Monday, 18 October 2021

MAKALAH DASAR – DASAR PENDIDIKAN MORAL

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar belakang.............................................................................................. 1

B.     Tujuan........................................................................................................... 2

C.     Manfaat........................................................................................................ 2

 

BAB II  PEMBAHASAN...................................................................................... 3

A.    Kawasan  Moral........................................................................................... 3

1.      Pengertian Kawasan Moral.................................................................... 3

2.      Kawasan Moral Sebagai Kawasan Efektif............................................ 4

3.      Penalaran Moral..................................................................................... 4

4.      Sikap Moral dan Tindakan Moral.......................................................... 6

5.      Institusi Pendidikan dan Agama............................................................ 7

6.      Faktor emosi dalam diri......................................................................... 7

B.     Tindakan Moral ........................................................................................... 8

C.     Pertimbangan Moral................................................................................... 10

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 14

A.    Kesimpulan................................................................................................. 14

B.     Saran........................................................................................................... 14

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15

 

 

 


BAB 1

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Moral memiliki peranan yang sangat penting untuk tumbuh dan berkembang di lingkungannya, seperti yang diungkapkan oleh Gunarsa (2003) bahwa pada hakikatnya para orang tua mengharapkan anak-anak mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada di lingkungannya agar mereka tidak mudah terjerumus dalam perbuatan yang akan merugikan dirinya. Faktanya masih banyak remaja yang belum sesuai dengan nilai- nilai moralnya, hal tersebut bisa terjadi karena ketidaktahuan remaja atau kesengajaan melanggar patokan aturan di lingkungannya. Seringkali mendengar nilai moral adalah etika di masyakarat, sekolah, maupun di sekitar lingkungan. Ada beberapa moral etika yang diketahui oleh kebanyakan orang antara lain : moral perilaku, cara berbicara, penampilan, maupun gerak gerik. Akhir-akhir ini banyak pemberitaan tentang kenakalan remaja yang masih minim akan perkembangan moralnya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendidikan moral salah satunya faktor keluarga. Seperti yang dilansir oleh Wahyu (2013) dalam berita Tribunnews.com Untuk menekan kasus kejahatan seksual, Arist menambahkan keluarga dapat memperkuat landasan agama, etika moral dan sosial di rumah masing-masing. Pendidikan moral yang diajarkan pada remaja akan sangat berpengaruh terhadap karakternya. Orang tua yang bersedia terlibat dalam percakapan dan mendorong anaknya untuk menbicarakan hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai akan membuat anak memiliki pemikiran moral yang tinggi. 

Penelitian yang dilakukan oleh Johansen (dalam Maharani 2003), menunjukkan bahwa remaja yang mendapat dukungan dari keluarga serta adanya komunikasi yang intensif dengan orang tua memiliki kebebasan yang lebih besar untuk berusaha, bereksplorasi, untuk menjadi dirinya sendiri, yang lebih baik di masa depan nanti


B.       Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang Pengertian kawasan moral

 

C.      Manfaat

Manfaatnya adalah supaya bias memahami tentang pengertian moral, kawasan moral sebagai kawasan efektif, dan penalaran moral, sikap moral serta pertimbangan moral

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Kawasan  Moral

1.      Pengertian Kawasan Moral

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Moral adalah rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya.Menurut KBBI, moral adalah baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral adalah standar perilaku yang berlaku yang memungkinkan orang untuk hidup secara kooperatif dalam kelompok. Moral mengacu pada sanksi masyarakat apa yang benar dan dapat diterima. Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Moralitas menggambarkan nilai-nilai tertentu dari kelompok tertentu pada titik waktu tertentu. Kebanyakan moral tidak tetap. Mereka biasanya bergeser dan berubah seiring waktu.

Pengertin moral menurut para ahli

a.      Al-Ghazali

Menurut Al-Ghazali, moral adalah perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.

b.      Helden dan Richards

Moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan.

 

c.       Immanuel Kant

Moral adalah sesuatu urusan kenyakinan serta sikap batin dan tidak saja hal sebatas penyesuaian dengan sejumlah aturan dari luar, entah tersebut aturan berupa hukum negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat.

d.      Chaplin .

Moral adalah segala akhlak yang cocok dengan ketentuan sosial, atau mencantol hukum atau adat kelaziman yang menata tingkah laku.

2.      Kawasan Moral Sebagai Kawasan Efektif

Pembagian Kawasan Moral James S. Rest (1992: 37) mengemukakan bahwa komponen-komponen utama moralitas, berdasarkan hasil penelitian mengenai moralitas pada umumnya terbagi dalam tiga kawasan, yaitu: pemikiran tentang moral, perasaan moral dan perilaku moral. Ketiga kawasan moral ini melibatkan perhatian tiga golongan, yaitu:

a.       Kaum behavioris yang mengkaji masalah perilaku;

b.      Para pengamat perkembangan kognisi mempelajari masalah kognisi;

c.       Kaum psikoanalisis mengkaji masalah afeksi.

Mekanisme psikologis mempradugakan bahwa aspek moralitas mencakup ketiga kawasan tadi. Dari mekanisme psikologis itu selanjutnya memandang bahwa kondisionisasi dan model perilaku menentukan perilaku, konflik kognisis dan ekuilibriasi mempengaruhi berfikir, dan gerak-gerik libido serta superego menguasai perasaan (Rest, 1992: 39)

3.      Penalaran Moral

Seiring dengan perkembangan penalaran moral anak-anak, dan riset menunjukkan pada kita bahwa perkembangan terjadi secara bertahap, mereka akan mempelajari mana yang termasuk sebagai nalar moral dan mana yang tidak ketika mereka akan melakukan sesuatu. pada tingkatan tertinggi, penalaran moral juga melibatkan  pemahaman terhadap beberapa prinsip moral. Seperti perbanyaklah berbuat baik.

Penalaran moral merupakan suatu proses pertimbangan moral sebelum suatu tindakan moral dilakukan seseorang. Penalaran ini terjadi ketika seseorang dihadapkan pada dilema perbuatan moral, sehingga ia diminta melakukan pemilihan keputusan moralnya berdasarkan penalaran moral itu. Dalam penalaran moral ini, mengikuti Kohlberg (1970), "Suatu prinsip moral tidak sekadar merupakan aturan bagi suatu tindakan, melainkan sekaligus merupakan alasan orang bertindak". Dalam pandangan teori developmental kognitif, aspek penalaran moral menjadi penting untuk melihat keputusan moral seseorang itu  menunjukkan satu penalaran moral yang memadai. Menurut teori developmental-kognitif, dalam hal ini seperti dikembangkan Piaget dan Kohlberg, penalaran moral berjalan seiring dengan perkembangan usia dan tahapan-tahapan perkembangan pemikiran moral seseorang. Tahapan-tahapan kognitif dari pembahasan moral akan memperlihatkan apakah penalaran moral seseorang masih bersifat heteronom ataukah sudah sampai pada tahapan otonomi menurut alur tahapan Piaget, atau dalam tahapan Kohlberg, apakah seseorang masih pada "Tahap 1" di level pertama perkembangan pemikiran moralnya ataukah sudah melampaui pada "Tahap 5" dan "Tahap 6" bahkan tahap orientasi religius di "Tahap 7". Implikasi tahapan moral tersebut adalah bahwa justifikasi pilihan moral akan bertolak dari penalaran moral subjek itu sendiri.

Penalaran moral tentu saja tidak sekadar melibatkan aktivitas intelektualitas (rasionalitas), tetapi juga melibatkan suara hati nurani sebagai upaya pertimbangan moral. Bertens (1993) menyatakan bahwa hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran, karena hanya manusia yang mempunyai kesadaran. Suara hati nurani merupakan judgement atas pilihan moral berdasarkan pertimbangan/penalaran moral itu sendiri. Dalam wacana keagamaan (Islam), suatu perbuatan dianggap bermoral atau memiliki makna ketika ia dilakukan dengan kesadaran/akal sehat. Al-Ghazali (Heer, 1981: 167) menyatakan bahwa suatu tindakan pertama-tama akan dilihat dari ada atau tidak adanya pengetahuan terhadap tindakan yang harus dijalani atau bahkan larangan yang harus dijauhi, sebelum diputuskan untuk melakukan suatu perbuatan. Dari sini, maka penalaran (rasio/akal) dan hati nurani (qalb) menjadi aspek penting untuk menilai apakah keputusan moral atas suatu perbuatan ('amal) itu bermakna (ibadah) ataukah tidak. Orang yang tidak memiliki penalaran sehat akan tidak dikenai sanksi ketika tidak melakukan kebajikan (tuntutan moral/kewajiban agama).

4.      Sikap Moral dan Tindakan Moral

Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaantertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itusikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatef terhadap obyek atau situasi. Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individumembentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

a.       Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadiharus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabilapengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkanemosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

b.      Kebudayaan

Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yangmenggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Polareinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap danperilaku yang lain.

c.       Orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searahdengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara laindimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik denganorang yang dianggap penting tersebut.

d.      .Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanyainformasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu halsehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5.      Institusi Pendidikan dan Agama

Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agamamempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkandasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh daripendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6.      Faktor emosi dalam diri

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan danpengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi ataupengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dansegera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yanglebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktoremosional adalah prasangka.

 


B.     Tindakan Moral

Tindakan moral dapat diartikan sebagai tindakan yang sejalan atau konsisten dengan pertimbangan moral, bagaimanapun tindakan itu adanya. Kohlberg dan Candee (1992) menyebut ide konsistensi tentang tindakan moral ini sebagai "pertanggung-jawaban moral".

Tindakan moral memiliki tiga tipe, yaitu:

1.      tipe rasionalis, yaitu seorang etis murni yang menurut Kleinberger diwakili oleh Immanuel Kant dan Lawrence Kohlberg. Tipe ini memandang penalaran moral sebagai suatu keharusan serta mencukupi bagi lahirnya suatu tindakan moral.

2.      Tipe naturalistik, yaitu seorang etis yang bertanggung jawab yang menurut Kleinberger diwakili oleh Aristoteles dan John Dewey. Tipe ini berpandangan bahwa moral itu merupakan suatau keharusan, akan tetapi tidak mencukupi untuk melahirkan suatu tindakan moral.

3.      Tipe behavioristik-sosial. Dalam pandangan tipe ini moralitas dapat ditentukan tanpa merujuk kepada pola pikir sang pelaku. Tokoh etisi tipe ini antara lain Aronfreed, Bandura, Eysenck, Havighurst dan Taba (Kohlberg dan Candee, 1992: 88-89).

Tindakan moral dapat diartikan sebagai tindakan yang sejalan atau konsisten dengan pertimbangan moral, bagaimanapun tindakan itu adanya. Kohlberg dan Candee (1992) menyebut ide konsistensi tentang tindakan moral ini sebagai "pertanggung-jawaban moral". Jenis pertimbangan moral sebagai pusat tindakan moral:

1.      Menurut W.K. Franken (1963), pertimbangan yang deontis ialah pertimbangan yang menyatukan atau mengharuskan bahwa sesuatu tindakan itu benar. Ciri khas pertimbangan deontis ialah pertimbangan tersebut dijabarkan dari suatu prinsip. Contoh-contoh pertimbanagn deontis yaitu penerapan prinsip keadilan menurut Kant adalah imperatif-kategori, atau prinsip utilitas dari John Stuart Mill.

2.      Pertimbangan atas dasar tanggung jawab mencakup suatu unsur "aretaic", yaitu suatu pertimbangan tentang apa yang menurut moral itu baik, buruk, dapat dipertanggung-jawabkan atau patut dicaci-maki.

Menurut D. Galon (1982), pertimbangan deontis dianggap sebagai pertimbangan tentang kebenaran pada peringkat pertama, sedang atas dasar tanggung jawab adalah affirmasi peringkat kedua dari kemauan untuk bertindak selaras dengan pertimbangan tersebut. Pertimbanagn deontis merupakan deduksi proporsional dari usatu tahapan atau prinsip tertentu, sedang pertimbanagn atas dasar tanggung jawab merupakan afirmasi tentang kemauan yang memilih (Kohlberg dan Cendee, 1992: 92-93).

Pertimbangan moral yang bersifat klasikal, menurut Kohlberg dan Candee (1992) berkorelasi dengan atau meramalkan tindakan moral dalam situasi wajar maupun eksperimental. Di bagian lain, J. S. Lemming mengkaji kaitan pertimbangan moral dengan tindakan moral, yaitu dengan metode "praktis" yang dibedakan dari pengkajian pertimbangan moral secara "klasik". Menurut Lemming, dilema yang baku melahirkan pertimbangan moral secara klasik karena dua alasan penting, yaitu:

1.      pertimbangan moral yang bersifat klasik disebabkan oleh tipe dilemanya -- yang lebih bersifat mewakili kehidupan atau life space, yaitu dilema-dilema yang lebih "nyata muncul dalam kehidupan subjek (responden) yang bersangkutan.

2.      Pertimbangan moral dikatakan klasik karena hanya menunjukkan pertimbangan moral yang deontis atau preskriptif dan pertimbangan deontis belaka (Higgins, Power dan Kohlberg, 1992: 126-1279). Selain itu, tindakan moral juga didukung oleh "suasana moral" yang merupakan interaksi antara kemampuan seseorang dengan peristiwa moral yang terdapat dalam situasinya.

 


 

C.    Pertimbangan Moral

Pertimbangan moral adalah alasan seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Pertimbangan moral disini merupakan suatu proses  pertimbangan  dalam kognitif sebelum suatu tindakan moral dilakukan seseorang. Jadi,pertimbangan moral bukan pada apa yang baik atau buruk, melainkan bagaimana seseorang sampai pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk. Hal ini berarti, bahwa pertimbangan moral merupakan suatu alasan atau pemilihan, mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk

Rest membagi komponen pertimbangan moral menjadi empat hal dalam Kurtines Gerwitz, 1992. Adapun empat komponen utama pertimbangan moral yang dikemukakan oleh Rest, antara lain :

1.      Menginterpretasi situasi dan mengidentifikasi permasalahan moral mencakup empati, berbicara selaras dengan perannya, memperkirakan Universitas Sumatera Utara bagaimana masing-masing pelaku dalam situasi terpengaruh oleh berbagai tindakan tersebut.

2.      Memperkirakan apa yang seharusnya dilakukan seseorang, merumuskan suatu rencana tindakan yang merujuk kepada suatu standar moral atau suatu ide tertentu mencakup konsep kewajaran keadilan, pertimbangan moral, penerapan nilai moral sosial.

3.      Mengevaluasi berbagai perangkat tindakan yang berkaitan dengan bagaimana caranya orang memberikan penilaian moral atau bertentangan dengan moral, serta memutuskan apa yang secara aktual akan dilakukan seseorang mencakup proses pengambilan keputusan, model integrasi nilai, dan perilaku mempertahankan diri.

4.      Melaksanakan serta mengimplementasikan rencana tindakan yang berbobot moral mencakup ego-strength dan proses pengaturan diri.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan moral seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut :

1.      Perkembangan kognitif. Menurut Kohlberg ada hubungan paralel antara tahap perkembangan kognitif dengan tahap perkembangan moral. Namun bukan berarti seseorang yang memiliki perkembangan kognitif tinggi akan memiliki tahap perkembangan pertimbangan moral yang tinggi pula. Perkembangan kognitif berhubungan erat dengan intelegensi seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat perkembangan kognitif yang tinggi cenderung memiliki intelegensi yang tinggi pula, dengan demikian akan mempengaruhi tingginya Universitas Sumatera Utara tahap perkembangan moral orang tersebut. Menurut Bandura 1991, dalam Berns, 1997 dan Hoffman 1970, intelegensi adalah faktor yang dapat mempengaruhi tingkat perkembangan moral seseorang.

2.      Pendidikan. Pendidikan adalah prediktor yang kuat dari perkembangan penalaran moral, karena lingkungan pendidikan yang lebih tinggi menyediakan kesempatan, tantangan dan lingkungan yang lebih luas yang dapat merangsang perkembangan pertimbangan moral yang lebih tinggi Rest, 1994.

3.      Kemampuan alih peran. Kemampuan alih peran adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan diri pada peran orang lain atau mengambil sikap dari sudut pandang orang lain, sadar akan pikiran dan perasaan orang lain. Stimulasi social yang mendasar untuk perkembangan pertimbangan moral adalah kesempatan alih peran melalui interaksi dan komunikasi dalam kelompok, seperti keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat. Suasana dalam keluarga yang dapat memungkinkan terjadinya dialog dan diskusi tersebut yang nantinya akan memungkinkan kesempatan alih peran. Karena dalam pola asuh seperti ini orang tua mendorong untuk adanya proses dialogis dan memberi alasan dibalik peraturan-peraturan mereka kepada anak. Sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mempertimbangkan juga pendapat orang tua Lickona, dalam Berns, 1977.

4.      . Pola Asuh. Menurut Holstein dalam Hurlock 1990, anak-anak yang terlahir di tengah-tengah keluarga yang demokrat sangat membantu anak mencapai tahap perkembangan moral yang tinggi. Hal tersebut dapat dimengerti karena salah satu ciri dari pola asuh demokratis yaitu adanya kesempatan untuk terjadinya prosesdialog antara orangtua dan anak serta adanya kebebasan bagi anak untuk mengungkapkan atau mengekspresikan ide dan keinginan mereka.


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya.Menurut KBBI, moral adalah baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Kawasan Moral Sebagai Kawasan Efektif Pembagian Kawasan Moral James S. Rest (1992: 37) mengemukakan bahwa komponen-komponen utama moralitas, berdasarkan hasil penelitian mengenai moralitas pada umumnya terbagi dalam tiga kawasan, yaitu: pemikiran tentang moral, perasaan moral dan perilaku moral.

Penalaran moral merupakan suatu proses pertimbangan moral sebelum Sikap Moral dan Tindakan Moral Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaantertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.

Tindakan moral dapat diartikan sebagai tindakan yang sejalan atau konsisten dengan pertimbangan moral, bagaimanapun tindakan itu adanya. Pertimbangan moral yang bersifat klasikal, menurut Kohlberg dan Candee (1992) berkorelasi dengan atau meramalkan tindakan moral dalam situasi wajar maupun eksperimental.

Pertimbangan moral disini merupakan suatu proses pertimbangan dalam kognitifsebelum suatu tindakan moral dilakukan seseorang

Jadi,pertimbangan moral bukan pada apa yang baik atau buruk, melainkan bagaimana seseorang sampai pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk.

Hal ini berarti, bahwa pertimbangan moral merupakan suatu alasan atau pemilihan, mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk Rest membagi komponen pertimbangan moral menjadi empat hal dalam Kurtines Gerwitz, 1992.

B.     Saran

Berdasarkan isi makalah diatas saya berharap makalah ini dapat menjadi motivasi dan wawasan untuk menerapkan ilmu tentang Pendidikan Moral serta dapat belajar memahami suatu masalah dan mencari solusi.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://eprints.uny.ac.id/23721/7/BAB%20II.pdf

http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/

Kohlberg dan Cande D. tt. Relasi antara Pertimbangan Moral dengan Tindakan Moral. Dalam Wiliam Kurines, Moralitas, 84.

http://staffnew.uny.ac.id/upload/130515047/pendidikan/Kawasan+Moral.pdf

 

No comments:

Post a Comment