DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2...........
D. Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Pengertian
Pancasila dan Filsafat ................................................................ 3
B. Pengertian
Filsafat ....................................................................................... 5
C. Pancasila
Merupakan Suatu Filsafat ............................................................ 7
D. Objek Filsafat
Pancasila .............................................................................. 8
E. Pancasila Melalui
Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis,
Aksiologis ................................................................................................... 9
F. Hakekat Pancasila ..................................................................................... 12
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
B. Saran........................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya di
dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara yang menyokong negara itu
sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak terombang ambing oleh
persoalan yang muncul pada masa kini. Pada hakikatnya ideologi merupakan hasil
refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia
kehidupannya. Maka terdapat sesuatu yang bersifat dialektis antara ideologi
dengan masyarat negara. Di suatu pihak membuat ideologi semakin realistis dan
pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi
mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga
membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Indonesia pun tak terlepas dari hal
itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara yang sering kita sebut
Pancasila.
Pancasila
sebagai ideologi menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan
karakteristik Pancasila sebagai ideologi negara. Sejarah indonesia menunjukan
bahwa
Pancasila adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih
baik, untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pancasila
merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam masingmasing sila
tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan
sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945
merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran,
kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang
mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Mempelajari
Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang
memiliki jati diri dan harus diwijudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk
menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat dan berbudaya tinggi.
Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam berpikir lebih kritis
mengenai arti Pancasila.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Pancasila dan Filsafat ?
2.
Bagaimana pengertian Pancasila sebagai suatu filsafat?
3.
Apa saja objek dari filsafat Pancasila?
4.
Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis,
serta Aksikologis?
5.
Apa hakekat dari Pancasila?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila dan Filsafat.
2.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Pancasila sebagai suatu
filsafat.
3.
Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila
4.
Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui pendekatan dasar
Ontologis, Epistemologis, serta
Aksikologis.
5.
Untuk mengetahui hakekat dari Pancasila.
D. Manfaat
1.
Seluruh lapisan masyarakat khususnya kaum muda Bangsa Indonesia dapat
memahami bagaimana arti penting dari pancasila sebagai filsafat.
2.
Para pembaca diharapkan dapat mengamalkan seluruh ajaran dari
pancasila.
3.
Dapat memotivasi seluruh generasi muda
agar lebih mencintai dasar negaranya
4.
Dapat mendidik bagaimana seharusnya perilaku masyarakat dalam
mengartikan, memaknai, serta mengimplementasikan arti pancasila sebagai
filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila dan Filsafat
1. Pengertian Pancasila A. Secara Etimologis
Secara etimologis istilah
“pancasila” berasal dari sansekerta dari India (bahasa kata brahmana) adapun
bhasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut
Muhammad Yamin, dalam bahasa
sansekerta perkataan “pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu
:
a.
“panca” artinya “lima”
b.
“syila” vokal i pendek artinya
“batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
c.
“syila” vokal i panjang artinya
“peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian
dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki
hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “pancasila”
yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syiila” dengan vokal i pendek yang
memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang
memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i
bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
2. Secara Historis
Proses perumusan Pancasila
diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat,
mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah
tersebut adalah tentang suatu calo rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu
Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di
dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan mengenai calon
rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang
artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang
temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18
Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk pembukaa UUD 1945
dimana didalamnya termuat isi
rumusan lima prnsip sebagai
satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan
Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam
linea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang
dimaksudkan Dasar Negara Republik
Indonesia adalah disebut
dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis
terutama alam rangka pembentukancalon rumusan dasar negara, yang secara spontan
diterima oleh peserta sidang secara bulat.
3. Secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk
melengkai alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang
merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera megadakan
sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD
negara Republik
Indonesia yang dikenal
dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang
terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan erdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD
1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasilla
sebagai berikut :
1)
Ketuhanan Yang Maha Esa
2)
Kemanusiaan yang adildan beradab
3)
Persatuan Indonesia
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang
disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
B. Pengertian Filsafat
1. Secara Umum
Adalah suatu kebijaksanaan
hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh
berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah. Filsafat
merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem.
Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena
memiliki obyek tersendiri yang sangat luas.
Sebagai contoh, dalam ilmu
psikologi mempelajari tingkah laku kehidupan manusia, namun dalam ilmu filsafat
tidak terbatas pada salah satu bidang kehidupan saja, melainkan memberikan
suatu pandangan hidup yang menyeluruh yaitu tentang hakiki hidup yang
sebenarnya. Pandangan hidup tersebut merupakan hasil pemikiran yang disusun
secara sistematis menurut hukum-hukum logika.
Seorang yang berfilsafat
(filsuf) akan mengambil apa yang telah ditangkap dalam pengalaman hidup maupun
pengalaman ilmiah kemudiaan memandangnya di bawah suatu horizon yang lebih
luas, yakni sebagai unsur kehidupan manusia yang menyeluruh.
2. Menurut Para Ahli
Pengertian filsafat menurut menurut
para ahli memiliki perbedaan dalam mendefinisikan filsafat yang disebabkan oleh
berbedaan konotasi filsafat dan keyakinan hidup yang dianut mereka. Perbedaan
pendapat muncul juga dikarenakan perkembangan filsafat itu sendiri sehingga
akhirnya menyebabkan beberapa ilmu pengetahuan memisahkan diri dari ilmu
filsafat.
Berikut beberapa pengertian
filsafat menurut menurut para ahli yang memiliki pengertian jauh lebih luas
dibandingkan dengan pengertian menurut bahasa.
a.
Cicero ( (106 – 43 SM ) Filsafat adalah seni kehidupan sebagai ibu
dari semua seni.
b.
Aristoteles (384 – 322 SM) Filsafat adalah memiliki kewajiban untuk
menyelidiki sebab dan asas segala benda.
c.
Plato (427 – 347 SM) Filsafat itu adalah tidaklah lain dari
pengetahuan tentang segala yang ada.
d.
Al Farabi (wafat 950 M) Filsafat itu ialah ilmu pengetahuan tentang
alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
e.
Thomas Hobbes (1588 – 1679) Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
menerangkan perhubungan hasil dan sebab atau sebab dari hasilnya, dan oleh
karena itu senantiasa adalah suatu perubahan.
f.
Johann Gotlich Fickte (1762-1814) Filsafat merupakan ilmu dari
ilmuilmu, yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Filsafat membicarakan
seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu untuk mencari kebenaran dari seluruh
kenyataan.
g.
Imanuel Kant ( 1724 – 1804) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup
empat persoalan yaitu metafisika, etika agama dan antropologi.
h.
Paul Nartorp (1854 – 1924) Filsafat sebagai ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang
sama, yang memikul sekaliannya.
i.
Harold H. Titus (1979) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan
kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.
Selain tokoh-tokoh dunia,
adapun pendapat dari tokoh bangsa Indonesia mengenai filsafat, yaitu :
a.
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari
sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakekat.
b.
Driyakarya: filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang
sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang
sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan.
c.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk
kebenaran, tentang segala sesuatu yang dipermasalahkan, dengan berfikir
radikal, sistematik dan universal.
d.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya
setelah mencapai pengetahuan itu.
e.
Prof. Dr. Ismaun, M.Pd.: Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan
manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis
sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan
menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang
sejati.
f.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga
manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya
kesungguhan.
C. Pancasila Merupakan Suatu Filsafat
Menurut Ruslan Abdulgani,
Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita
bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa pancasila dikatakan sebagai
filsafat? Hal itu dikarenakan pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan
dalam suatu sistem yang tepat. Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini
memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat pancasila.
Filsafat pancasila dapat
didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasionl tentang pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan
sebagai filsafat karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam
yang dilakukan oleh the founding fathers Indonesia, yang di tuangkan dalam
suatu system (Abdul Gani 1998).
Pengertian filsafat
pancasila secara umum adalah hasil berfikir atau pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana dan
paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia. Filsafat
pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai kekuasaannya
berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwa pancasila
merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi
Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (hindu-buddha), Barat
(Kristen), Arab (Islam).
Filsafat pancasila dapat
digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat pancasila tidak hanya
mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya bertujuan mencari,
tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut dipergunakan
sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agar hidup
bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun
di akhirat (Salam, 1988:23-24).
D. Objek Filsafat Pancasila
Ditinjau dari segi
obyektifnya, filsafat meliputi hal-hal yang ada atau dianggap dan diyakini ada,
seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.
Ruang lingkup obyek filsafat
:
1.
Obyek material
2.
Obyek formal
Lebih jauh E.C. Ewing dalam
bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) menyatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek
filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The
Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and
Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus
Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan).
Pendapat-pendapat tersebut
diatas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat
dari substansi masalah maupun sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam
sudut pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para
ahli membagi objek filsafat ke dalam objek material dan obyek formal. Obyek
material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam
berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang
dalam melihat obyek material tertentu.
Menurut Endang Saefudin
Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala sesuatu
yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok
yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan
objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap
objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu pada
substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,
sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir
terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat
mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material
filsafat.
E. Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis,
Aksiologis
1. Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila–sila Pancasila
Manusia sebagai pendukung
pokok sila–sila pancasil secara ontologis memiliki hal–hal yg mutlak, yaitu
terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat
manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta keddukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
tuhan yang maha esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah maka secara hierarkis
sila pertama ketuhanan yg maha esa mendasari dan menjiwai keempat sila – sila
pancasila yg lainnya (Notonagoro, 1975:53).
a.
Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan
adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai
pengatur tata tertib alam (Notonagoro, 1975:78)
b.
Sila kedua : kemanusiaan yg adil dan beradab, negara adalah lembaga
kemanusiaan, yg diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975:55)
c.
Sila ketiga : persatuan
indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai
makhluk tuhan yg maha esa,adapun hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat
adalah merupakan unsur pokok negara
d.
Sila keempat : maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu
kesesuaiannya dengan hakikat rakyat
e.
Sila kelima : dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan
dijiwai oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yg adil dan beradab (Notonagoro,
1975:140,141)
2. Dasar Epistemologis (Pengetahuan) Sila–sila Pancasila
Sebagai suatu ideologi maka
pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dan
pendukungnya yaitu
a.
Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya
b.
Pathos yaitu penghayatannya
c.
Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono, 1996:3)
Dasar epistemologis
pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai – nilai dasarnya yaitu
filsafat pancasilaa (Soeryanto, 1991:51). Terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengethuan manusia, kedua
tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan
manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan
atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai
berikut: demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi,
inspirasi dan ilham (Notonagoro, tanpa tahun:3).
3. Dasar Aksiologis Pancasila
Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari
kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang
berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri
mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian
filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial
dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang
diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang siasia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada
tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama,
bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
F. Hakekat Pancasila
Kata ‘hakikat’ dapat
didefinisikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu yang terdiri
dari sejumlah unsur tertentu yang mewujudkan sesuatu tersebut, sehingga
terpisah dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Contohnya pada hakikat air
yang tersusun atas dua unsur mutlak, yaitu hidrogen dan oksigen. Kebersatuan
kedua unsur tersebut bersifat mutlak untuk membentuk air. Artinya kedua unsur
tersebut secara bersamasama menyusun air sehingga terpisah dari benda yang lainnya,
misalnya dengan batu,kayu, dan lain sebagainya.
Terkait dengan hakikat
sila-sila pancasila, pengertian kata ‘hakikat’ dapat dipahami dalam tiga kategori
yaitu :
1.
Hakikat Abstrak yang disebut sebagai hakikat jenis atau hakikat umum
yang mengandungunsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak
sila-sila Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang dibubuhi
awalan dan akhiran ke dan an ( sila I,II,IV, dan V) sedangkan yang satunya per
dan an (sila ke III). Awalan dan akhiran ini memiliki kesamaan dalam maksudnya
yang pokok, ialah membuat abstrak daripada kata dasarnya
2.
Hakikat Pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus. Hakikat
pribadi Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sila-sila Pancasila yang ada
pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai agama, nilai-nilai
kebudayaan, sifat dan karakter yang melekat pada bangsa indonesia sehingga
membedakan bangsa indonesia dengan bangsa yang lainnya.
3.
Hakikat Kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya.
Hakikat kongkrit Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar
filsafat negara.
Dalam realisasinya,
pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan praktis dalam
kehidupan negara, bangsa dan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan
sehari hari, tempat, keadaan dan waktu. Sehingga pelaksanaan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari bersifat dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan
perkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman.
Pancasila yang berisi lima
sila, menurut Notonagoro (1967:32) merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan
sila-sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:
1.
Diungkapkan oleh Notonagoro (1984: 61 dan 1975: 52, 57) bahwa hakikat
adanya Tuhan ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh karena
itu segala sesuatu yang ada merupakan akibat sebagi adanya tuhan (sila
pertama). Adapun manusia sebagai subjek ciptaan manusia pendukung pokok negara,
karena negara adalah lambang kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan
hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian,
negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga).
Selanjutnya terbentuklah persekutuan hidup yang dinamakan rakyat. Rakyat
merupakan totalitas individuindividu dalam negara yang bersatu (sila keempat).
Adapun keadilan yang pada hakikatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan
sosial (sila kelima) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama
yang disebut negara.
2.
Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan
mengkualifikasi silasila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam
hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam kerangka hubungan
hirarkis piramidal seperti diatas. Dalam rumusan ini, tiap-tiap sila mengandung
empat sila lainnya. Berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang
saling mengisi dan mengkualifikasi.
3.
Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Sila kedua; Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan yang
berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Sila ketiga; Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
6.
Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, Berkemanusiaan yang adil dan beradab,
yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
7.
Sila kelima; Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah
keadilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
bearadab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan (Notonagoro, 1975:43-44)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari apa yang telah
dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,
karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi
bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan
hidup bangsa dan negara Indonesia. Dan filsafat merupakan suatu ilmu
pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem.
Pancasila dikatakan sebagai
filsafat dikarenakan pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam
yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu
sistem yang tepat, dimana pancasila memiliki hakekatnya tersendiri yang terbagi
menjadi lima sesuai dengan kelima sila-silanya tersebut.
Adapun yang mendasari
Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat Manusia), dasar
Epistemologis (Pengetahuan),
dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai-Nilainya)
B. Saran
Saran yang dapat dipetik
dari materi ini adalah agar seluruh masyarakat mengetahui seberapa penting
Pancasila dan dapat mengamalkan nilai-nilai sila dari pancasila dengan baik
& benar, serta tidak melecehkan arti penting pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama,
2010. Cerdas, Kritis, Dan Aktif Berwarganegara (Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi). ERLANGGA : Jakarta.
Kaelan,M.S. 2016. Pendidikan Pancasila
(Pendidikan Untuk Mewujudkan Nilai-nilai Pancasila, Rasa Kebangsaan dan
Cita-cita Tanah Air Sesuai Dengan SK. Dirjen DIKTI
NO.43/DIKTI/KEP/2006 Sesuai Dengan KKNI
bdg PT 2013). PARADIGMA : Yogyakarta.
I Wayan Windia, I Gede Sutrisna, Wayan
Kesieg, Adi Wisnyana dan Wirya Agung.2014.Modul Pendidikan Pancasila Dalam
Membangun Karakter Bangsa. UDAYANA PRESS : Kampus Sudirman Denpasar
Chandrawinata, Andhyn. ______.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis, & Terminologis.
http://pancasila.weebly.com/pengertian-pancasila.html. Diakses pada tanggal 3
Maret 2017.
Maulidi, Achmad. 2016. Pengertian Filsafat
(Filosofi).
http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-filsafat-filosofi.html.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2017.
Dwi Tama, Rizco.2012. Pengertian
Filsafat Pancasila, Objek, Cabang Filsafat dan
Kedudukan Dalam Ilmu-ilmu Lain.
http://icounipa.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-filsafatpancasila-objek.html.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2017.
No comments:
Post a Comment