HALUSINASI
A. Kasus (Masalah Utama)
1.
Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau
tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal
(Stuart & Laraia,2005; Laraia,2009).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan
melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007). Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat
didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus.
2.
Tanda dan Gejala
Data objektif dapat
perawat kaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data
subjektif dapat perawat kaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui
data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
Data
Objektif :
- Bicara
atau tertawa sendiri
- marah-marah
tanpa sebab
- memalingkan
muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
- menutup
telinga
- menunjuk-nunjuk
kearah tertentu
- ketakutan
pada sesuatu yang tidak jelas
- mencium
sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
- menutup
hidung
- sering
meludah meludah
- muntah
menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data Subyektif
:
- Mendengar
suara-suara atau kegaduhan
- mendengar
suara yang mengajak
- bercakap-cakap
- mendengar
suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
- melihat
bayangansinar, bentuk geometris, bentuk kartun
- melihat
hantu atau monster
- mencium
bau-bauan seperti bau darah, urin, feses
- merasa
takut atau senang dengan halusinasinya
- mengatakan
sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang sendirian
- mengatakan
sering mengikuti isi perintah halusinasi.
3.
Jenis Halusinasi
a.
Pendengaran
Mendengar
suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelasberbicara tentang klien, bahkan
sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b.
Penglihatan
Stimulus
visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c.
Penghidu
Membaui
bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan.
d.
Pengecapan
Merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
e.
Perabaan
Mengalami
nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f.
Cenesthetic
Merasakan
fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urin.
g.
Kinisthetic
h.
Merasakan
pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
B.
Proses Terjadinya Masalah
1.
Konsep Dasar
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan
apapun pada panca indera seorang klien, yang terjadi dalam keadaan
sadar/bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik, ataupun histerik
(Maramis, 1994).
Tahapan halusinasi meliputi beberapa tahap yaitu :
a.
Tahap I (Conforting)
- Memberikan rasa
nyaman
- Tingkat
ansietas sedang
- Secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenagan
Karakteristik :
-
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
-
Menbcoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas
-
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol
kesadaran non psikotik.
Prilaku Klien :
-
Tersenyum, tertawa sendiri
-
Menggerakkan bibir tanpa suara
-
Pergerakan mata yang cepat
-
Respon verbal yang lambat
-
Diam dan berkonsentrasi
b.
Tahap II (Comdemning)
-
Menyalahkan
-
Tingkat kecemasan berat
-
Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati
Karakteristik :
-
Pengalaman sensori menakutkan
-
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
-
Mulai merasa kehilangan kontrol
-
Menarik diri dari orang lain, non psikotik
Prilaku klien :
-
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan TD
-
Perhatian dengan lingkungan berkurang
-
Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
-
Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dengan realitas
c.
Tahap III (Controling)
-
Mengontrol
-
Tingkat kecemasan berat
-
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik :
-
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
-
Isi halusinasi menjadi atraktif
-
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir, psikotik.
Perilaku Klien
:
-
Prilaku halusinasi ditaati
-
Sulit berhubungan dengan orang lain
-
Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa
detik
-
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat tampak tremor
dan berkeringat.
d.
Tahap IV (Conquering)
-
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
-
Klien Panik
Prilaku klien :
-
Prilaku panik
-
Resiko tinggi menciderai
-
Agitasi atau kataton
-
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
2.
Rentang respon
3.
Pohon Masalah
EFEK
Resiko
Mencederai Diri Sendiri, Lingkungan, Orang Lain
CORE
Gangguan
Sensori Persepsi: Halusinasi
(
Pendengaran, Penglihatan, Pengecapan, Perabaan Dan Penciuman)
CAUSA
Isolasi
Sosial
↑
Harga Diri Rendah
4.
Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah
Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit.Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal.Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
- Genogram yang menggambarkan tiga
generasi
- Konsep diri
- Hubungan social dengan orang lain
yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan
dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan
serta merapikan alat makan kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien
tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas
didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan
reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan
asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i.
Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j.
Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
k. Aspek medik
l.
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
m. Daftar masalah keperawatan
- Risiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
- Perubahan sensori perseptual :
halusinasi
- Isolasi sosial : menarik diri
C.
Analisa data
NO |
DATA
SUBYEKTIF |
DATA
OBYEKTIF |
1.
2 2.
. 3.
3. |
Klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu. Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang Klien mengatakan merasa kesepian. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial. Klien mengatakan tidak berguna. Klien mengungkapkan takut. Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar mengancam
dan membuatnya takut. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah, keinginan
untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien suka membentak
dan menyerang orang lain |
Tampak bicara dan ketawa sendiri. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara. Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu.
Gerakan mata yang cepat. Tidak tahan terhadap kontak yang lama. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat
bicara. Tidak ada kontak mata. Ekspresi wajah murung, sedih. Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri. Kurang aktivitas. Tidak komunikatif. Wajah klien tampak tegang, merah. Mata merah dan melotot. Rahang mengatup. Tangan mengepal. Mondar mandir. |
D.
Diagnosa
Diagnosa
keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri
sendiri,
orang lain dan
lingkungan
E.
Rencana Tindakan Keperawatan\
1.
Tindakan keperawatan
untuk klien
a. Tujuan
tindakan untuk klien meliputi:
- Klien
mengenali halusinasi yang dialaminya.
- Klien
dapat mengontrol halusinasinya.
- Klien
mengikuti program pengobatan secara optimal.
b. Tindakan
keperawatan
-
Membantu pasien
halusinasi, Membantu
klien halusinasi dengan cara melakukan diskusi dengan klien tentang isi, waktu,
situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respon klien saat halusinasi
muncul.
c. Melatih
pasien mengontrol halusinasi dengan cara:
1) Menghardik
(mengusir) halusinasi
Merupakan upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak mempedulikan halusinasinya, tahap tindakan meliputi:
- Menjelaskan
cara menghardik halusinasi
- Memperagakan
cara menghardik halusinasi
- Meminta
pada klien untuk memperagakan ulang
- Membantu
penerapan cara ini, menguatkan perilakuKlien.
2)
Menggunakan obat secara
teratur
Untuk mampu mengontrol
halusinasiklien juga harus dilobi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai
dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah seringkali mengalami
putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan.bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit.Berikut tindakan
keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
- Jelaskan
pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
- Jelaskan
akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
- Jelaskan
akibat putus obat.
- Jelaskan
cara mendapatkan obat.
- Jelaskan
cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar: benar obat, pasien, cara, waktu
dan dosis.
3) Bercakap-cakap
dengan orang lain
Mengontrol halusinasi
dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain, maka maka terjadi distraksi
fokus. Perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang lain tersebut.
4) Melakukan
aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko
halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang
teratur. Dengan aktivitas yang terjadwal klien tidak akan mengalami waktu luang
sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Tahap-tahap
intervensinya sebagai berikut:
- Menjelaskan
pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
- Mendiskusikan
aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien.
- Melatih
klien melakukan aktivitas.
- Menyusun
jadwal aktivitas sehari-hari-sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
- Memantau
pelaksanaan jadwal kegiatan: memberikan penguatan terhadap perilaku klien yang
positif.
5)
Menggunakan obat secara
teratur
Untuk mampu mengontrol
halusinasiklien juga harus dilobi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai
dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah seringkali mengalami
putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan.bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit.Berikut tindakan
keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
- Jelaskan
pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
- Jelaskan
akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
- Jelaskan
akibat putus obat.
- Jelaskan
cara mendapatkan obat.
- Jelaskan
cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar: benar obat, pasien, cara, waktu
dan dosis.
- (Tim
MPKP RSJ, 2008).
1.
Tindakan Keperawatan
untuk Keluarga
a.
Tujuan tindakan untuk keluarga meliputi:
-
Keluarga mampu mengenal
klien halusinasi di rumah
-
Keluarga mampu merawat
klien halusinasi dirumah
-
Keluarga mampu
mengontrol klien halusinasi di rumah
b.
Tindakan keperawatan
-
Memberikan pendidikan
kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien,
tanda dan gejala halusinasi dan cara- cara merawat klien halusinasi
-
Melatih keluarga untuk
mempraktekkan merawat klien langsung di depan klien (Berikan kesempatan kepada
keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien halusinasi langsung di depan
pasien ).
2.
Pemberian
Psikofarmakotherapi
Gejala
halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik / skizifrenia biasanya diatasi
menggunakan obat-obatan antipsikotik (Maramis, 1994) antara lain:
·
Golongan gutifenon:
Haloperidol, haldol, serence, ludomer,. Pada kondisi akut bisanya diberikan
dalam bentuk injeksi cukup 3 x 24 jam. Setelah itu biasanya klien diberikan
dosis peroral 3 x 5 mg.
·
Golongan Fenotiazin:
Chlorpromazin / largactile / promagtile, biasanya diberikan peroral. Kondisi
akut biasanya diberikan 3 x 100 mg pada malam hari saja.
·
Obat-obatan
antipsikotik seringkali menimbulkan efek samping mengantuk, tremor, mata
melihat keatas, kaku otot, otot bahu tertarik sebelah, hipersalivasi,
pergerakan otot tak terkendali, untuk mengatasi hal ini biasanya dokter
memberikan obat anti parkinsonisme yaitu: tryhexyphenidile 3 x 2 mg. yang
sangat perlu diperhatikan apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien
tidak berkurang maka perlu diteliti apakah betul-betul diminum atau tidak, maka
dari itu keluarga perlu untuk dijelaskan tentang pentingnya memonitor
penggunaan obat klien. Jika ada gejala-gejala yang tidak biasa minta kepada
keluarga untuk konsultasi dengan menghubungi
puskesmas terdekat.
SP
1 Pasien
1. Mengidentifikasi
jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi
waktu halusinasi pasien
3. Melatih
pasien menghardik halusinasi
4. Menganjurkan
pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
5. Melatih
pasien mengendalikan halusinasi dengan minum obat
6. Melatih
pasien mengendalikan halusnasi dengan bercakap-cakap
7. Melatih
pasien mengontol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian
SP
2 Pasien
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih
pasien mengendalikan halusinasi dengan minu obat
3. Menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP
3 Pasien
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih
pasien mengendalikan halunasi dengna bercakap-cakap
3. Menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP
4 Pasien
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian
2. Melatih
pasien mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian
3. Menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
HARGA DIRI RENDAH
A.
Kasus (Masalah Utama)
1.
Pengertian
Harga diri
adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri
rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih rendah
dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri
rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010).
2.
Tanda dan
Gejala
Data Subjektif
:
·
Sulit tidur
·
Merasa tidak bearti/ tidak berguna
·
Merasa tidak mempunyai kemampuan positif
·
Merasa menilai diri negatif
·
Kurang konsentrasi
·
Merasa tidak mampu melakukan apapun
·
Merasa malu
Data Objektif ;
·
Kontak mata berkurang
·
Murung
·
Berjalan menunduk
·
Postut tubuh menunduk
·
Menghindari orang lain
·
Bicara pelan
·
Lebih banyak diam
·
Lebih senang menyenari
·
Aktifitas menurun
·
Mengkritik orang lain
B.
Proses
Terjadinya Masalah
1.
Konsep Dasar
Harga diri rendah disebabkan
karena beberapa faktor yaitu :
a.
Faktor Predisposisi
- Faktor yang memiliki harga diri meliputi
pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
- Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
adalah peran seks, tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
- Faktor yang mempengaruhi identitas personal,
meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan
dalam stuktural sosial.
b. Faktor Presipitasi
- Trauma seperti penganiayaan seksual dan
psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
- Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
- Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan
bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
- Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran
dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan
tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
Harga diri
rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul dengan
orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik
diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998
: 336).
2.
Pohon Masalah
EFEK
↑
Perilaku
kekerasan
CORE
Harga diri
rendah
↑
CAUSA
↑
Penolakan/duka
disfungsional/kehilangan
3.
Rentang respon
Adaptif Maladaptif
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga Diri Rendah Kekacauan indentitas Depersonalisasi
4.
Masalah
Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a.
Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah
Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit.Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal.Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
-
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
-
Konsep diri
-
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
-
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
-
Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
f. Kebutuhan persiapan pulang
-
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
-
Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
-
Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
-
Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
-
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
-
Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan
asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
h. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
i.
Aspek medik
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
j.
Daftar masalah keperawatan
- Isolasi social:
Menarik Diri
- Gangguan Konsep Diri:
Harga Diri Rendah
- Perilaku Kekerasan
- Koping Individu Tidak
Efektif
- Perubahan Persepsi Sensori
- Tidak Efektifnya
Penatalaksanaan regimen terapeutik
- Koping Keluarga Tidak
Efektif
C.
Analisa Data
NO |
DATA
SUBYEKTIF |
DATA
OBYEKTIF |
|
|
1. 2. |
Tidak berminat, perasaan berbeda dari
orang lain, tidak mampu memenuhi harapan orang lain , merasa sendirian,
menolak interaksi dengan orang lain, mengungkapkan tujuan hidup yang tidak
adekuat, merasa tidak diterima Mengungkapkan perasaan kesal atau
marah, keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien
suka membentak dan menyerang orang lain |
Tidak ada dukungan orang yang
dianggap penting, afek tumpul, adanya kecacatan (misal fisik, mental).
Tindakan tidak berarti, tidak kontak mata, menyendiri/menarik diri, tindakan
berulang, afek sedih, tidak komunikatif. Tidak ada dukungan orang yang
dianggap penting, afek tumpul, adanya kecacatan (misal fisik, mental).
Tindakan tidak berarti, tidak kontak mata, menyendiri/menarik diri,
tindakan berulang, afek sedih, tidak komunikatif. |
||
D.
Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Perilaku kekerasan
E.
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
tindakan untuk klien meliputi:
- Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
- Klien
dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
- Klien
dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
- Klien
dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan.
- Klien
dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dipilih.
Tindakan keperawatan :
1. Mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dengan cara:
Ø Mendiskusikan
sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien seperti kegiatan klien
di rumah sakit atau dirumah.
Ø Beri
pujian yang realistik.
2. Membantu
klien menilai kemampuan yang dapat digunakan, dengan cara:
Ø Mendiskusikan
kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
Ø Bantu
klien menyebutkan dan memberi pengutan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan
klien.
Ø Perlihatkan
respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
3. Membantu
klien menetapkan kemampuan yang akan dilatih:
Ø Mendiskusikan
beberapa kegiatan yang dapat dipilih sebagai kegiatan yang akan dilakukan
sehari-hari.
Ø Bantu
klien menentukan kegiatan yang dapat dilakukan secara mandiri atau dengan
bantuan.
4. Melatih
kemampuan yang dipilih klien-
Ø Mendiskusikan
untuk melatih kemampuan yang dimiliki.
Ø Bersama
klien memperagakan kegiatan yang ditetapkan.
Ø Berikan
pujian terhadap kegiatan yang dapat dilakukan klien.
5. Membantu
menyusun jadwal pelaksanan kegiatan yang telah dilatih;
Ø Memberi
kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih.
Ø Beri
pujian terhadap kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari.
Ø Tingkatkan
kegiatan sesuai tingkat toleransi.
Ø Susun
jadwal melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A.
Kasus (Masalah Utama)
1.
Pengertian
Perawatan
diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit
perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri
yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut
Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
2.
Tanda
dan Gejala
a. Fisik:
Ø Badan bau, pakaian kotor
Ø Rambut dan kulit kotor
Ø Kuku panjang dan kotor
Ø Gigi kotor disertai mulut yang bau
Ø Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
Ø Malas, tidak ada inisiatif
Ø Menarik diri, isolasi diri
Ø Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa
hina
c. Sosial
Ø Interaksi kurang
Ø Kegiatan kurang
Ø Tidak mampu berprilaku sesuai norma
Ø Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK
disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
3.
Jenis Defisit
Perawatan Diri
a.
Kurang perawatan diri:
mandi / kebersihanyaitu; gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/
kebersihan diri
b.
kurang perawatan diri;
mengenakan pakaian/ beriasyaitu; gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas
berdandan sendiri
c.
kurang perawatan diri;
makanyaitu; gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan
d.
kurang perawatan diri;
toiletingyaitu ; gangguan kemampuan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas toiletting sendiri
B.
Proses Terjadinya Masalah
1.
Konsep Dasar
Defisit perawatan diri dapat terjadi karena individu mengalami gangguan
fungsi motorik atau kognitif yang menyebabkan penurunan kemampuan yang
melakukan fungsi aktivitas perawatan diri sehingga masalah keperawatan ini
dapat muncul pada hampir semua masalah kejiwaan.
Defisit perawatan diri pada pasien ganggguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses fikir sehingga kemampuan yang melakukan aktivitas perawatan
diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri dan toileting
secara mandiri.
Defisit perawatan diri dapat mengakibatkan individu mengalami gangguan
keseimbangan cairan tubuh, menderita penyakit fisik karena kurang/tidak bersih,
hubungan sosial semakin buruk, tidak berhubungan dengan orang lain selama tidak
melakukan ADL dan pada akhirnya semakin memperburuk kondisi kepribadian.
Defisit perawatan diri disebabkan oleh beberarapa faktor yaitu :
1)
Faktor prediposisi
a. Perkembangan, Keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis, Penyakit kronis yang menyebabkan
klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun, Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial, Kurang dukungan dan latihan
kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2)
Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri
adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) . Faktor – faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
2. Rentang Respon
Adaptif
Maladaptif
Pola perawatan
Kadang perawatan
diri Tidak
melakukan
diri seimbang
kadang tidak
diri pada saat stress
·
Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan
stresor dan mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
·
Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien
mendapatkan stresor kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan
dirinya,
·
Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia
tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
3.
Pohon Masalah
EFEK
Perawatan diri
kurang
CORE
Menurunnya
motivasi perawatan diri
CAUSA
Isolasi Sosial
4.
Masalah
Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Identitas
Meliputi
nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit.Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah,
dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal.Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan sosial budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
·
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
·
Konsep diri
·
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
·
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
·
Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
·
Kebutuhan persiapan pulang
·
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
·
Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
·
Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
·
Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
·
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
f. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan
asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
h. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
i.
Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
j.
Daftar masalah keperawatan
·
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
·
Isolasi Sosial
·
Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,
BAB/BAK
C.
Analisa Data
NO |
DATA
SUBYEKTIF |
DATA
OBYEKTIF |
1 2 |
Tidak
berminat, perasaan berbeda dari orang lain, tidak mampu memenuhi harapan
orang lain , merasa sendirian, menolak interaksi dengan orang lain,
mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat, merasa tidak diterima Menyatakan
tidak ada keinginan mandi secara teratur, perawatan diri harus dimotivasi,
menyatakan Bab/Bak disembarang tempat, meyatakan tidak mampu menggunakan alat
bantu makan |
Tidak ada
dukungan orang yang dianggap penting, afek tumpul, adanya kecacatan (misal
fisik, mental). Tindakan tidak berarti, tidak kontak mata, menyendiri/menarik
diri, tindakan berulang, afek sedih, tidak komunikatif. Tidak mampu
membersihkan badan, penampilan tidak rapi, pakaian kotor tidak mampu
berpakaian secara benar, tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai,
setelah melakukan toileting, makan hanya beberapa suap dari piring/porsi
tidak habis |
D.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Defisit keperawatan diri
2.
Isolasi sosial
E.
Rencana
Tindakan Keperawatan
1.
Tindakan
keperawatan untuk klien
·
Tujuan:
- Klien
mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Klien
mampu berdandan secara baik.
- Klien
mampu melakukan makan secara baik.
- Klien
mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
·
Tindakan:
- Melatih
klien cara-cara perawatan kebersihan diri:
Ø Menjelaskan
pentingnya menjaga kebersihan.
Ø Menjelaskan
alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
Ø Menjelaskan
cara melakukan kebersihan diri.
Ø Melatih
klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
- Melatih
klien berdandan:
Ø Untuk
klien laki-laki latihan meliputi:Berpakaian, menyisir rambut, mencukur.
Ø Untuk
klien wanita, meliputi:Berpakaian, menyisir rambut, berhias.
- Melatih
klien makan secara mandiri:
Ø Menjelaskan
cara mempersiapkan makanan.
Ø Menjelaskan
cara makan yang tertib.
Ø Menjelaskan
cara merapikan peralatan makan setelah makan.
Ø Praktek
makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
- Mengajarka
klien melakukan BAB/BAK yang baik:
Ø Menjelaskan
tempat BAB/BAK yang sesuai
Ø Menjelaskan
cara membersihkan diri setelah BAB/BAK.
2.
Tindakan
keperawatan ntuk keluarga
·
Tujuan:
- Keluarga
mampu merawat anggota keluarga yang mengalami kurang perawatan diri.
·
Tindakan:
- Diskusikan
dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien.
- Jelaskan
pentingnya perawatan diri untuk mengurangi sigma.
- Diskusikan
dengan keluarga tentang peralatan perawatn diri yang dibutuhkan klien.
- Anjurkan
keluarga untuk terlibat dalam perawatan klien mengingatkan klien sesuai jadwal
yang telah disepakati.
- Anjurkan
keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam merawat
diri.(Tim MPKP RSJ, 2008).
3.
Strategi
Pelaksanaan (SP)
a. Pasien
a)
SP I : - Menjelaskan
pentingnya kebersihan diri
- Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
- Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri
- Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b)
SP II : - Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
-
Menjelaskan
cara berdandan
-
Melatih pasien
cara berdandan
-
Membimbing
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
c)
SP III : - Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
-
Menjelaskan
cara eliminasi yang baik
-
Melatih cara
eliminasi yang baik.
-
Membimbing
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
d)
SP IV : - Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
-
Menjelaskan
cara makan yang baik
-
Melatih pasien
cara makan yang baik
-
Membimbing
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. Keluarga
a)
SP I :
- Mendiskusikan
masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
-
Menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit
perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
-
Menjelaskan
cara-cara merawatpasiendefisitperawatandiri
b)
SP II : - Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan
diri
-
Melatih
keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri
c)
SP III
-
Membantu
keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
-
Menjelaskan
follow up pasien setelah pulang
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
ISOLASI SOSIAL
A.
Kasus (Masalah Utama)
1.
Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu sikap individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi,
atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
2.
Tanda dan Gejala
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain
(menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari
orang lain misalnya pada saat makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan
kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering
menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat
terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang
lain.
10. Tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak
dilakukan.
3.
Jenis Isolasi
Sosial
1.
Isolasi ruang; dapat
dipaksakan dari luar dengan meniadakan kontak seperti yang terjadi ketika
seseorang dikucilkan dari pergaulan komunitasnya atau dipenjarakan.
2.
Isolasi organik; gejala keterasingan yang
disebabkan bukan karena ketiadaan kontak yang dipaksakan dari luar, melainkan
karena ketiadaan kontak yang disebabkan karena kecacatan individu seperti kebutaab
dan ketulian.
B.
Proses Terjadinya Masalah
1.
Konsep Dasar
Isolasi sosial adalah perilaku menghindari interaksi
dengan orang lain dan berhubungan dengan orang lain (Rowlins, 1993). Perilku menarik diri disebabkan oleh perasaan
tidak berharga, banyak masalah, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Akibat
menarik diri pasien cepat mengalami perasaan sensori persepsi, halusinasi yang
akan berakibat mencederai diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Adapun
penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah (Stuart dan Sundeen, 1995).
Mekanisme koping yang sering dilakukan oleh pasien
menarik diri adalah regresi. Regresi dapat mempengaruhi keseluruhan atau
sebahagian kepribadian yang dapat menimbulkan bermacam-macam perilaku antara
lain : gangguan asosiasi pembicaraan, austistik, perilaku kekanak-kanakan dan
gejala katatonik lainnya. Pasien mula-mula “merasa rendah dirinya, tidak
berharga lagi dan tidak berguna, sehingga tidak aman dalam membina hubungan
dengan orang lain, pasien dengan perilaku menarik diri biasanya berasal dari
keluarga yang penuh permasalahan. Ketegangan dan kecemasan yang tidak
menjamin/mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan
orang lain. Akibatnya pasien tidak dapat membantu kuantitas diri, penghayatan diri
dan kurang mampu mengembangkan dan mempelajari cara berhubungan dengan orang
lain yang dapat menumbuhkan rasa aman pada pasien dan perilaku menarik diri.
Keadaan ini terjadi karena pada masa perkembangan sebelumnya pasien tidak dapat
mengidentifikasi dari orang tua jenis yang sama, sehingga pasien merasa takut
tak diterima bila mencintai orang lain. Pasien memerlukan usaha-usaha
melindungi diri. Sehingga ia merasa pasif dan berkepribadian kaku. Pasien tidak
mau mencari penyebab dan bersaha menyesuaikan diri dengan kenyataan, tetapi ia
mengembangkan rasionalisasi dan menghamburkan realitas
Isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor
berikut :
1) Faktor Predis Posisi
Beberapa
faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a.
Faktor
Perkembangan
Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh kepada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b.
Faktor
komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam
keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak.
Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak,
marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk
mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas
keberhasilan anak .
c.
Faktor
sosial budaya
Isolasi sosial atau
mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis, terminal,
menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan
seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
d.
Faktor
biologi
Genetik merupakan salah
satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan
pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2) Faktor Presipitasi
Stresor
presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun
eksternal meliputi.
a.
Stressor
sosial budaya
Stressor sosial budaya
dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas
keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit
atau dipenjara .
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada
mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi
akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
1)
Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan
tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan
suara yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2)
Dependen versus
Interdependen
Ibu yang sering membatasi
kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin
mengembangkan kemandiriannya.
2. Rentang
respon
Manusia adalah mahluk sosial,
untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal yang positif, hubungan interpersonal yang sehat terjadi Jika
individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas peribadi
masih tetap dipertahankan.
Jika perlu untuk membina perasaan
saling tergantung yang merupakan kesimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan
Perilaku yang teramati pada respon sosial maladaftip mewakili upaya individu
untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut,
kemarahan, malu, rasa bersalahdan merasa tidak aman. Sering kali respon yang
terjadi meliputi menipulasi, narkisme infulsip
Respon adaptif
Respon maladaptif
Menyendiri
Merasa sendiri
menarik diri
Otonomi
dependensi
ketergantungan
Bekerja
sama
curiga
manipulasi
Interdependen
Curiga
a. Respon adaptif adalah respon
yang diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaaan yang berlaku dimana
individu tersebut menyelesaikan masalahnya masih dalam batas normal.
b. Respon maladaptive adalah
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalahnya.yang sudah
menyamping dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.prilaku yang
berhubungan dengan respon sosial maladaptive, adalah menipulasi, impulsive dan narkisme
, prilaku yang brhubungan dengan respon sosial maladaptive, adalah menipulasi ,
impulsive dan narkisme prilaku yang berhubungan dengan respon sosial mal
adaptif
3.
EFEK
CORE
CAUSA
Gangguan Konsep Diri (Harga Diri
Rendah)
↑
Tidak
efektifnya koping individu
4.
Masalah
Keperawatan Yang Perlu Dikaji
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No.Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit.Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal.Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan sosial budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
·
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
·
Konsep diri
·
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
·
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
·
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
·
Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
·
Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
·
Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
·
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan
asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i.
Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j.
Pengetahuan
Didapat
dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
l.
Daftar masalah keperawatan
·
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
·
Isolasi social
·
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
C.
Analisa Data
NO |
DATA SUBYEKTIF |
DATA OBYEKTIF |
1 2 |
Tidak
berminat, perasaan berbeda dari orang lain, tidak mampu memenuhi harapan
orang lain, merasa sendirian, menolak interaksi dengan orang lain,
mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat, merasa tidak diterima Sulit tidur,
merasa tidak bararti, merasa tidak berguna, merasa tidak mempunyai kemampuan
positif, merasa menilai diri negatif,
kurang konsentrasi, merasa tidak mampu melakukan apapun, merasa malu. |
Tidak ada
dukungan orang yang dianggap penting, afek tumpul, adanya kecacatan (misal
fisik, mental). Tindakan tidak berarti, tidak kontak mata, menyendiri/menarik
diri, tindakan berulang, afek sedih, tidak komunikatif. Kontak mata
kurang, murung, berjalan menunduk, postur tubuh menunduk, menghindari orang
lain, bicara pelan, lebih banyak diam, lebih senang menyendiri, aktivitas
menurun, mengkritik orang lain |
D.
Diagnosa
Keperawatan
1. Isolasi Sosial
2. Harga diri
rendah
E.
Rencana
Tindakan Keperawatan
1.
Tindakan keperawatan untuk klien
Tujuan:
-
Membina hubungan saling percaya.
-
Menyadari penyebab isolasi sosial.
-
Berinteraksi dengan orang lain.
Tidakan:
a. Membina hubungan saling percaya.
Tindakan yang perlu
perawat lakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik,
berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik,
waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b.
Membantu klien mengenal
penyebab isolasi sosial dengan:
- Menanyakan
pendapat klien tentang berinteraksi dengan orang lain
- Menanyakan
apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c.
Membantu klien mengenal
keuntungan berinterksi dengan orang lain.
d.
Membantu klien mengenal
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
2.
Tindakan keperawatan untuk keluarga
Tujuan:
-
Keluarga mampu merawat klien isolasi sosial.
Tindakan:
-
Mendiskusikan masalah yang dihadapai keluarga saat merawat
klien.
-
Menjelaskan tentang:
-
Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien .
-
Penyebab isolasi sosial.
-
Cara merawat klien
dengan isolasi sosial.
-
Memperagakan cara merawat klien isolasi sosial.
-
Membantu keluarga mempraktekakn cara merawat klien dengan
isolasi sosial.
-
Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga.
SP 1 Pasien
1. Mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial pasien,tanda dan gejala dan akibat isolasi sosial
2. Berdiskusi
dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi
dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan
pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan
pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam
kegiatan harian
SP 2 Pasien
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan
kesempatankepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan 2-3 orang sambil
melakukan kegiatan harian
3. Membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
SP
3 Pasien
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih
kepada pasien berkenalan dengan 4-5 orang sambil melakukan kegiatan kelompok
3. Menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP
4 Pasien
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih
pasien berbicara sambil melakukan kegiatan sosial
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Kasus (masalah
utama)
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah
salah satu respon marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencedarai
orang lain, dan atau merusak lingkungan (Keliat, Akemat, Helena, dan Nurhaeni
2012).
Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh
gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor
dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah
laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu
lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
2.
Tanda dan
Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a.
Fisik
·
Muka merah dan tegang
·
Mata melotot/ pandangan tajam
·
Tangan mengepal
·
Rahang mengatup
·
Postur tubuh kaku
b.
Verbal
·
Bicara kasar
·
Suara tinggi, membentak atau berteriak
·
Mengancam secara verbal atau fisik
·
Mengumpat dengan kata-kata kotor
·
Suara keras
c.
Perilaku
·
Melempar atau memukul benda/orang lain
·
Menyerang orang lain
·
Melukai diri sendiri/orang lain
·
Merusak lingkungan
·
Amuk/agresif
d.
Emosi
·
Tidak adekuat
·
Tidak aman dan nyaman
·
Rasa terganggu, dendam dan jengkel
·
Tidak berdaya
·
Bermusuhan
·
Intelektual
Mendominasi,
cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
e. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
f. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
g. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri,
penyimpangan seksual.
3.
Jenis Perilaku
Kekerasan
a.
Verbal
Perilaku kekerasan verbal adalah perilaku melukai
seseorang dengan kata-kata yang diucapkannya.
b.
Fisik
Perilaku kekerasan fisik adalah perilaku melukai
seseorang dengan cara mencedarai orang lain atau merusak lingkungan.
B.
Proses Terjadinya Masalah
1.
Konsep Dasar
Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
saat sedang berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Keliat,
2006).
Rentang
Respon Perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut
Respon
Adaptif Respon
Maladaptif
Prustasi Agresif Amuk Pasif Asertif
Keterangan
Adaptif : mempu menyatakan rasa
marah tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : merasa gagal mencapai
tujuan disebabkan tujuan yang tidak realistis
Pasif : diam saja karena merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami
Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan
yang masih terkontrol
Amuk : tindakan destruktif, permusuhan yang
kuat dan tidak terkontrol
Perilaku
kekerasan disebabkan kerena beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
1)
Faktor Presdiposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat
menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan
cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap
melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung
hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar.
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka
pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2) Faktor
Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilaku kekerasan sering kali
berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin
menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan
sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam
merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial
meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol
emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang
terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
2.
Pohon Masalah
EFEK
Resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan
↑ CORE
Perilaku
Kekerasan
↑ CAUSA
Gangguan konsep
diri, Harga diri rendah
↑
Koping individu
inefektif
↑
Penolakan/duka
disfungsional/kehilangan
3.
Masalah keperawatan
dan data yang perlu dikaji
a.
Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah
Sakit dan alamat klien.
b.
Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit.Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c.
Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal.Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
d.
Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e.
Aspek psikososial
·
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
·
Konsep diri
·
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
·
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f.
Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
g.
Kebutuhan persiapan pulang
·
Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
·
Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
·
Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
·
Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
·
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
h.
Mekanisme koping
·
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
·
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
·
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
·
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
·
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
i.
Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j.
Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
k.
Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
C.
Analisa Data
NO |
DATA
SUBYEKTIF |
DATA
OBYEKTIF |
1 1. 2 2. |
Mengungkapkan perasaan kesal atau
marah, keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien
suka membentak dan menyerang orang lain Sulit tidur, merasa tidak berarti,
merasa tidak berguna, merasa tidak mempunyai kemampuan positif, merasa
menilai diri negatif, kurang konsentrasi, merasa tidak mampu melakukan apapun |
Wajah klien tampak tegang, merah. Mata merah dan melotot. Rahang mengatup. Tangan mengepal. Mondar mandir. Lebih banyak diam, mengkritik orang
lain, |
D.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Perilaku Kekerasan
2.
Harga diri rendah
E.
Rencana
Tindakan Keperawatan
1. Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
serta melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
a.
Mengidentifikasi tanda dan
gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
b.
Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1:
tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
c.
Melatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1:
tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
d.
Melatih klien memasukkan latihan tarik nafas dalam dan pukul
kasur/bantal ke dalam jadwal kegiatan harian.
2. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar,
manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat.
a.
Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis, dosis,
frekuensi, cara, orang dan kontinuitas minum obat).
b.
Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat dengan
klien
c.
Melatih klien cara minum obat secara teratur
d.
Melatih klien memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke dalam
jadwal kegiatan harian.
3. Melatih cara verbal/ bicara baik-baik
a.
Menjelaskan cara menontrol perilaku kekerasan dengan verbal/bicara
baik-baik
b.
Melatih klien cara verbal/bicara baik-baik
c.
Melatih klien memasukkan kegiatan verbal /bicara baik-baik minum obat
ke dalam jadwal kegiatan harian.
4. Melatih cara spiritual
a.
Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
b.
Melatih klien cara spiritual
c. Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke
dalam jadwal kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA
Carolina, Keliat, BA, Sabri, L (2008). Pengaruh
Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi terhadap Kemampuan Klien
Mengontrol Halusinasi di RS Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta.
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Keliat, B. A., & Akemat.(2010). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Keliat, B. A., Akemat., Helena C. D., Nurhaeni, H.
(2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
NANDA, (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Cetakan
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stuart,G.W.
(2009). Principles and Practice of
Psychiatric Nursing. 8thedition. Missouri: Mosby.
Stuart,G.W.
(2009). Principles and Practice of
Psychiatric Nursing. 8thedition. Missouri: Mosby.
Townsend, M.C., (1998). Buku saku diagnosa
keperawatan pada keperawatan psikiatrik pedoman
untuk pembuatan rencana perawatan (terjemahan). Edisi
3. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment