilan,
subjek, objek pajak dan objek pajak BUT............................... 3
B. Dasar Pengenaan
Pajak.............................................................................. 10
C. Kompensasi
Kerugian................................................................................ 12
D. PTKP, Tarif pajak
dan cara menghitung pajak........................................... 13
E. Penggabungan /
Pemisahan Penghasilan.................................................... 18
F. Hubungan Istimewa................................................................................... 19
BAB III PENUTUP............................................................................................. 21
A.
Kesimpulan................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pajak adalah
salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai tujuan untuk
mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari
masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan
kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan dan
membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pajak
penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan
yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha
selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun
non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Undang-undang no.
7 Tahun 1984 tentang Pajak Panghasilan (PPH) berlaku sejak 1 Januari 1984.
Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali di
ubah dengan Undang-undang no. 17 Tahun 2000. Undang-Undang Pajak Penghasilan
(PPh) mengatur pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi maupun badan.
Sumber
penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah
pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah
badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun
pendapatan diluar negeri Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional,
peranan penerimaan pajak sangat penting dan mempunyai kedudukan yang strategis.
Tidak mungkin pemerintah dapat mengerakkan roda pemerintahan dan pembangunan
nasional tanpa adanya dukungan dana, terutama yang bersumber dari penerimaan
pajak. Oleh sebab itu setiap tahun penerimaan pajak senantiasa diupayakan untuk
terus meningkat.Ada tiga unsur yang menentukan penerimaan pajak, yakni
undang-undang perpajakan yang tepat, kepatuhan serta kesadaran dari Wajib Pajak
dan aparat perpajakan yang cakap dan bersih.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan
objek pajak BUT ?
2.
Bagaimana tata cara dasar pengenaan pajak ?
3.
Apa yang di maksud dengan Kompensasi Kerugian?
4.
Apa yang di maksud PTKP, Tarif pajak dan cara menghitung
pajak?
5.
Apa yang di maksud dengan Penggabungan / pemisahan
penghasilan?
6.
Apa yang di maksud dengan Hubungan istimewa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
penghasilan, subjek, objek
pajak dan objek pajak BUT
• Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap
orang pribadi atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Peraturan perundangan yang
mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU nomor 7 Tahun 1983 yang telah
disempurnakan dengan UU nomor 7 Tahun 1991, UU nomor 10 Tahun 1994, UU nomor 17
Tahun 2000, UU nomor 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak.
• Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang
mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan mejadi sasaran untuk
dikenakan pajak penghasilan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek
pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Subyek Pajak Pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subyek Pajak Harta Warisan Belum Dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan,
maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c. Subyek Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi PT, CV, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, dan
lain-lain.
d. Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) yaitu bentuk usaha yang digunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau
badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan
kegiatan di Indonesia.
Pasal 2 ayat (2) UU Nomor
36 tahun 2008, mengelompokkan subyek pajak menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Subyek pajak dalam negeri, adalah
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan yang memiliki kriteria :
1) Pembentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
2) Pembiayaan bersumber dari APBN atau APBD
3) Penerimaannya dimasukkan ke dalam anggaran pemerintahan
pusat atau daerah, dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
1. Subyek pajak luar negeri,
adalah
a. Orang pribadi yang tidak bertempa tinggal di Indonesia serta
tidak berada di Indonesia lebih dari 186 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang tidak didirikan serta tidak bertempat kedudukan di Indnesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempa tinggal di Indonesia serta
tidak berada di Indonesia lebih dari 186 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang tidak didirikan serta tidak bertempat kedudukan di Indnesia, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Berdasarkan pasal 3 UU No.
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang tidak termasuk subyek pajak
penghasilan yaitu :
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat: bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima penghasilan lain
di luar pekerjaannya tersebut.
3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan
KeputusanMenteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut, tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan
syarat : bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
• Objek Pajak Penghasilan merupakan segala sesuatu (barang,
jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak Penghasilan
adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya
kecuali ditentukan lain dalam undang- undang PPh.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh menteri keuangan
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala contoh leasing.
11. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali yang diatur pada PP
130 Tahun 2000 (atas keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk
Kukesra, KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil dan hanya dapat dinikmati satu kali
dalam satu tahun pajak sampai dengan jumlah Rp 350 Juta).
12. Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi Asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
18. Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus
Bank Indonesia
Menurut pasal 4 ayat 3 UU
No. 36 Tahun 2008 yang tidak termasuk Objek Pajak adalah :
1. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
3. Warisan;
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
UU PPh;
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa;
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari
penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima
dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh
pemberi kerja maupun pegawai;
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
a. Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib
Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang
terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;
b. Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris,
direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;
c. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan
ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi
yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar
sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
• Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) merupakan Wajib Pajak Luar
Negri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dan kegiatan atau usaha di
Indonesia yang kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan wajib pajak dalam
negri yaitu mendaftarkan untuk memperoleh NPWP, menjadi pemotong, penyetor
pajak yang dipotong dan melaporkannya, serta menghitung pajak yang terhutang
dan menyampaikan SPT tahunan. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negri dengan BUT
adalah WP DN dikenakan pajak atas penghasilan dari usaha dan kegiatan diseluruh
dunia, sedangkan BUT hanya atas penghasilan dari usaha dan kegiatan di
Indonesia saja.
Berdasarkan Pasal 5 UU
Nomor 36 Tahun2008, Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap dikelompokkan menjadi 3
yaitu :
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari
harta yang dimiliki atau dikuasai. Artinya tidak terbatas pada penghasilan yang
diperoleh dari usaha dan kegiatan di Indonesia tapi juga meliputi penghasilan
BUT tanpa capital income dari Indonesia.
Maka penghasilan yang
diperoleh dari deviden, bunga, royalti, dan sewa atas harta yang ada di
Indonesia juga merupakan objek PPh BUT.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha dan kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
atau dilakukan oleh BUT-nya di Indonesia.
3. Penghasilan sebagai mana disebut dalam pasal 26 UU PPh yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghaasilan tersebut.
Contoh BUT :
Perusahaan dari China yang
memenangkan tender pembangunan PLTU maka untuk membangun PLTU tersebut
perusahaan dari China mendirikan BUT yang akan beroperasi selama pembangunan
PLTU tersebut, setelah selesai maka BUT tersebut bubar dan mengajukan
penghapusan NPWP.
B.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar
pengenaan pajak (tax base) adalah suatu jumlah atau nilai yang ditetapkan
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Secara sederhana, pajak
yang terutang dihitung dengan cara mengalikan DPP tersebut dengan tarif pajak
yang berlaku. Di dunia yang dikenal hingga saat ini dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu: Penghasilan dan Bisnis (Income and business), Konsumsi
(Consumption) dan Kekayaan (Wealth). Yang selanjutnya pada masing-masing
kategori tersebut dikenakan jenis pajak tertentu.
1. Kategori penghasilan dan bisnis dikenakan pajak untuk jenis
; pajak penghasilan orang pribadi (personal income tax), pajak penghasilan
badan hukum (corporate income tax), pajak pertambahan nilai (value added tax),
pajak pemotongan (severance tax), pajak premi perusahaan asuransi (insurance
company premium tax) dan pajak lisensi (license tax).
2. Kategori konsumsi dikenakan jenis pajak; pajak penjualan
(sales tax), pajak honorarium (use tax), pajak bahan bakar minyak (fuel taxes),
pajak minuman beralkohol (alcoholic beverage taxes), pajak produk tembakau
(tobacco products taxes), pajak hotel/motel (hotel/motel tax), pajak restauran
(restaurant meals tax), pajak percakapan telepon (telephone call tax), dan
pajak perjudian (gambling taxes).
3. Kategori kekayaan, terdiri dari jenis pajak ; pajak bangunan
(property tax), pajak bumi (estate tax), pajak warisan (inheritance tax), pajak
hibah (transfer taxes).
Berdasarkan jenis-jenis
DPP maka DPP dibagi menjadi:
1. Harga Jual: Harga Jual adalah nilai berupa mata uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan BKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU No.8 PPN Th.1983
dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
2. Penggantian: Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena
pe-nyerahan JKP tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU No. 8 PPN Th.
1983 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
3. Nilai Impor: Nilai Impor adalah nilai berupa uang, yang
menjadi dasar peng-hitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan dalam pengaturan perundang-undangan pabean untuk impor
BKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU No. 8 PPN Th. 1983.
4. Nilai Ekspor: Nilai Ekspor sebagai dasar pengenaan pajak
dirumuskan sebagai nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir. DPP atas ekspor BKP adalah Nilai Ekspor yang
tercantum dalam PEB yang telah difiat muat oleh DJBC.
5. Nilai Lain: Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan KMK No. 251/KMK 04/02 tanggal 31 Mei 2002 terdiri dari:
• pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri, yaitu
penyerahan BKP dalam bentuk sumbangan/hadiah dalam nama dan bentuk apa pun
kepada pihak lain yang tidak memiliki nama/NPWP/ alamat jelas dan bentuk
pemakaian sendiri BKP milik sendiri/ orang lain untuk kepentingan sendiri sama
dengan harga jual/penggantian dikurangi unsur laba yang diharapkan;
• media rekaman suara dan gambar dengan harga jual
rata-rata;
• film cerita dengan harga jual rata-rata per judul film;
• anjak piutang sama dengan 5% x provisi service charge dan
diskon;
• persedian BKP pada saat pembubaran perusahaan dengan harga
pasar wajar;
• aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk di perjual
belikan pada saat pembubaran perusahaan, dengan harga pasar wajar;
• biro perjalanan dan pengiriman paket: 10% x invoice;
• biro pariwisata dengan 10% x jumlah tagihan;
• kendaraan bermotor bekas dengan 10% x harga jual;
• penyerahan BKP/JKP melalui pedagang perantara/juru lelang
dengan harga lelang;
• penyerahan BKP/JKP dari kantor pusat ke cabang atau
sebaliknya dan antar cabang: harga jual/penggantian dikurangi unsur laba yang
diharapkan.
C.
Kompensasi Kerugian
Dalam dunia
usaha, keuntungan dan kerugian adalah dua hal yang biasa terjadi. Ada kalanya
sebuah usaha mengalami keuntungan dan ada kalanya juga sebuah usaha mengalami
kerugian. Dalam konteks Pajak Penghasilan, keuntungan yang diperoleh adalah
objek Pajak
Penghasilan,
sebaliknya kalau terjadi kerugian, maka Wajib Pajak tidak akan terkena Pajak
Penghasilan. Bahkan kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak dapat
digunakan untuk menutupi keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada
tahun-tahun tersebut Pajak Penghasilan nya menjadi lebih kecil atau tidak
terutang sama sekali. Nah, proses membawa kerugian dalam
satu tahun pajak
ke tahun-tahun pajak
berikutnya ini dinamakan
sebagai Kompensasi Kerugian (Carrying Loss).
Sesuai dengan
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tetang Pajak Penghasilan, pengertian dan
ketentuan kompensasi kerugian fiskal adalah sebagai berikut:
1. Kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan
pajak yang telah diterbitkan Direktur Jenderal Pajak serta kerugian fiskal
berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak (self assesment) dalam hal tidak ada
atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Kompensasi kerugian fiskal timbul apabila untuk tahun pajak
sebelumnya terdapat kerugian fiskal (SPT Tahunan dilaporkan Nihil atau Lebih
Bayar tetapi ada kerugian fiskal).
3. Kerugian Fiskal terjadi karena penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya (yang diperbolehkan menurut ketentuan fiskal) hasilnya mengalami
kerugian.
4. Kerugian Fiskal tersebut dikompensasikan dengan laba neto
fiskal dimulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima)
tahun.
5. Ketentuan jangka waktu pengakuan kompensasi kerugian fiskal
mulai berlaku tahun 2009 sedangkan untuk tahun pajak sebelumnya berlaku
ketentuan Undang-undang no.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
6. Apabila kemudian ternyata berdasarkan ketetapan pajak hasil
pemeriksaan menunjukkan jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari kerugian
menurut SPT Tahunan PPh atau hasil pemeriksaan menjadi tidak rugi, kompensasi
kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh tersebut harus segera dibetulkan sesuai
dengan ketentuan dan prosedur pembetulan SPT sebagaimana yang diatur dalam
Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan.
D.
PTKP, Tarif pajak dan cara
menghitung pajak
Penghasilan
Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto
orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung
penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar
wajib pajak di Indonesia.
Sebuah peraturan terbaru
telah diterbitkan oleh Menkeu yang merubah besaran PTKP atau Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang semula mendasarkan pada PTKP yang berlaku sejak tahun pajak
2013 dan besarannya naik sesuai pada Permenkeu No. 122/PMK.10/2015.
PMK 122/PMK.10/2015
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak:
1. Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai
berikut (Pasal 1):
a. Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri
Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin;
c. Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008;
d. Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis
keturunan lurus serta
anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
2. Ketentuan terkait penghitungan PPh 21 terkait PTKP baru ini
akan dituangkan dalam Perdirjen Pajak(Pasal 2), tetapi perdirjennya masih belum
terbit saat ini.
3. PTKP 2015 ini berlaku untuk tahun pajak 2015 (pasal 3),
sehingga bisa diartikan mundur, artinya sejak masa pajak Januari 2015 PPh 21
nya pun harus dibetulkan agar menggunakan PTKP 2015 ini.
4. PMK 122 ini otomatis mencabut PMK 162 (pasal 4), dengan kata
lain PTKP 2013 hanya berlaku untuk tahun pajak 2013 dan 2014 saja, sementara
untuk tahun pajak 2015 harus sudah menggunakan PTKP 2015.
Tabel PTKP Tahun Pajak
2015 dst sesuai Permenkeu 122/PMK.10/2015
No Penerima Nominal
(Rp)
1 Untuk Diri WP OP 36.000.000
2 Tambahan untuk WP kawin 3.000.000
3 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami 36.000.000
4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
3.000.000
Perbandingan besarnya PTKP
yang sebelumnya dengan yang saat ini berlaku adalah:
PTKP Sebelumnya Sekarang
Wajib Pajak Orang Pribadi Rp24.300.000,00 Rp36.000.000,00
Tambahan untuk WP kawin Rp2.025.000,00 Rp3.000.000,00
Tambahan untuk tanggungan Rp2.025.000,00 Rp3.000.000,00
Tambahan apabila
penghasilan istri digabung dengan suami Rp24.300.000,00 Rp36.000.000,00
• Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan
persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh
yang berlaku di Indonesia di kelompokkan menjadi dua, yaitu
1. Tarif Umum
Tarif umum diatur dalam
pasal 17 UU PPh yang tertuang dalam UU No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
beberapa kali dan terakhir adalah dalam UU No.36 Tahun 2008.
Sistem penerapan tarif PPh
sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua
yaitu,
a. Tarif PPh untuk wajib Pajak orang Pribadi dalam negeri
(Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu :
Lapisan Penghasilan Kena
Pajak Tarif Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp
50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 s/d
Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 s/d
Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%
b. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk
Usaha Tetap (pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28%. Tarif tersebut
menjadi 25% berlaku mulai Tahun Pajak 2010(pasal 17 ayat (2a) UU PPh). Tarif
pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40%dari jumlah keseluruhan saham yang disetor.
Penerapan tarif umum bagi
wajib pajak badan selanjutnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Tarif 12,5 % bagi Wajib pajak badan dengan peredaran bruto
tidak melebihi jumlah Rp 4.800.000,00.
2) Tarif 12,5 % untuk sebagian penghasilan kena pajak dan 25%
untuk sebagian penghasilan kena pajak lainnya Wajib Pajak dengan peredaran
bruto lebih dari Rp 4.800.000,00 dan tidak melebihi Rp 50.000.000,00 dengan
ketentuan :
a. Sebagian penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif 12,5
% (mendapat fasilitas pengurangan tarif)
b. Sebagian penghasilan kena pajak lainnya dikalikan dengan
tarif 25% (tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif)
3) Tarif 25% bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto
melebihi jumlah Rp 50.000.000,00.
2. Tarif Khusus
Tarif khusus PPh terutang
sebesar 1% dari peredaran bruto usaha bagi wajib pajak orang pribadi dan badan
kecuali bentuk usaha usaha tetap yang memiliki penghasilan dari peredaran bruto
usaha tertentu. Peredaran bruto yang dimaksud adalah sebesar Rp 4.800.000.000
setahun dimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2013.
• Menghitung Pajak
Contoh Soal
Tn. Bagas Farel pada tahun
2015 bekerja pada perusahaan PT Maju Makmur Mandiri dengan memperoleh gaji
sebulan Rp 4.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00.
Status Tn. Bagas K/0. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Pengurangan : Rp 4.500.000,00
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 4.500.000,00
2. Iuran pensiun) Rp
225.000,00
Rp 100.000,00 (+)
Rp 325.000,00 (-
Penghasilan neto sebulan
Rp 4.175.000,00
Penghasilan neto setahun
adalah 12 x Rp 4.175.000,00 = Rp
50.100.000,00
PTKP setahun
– untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00
– tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00 (+) Rp39.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak
setahun Rp
11.100.000,00
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 11.100.000,00 = Rp
555.000,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 555.000,00 : 12 = Rp
46.250,00
E.
Penggabungan / Pemisahan
Penghasilan
Penggabungan Pajak
Penghasilan
Penghasilan atau kerugian
dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan
pajak dan pemenuhan keawajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Sesuai
dengan pasal 8 UU pajak penghasilan, bahwa seluruh penghasilan atau kerugian
bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun atau pada awal bagian tahun pajak,
begitu pula kerugiannya berasal dari tahun tahun sebelumnya yang belum
dikompensasikan, dianggap
sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan
dikenakan pajak penghasilan sebagai satu kesatuan pengecualinya. Yaitu
penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi
kerja yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21 dan pekerjaan tersebut
tidak ada hubunganya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainya.
Penggabungan penghasilan
istri tersebut tidak dilakukan dengan ketentuan bahwa:
• Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu
pemberi kerja.
• Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang
tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya.
Pemisahan Penghasilan
Pengenaan pajak penghasilan
atas penghasilan suami istri dapat dilakukan secara terpisah apabila:
• Apabila suami-istri telah hidup terpisah, penghitungan
penghasilan kena pajak dan pengenaan pajak penghasilan di lakukan
sendiri-sendiri.
• Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri
berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
Apabila suami-istri
mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, maka
penghitungan pajak penghasilannya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan
neto suami-istri dan besarnya pajak penghasilan yang harus dilunasi oleh
masing-masing suami-istri dihiitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto
mereka.
F.
Hubungan Istimewa
Hubungan
Istimewa (Transfer Pricing) adalah hubungan yang terjadi antara dua Wajib Pajak
atau lebih yang menyebabkan Pajak yang terutang diantara Wajib Pajak tersebut
menjadi lebih kecil daripada yang seharusnya terutang. Hubungan istimewa
(Transfer Pricing) dapat juga terjadi diantara karena penguasaan suatu
perusahaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat
hubungan kepemilikan perusahaan. Hubungan istimewa (Transfer Pricing) dianggap
ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama.
Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam
penguasaan yang sama tersebut.Perusahaan tersebut dapat berstatus sebagai Wajib
Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi.
Hubungan istimewa di
antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu
dengan yang lain yang disebabkan karena:
1. kepemilikan atau penyertaan modal
Hubungan istimewa dianggap ada apabila
terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung.
2. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi.
Hubungan istimewa di
antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi, walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan.Hubungan
istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah
penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang
berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
Contoh :
Misalnya, PT Abadi Teknik
Jaya mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT Bumi Persada Makmur. Pemilikan
saham oleh PT Abadi Teknik Jaya merupakan penyertaan langsung.Selanjutnya,
apabila PT Bumi Persada Makmur mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT Citra
Permata Indah, PT Abadi Teknik Jaya sebagai pemegang saham PT Bumi Persada
Makmur secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT Citra Permata Indah
sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT Abadi Teknik
Jaya, PT Bumi Persada Makmur, dan PT Citra Permata Indah dianggap terdapat
hubungan istimewa. Apabila PT Abadi Teknik Jaya juga memiliki 25% (dua puluh
lima persen) saham PT Duta Sarana Makmur, antara PT Bumi Persada Makmur, PT
Citra Permata Indah, dan PT Duta Sarana Makmur dianggap terdapat hubungan
istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang
pribadi dan badan
UU No. 36 tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat (4)
Hubungan istimewa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat
(1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak
langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib
Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau
lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas perlu diketahui dan di pahami arti dari Pajak Penghasilan
serta yang berhubungan dengan pajak penghasilan lainnya, seperti ari dari
subyek pajak penghasilan, obyek pajak penghasilan, BUT, tata cara dasar
pengenaan pajak, Kompensasi kerugian, PTKP, Cara menghitung pajak, Penghasilan
dan pemisahan penghasila, serta hubungan istimewa yang terdapat di dalam sebuah
pajak penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
Resmi Siti. 2014.
Perpajakan Teori dan Kasus.Edisi 8.Jakarta: Salemba empat. http://www.wibowopajak.com/2015/02/pengertian-hubungan-istimewa-transfer.html
http://semangadmu.blogspot.co.id/2013/07/pajak-penghasilan-pph.html
http://ssbelajar.blogspot.co.id/2012/03/fungsi-pajak.html
http://kumpulanmateripajak.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-tarif-pajak-jenis-jenis.html
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-objek-pajak-penghasilan
http://www.pembayarpajak.com/index.php/encyclopedia/56-dasar-pengenaan-pajak-dpp
http://keuanganlsm.com/dasar-pengenaan-pajak/
http://amsyong.com/2015/08/siap-siap-hitung-ulang-pph-21-dengan-ptkp-2015/
No comments:
Post a Comment