BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki
kekayaan maritim dan potensi bahari yang luar biasa besar. Dengan luas laut dan
perairan yang mencapai 2/3 wilayah Indonesia, yakni sebesar 5,8 juta km2 dan
panjang pantai sekitar 97 ribu km, tentu hal ini menggambarkan potensi sektor
kelautan yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Banyak bisnis-bisnis
potensial yang berbasis pada sumberdaya (resources based industry)
dapat menjadi peluang, seperti industri kelautan, perikanan, pariwisata,
industri olahan, industri jasa kelautan dan industri lainnya yang ramah
lingkungan. Namun, kekayaan maritim dan potensi bahari tersebut belum
memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian Indonesia, terutama sebagai
sumber devisa negara.
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan
ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatan. Kehidupan nelayan
sampai saat ini belum dapat dikatakan layak bahkan jauh dari kata sejahtera.
Jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang
atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta
orang. Jumlah 7,87 juta orang tersebut berasal dari sekitar 10.600 desa nelayan
miskin yang terdapat di kawasan pesisir di berbagai daerah di tanah air.
Banyak faktor yang menyebabkan nelayan masih dianggap
sebagai golongan marginal. Beberapa penyebab nelayan di Indonesia masih dalam
kondisi yang belum sejahtera dan dianggap golongan marginal seperti cara
penangkapan yang masih tergolong tradisional, pendidikan, dan system rantai
penjualan.
Pendidikan di kalangan nelayan sampai saat ini masih
tergolong rendah. Hal ini dikarenakan berbagai faktor mulai dari infrastuktur,
sumberdaya manusia dan kepedulian nelayan akan pentingnya pendidikan. Ketiga
faktor itu sangat terkait, sehingga diperlukan penanganan yang intensif dan
keberlanjutan. Sistem rantai penjualan hasil tangkapan nelayan sampai saat ini
dirasa kurang berpihak pada nelayan. Panjangnya rantai penjualan hasil
tangkapan menjadikan margin harga yang diterima nelayan dengan harga yang
dibayarkan konsumen akhir cenderung jauh berbeda, dan yang diuntungkan
selalulah para pedagang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Modernsisasi
Modernisasi pada
hakikatnya merupakan proses perubahan atau pembaharuan. Pembaharuan mencakup
bidang-bidang yang sangat banyak. Bidang mana yang akan diutamakan oleh suatu
masyarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa yang memimpin masyarakat
tersebut (Soekanto, 1990 dalam Ilpizukdi, 2008).
Tujuan utama dari
modernisasi adalah untuk membawa masyarakat menuju perubahan ke arah yang lebih
maju. Pada intinya, modernisasi tergantung pada perubahan yang terjadi di
masyarakat itu sendiri. Indikator keberhasilan suatu rencana program tertentu
yang berkaitan dengan modernisasi yaitu terjadinya perubahan dalam masyarakat
baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun dalam bentuk pemikiran yang lebih
dinamis dan terbuka.
2.2 Modernisasi Perikananan
Modernisasi perikanan
atau revolusi biru (blue revolution)
awalnya lahir dari adanya kesadaran akan pentingnya memanfaatkan potensi
sumberdaya perikanan dan lautan yang amat sangat besar ini dengan kondisi
termanfaatkan yang masih dibawah 50 persen.
Modernisasi perikanan
yang dimulai sejak tahun 1970-an dipahami sebagai momentum perubahan sosial
masyarakat nelayan, ketika itu pemerintah mengeluarkan paket kebijakan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan laut yaitu: modernisasi
melalui penggunaan motorisasi dan teknologi alat tangkap yang modern; kebijakan
pemberian fasilitas kredit berupa kredit usaha, mesin-mesin, perahu dan
peralatan penting kepada para nelayan; pembangunan fasilitas infrastruktur yang
mendukung kegiatan perikanan laut agar menjamin efektivitas dan peningkatan
produksi berupa pelabuhan perikanan, ruang pendingin, tempat pengeringan ikan
dan pelelangan ikan (TPI).
Dengan mulai
dikembangkannya perahu nelayan seperti minitrawl, jaring porsen,dan jenis alat
tangkap modern lainnya akan dapat meningkatkan produktivitas perikanan. Berbeda
ketika mereka masih menggunakan alat tradisional seperti penggunaan jaring
payang dan jaring Slerek .
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Modernisasi Perikanan
terhadap Kehidupan Nelayan
Modernisasi perikanan
melalui peningkatan kualitas alat tangkap pada umumnya didorong untuk meningkatkan
produksi perikanan.
Secara umum ada
beberapa pengaruh positif dari kelangsungan modernisasi perikanan tersebut,
antara lain :
1. Terjadinya
peningkatan produksi perikanan
2. Meningkatnya
pendapatan nelayan karena produksinya meningkat
3. Mendorong
terciptanya lapangan kerja baru
Namun, tidak dapat
dipungkiri juga bahwa modernisasi perikanan juga seringkali menyebabkan
berbagai permasalahan. Berbagai studi menunjukan bahwa modernisasi perikanan
sering menyebabkan ketimpangan antarnelayan karena:
- Kesempatan
untuk memperoleh bantuan teknologi dan modal sering didapatkan kepada
segelintir nelayan
- Ketimpangan
pendapatan antara nelayan buruh dengan pemilik kapal.
3. Modernisasi
perikanan juga tak jarang menyebabkan terjadinya konflik nelayan.
- Adanya modernisasi
perikanan terutama yang berhubungan langsung dengan alat tangkap, sering
kali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini dapat terlihat pada proses
penangkapan yang biasanya melebihi kapasitas atau tidak sesuai dengan
aturan yang berlaku sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya laut
yang ada.
- Hanya kalangan
nelayan strata atas saja yang lebih siap untuk memasuki sistem kelembagaan
baru karena adanya motorisasi alat tangkap yang menyebabkan kesenjangan
ekonomi yang semakin lebar antara nelayan dan juragan.
Berdasarkan hal di
atas, dapat dilihat bahwa ternyata modernisasi memberikan dampak negatif yang
cukup banyak di kalangan nelayan kecil. Hal ini dapat dikatakan bahwa
modernisasi perikanan masih “salah sasaran” dalam proses pelaksanannya.
3.2 Dampak Modernisasi Perikanan
Modernisasi
perikanan memberikan beberapa dampak negatif di antaranya
3.2.1
Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, modernisasi sendiri dapat dilihat
dari berbagai hal, seperti modernisasi perikanan melalui penggunaan teknologi
dengan harapan terjadinya perubahan dari tradisonal menjadi modern ternyata
tidak bisa terwujud. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, satu di antaranya
dikarenakanan tidak terjadinya proses kerjasama yang lebih rasional dan
menguntungkan.
Selain itu, modernisasi perikanan yang berisikan
kebijakan pemerintah dalam pembangunan sub-sektor perikanan memberikan tekanan
struktural yang menyebabkan kepentingan-kepentingan nelayan tradisional
terabaikan, seperti kebijakan pemerintah yang mengejar peningkatan
produktivitas seringkali mengabaikan kepentingan nelayan kecil. Hal ini seperti
akibat beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan modern yang menyebabkan nelayan
kecil mengalami penurunan hasil tangkapan sampai 58%, ada juga seperti pemicu
konflik agraria seperti adanya ”penyerobotan” wilayah perikanan tradisional
yang dilakukan oleh perusahaan perikanan modern yang sebenarnya wilayah
tersebut merupakan daerah beroperasinya nelayan kecil sehingga nelayan kecil
pun kehilangan sebagian besar tangkapannya.
Walaupun alat tangkap
perikanan yang modern diupayakan mampu meningkatkan jumlah produksi, namun
faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan. Para nelayan besar yang
mampu membeli akan semakin kaya dan jumlah produksinya besar dan para nelayan
kecil dengan keterbatasan modal cenderung tetap menggunakan alat tangkap
tradisional dengan hasil melaut yang semakin sedikit karena sudah terkuras oleh
alat- alat modern yang umumnya menggunakan perahu- perahu besar. Sehingga yang
terjadi adalah kemiskinan pada masyarakat nelayan yang semakin meningkatkan
akibat dari modernisasi perikanan yang menghasilkan alat- alat modern yang
mahal dan hanya mampu dibeli oleh nelayan yang memiliki uang yang cukup.
Selanjutnya, penyebab kemiskinan rumah tangga
nelayan kecil adalah program yang tidak memihak nelayan kecil. Berbagai program
pembangunan perikanan selama ini dirasa tidak menguntungkan nelayan kecil serta
mendorong ekploitasi berlebih atas sumberdaya perikanan yang ada. Program
modernisasi perikanan dirasa lebih menguntungkan nelayan besar dan kurang
memperhatikan/merugikan nelayan kecil. Modernisasi peralatan tangkap hanya bisa dinikmati oleh nelayan
besar yang memiliki modal kuat dan akses ke pemegang kekuasaan sementara
nelayan kecil semakin tertindas dengan keterbatasan modal dan keterbatasan
penggunaan teknologi.
3.2.2
Segi Sosial
Modernisasi perikanan ini berdampak pada
kehidupan sosial nelayan maupun komunitas nelayan. Penggunaan teknologi lama
yang masih sederhana yaitu perahu dayung menjadi teknologi baru berupa perahu
motor tempel (perahu katinting) yang cenderung lebih modern, efektif
dan efisien.
Namun dengan adanya modernisasi perikanan
yang tidak seimbang menimbulkan maslah- masalah yang besar seperti:
a.
Munculnya unit-unit
sosial baru yang berdampak pada perubahan struktur sosial masyarakat nelayan.
Perubahan tersebut terjadi pada level nelayan maupun
komunitas. Pada level nelayan, diferensiasi tersebut menimbulkan nelayan
terstratifikasi dalam beberapa lapisan, misalnya nelayan pemilik kapal, nelayan pekerja pada pemilik
kapan dan nelayan tangkap biasa yang bekerja secara individu. Namun, yang justru berkembang adalah pemilik
modal (pemilik kapal dan teknologi penangkapan) melalui mekanisme
ketergantungan yakni hubungan antara patron (pemilik modal) dan client (nelayan)
dengan sistem bagi hasil menikmati pendapatan yang lebih besar dan menguasai
akses. Hal ini juga menyebabkan perubahan sumber penghasilan nelayan yang
diusahakan sendiri menjadi upah yang diberikan ke petron. Kusnadi (2004)
mengungkapkan kesimpulan substansinya bahwa akibat penetrasi kapitalisme dalam
aktivitas nelayan di daerah ini menyebabkan kelompok nelayan dan buruh nelayan
lebih cepat terseret dalam kemiskinan. Penggunaan teknologi penangkapan ikan
yang diharapkan mengakibatkan terjadinya perubahan mode of production
dari sistem tradisional menjadi modern ternyata jauh dari harapan. Hal ini
dikarenakan proses yang terjadi tidak dibarengi oleh pergeseran hubungan kerja
ke arah yang lebih rasional dan saling menguntungkan. Sehingga yang justru
berkembang adalah pemilik modal (kapal dan teknologi penangkapan) melalui
mekanisme ketergantungan yakni hubungan patron client dengan sistem bagi
hasil menikmati pendapatan yang lebih besar dan menguasai akses pasar adalah
orang yang berkuasa. Akibatnya, kemiskinan nelayan menjadi permanen.
b.
Selain itu masalah yang lain timbul
terkait dengan pengadaan alat tangkap adalah konflik karena nelayan yang
menggunakan alat modern akan menindas nelayan yang menggunakan alat
tradisional, dan konflik lainnya yang berujung pada pembakaran kapal penangkap
ikan modern. Seperti salah satu pemicu konflik agraria.
- Adanya
perubahan dalam kelembagaan kerja usaha penangkapan.
- Perubahan
sistem produksi yang dulunya subsisten menjadi tata produksi yang bersifat
komersil maupun kapitalis, dan Masih bertahannya sebagian kecil nelayan
tradisional dan post-tradisonal.
3.2.2
Segi
Lingkungan
Adanya modernisasi perikanan akan memungkinkan adanya
eksploitasi terhadap sumber daya laut. Karena naluri manusia adalah cenderung
menginginkan hal yang lebih. Sifat yang eksploitatif akan merusak ekosistem
laut namun itu semua tidak terjadi jika dilakukan secara tepat. Dampak
negatif adanya modernisasi perikanan terutama yang berhubungan langsung dengan
alat tangkap yang sering kali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini dapat
terlihat pada proses penangkapan yang biasanya melebihi kapasitas atau tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber
daya laut yang ada.
3.3
Peran
Pemerintah untuk Meningkatkan Kehidupan Masyarakat Nelayan Kecil
Dalam rangka
meningkatkan kehidupan masyarakat nelayan kecil, pemerintah memiliki beberapa
peran yang terlihat dalam strategi
perlindungan prasarana dan sarana
produksi kegiatan usaha nelayan.
Prasarana para
pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam kegiatan usaha perikanan adalah
segala sesuatu yang merupakan penunjang
utama untuk memperoleh sumber
daya ikan, antara
lain, berupa alat tangkap ikan,
kapal, dan/atau pelabuhan, lahan
dan kolom air,
serta saluran pengairan.
Untuk nelayan dan
pembudi daya ikan,
prasarana yang diperlukan
berbeda-beda. Prasarana lebih
berupa infrastruktur fisik.
Prasarana yang dibutuhkan
nelayan antara lain
stasiun pengisian bahan
bakar yang terletak
dekat dengan pelabuhan
perikanan, pelabuhan perikanan,
jalan pelabuhan, jaringan
listrik, dan tempat
penyimpangan berpendingin. Sedangkan
prasarana yang dibutuhkan
pembudi daya ikan
antara lain lahan
dan kolom air
(untuk budi daya
perikanan di perairan umum dan di
laut), saluran pengairan, jalan produksi, jaringan listrik dan pasar, dan tempat
penyimpangan berpendingin.
Sarana dalam
kegiatan usaha perikanan
adalah segala sesuatu
yang dapat dipakai
sebagai alat untuk
memperoleh/meningkatkan
sumber daya kan,
antara lain, berupa
bahan bakar minyak, air
bersih dan es,
bibit dan benih. Untuk
nelayan dan pembudi
daya ikan, sarana
yang diperlukan
berbeda-beda. Sarana yang
dibutuhkan nelayan antara
lain kapal dan
alat tangkap, bahan
bakar minyak, air
bersih dan es.
Sedangkan sarana yang
dibutuhkan pembudi daya ikan antara lain bibit dan benih, pakan,
obat-obatan dan air bersih.
Oleh karena itu
pemerintah melakukan beberapa kajian dalam pengembangan
wilayah yang memiliki
potensi perikanan dengan
kebijakan meliputi:
1) Penyediaan sarana
pelabuhan, TPI, PPI dan
fasilitas perikanan lainnya yang kondusif dan berperspektif mitigasi
bencana
2) Pendidikan
dan pelatihan bagi nelayan
3) Bantuan modal
usaha bagi nelayan
serta masyarakat yang
ingin mengembangkan usaha perikanan
4) Subsidi
bahan bakar
Revitalisasi fungsi TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) adalah sebentuk
upaya menghubungkan nelayan dengan pasar. Dalam pandangan KIARA, revitalisasi
fungsi TPI yang tersebar
di kampung-kampung nelayan
dimaksudkan untuk memenuhi standar minimum pelayanan bagi kepentingan
nelayan tradisional. Fungsi-fungsi
TPI yang semestinya
dijalankan adalah sebagai
berikut:
(1) Penyediaan informasi cuaca
(2)
Penyediaan informasi mengenai
potensi wilayah penangkapan ikan
dan
harga ikan
secara berkelanjutan
(3)
Sistem pelelangan ikan yang berkeadilan
(4) Penyediaan bbm, bibit dan pakan ikan yang mudah
diakses, serta
(5)
Kelengkapan
penangkapan/budidaya akan bersubsidi
dan
(6) Tersedianya fasilitas permodalan yang mudah
diakses oleh nelayan.
3.4 Strategi Pendekatan dalam
Pemberdayaan Masyarakat Menuju Nelayan Kecil.
Beberapa
pendekatan dan strategi yang dapat diterapkan pemerintah dalam pemberdayaan
masyarakat (Karsidi, 2001) menuju kemandirian petani dan nelayan kecil, dapat
ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut :
a.
Memulai dengan tindakan mikro dan
lokal
Proses
pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro dan lokal, namun
memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro–makro harus terus menerus
menjadi bagian pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat
menjadi policy input dan policy reform sehingga memiliki dampak
yang lebih luas. Petugas pemberdayaan/pendamping masyarakat tani dan nelayan
kecil seyogyanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan pendekatan dan cara
yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat/lokal di wilayah tugasnya
masing-masing.
b.
Pengembangan sektor ekonomi
strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah)
Karena
masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan
juga berbeda antar daerah. Pemberlakuan kebijakan secara seragam untuk semua
daerah harus ditinggalkan.
c.
Mengganti pendekatan kewilayahan
administratif dengan pendekatan kawasan
Pemberdayaan
masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan
kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan
kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang
dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan
terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar dan lebih lanjut akan
memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif.
d.
Membangun kembali kelembagaan
masyarakat
Peranserta
masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika
tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang
benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan
organisasi lokal lainnya dipersilahkan tetap hidup.
- Mengembangkan penguasaan
pengetahuan teknis
Perlu dipahami bersama bahwa desakan
modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan
menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input luar serta hilangnya
kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan-temuan lokal oleh petani dan
nelayan setempat harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas
berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat
sentralistik, topdown dan linier (Sumardjo, 1998) perlu diubah menjadi
pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah.
- Pengembangan kesadaran pelaku
ekonomi
Karena peristiwa ekonomi juga
merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka
tindakan yang hanya berorientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai.
Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat
untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat
proses demokratisasi ekonomi. Komitmen para petugas pemberdayaan masyarakat dan
lembaga-lembaga terkait pada pengembangan kemandirian petani dan nelayan kecil
merupakan sesuatu yang sangat diperlukan.
- Membangun jaringan ekonomi
strategis
Jaringan strategis akan berfungsi
untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi,
pemasaran, teknologi dan permodalan.
h.
Kontrol kebijakan
Agar
kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka
kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan
organisasi petani dan nelayan dalam proses pengambilan keputusan tentang
kebijakan pertanian dan perikanan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Modernisasi perikanan
melalui peningkatan kualitas alat tangkap pada umumnya didorong untuk
meningkatkan produksi perikanan. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa
modernisasi perikanan juga seringkali menyebabkan berbagai permasalahan. Modernisasi
memberikan dampak negatif yang cukup banyak di kalangan nelayan kecil. Hal ini
dapat dikatakan bahwa modernisasi perikanan masih “salah sasaran” dalam proses
pelaksanannya.
Beberapa strategi
pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat menuju nelayan kecil yang dapat
diterapkan pemerintah di antaranya memulai dengan tindakan mikro dan lokal, pengembangan sektor
ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah), mengganti pendekatan
kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan, membangun kembali
kelembagaan masyarakat, mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis,
pengembangan kesadaran pelaku ekonomi, membangun jaringan ekonomi strategis,
dan kontrol kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Karsidi,
Ravik. 2001.Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam
Pemberdayaan
Masyarakat.
Dalam
Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya
Masyarakat Madani, Bogor: Penerbit Pustaka Wirausaha Muda.
Korten, David C. 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat. Jakarta : Lembaga
Studi Pembangunan.
Mahmudi,
Ahmad. 1999. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. TOT P2KP
oleh LPPSLH, Ambarawa, 27 Nopember
1999.
http://kkp.go.id/index.php/pers/potensi-sektor-kelautan-indonesia-menjanjikan/
http://berdaya-maritim.blogspot.co.id/2014/01/strategi-meningkatkan-kesejahteraan.html
No comments:
Post a Comment