DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar belakang.............................................................................................. 1
B.
Tujuan........................................................................................................... 2
C.
Manfaat........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................................... 3
A.
Kawasan Moral........................................................................................... 3
1.
Pengertian
Kawasan Moral.................................................................... 3
2.
Kawasan
Moral Sebagai Kawasan Efektif............................................ 4
3.
Penalaran
Moral..................................................................................... 4
4.
Sikap
Moral dan Tindakan Moral.......................................................... 6
5.
Institusi
Pendidikan dan Agama............................................................ 7
6.
Faktor
emosi dalam diri......................................................................... 7
B.
Tindakan
Moral ........................................................................................... 8
C.
Pertimbangan
Moral................................................................................... 10
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 14
A.
Kesimpulan................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 15
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Moral
memiliki peranan yang sangat penting untuk tumbuh dan berkembang di
lingkungannya, seperti yang diungkapkan oleh Gunarsa (2003) bahwa pada hakikatnya
para orang tua mengharapkan anak-anak mereka tumbuh dan berkembang sesuai
dengan nilai-nilai moral yang ada di lingkungannya agar mereka tidak mudah
terjerumus dalam perbuatan yang akan merugikan dirinya. Faktanya masih banyak
remaja yang belum sesuai dengan nilai- nilai moralnya, hal tersebut bisa
terjadi karena ketidaktahuan remaja atau kesengajaan melanggar patokan aturan
di lingkungannya. Seringkali mendengar nilai moral adalah etika di masyakarat,
sekolah, maupun di sekitar lingkungan. Ada beberapa moral etika yang diketahui
oleh kebanyakan orang antara lain : moral perilaku, cara berbicara, penampilan,
maupun gerak gerik. Akhir-akhir ini banyak pemberitaan tentang kenakalan remaja
yang masih minim akan perkembangan moralnya.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pendidikan moral salah satunya faktor
keluarga. Seperti yang dilansir oleh Wahyu (2013) dalam berita Tribunnews.com
Untuk menekan kasus kejahatan seksual, Arist menambahkan keluarga dapat
memperkuat landasan agama, etika moral dan sosial di rumah masing-masing.
Pendidikan moral yang diajarkan pada remaja akan sangat berpengaruh terhadap
karakternya. Orang tua yang bersedia terlibat dalam percakapan dan mendorong
anaknya untuk menbicarakan hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai akan
membuat anak memiliki pemikiran moral yang tinggi.
Penelitian
yang dilakukan oleh Johansen (dalam Maharani 2003), menunjukkan bahwa remaja
yang mendapat dukungan dari keluarga serta adanya komunikasi yang intensif
dengan orang tua memiliki kebebasan yang lebih besar untuk berusaha,
bereksplorasi, untuk menjadi dirinya sendiri, yang lebih baik di masa depan
nanti
B.
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang Pengertian kawasan
moral
C.
Manfaat
Manfaatnya adalah supaya bias
memahami tentang pengertian moral, kawasan moral sebagai kawasan efektif, dan penalaran
moral, sikap moral serta pertimbangan moral
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kawasan Moral
1.
Pengertian
Kawasan Moral
Secara
etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Moral adalah rangkaian
nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Moral adalah ajaran
tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan
sebagainya.Menurut KBBI, moral adalah baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral adalah standar perilaku yang
berlaku yang memungkinkan orang untuk hidup secara kooperatif dalam kelompok.
Moral mengacu pada sanksi masyarakat apa yang benar dan dapat diterima. Kata
moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam
bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap, atau cara berfikir. Moralitas menggambarkan nilai-nilai tertentu dari
kelompok tertentu pada titik waktu tertentu. Kebanyakan moral tidak tetap.
Mereka biasanya bergeser dan berubah seiring waktu.
Pengertin moral menurut
para ahli
a.
Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali, moral adalah perangai (watak, tabiat) yang
menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan
tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya.
b.
Helden dan Richards
Moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran perasaan, dan tindakan
dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap
prinsip dan aturan.
c.
Immanuel Kant
Moral adalah sesuatu urusan kenyakinan serta sikap batin dan tidak
saja hal sebatas penyesuaian dengan sejumlah aturan dari luar, entah tersebut
aturan berupa hukum negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat.
d.
Chaplin .
Moral adalah segala akhlak yang cocok dengan ketentuan sosial, atau
mencantol hukum atau adat kelaziman yang menata tingkah laku.
2.
Kawasan Moral Sebagai Kawasan Efektif
Pembagian Kawasan Moral James S. Rest (1992:
37) mengemukakan bahwa komponen-komponen utama moralitas, berdasarkan hasil
penelitian mengenai moralitas pada umumnya terbagi dalam tiga kawasan, yaitu:
pemikiran tentang moral, perasaan moral dan perilaku moral. Ketiga kawasan
moral ini melibatkan perhatian tiga golongan, yaitu:
a.
Kaum behavioris yang
mengkaji masalah perilaku;
b.
Para pengamat
perkembangan kognisi mempelajari masalah kognisi;
c.
Kaum psikoanalisis
mengkaji masalah afeksi.
Mekanisme psikologis mempradugakan bahwa
aspek moralitas mencakup ketiga kawasan tadi. Dari mekanisme psikologis itu
selanjutnya memandang bahwa kondisionisasi dan model perilaku menentukan
perilaku, konflik kognisis dan ekuilibriasi mempengaruhi berfikir, dan
gerak-gerik libido serta superego menguasai perasaan (Rest, 1992: 39)
3.
Penalaran
Moral
Seiring dengan perkembangan penalaran moral
anak-anak, dan riset menunjukkan pada kita bahwa perkembangan terjadi secara
bertahap, mereka akan mempelajari mana yang termasuk sebagai nalar moral dan
mana yang tidak ketika mereka akan melakukan sesuatu. pada tingkatan tertinggi,
penalaran moral juga melibatkan
pemahaman terhadap beberapa prinsip moral. Seperti perbanyaklah berbuat
baik.
Penalaran moral merupakan suatu proses pertimbangan
moral sebelum suatu tindakan moral dilakukan seseorang. Penalaran ini terjadi
ketika seseorang dihadapkan pada dilema perbuatan moral, sehingga ia diminta
melakukan pemilihan keputusan moralnya berdasarkan penalaran moral itu. Dalam
penalaran moral ini, mengikuti Kohlberg (1970), "Suatu prinsip moral tidak
sekadar merupakan aturan bagi suatu tindakan, melainkan sekaligus merupakan
alasan orang bertindak". Dalam pandangan teori developmental kognitif,
aspek penalaran moral menjadi penting untuk melihat keputusan moral seseorang
itu menunjukkan satu penalaran moral
yang memadai. Menurut teori developmental-kognitif, dalam hal ini seperti
dikembangkan Piaget dan Kohlberg, penalaran moral berjalan seiring dengan
perkembangan usia dan tahapan-tahapan perkembangan pemikiran moral seseorang.
Tahapan-tahapan kognitif dari pembahasan moral akan memperlihatkan apakah
penalaran moral seseorang masih bersifat heteronom ataukah sudah sampai pada
tahapan otonomi menurut alur tahapan Piaget, atau dalam tahapan Kohlberg,
apakah seseorang masih pada "Tahap 1" di level pertama perkembangan
pemikiran moralnya ataukah sudah melampaui pada "Tahap 5" dan
"Tahap 6" bahkan tahap orientasi religius di "Tahap 7".
Implikasi tahapan moral tersebut adalah bahwa justifikasi pilihan moral akan
bertolak dari penalaran moral subjek itu sendiri.
Penalaran moral tentu saja tidak sekadar melibatkan
aktivitas intelektualitas (rasionalitas), tetapi juga melibatkan suara hati
nurani sebagai upaya pertimbangan moral. Bertens (1993) menyatakan bahwa hati
nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran,
karena hanya manusia yang mempunyai kesadaran. Suara hati nurani merupakan
judgement atas pilihan moral berdasarkan pertimbangan/penalaran moral itu
sendiri. Dalam wacana keagamaan (Islam), suatu perbuatan dianggap bermoral atau
memiliki makna ketika ia dilakukan dengan kesadaran/akal sehat. Al-Ghazali
(Heer, 1981: 167) menyatakan bahwa suatu tindakan pertama-tama akan dilihat
dari ada atau tidak adanya pengetahuan terhadap tindakan yang harus dijalani
atau bahkan larangan yang harus dijauhi, sebelum diputuskan untuk melakukan
suatu perbuatan. Dari sini, maka penalaran (rasio/akal) dan hati nurani (qalb)
menjadi aspek penting untuk menilai apakah keputusan moral atas suatu perbuatan
('amal) itu bermakna (ibadah) ataukah tidak. Orang yang tidak memiliki
penalaran sehat akan tidak dikenai sanksi ketika tidak melakukan kebajikan
(tuntutan moral/kewajiban agama).
4.
Sikap
Moral dan Tindakan Moral
Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang
menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan
perasaantertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan
sekitarnya. Selain itusikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang
sifatnya positif atau negatef terhadap obyek atau situasi. Proses belajar
sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial,
individumembentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang
dihadapinya.Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah:
a.
Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi
dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadiharus meninggalkan kesan yang kuat.
Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabilapengalaman pribadi tersebut
melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkanemosi, penghayatan
akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
b.
Kebudayaan
Kepribadian tidak lain
daripada pola perilaku yang konsisten yangmenggambarkan sejarah reinforcement
(penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Polareinforcement dari masyarakat untuk
sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap danperilaku yang lain.
c.
Orang lain yang
dianggap penting
Pada umumnya, individu
bersikap konformis atau searahdengan sikap orang orang yang dianggapnya
penting. Kecenderungan ini antara laindimotivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik denganorang yang dianggap
penting tersebut.
d.
.Media massa
Sebagai sarana
komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,mempunyai pengaruh
besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanyainformasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut,
apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai
sesuatu halsehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5.
Institusi
Pendidikan dan Agama
Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan
agamamempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkandasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan
baik dan buruk,garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, diperoleh daripendidikan dan dari pusat keagamaan serta
ajaran-ajarannya.
6.
Faktor
emosi dalam diri
Tidak
semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan danpengalaman pribadi
seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi ataupengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dansegera
berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap
yanglebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari
oleh faktoremosional adalah prasangka.
B.
Tindakan
Moral
Tindakan moral dapat diartikan sebagai tindakan yang sejalan atau konsisten dengan
pertimbangan moral,
bagaimanapun tindakan itu
adanya. Kohlberg dan Candee (1992) menyebut ide konsistensi tentang tindakan moral ini sebagai
"pertanggung-jawaban moral".
Tindakan
moral memiliki tiga tipe, yaitu:
1. tipe
rasionalis, yaitu seorang etis murni yang menurut Kleinberger diwakili oleh
Immanuel Kant dan Lawrence Kohlberg. Tipe ini memandang penalaran moral sebagai
suatu keharusan serta mencukupi bagi lahirnya suatu tindakan moral.
2. Tipe
naturalistik, yaitu seorang etis yang bertanggung jawab yang menurut
Kleinberger diwakili oleh Aristoteles dan John Dewey. Tipe ini berpandangan
bahwa moral itu merupakan suatau keharusan, akan tetapi tidak mencukupi untuk
melahirkan suatu tindakan moral.
3. Tipe
behavioristik-sosial. Dalam pandangan tipe ini moralitas dapat ditentukan tanpa
merujuk kepada pola pikir sang pelaku. Tokoh etisi tipe ini antara lain
Aronfreed, Bandura, Eysenck, Havighurst dan Taba (Kohlberg dan Candee, 1992:
88-89).
Tindakan moral dapat diartikan sebagai
tindakan yang sejalan atau konsisten dengan pertimbangan moral, bagaimanapun
tindakan itu adanya. Kohlberg dan Candee (1992) menyebut ide konsistensi
tentang tindakan moral ini sebagai "pertanggung-jawaban moral". Jenis
pertimbangan moral sebagai pusat tindakan moral:
1. Menurut
W.K. Franken (1963), pertimbangan yang deontis ialah pertimbangan yang
menyatukan atau mengharuskan bahwa sesuatu tindakan itu benar. Ciri khas
pertimbangan deontis ialah pertimbangan tersebut dijabarkan dari suatu prinsip.
Contoh-contoh pertimbanagn deontis yaitu penerapan prinsip keadilan menurut
Kant adalah imperatif-kategori, atau prinsip utilitas dari John Stuart Mill.
2. Pertimbangan
atas dasar tanggung jawab mencakup suatu unsur "aretaic", yaitu suatu
pertimbangan tentang apa yang menurut moral itu baik, buruk, dapat
dipertanggung-jawabkan atau patut dicaci-maki.
Menurut D. Galon (1982), pertimbangan
deontis dianggap sebagai pertimbangan tentang kebenaran pada peringkat pertama,
sedang atas dasar tanggung jawab adalah affirmasi peringkat kedua dari kemauan
untuk bertindak selaras dengan pertimbangan tersebut. Pertimbanagn deontis
merupakan deduksi proporsional dari usatu tahapan atau prinsip tertentu, sedang
pertimbanagn atas dasar tanggung jawab merupakan afirmasi tentang kemauan yang
memilih (Kohlberg dan Cendee, 1992: 92-93).
Pertimbangan moral yang bersifat
klasikal, menurut Kohlberg dan Candee (1992) berkorelasi dengan atau meramalkan
tindakan moral dalam situasi wajar maupun eksperimental. Di bagian lain, J. S. Lemming
mengkaji kaitan pertimbangan moral dengan tindakan moral, yaitu dengan metode
"praktis" yang dibedakan dari pengkajian pertimbangan moral secara
"klasik". Menurut Lemming, dilema yang baku melahirkan pertimbangan
moral secara klasik karena dua alasan penting, yaitu:
1.
pertimbangan moral yang
bersifat klasik disebabkan oleh tipe dilemanya -- yang lebih bersifat mewakili
kehidupan atau life space, yaitu dilema-dilema yang lebih "nyata muncul
dalam kehidupan subjek (responden) yang bersangkutan.
2.
Pertimbangan moral
dikatakan klasik karena hanya menunjukkan pertimbangan moral yang deontis atau
preskriptif dan pertimbangan deontis belaka (Higgins, Power dan Kohlberg, 1992:
126-1279). Selain itu, tindakan moral juga didukung oleh "suasana
moral" yang merupakan interaksi antara kemampuan seseorang dengan
peristiwa moral yang terdapat dalam situasinya.
C.
Pertimbangan
Moral
Pertimbangan moral adalah alasan seseorang untuk melakukan suatu
tindakan. Pertimbangan moral disini merupakan suatu proses pertimbangan dalam kognitif sebelum suatu tindakan moral dilakukan seseorang. Jadi,pertimbangan
moral bukan pada apa yang baik atau buruk, melainkan bagaimana seseorang sampai
pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk. Hal ini berarti, bahwa
pertimbangan moral merupakan suatu alasan atau pemilihan, mengapa sesuatu
dianggap baik atau buruk
Rest
membagi komponen pertimbangan moral menjadi empat hal dalam Kurtines Gerwitz,
1992. Adapun empat komponen utama pertimbangan moral yang dikemukakan oleh
Rest, antara lain :
1.
Menginterpretasi
situasi dan mengidentifikasi permasalahan moral mencakup empati, berbicara
selaras dengan perannya, memperkirakan Universitas Sumatera Utara bagaimana
masing-masing pelaku dalam situasi terpengaruh oleh berbagai tindakan tersebut.
2.
Memperkirakan apa yang
seharusnya dilakukan seseorang, merumuskan suatu rencana tindakan yang merujuk
kepada suatu standar moral atau suatu ide tertentu mencakup konsep kewajaran
keadilan, pertimbangan moral, penerapan nilai moral sosial.
3.
Mengevaluasi berbagai
perangkat tindakan yang berkaitan dengan bagaimana caranya orang memberikan
penilaian moral atau bertentangan dengan moral, serta memutuskan apa yang
secara aktual akan dilakukan seseorang mencakup proses pengambilan keputusan,
model integrasi nilai, dan perilaku mempertahankan diri.
4.
Melaksanakan serta
mengimplementasikan rencana tindakan yang berbobot moral mencakup ego-strength
dan proses pengaturan diri.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan moral seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Perkembangan kognitif.
Menurut Kohlberg ada hubungan paralel antara tahap perkembangan kognitif dengan
tahap perkembangan moral. Namun bukan berarti seseorang yang memiliki
perkembangan kognitif tinggi akan memiliki tahap perkembangan pertimbangan
moral yang tinggi pula. Perkembangan kognitif berhubungan erat dengan
intelegensi seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat perkembangan kognitif
yang tinggi cenderung memiliki intelegensi yang tinggi pula, dengan demikian
akan mempengaruhi tingginya Universitas Sumatera Utara tahap perkembangan moral
orang tersebut. Menurut Bandura 1991, dalam Berns, 1997 dan Hoffman 1970,
intelegensi adalah faktor yang dapat mempengaruhi tingkat perkembangan moral
seseorang.
2.
Pendidikan. Pendidikan
adalah prediktor yang kuat dari perkembangan penalaran moral, karena lingkungan
pendidikan yang lebih tinggi menyediakan kesempatan, tantangan dan lingkungan
yang lebih luas yang dapat merangsang perkembangan pertimbangan moral yang
lebih tinggi Rest, 1994.
3.
Kemampuan alih peran.
Kemampuan alih peran adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan diri pada
peran orang lain atau mengambil sikap dari sudut pandang orang lain, sadar akan
pikiran dan perasaan orang lain. Stimulasi social yang mendasar untuk perkembangan
pertimbangan moral adalah kesempatan alih peran melalui interaksi dan
komunikasi dalam kelompok, seperti keluarga, teman sebaya, sekolah, dan
masyarakat. Suasana dalam keluarga yang dapat memungkinkan terjadinya dialog
dan diskusi tersebut yang nantinya akan memungkinkan kesempatan alih peran.
Karena dalam pola asuh seperti ini orang tua mendorong untuk adanya proses
dialogis dan memberi alasan dibalik peraturan-peraturan mereka kepada anak.
Sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan
mempertimbangkan juga pendapat orang tua Lickona, dalam Berns, 1977.
4. .
Pola Asuh. Menurut Holstein dalam Hurlock 1990, anak-anak yang terlahir di
tengah-tengah keluarga yang demokrat sangat membantu anak mencapai tahap
perkembangan moral yang tinggi. Hal tersebut dapat dimengerti karena salah satu
ciri dari pola asuh demokratis yaitu adanya kesempatan untuk terjadinya
prosesdialog antara orangtua dan anak serta adanya kebebasan bagi anak untuk
mengungkapkan atau mengekspresikan ide dan keinginan mereka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Moral
adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan
sebagainya.Menurut KBBI, moral adalah baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Kawasan Moral Sebagai Kawasan
Efektif Pembagian Kawasan Moral James S. Rest (1992: 37) mengemukakan bahwa
komponen-komponen utama moralitas, berdasarkan hasil penelitian mengenai
moralitas pada umumnya terbagi dalam tiga kawasan, yaitu: pemikiran tentang
moral, perasaan moral dan perilaku moral.
Penalaran
moral merupakan suatu proses pertimbangan moral sebelum Sikap Moral dan
Tindakan Moral Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk
bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaantertentu di dalam
menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.
Tindakan
moral dapat diartikan sebagai tindakan yang sejalan atau konsisten dengan
pertimbangan moral, bagaimanapun tindakan itu adanya. Pertimbangan moral yang
bersifat klasikal, menurut Kohlberg dan Candee (1992) berkorelasi dengan atau
meramalkan tindakan moral dalam situasi wajar maupun eksperimental.
Pertimbangan
moral disini merupakan suatu proses pertimbangan dalam kognitifsebelum suatu
tindakan moral dilakukan seseorang
Jadi,pertimbangan
moral bukan pada apa yang baik atau buruk, melainkan bagaimana seseorang sampai
pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk.
Hal
ini berarti, bahwa pertimbangan moral merupakan suatu alasan atau pemilihan,
mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk Rest membagi komponen pertimbangan
moral menjadi empat hal dalam Kurtines Gerwitz, 1992.
B.
Saran
Berdasarkan
isi makalah diatas saya berharap makalah ini dapat menjadi motivasi dan wawasan
untuk menerapkan ilmu tentang Pendidikan Moral serta dapat belajar memahami suatu masalah dan mencari
solusi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://eprints.uny.ac.id/23721/7/BAB%20II.pdf
http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/
Kohlberg
dan Cande D. tt. Relasi antara Pertimbangan Moral dengan Tindakan Moral. Dalam Wiliam
Kurines, Moralitas, 84.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/130515047/pendidikan/Kawasan+Moral.pdf
No comments:
Post a Comment