DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFATAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A. Arti
Pendidikan Moral................................................................................. 2
B. Moral
dan Martabat Manusia....................................................................... 4
C. Dilema
dan Krisis Moral.............................................................................. 7
D. Strategi
Pembelajaran Pendidikan Moral..................................................... 9
E. Pelaksanaan
Pendidikan Moral Dalam Kurikulum Sekolah....................... 11
BAB III
PENUTUP............................................................................................. 14
A. Kesimpulan................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Didalam dunia pendidikan Salah
satu tujuan penyelenggaraan pendidikan ialah untuk membentuk sikap moral dan
watak murid yang berbudi luhur, sopan santun, beretika dan berprilaku terpuji .
Oleh sebab itu diperlukan pendekatan pendidikan dan mata pelajaran yang
membantu membentuk kepribadian murid menjadi kepribadian yang lebih baik dan
bermoral seperti yang diharapkan oleh pancasila sebagai cita-cita bangsa
Indonesia.
Pada Saat ini bangsa Indonesia
mengalami krisis moral yang berkepanjangan,generasi penerus bangsa bukanlah
generasi pada masa dahulu yang rela berkorban hidup dan mati memperjuangkan
bangsa Indonesia tetapi sebaliknya mereka menghancurkan nama baik bangsa
Indonesia dengan moral, tindakan dan tingkah laku yang tercela . Jika demikian
, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan pendidikan di Indonesia
sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis dengan tindakan yang
sangat mencoreng moral didiri seseorang,
kurang toleran dalam menghadapi perbedaan, dan korupsi . Terutama
kalangan remaja .
Pendidikan yang diberikan
diseluruh instansi sekolah seharusnya bukan hanya pendidikan ilmu pengetahuan
umum dan khusus saja tetapi pendidikan moral juga patut dan wajib dijalankan .
Pendidikan moral diberikan agar tercapai tujuan dari pendidikan sebenarnya.
B.
Rumusan Masalah
Untuk membatasi agar pemikiran
tidak kemana – mana maka penulis akan membatasi permasalahannya . Batasan
masalah yang penulis ambil yaitu:
- Apa arti pendidikan moral ?
- Apa arti Moral dan Martabat Manusia
- Bagaimana Strategi Pembelajaran Pendidikan Moral
- Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Moral dalam
Kurikulum Sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti Pendidikan Moral
1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan secara bahasa
berasal dari kata Paedagogik yaitu Paid artinya anak dan Gogos artinya membimbing. Jadi secara
bahasa pendidikan adalah membimbing anak . Secara umum atau istilah pendidikan
terdapat beberapa pendapat .
Hakikat pendidikan sebenarnya
adalah untuk merubah tingkah laku seseorang, sebagai transformasi budaya dan
memberikan ilmu pengetahuan yang diharapkan peserta didik dapat menangkap ilmu
pengetahuan yang pada akhirnya akan merubah sikap atau moralnya menjadi lebih
baik lagi .tidak hanya pendidikan ilmu pengetahuan umum dan khusus saja tetapi
pendidikan moral juga patut dan wajib dilakukan oleh setiap instansi
sekolah. Karena suatu Pendidikan pasti
melibatkan peserta pendidik , pendidik , kurikulum dan sebagainya yang ada
dalam unsur pendidikan .yang akan dapat merubah pola pikir peserta didik untuk
menjadi lebih baik lagi karena pengaruh peserta didik berada pada lingkungan
sekitar dengan prosentase 50% keluarga, 30% sekolah dan 20% masyarakat sekitar.
Jadi lingkungan keluargalah yang paling besar mempengaruhi aktifitas seseorang
dengan dibekali ilmu pengetahuan didalam sekolah yang diharapkan seseorang
tersebut bisa pandai dalam menghadapi suatu apapun dan dapat menjaga moral
tingkahlaku dan masyaraktlah yang bertindak sebagai penilai apakah seseorang
itu bermoral atau tidak dan seberapa besarkah toleransi antar sesama
2.
Moral
Secara kebahasaan perkataan
moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari
perkataan mos yang berarti adat kebiasaan . Dalam kamus Umum bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas
suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar , salah , baik,
buruk , layak atau tidak layak , patut maupun tidak patut .
Moral dalam istilah dipahami juga
sebagai :
a.
prinsip hidup yang
berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk
b.
kemampuan untuk
memahami perbedaan benar dan salah
c.
ajaran atau
gambaran tentang tingkah laku yang baik .
Moral merupakan kondisi pikiran
, perasaan , ucapan , dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik
dan buruk . Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya . Sehingga
moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu . Tanpa
moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi . Moral dalam zaman
sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau
sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit .
Moral adalah perbuatan /
tingkah laku / ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia . Apabila
yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya , maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik , begitu juga
sebaliknya .
Moral juga dapat diartikan
sebagai sikap , perilaku , tindakan ,
kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu
berdasarkan pengalaman , perkiraan , suara hati , serta nasihat , dll . Moral
sendiri diartikan sebagai suatu norma, suatu konsep tentang kehidupan yang
dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat tertentu.
3.
Pendidikan Moral
Dalam pendidikan moral tidak
dapat dilakukan hanya melalui ceramah , khotbah , atau cerita-cerita semata.
Mungkin metode itu masih efektif sebelum memasuki zaman globalisasi seperti
sekarang ini yang mempengaruhi semuanya tidak hanya pendidikan, tingkah lakupun
juga ikut berpengaruh dengan berkembangnya imu pengetahuan yang semakin meraja
lela tidak kenal waktu, umur, bahkan usia. Pendidikan moral melalui metode
ceramah , khotbah , ataupun metode konvensional lainnya kini tidak efektif lagi
jika diterapkan dalam pendidikan kita . Metode atau teknik-teknik demikian
hanya akan menambah pengetahuan siswa ataupun mahasiswa , namun jarang sekali
mampu merubah perilaku-nya .
B.
Moral dan Martabat Manusia
1.
Moral
Apa yang dimaksud dengan moral?
Secara umum, pengertian moral adalah suatu hukum perilaku yang diterapkan
kepada setiap individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya sehingga terjalin
rasa hormat dan menghormati antar sesama.
Pendapat lain mengatakan arti
moral adalah sesuatu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip tingkah laku;
akhlak, budi pekerti, dan mental, yang membentuk karakter dalam diri seseorang
sehingga dapat menilai dengan benar apa yang baik dan buruk.
Moral adalah produk yang
dihasilkan oleh budaya dan agama yang mengatur cara berinteraksi (perbuatan,
perilaku, dan ucapan) antar sesama manusia. Dengan kata lain, istilah moral
merujuk pada tindakan, perilaku seseorang yang memiliki nilai positif sesuai
dengan norma yang ada di suatu masyarakat.
a.
Tujuan dan Fungsi
Moral
Secara umum, tujuan dan fungsi
moral adalah untuk mewujudkan harkat dan martabat kepribadian manusia melalui
pengamalan nilai-nilai dan norma. Adapun beberapa tujuan dan fungsi moral
adalah sebagai berikut:
1)
Untuk menjamin
terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan kemanusiaan.
2)
Untuk memotivasi
manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan dan kebajikan yang
didasari atas kesadaran kewajiban yang dilandasi moral.
3)
Untuk menjaga
keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi landasan rasa
percaya terhadap sesama.
4)
Membuat manusia
lebih bahagia secara rohani dan jasmani karena menunaikan fungsi moral sehingga
tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa atau kecewa.
5)
Moral dapat
memberikan wawasan masa depan kepada manusia, baik sanksi sosial maupun
konsekuensi dalam kehidupan sehingga manusia akan penuh pertimbangan sebelum
bertindak.
6)
Moral dalam diri
manusia juga dapat memberikan landasan kesabaran dalam bertahan dalam setiap
dorongan naluri dan keingingan/ nafsu yang mengancam harkat dan martabat
pribadi.
b.
Jenis dan Wujud
Moral
Wujud moral dalam diri
seseorang dapat terlihat dari penampilan dan perilakunya secara keseluruhan.
Adapun beberapa macam moral adalah sebagai berikut:
1)
Moral Ketuhanan
Moral Ketuhanan adalah semua hal yang berhubungan dengan
keagamaan/ religius berdasarkan ajaran agama tertentu dan pengaruhnya terhadap
diri seseorang.
Wujud moral ketuhanan, misalnya melaksanakan ajaran agama
yang dianut dengan sebaik-baiknya. Contoh; menghargai sesama manusia,
menghargai agama lain, dan hidup rukun dengan yang berbeda agama.
2)
Moral Ideologi dan
Filsafat
Moral ideologi dan filsafat adalah semua hal yang
berhubungan dengan semangat kebangsaan, loyalitas kepada cita-cita bangsa dan
negara.
Wujud moral ideologi dan filsafat, misalnya menjunjung
tinggi dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Contoh; menolak ideologi asing
yang ingin mengubah dasar negara Indonesia.
3)
Moral Etika dan
Kesusilaan
Moral Etika dan Kesusilaan adalah semua hal yang
berkaitan dengan etika dan kesusilaan yang dijunjung oleh suatu masyarakat,
bangsa, dan negara secara budaya dan tradisi.
Wujud moral etika dan kesusilaan, misalnya menghargai
orang lain yang berbeda pendapat, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Contoh; mengucapkan salam kepada orang lain ketika bertemu atau berpapasan.
4)
Moral Disiplin dan
Hukum
Moral Disiplin dan Hukum adalah segala hal yang
berhubungan dengan kode etika profesional dan hukum yang berlaku di masyarakat
dan negara.
Wujud moral disiplin dan hukum, misalnya melakukan suatu
aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku. Contoh; selalu menggunakan
perlengkapan yang diharuskan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas ketika
berkendara di jalan raya.
2.
Martabat Manusia
Menurut kamus bahasa Indonesia,
martabat adalah harga diri atau tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang
terhormat. Martabat adalah kehormatan, dan martabat ini merupakan bagian dari
sifat manusia. Allah SWT menempatkan manusia sebagai khalifah dimuka bumi dan
memberikan kedudukan kemuliaan dan martabat kepada manusia hingga memiliki
derajad yang tinggi dan bahkan lebih tinggi dari malaikat sehingga malaikat pun
bersujud dihadapan manusia.
Martabat saling berkaitan dengan tingkatan, maksudnya
adalah secara dasarnya tingkatan merupakan tingkatan martabat seseorang hamba
terhadap khalikNya, yang juga merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang
sufi di hadapan tuhannya pada saat dalam perjalanan spiritual dalam beribadah kepada
Allah SWT. Tingkatan ini terdiri dari beberapa tingkat atau tahapan seseorang
dalam hasil ibadahnya yang diwujudkan dengan pelaksanaan dzikir pada tingkatan
tingkatan tersebut. Secara umum dalam thariqat naqsyabandi tingkatan tingkatan
ini jumlahnya ada 7 (tujuh) yang dikenal juga dengan nama martabat tujuh,
seseorang hamba yang menempuh perjalanan dzikir ini biasanya melalui bimbingan
dari seseorangyang alim yang paham akan isi dari tingkatan ini setiap
tingkatnya, seseorang hamba tidak dibenarkan sembarangan menggunakan tahapan
tingkatan ini sebelum menyelesaikan atau ada hasilnya pada riyadhah dzikir pada
setiap tingkatan, ia harus ada mendapat hasil dari amalan pada tingkatan
tersebut.
C.
Dilema dan Krisis Moral
Pengertian tentang krisis moral
akan lebih mudah dipahami apabila terlebih dahulu diberikan pemaparan singkat
tentang moralitas atau sistem moral. Moralitas adalah suatu sistem terdiri dari
seperangkat nilai, keyakinan dan norma yang dimiliki suatu masyarakat secara
kolektif ang membatasi pikiran dan tindakan setiap individu yang mejadi
warganya. Moralitas atau sistem moral itu harus memiliki otoritas – artinya
setiap orang merasa harus mengindahkannya, dan mereka mau diikat oleh
aturan-aturan itu. Selain itu, aturan-aturan moral merupakan produk dari
deliberasi yang berlangsung dalam kelompok, yang begitu menjadi kesepakatan
akan mengikat orang-orang ke dalam kelompok bersangkutan dan membuat mereka
sebagai bagian dari jaringan hubungan atau network of relations yang berada di
atas eksistensi individunya masing-masing. Moralitas memberi semangat disiplin
kepada setiap anggota guna melakukan penegndalian dan pengikatan diri kepada
kelompok.
Bila sistem moral tetap bisa
berjalan sebagaimana mestinya, artinya bila keseimbangan antara kebutuhan dan
kehendak individu dengan kebutuhan dan kehendak masyarakat keseluruhan bisa
tetap terjaga, maka suatu kelompok masyarakat tidak akan mengalami permasalahan
moral. Krisis moral baru mulai timbul apabila
1.
berbagai unsur
moralitas mulai mengalami erosi,
2.
sebagian penting
anggota masyarakat tidak lagi merasa terikat dengan aturan-aturan moral yang
telah menjadi kesepakatan bersama,
3.
moralitas mengalami
pelemahan sehingga tidak lagi memiliki otoritas atau kekuasaa untuk tidak
mengendalikan sikap dan perilaku anggota masyarakat,
4.
tidak terjadi lagi
kemarahan moral atau moral outrage dari sebagian besar anggota masyarakat
terhadap seseorang yang melanggar aturan moral).
Secara lebih rinci keempat
masalah yang bisa dianggap merupakan indikasi terjadinya krisis moral ini dapat
dijelaskan sebagai berkut.
1.
Unsur-unsur
moralitas mengalami erosi. Berbagai faktor seperti perubahan sosial yang
berlangsung cepat akibat arus pengaruh budaya luar dan globalisasi, misalnya
dapat menyebabkan nilai-nilai dan norma-norma yang sebelumnya merupakan bagian
dari moralitas hidup suatu kelompok masyarakat mengalami reduksi menjadi
sekedar kebiasaan yang boleh diikuti dan juga boleh tidak, karena dianggap
sudah tidak begitu sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
2.
Masyarakat tidak
terikat lagi pada aturan moral. Melemahnya kohesi sosial terutama dalam
masyarakat yang sedang mengalami transisi dari masyarakat tradisional menjadi
masyarakat modern menyebabkan sebagian penting anggota masyarakat tidak lagi
merasa terikat dengan aturan-aturan moral yang telah menjadi kesepakatan
bersama . aturan-aturan moral yang sebelumnya merupakan bagian dari moralitas
telah banyak ditinggalkan, sementara aturan yang baru sebagai pengganti tidak
ada.
3.
Moralitas mengalami
pelemahan intensitas. Intensitas menunjukkan sejauh mana moralitas atau
kesadaran kolektif itu memiliki kekuatan untuk mengarahkan pikiran, sikap dan
tindakan seseorang. Moralitas sebagai hasil kesepakatan bersama menjadi kuat
bila sebagian penting masyarakat masih mendukung dan menghidupkannya.
4.
Tidak terjadi
kemarahan moral. Kemarahan moral atau moral outrage yang berupa reaksi keras
dari sebagian besar anggota masyarakat terhadap seseorang yang melanggar aturan
moral merupakan mekanisme yang penting dan diperlukan untuk menjaga
keberlangsungan moralitas hidup. Membiarkan pelanggaran moral terjadi tanpa ada
reaksi dan protes dapat menimbulkan anggapan pada si pelanggar bahwa siakp atau
tingkah laku yang diperlihatkannya tidak bertentangan dengan aturan moral.
D.
Strategi Pembelajaran Pendidikan Moral
Cara yang digunakan dalam pembinaan Pendidikan Moral
antara lain:
1.
Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah proses
pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang
telah ada. Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontinyu. Pembiasaan selain menggunakan
perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan
ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan
baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan
waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan
norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun
tradisional dan kultural.
Kemudian, ayat-ayat dalam
al-Qur’an yang menekankan pentingnya pembiasaan bisa terlihat pada teks “amilus
shalihat”. Teks ini diungkap dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali. Bisa
diterjemahkan dengan kalimat “mereka selalu melakukan amal kebaikan” atau
“membiasakan beramal saleh”. Jumlah term “amilus shalihat” yang banyak tersebut
memperlihatkan bahwa pentingnya pembiasaan suatu amal kebaikan dalam proses
pembinaan dan pendidikan karakter dalam Islam.[25] Dalam teori perkembangan
anak didik, dikenal ada teori konvergensi, di mana pribadi dapat dibentuk oleh
lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi
dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu,
potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan tercapai dengan
baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar
tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik.
Berkenaan dengan ini Imam
al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat
menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan
berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali
menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada
pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia
menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang
bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi bi’atnya yang
mendarah daging.
Menurut Burghardt, sebagaimana
dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, kebiasaan itu
timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan
stimulasi yang berulang-ulang, dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi
pengurangan prilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan atau
pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap
dan otomatis.
Dari penjelasan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa pendidikan dengan metode pembiasaan ini adalah
termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif
dalam pembentukan aqidah dan pelurusan akhlak anak didik, sehingga tujuan
daripada diadakannya pembelajaran dengan metode pembiasaan ini adalah untuk
melatih serta membiasakan anak didik secara konsisten dan kontinyu dengan
sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam dalam diri anak didik dan akhirnya
menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari.
2.
Metode Keteladanan
Metode keteladanan
merupaka suatu cara
atau jalan yang
ditempuh seseorang dalam
proses pendidikan melalui perbuatan
atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling). Namun yang dikehendaki dengan metode keteladanan
dijadikan sebagai alat pendidikan Islam dipandang keteladanan merupakan bentuk
prilaku individu yang bertanggung jawab
yang bertumpu pada
praktek secara langsung. Dengan menggunakan
metode praktek secara
langsung akan memberikan hasil yang efektif dan maksimal.
Keteladanan dijadikan sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan Islam
karena hakekat pendidikan
Islam ialah mencapai
keredhaan kepada Allah dan mengangkat
tahap akhlak dalam bermasyarakat berdasarkan pada agama serta membimbing
masyarakat pada rancangan akhlak yang dibuat oleh Allah SWT. untuk manusia.
Akhlak yang baik tidak dapat
dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa
untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan
kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan
pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu
tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang
baik dan nyata.[29] Cara yang demikian itu telah dilakukan Rasulullah saw.
keadaan ini dinyatakan dalam QS: al-Ahzab: 21, yaitu:
Artinya; 21. Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.
3.
Metode Cerita
Bercerita merupakan salah satu
metode untuk mendidik anak didik. Berbagai nilai-nilai moral, pengetahuan, dan
sejarah dapat disampaikan dengan baik melalui cerita. Cerita ilmiah maupun
fiksi yang disukai anak didik dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan.
Cerita dengan tokoh yang baik, kharismatik, dan heroik menjadi alat untuk
mengembangkan sikap yang baik kepada anak didik dan sebaliknya. Cerita
kepahlawanan dan pemikiran yang cerdas dari pahlawan dapat mendidik anak agar
kelak memiliki jiwa kepahlawanan. Jadi cerita amat potensial untuk mendidik
akhlak. Oleh karena itu, pendidik sebaiknya pandai bercerita.
E.
Pelaksanaan Pendidikan Moral Dalam Kurikulum Sekolah
Sebagai bagian yang sangat
fundamental dalam pembentukan kepribadian manusia, pendidikan Moral merupakan kunci yang tidak bisa diabaikan, karena
merupakan salah satu faktor penunjang dalam pendidikan moral. Manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan tidak dapat terwujud secara tiba-tiba,
melainkan melalaui proses pendidikan. Proses pendidikan itu berlangsung seumur
hidup manusia baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lingkungan
sekolah sendiri merupakan tempat yang baik untuk kita mendalami ilmu Moral, karena di lingkungan sekolahlah kita dapat menerima
pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian.
Pendidikan Moral dalam pendidikan masa kini pun memeiliki peranan penting
dalam pembinaan akhlak siswa. Siswa diajarkan untuk berperilaku sesuai dengan
syariat yang ada, serta menunjang aspek moral yang nantinya akan dibawa ke
dalam lingkungan masyarakat
Dalam peraturan pemerintah No.
55 Tahun 2007 tentang pendidikan Moral dan pendidikan keMoralan dengan ketentuan umum pasal 1, berisi bahwa Pendidikan
Moral
adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,
dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran Moralnya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena
itu pendidikan Moral di Indonesia dimasukkan ke dalam kurikulum nasional yang wajib diikuti
oleh semua peserta didik mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi yang
bertujuan untuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta bertanggung
jawab.
Pendidikan pada hakekatnya
merupakan proses pendewasaan manusia menjadi manusia seutuhnya. Manusia
seutuhnya meliputi keseluruhan dimensi kehidupan manusia: fisik, psikis,
mental/moral, spiritual dan religius. Pendidikan Moral di sekolah sebagai salah satu upaya pendewasaan manusia
pada dimensi spiritual-religius. Adanya pelajaran Moral di sekolah merupakan sebagai upaya pemenuhan hakekat
manusia sebagai makhluk religius (homo religiousus).
Pelaksanaan pelajaran Moral di sekolah selama ini sudah berjalan dengan baik di
Indonesia dengan memberlakukan/ memasukkan pelajaran Moral dalam kurikulum. Pelajaran Pendidikan Moral merupakan salah satu pelajaran ‘wajib’, harus ada dan
diterima oleh para siswa.
Pendidikan Moral memiliki kedudukan yang penting dalam pendidikan
nasional. Pertama, selaras dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.” (UU 20/2003, pasal 3).
Kedua, mengenai tentang
pengembangan kurikulum: Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a)
peningkatan iman dan takwa, (b) peningkatan akhlak mulia, (c) peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, (d) kerMoraln potensi daerah dan lingkungan, (e) tuntutan
pengembangan daerah dan nasional, (f) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, (g) Moral,
(h) dinamika perkembangan global, (i) persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.” (UU 20/2003, pasal 36).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hakikat pendidikan sebenarnya
adalah untuk merubah tingkah laku seseorang , sebagai transformasi budaya dan
memberikan ilmu pengetahuan . dan Moral adalah perbuatan / tingkah laku. Jadi
pendidikan moral disetiap sekolah harus dijalakan dan dilakukan agar dapat
mencetak generasi penerus bangsa yang beretika dan bermoral baik. Karena sebuah
pendidikan dimana saja dan kapansaja akan selalu mengajarkan tentang moral,
sebuah moral memang sangatlah penting, jika seseorang menyepelekan moral maka
seseorang tersebut tidaklah memiliki etika dan akan dijauhi oleh setiap manusia
karena dianggap tidak memiliki sikap positif.
B.
Saran
Diharapkan pendidikan moral
dapat terlaksana sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud dengan sempurna
.Untuk remaja agar dapat memfilter informasi negative dari perkembangan IPTEK
dan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Zuriah,Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Elkabumaini, Nasin dan Rahmat Ruhyana. 2016. Panduan Implementasi
Pendidikan Budi Pekerti untuk SD,SMP DAN SMA. Bandung: Yrama Widya.
Muchson dan Samsuri. 2013. Dasar-dasar Pendidikan Moral. Yogyakarta: Ombak.
Azyumadi. 2002. Akhlak Dalam Kehidupan Thasawuf. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Kusrahmadi, Sigit Dwi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah
Dasar. Yogyakarta: FIP, UNY.
Dahlan,Ahmad. 2015. Pengertian dan Definisi Moral.
https://www.eurekapendidikan.com/2015/02/pengertian-dan-definisi-moral.html (
diakses pada Rabu tanggal 23 Mei 2018, 10:45:02).
Fariz. 2014. Pendidikan Moral di indonesia.
https://farizdp15.wordpress.com/2014/01/13/pendidikan-moral-di-indonesia/ (
diakses pada Rabu tanggal 23 Mei 2018, 11:48:06).
Budi. 2011. Pendidikan Moral ( Nilai/Budi Pekerti).
http://budisma1.blogspot.co.id/2011/07/pendidikan-moral-nilaibudi-pekerti.html
(diakses pada Rabu tanggal 23 Mei 2018, 11:55:45)
Wedan, Mas. 2016. Pengertian Pendidikan dan Tujuan Pendidikan Secara Umum.
http://silabus.org/pengertian-pendidikan/ ( diakses pada Rabu tanggal 23 Mei
2018 11:58:00)
No comments:
Post a Comment