Monday, 18 October 2021

Makalah PAJAK PENGHASILAN PERSEORANGAN

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah........................................................................................ 2

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

A.    penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT............................... 3

B.    Dasar Pengenaan Pajak.............................................................................. 10

C.    Kompensasi Kerugian................................................................................ 12

D.    PTKP, Tarif pajak dan cara menghitung pajak........................................... 13

E.     Penggabungan / Pemisahan Penghasilan.................................................... 18

F.     Hubungan Istimewa................................................................................... 19

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 21

A.    Kesimpulan................................................................................................. 21

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Undang-undang no. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Panghasilan (PPH) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali di ubah dengan Undang-undang no. 17 Tahun 2000. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun badan.

Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun pendapatan diluar negeri Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan pajak sangat penting dan mempunyai kedudukan yang strategis. Tidak mungkin pemerintah dapat mengerakkan roda pemerintahan dan pembangunan nasional tanpa adanya dukungan dana, terutama yang bersumber dari penerimaan pajak. Oleh sebab itu setiap tahun penerimaan pajak senantiasa diupayakan untuk terus meningkat.Ada tiga unsur yang menentukan penerimaan pajak, yakni undang-undang perpajakan yang tepat, kepatuhan serta kesadaran dari Wajib Pajak dan aparat perpajakan yang cakap dan bersih.

 

B.     Rumusan Masalah

1.       Apa yang dimaksud pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT ?

2.       Bagaimana tata cara dasar pengenaan pajak ?

3.       Apa yang di maksud dengan Kompensasi Kerugian?

4.       Apa yang di maksud PTKP, Tarif pajak dan cara menghitung pajak?

5.       Apa yang di maksud dengan Penggabungan / pemisahan penghasilan?

6.       Apa yang di maksud dengan Hubungan istimewa?

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT

           Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU nomor 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU nomor 7 Tahun 1991, UU nomor 10 Tahun 1994, UU nomor 17 Tahun 2000, UU nomor 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

 

           Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan mejadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

 

a.         Subyek Pajak Pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

b.         Subyek Pajak Harta Warisan Belum Dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

c.         Subyek Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT, CV, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, dan lain-lain.

d.         Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

 

Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 36 tahun 2008, mengelompokkan subyek pajak menjadi dua kelompok, yaitu :

1.         Subyek pajak dalam negeri, adalah

a.         Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

 

b.         Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan yang memiliki kriteria :

1)         Pembentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan

2)         Pembiayaan bersumber dari APBN atau APBD

3)         Penerimaannya dimasukkan ke dalam anggaran pemerintahan pusat atau daerah, dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara

c.         Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

 

1.      Subyek pajak luar negeri, adalah

a.         Orang pribadi yang tidak bertempa tinggal di Indonesia serta tidak berada di Indonesia lebih dari 186 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan serta tidak bertempat kedudukan di Indnesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b.         Orang pribadi yang tidak bertempa tinggal di Indonesia serta tidak berada di Indonesia lebih dari 186 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan serta tidak bertempat kedudukan di Indnesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

 

Berdasarkan pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang tidak termasuk subyek pajak penghasilan yaitu :

1.         Kantor perwakilan negara asing

2.         Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima penghasilan lain di luar pekerjaannya tersebut.

3.         Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan KeputusanMenteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

4.         Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat : bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

 

           Objek Pajak Penghasilan merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

1.         Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang- undang PPh.

2.         Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3.         Laba usaha.

4.         Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta :

a.         Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

b.         Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

c.         Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.

d.         Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh menteri keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan

5.         Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6.         Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7.         Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8.         Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

9.         Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10.       Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala contoh leasing.

11.       Keuntungan karena pembebasan utang kecuali yang diatur pada PP 130 Tahun 2000 (atas keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra, KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil dan hanya dapat dinikmati satu kali dalam satu tahun pajak sampai dengan jumlah Rp 350 Juta).

12.       Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing.

13.       Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14.       Premi Asuransi.

15.       Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16.       Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

17.       Penghasilan dari usaha berbasis syariah

18.       Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

 19.      Surplus Bank Indonesia

 

Menurut pasal 4 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2008 yang tidak termasuk Objek Pajak adalah :

 

1.         Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;

2.         Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

3.         Warisan;

4.         Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

5.         Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;

6.         Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;

7.         Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang     didirikan     dan     bertempat     kedudukan     di     Indonesia     dengan     syarat :

 

a.         dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b.         bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

8.         Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

9.         Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

10.       Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

11.       Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di

 

Indonesia        dengan            syarat   badan  pasangan         usaha   tersebut:

 

a.         merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan

b.         sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

12.       Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:

a.         Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;

b.         Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;

c.         Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;

13.       Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;

14.       Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 

           Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) merupakan Wajib Pajak Luar Negri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dan kegiatan atau usaha di Indonesia yang kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan wajib pajak dalam negri yaitu mendaftarkan untuk memperoleh NPWP, menjadi pemotong, penyetor pajak yang dipotong dan melaporkannya, serta menghitung pajak yang terhutang dan menyampaikan SPT tahunan. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negri dengan BUT adalah WP DN dikenakan pajak atas penghasilan dari usaha dan kegiatan diseluruh dunia, sedangkan BUT hanya atas penghasilan dari usaha dan kegiatan di Indonesia saja.

Berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 36 Tahun2008, Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

 

1.         Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai. Artinya tidak terbatas pada penghasilan yang diperoleh dari usaha dan kegiatan di Indonesia tapi juga meliputi penghasilan BUT tanpa capital income dari Indonesia.

 

Maka penghasilan yang diperoleh dari deviden, bunga, royalti, dan sewa atas harta yang ada di Indonesia juga merupakan objek PPh BUT.

2.         Penghasilan kantor pusat dari usaha dan kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT-nya di Indonesia.

3.         Penghasilan sebagai mana disebut dalam pasal 26 UU PPh yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghaasilan tersebut.

 

Contoh BUT :

Perusahaan dari China yang memenangkan tender pembangunan PLTU maka untuk membangun PLTU tersebut perusahaan dari China mendirikan BUT yang akan beroperasi selama pembangunan PLTU tersebut, setelah selesai maka BUT tersebut bubar dan mengajukan penghapusan NPWP.

 

B.     Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak (tax base) adalah suatu jumlah atau nilai yang ditetapkan sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Secara sederhana, pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan DPP tersebut dengan tarif pajak yang berlaku. Di dunia yang dikenal hingga saat ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: Penghasilan dan Bisnis (Income and business), Konsumsi (Consumption) dan Kekayaan (Wealth). Yang selanjutnya pada masing-masing kategori tersebut dikenakan jenis pajak tertentu.

1.         Kategori penghasilan dan bisnis dikenakan pajak untuk jenis ; pajak penghasilan orang pribadi (personal income tax), pajak penghasilan badan hukum (corporate income tax), pajak pertambahan nilai (value added tax), pajak pemotongan (severance tax), pajak premi perusahaan asuransi (insurance company premium tax) dan pajak lisensi (license tax).

 

2.         Kategori konsumsi dikenakan jenis pajak; pajak penjualan (sales tax), pajak honorarium (use tax), pajak bahan bakar minyak (fuel taxes), pajak minuman beralkohol (alcoholic beverage taxes), pajak produk tembakau (tobacco products taxes), pajak hotel/motel (hotel/motel tax), pajak restauran (restaurant meals tax), pajak percakapan telepon (telephone call tax), dan pajak perjudian (gambling taxes).

 

3.         Kategori kekayaan, terdiri dari jenis pajak ; pajak bangunan (property tax), pajak bumi (estate tax), pajak warisan (inheritance tax), pajak hibah (transfer taxes).

 

Berdasarkan jenis-jenis DPP maka DPP dibagi menjadi:

 

1.         Harga Jual: Harga Jual adalah nilai berupa mata uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU No.8 PPN Th.1983 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2.         Penggantian: Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena pe-nyerahan JKP tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU No. 8 PPN Th. 1983 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

3.         Nilai Impor: Nilai Impor adalah nilai berupa uang, yang menjadi dasar peng-hitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam pengaturan perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU No. 8 PPN Th. 1983.

4.         Nilai Ekspor: Nilai Ekspor sebagai dasar pengenaan pajak dirumuskan sebagai nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. DPP atas ekspor BKP adalah Nilai Ekspor yang tercantum dalam PEB yang telah difiat muat oleh DJBC.

5.         Nilai Lain: Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan KMK No. 251/KMK 04/02 tanggal 31 Mei 2002 terdiri dari:

           pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri, yaitu penyerahan BKP dalam bentuk sumbangan/hadiah dalam nama dan bentuk apa pun kepada pihak lain yang tidak memiliki nama/NPWP/ alamat jelas dan bentuk pemakaian sendiri BKP milik sendiri/ orang lain untuk kepentingan sendiri sama dengan harga jual/penggantian dikurangi unsur laba yang diharapkan;

           media rekaman suara dan gambar dengan harga jual rata-rata;

           film cerita dengan harga jual rata-rata per judul film;

           anjak piutang sama dengan 5% x provisi service charge dan diskon;

           persedian BKP pada saat pembubaran perusahaan dengan harga pasar wajar;

           aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk di perjual belikan pada saat pembubaran perusahaan, dengan harga pasar wajar;

           biro perjalanan dan pengiriman paket: 10% x invoice;

           biro pariwisata dengan 10% x jumlah tagihan;

           kendaraan bermotor bekas dengan 10% x harga jual;

           penyerahan BKP/JKP melalui pedagang perantara/juru lelang dengan harga lelang;

           penyerahan BKP/JKP dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya dan antar cabang: harga jual/penggantian dikurangi unsur laba yang diharapkan.

 

C.    Kompensasi Kerugian

Dalam dunia usaha, keuntungan dan kerugian adalah dua hal yang biasa terjadi. Ada kalanya sebuah usaha mengalami keuntungan dan ada kalanya juga sebuah usaha mengalami kerugian. Dalam konteks Pajak Penghasilan, keuntungan yang diperoleh adalah objek Pajak

Penghasilan, sebaliknya kalau terjadi kerugian, maka Wajib Pajak tidak akan terkena Pajak Penghasilan. Bahkan kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak dapat digunakan untuk menutupi keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada tahun-tahun tersebut Pajak Penghasilan nya menjadi lebih kecil atau tidak terutang sama sekali. Nah, proses membawa kerugian  dalam  satu  tahun  pajak  ke  tahun-tahun  pajak   berikutnya   ini   dinamakan   sebagai Kompensasi Kerugian (Carrying Loss).

Sesuai dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tetang Pajak Penghasilan, pengertian dan ketentuan kompensasi kerugian fiskal adalah sebagai berikut:

1.         Kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan Direktur Jenderal Pajak serta kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak (self assesment) dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.         Kompensasi kerugian fiskal timbul apabila untuk tahun pajak sebelumnya terdapat kerugian fiskal (SPT Tahunan dilaporkan Nihil atau Lebih Bayar tetapi ada kerugian fiskal).

3.         Kerugian Fiskal terjadi karena penghasilan bruto dikurangi dengan biaya (yang diperbolehkan menurut ketentuan fiskal) hasilnya mengalami kerugian.

4.         Kerugian Fiskal tersebut dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

5.         Ketentuan jangka waktu pengakuan kompensasi kerugian fiskal mulai berlaku tahun 2009 sedangkan untuk tahun pajak sebelumnya berlaku ketentuan Undang-undang no.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.

6.         Apabila kemudian ternyata berdasarkan ketetapan pajak hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari kerugian menurut SPT Tahunan PPh atau hasil pemeriksaan menjadi tidak rugi, kompensasi kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh tersebut harus segera dibetulkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur pembetulan SPT sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan.

 

D.    PTKP, Tarif pajak dan cara menghitung pajak

Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.

Sebuah peraturan terbaru telah diterbitkan oleh Menkeu yang merubah besaran PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak yang semula mendasarkan pada PTKP yang berlaku sejak tahun pajak 2013 dan besarannya naik sesuai pada Permenkeu No. 122/PMK.10/2015.

 

PMK 122/PMK.10/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak:

1.         Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut (Pasal 1):

a.         Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b.         Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

c.         Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008;

d.         Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga  semenda  dalam  garis   keturunan   lurus   serta   anak   angkat,   yang   menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

2.         Ketentuan terkait penghitungan PPh 21 terkait PTKP baru ini akan dituangkan dalam Perdirjen Pajak(Pasal 2), tetapi perdirjennya masih belum terbit saat ini.

3.         PTKP 2015 ini berlaku untuk tahun pajak 2015 (pasal 3), sehingga bisa diartikan mundur, artinya sejak masa pajak Januari 2015 PPh 21 nya pun harus dibetulkan agar menggunakan PTKP 2015 ini.

4.         PMK 122 ini otomatis mencabut PMK 162 (pasal 4), dengan kata lain PTKP 2013 hanya berlaku untuk tahun pajak 2013 dan 2014 saja, sementara untuk tahun pajak 2015 harus sudah menggunakan PTKP 2015.

 

Tabel PTKP Tahun Pajak 2015 dst sesuai Permenkeu 122/PMK.10/2015

 

No       Penerima         Nominal (Rp)

1          Untuk Diri WP OP     36.000.000

2          Tambahan untuk WP kawin    3.000.000

3          Tambahan        untuk   seorang            istri      yang    penghasilannya            digabung         dengan

penghasilan suami       36.000.000

 

4          Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.  

3.000.000

 

Perbandingan besarnya PTKP yang sebelumnya dengan yang saat ini berlaku adalah:

 

PTKP  Sebelumnya     Sekarang

Wajib Pajak Orang Pribadi     Rp24.300.000,00        Rp36.000.000,00

Tambahan untuk WP kawin    Rp2.025.000,00          Rp3.000.000,00

Tambahan untuk tanggungan  Rp2.025.000,00          Rp3.000.000,00

 

Tambahan apabila penghasilan istri digabung dengan suami  Rp24.300.000,00        Rp36.000.000,00

 

 

           Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia di kelompokkan menjadi dua, yaitu

1.         Tarif Umum

Tarif umum diatur dalam pasal 17 UU PPh yang tertuang dalam UU No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir adalah dalam UU No.36 Tahun 2008.

Sistem penerapan tarif PPh sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua

yaitu,

a.         Tarif PPh untuk wajib Pajak orang Pribadi dalam negeri (Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu :

 

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak  Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000           5%

Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000    15%

Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000  25%

Di atas Rp 500.000.000          30%

 

b.         Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28%. Tarif tersebut menjadi 25% berlaku mulai Tahun Pajak 2010(pasal 17 ayat (2a) UU PPh). Tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40%dari jumlah keseluruhan saham yang disetor.

Penerapan tarif umum bagi wajib pajak badan selanjutnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1)         Tarif 12,5 % bagi Wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak melebihi jumlah Rp 4.800.000,00.

2)         Tarif 12,5 % untuk sebagian penghasilan kena pajak dan 25% untuk sebagian penghasilan kena pajak lainnya Wajib Pajak dengan peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000,00 dan tidak melebihi Rp 50.000.000,00 dengan ketentuan :

a.         Sebagian penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif 12,5 % (mendapat fasilitas pengurangan tarif)

b.         Sebagian penghasilan kena pajak lainnya dikalikan dengan tarif 25% (tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif)

3)         Tarif 25% bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto melebihi jumlah Rp 50.000.000,00.

 

2.         Tarif Khusus

Tarif khusus PPh terutang sebesar 1% dari peredaran bruto usaha bagi wajib pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha usaha tetap yang memiliki penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu. Peredaran bruto yang dimaksud adalah sebesar Rp 4.800.000.000 setahun dimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2013.

           Menghitung Pajak

Contoh Soal

 

Tn. Bagas Farel pada tahun 2015 bekerja pada perusahaan PT Maju Makmur Mandiri dengan memperoleh gaji sebulan Rp 4.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Status Tn. Bagas K/0. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Pengurangan :                 Rp 4.500.000,00

1.         Biaya Jabatan : 5% x Rp 4.500.000,00

2.         Iuran pensiun) Rp 225.000,00

Rp 100.000,00 (+)      

Rp       325.000,00 (-

 

Penghasilan neto sebulan                   

Rp 4.175.000,00

 

Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 4.175.000,00 =     Rp 50.100.000,00

 

 

PTKP setahun            

– untuk WP sendiri     Rp 36.000.000,00      

– tambahan WP kawin            Rp 3.000.000,00 (+)    Rp39.000.000,00 (-)

Penghasilan Kena Pajak setahun                     Rp 11.100.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang :

5% x Rp 11.100.000,00 = Rp 555.000,00

PPh Pasal 21 sebulan :

Rp 555.000,00 : 12 = Rp 46.250,00

 

 

 

 

 

E.     Penggabungan / Pemisahan Penghasilan

Penggabungan Pajak Penghasilan

Penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan pajak dan pemenuhan keawajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Sesuai dengan pasal 8 UU pajak penghasilan, bahwa seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya berasal dari tahun tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan, dianggap

 sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenakan pajak penghasilan sebagai satu kesatuan pengecualinya. Yaitu penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubunganya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainya.

Penggabungan penghasilan istri tersebut tidak dilakukan dengan ketentuan bahwa:

           Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja.

           Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

Pemisahan Penghasilan

 

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan suami istri dapat dilakukan secara terpisah apabila:

           Apabila suami-istri telah hidup terpisah, penghitungan penghasilan kena pajak dan pengenaan pajak penghasilan di lakukan sendiri-sendiri.

                       Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

Apabila suami-istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, maka penghitungan pajak penghasilannya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-istri dan besarnya pajak penghasilan yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-istri dihiitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.

 

F.     Hubungan Istimewa

Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) adalah hubungan yang terjadi antara dua Wajib Pajak atau lebih yang menyebabkan Pajak yang terutang diantara Wajib Pajak tersebut menjadi lebih kecil daripada yang seharusnya terutang. Hubungan istimewa (Transfer Pricing) dapat juga terjadi diantara karena penguasaan suatu perusahaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan perusahaan. Hubungan istimewa (Transfer Pricing) dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.Perusahaan tersebut dapat berstatus sebagai Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi.

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:

1.         kepemilikan atau penyertaan modal

 Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung.

2.         adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan.Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.

 

Contoh            :

Misalnya, PT Abadi Teknik Jaya mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT Bumi Persada Makmur. Pemilikan saham oleh PT Abadi Teknik Jaya merupakan penyertaan langsung.Selanjutnya, apabila PT Bumi Persada Makmur mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT Citra Permata Indah, PT Abadi Teknik Jaya sebagai pemegang saham PT Bumi Persada Makmur secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT Citra Permata Indah sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT Abadi Teknik Jaya, PT Bumi Persada Makmur, dan PT Citra Permata Indah dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT Abadi Teknik Jaya juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT Duta Sarana Makmur, antara PT Bumi Persada Makmur, PT Citra Permata Indah, dan PT Duta Sarana Makmur dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan

 

UU No. 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat (4)

 

Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat

(1)        huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:

a.         Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

b.         Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau

c.         terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan diatas perlu diketahui dan di pahami arti dari Pajak Penghasilan serta yang berhubungan dengan pajak penghasilan lainnya, seperti ari dari subyek pajak penghasilan, obyek pajak penghasilan, BUT, tata cara dasar pengenaan pajak, Kompensasi kerugian, PTKP, Cara menghitung pajak, Penghasilan dan pemisahan penghasila, serta hubungan istimewa yang terdapat di dalam sebuah pajak penghasilan.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Resmi Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus.Edisi 8.Jakarta: Salemba empat. http://www.wibowopajak.com/2015/02/pengertian-hubungan-istimewa-transfer.html http://semangadmu.blogspot.co.id/2013/07/pajak-penghasilan-pph.html http://ssbelajar.blogspot.co.id/2012/03/fungsi-pajak.html http://kumpulanmateripajak.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-tarif-pajak-jenis-jenis.html http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-objek-pajak-penghasilan http://www.pembayarpajak.com/index.php/encyclopedia/56-dasar-pengenaan-pajak-dpp http://keuanganlsm.com/dasar-pengenaan-pajak/

http://amsyong.com/2015/08/siap-siap-hitung-ulang-pph-21-dengan-ptkp-2015/

 

No comments:

Post a Comment