DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar
belakang masalah................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.
Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula Pancasila 2
B.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan................. 2
C.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Hukum.................................. 3
D.
Supremasi
Hukum dalam Perspektif Pengembangan HAM........................ 4
E.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Politik......................... 5
F.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi............................... 6
G.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Kebudayaan Bangsa............. 7
H.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan.............................. 8
I.
Implikasi
Paradigma Pancasila pada Pemahaman UUD 1945..................... 9
J.
Reaktualisasi
Nilai-nilai Pancasila di Era Reformasi dan Era Global........ 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 12
A.
Kesimpulan................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Pancasila
sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistemnilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem
nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya: (1)
pengembangan ilmu pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi hukum
dalam perspektif pengembangan HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5)
pengembangan ekonomi, (6) pengembangan kebudayaan bangsa, (7) pembangunan
pertahanan, dan (8) sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai titik tolak
memahami asal mula Pancasila. Kedelapannya itu, dalam makalah ini, dijadikan
pokok bahasan. Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat,
pembahasannya dimulai oleh ‘paradigma yang terakhir’ (8), baru kemudian secara
berurut dilanjut oleh (1) s.d. (7)
Sumber materi makalah ini sebagian terbesarnya
merupakan saripati materi pada makalah-makalah para pembicara (lihat Daftar
Pustaka), yang dilengkapi dengan pengetahuan penulis selama ini—baik yang
diperoleh dari kegiatan diskusi Pelatihan (TOT) maupun sumber-sumber pustaka
lainnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula Pancasila
Asal mula Pancasila
secara materil merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, yaitu berupa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila; secara
formal merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah pergerakan nasional yang
berpuncak pada proklamasi kemerdekaan, yaitu berupa proses perumusan dan
pengesahannya sebagai dasar filsafat NKRI.
Secara materil,
nilai-nilai Pancasila bermula dari tradisi hidup-berdampingan
(antar-yang-berbeda agama), toleransi umat beragama, persamaan haluan politik
yang anti-penjajahan untuk mencita-citakan kemerdekaan, gerakan nasionalisme,
dan sebagainya. Yang kesemuanya telah hidup dalam adat, kebiasaan, kebudayaan,
dan agama-agama bangsa Indonesia
Secara formal,
perumusan Pancasila disiapkan oleh BPUPKI (29 Mei s.d. 1 Juni 1945) dan
disahkan oleh PPKI (18 Agustus 1945)
Asal mula
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dibedakan kedalam: (1) causa
materialis, yaitu berasal dari dan terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan, (2) causa formalis dan finalis, yaitu
terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sekitar proklamasi
kemerdekaan, (3) causa efisien, yaitu terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.
B.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Dengan memasuki kawasan filsafat
ilmu, ilmu pengetahuan yang diletakkan di atas Pancasila sebagai paradigmanya
perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistemologis, dan aksiologisnya.
Pada
ontologisnya berarti hakikat ilmu pengetahuan merupakan aktivitas manusia
Indonesia yang tidak mengenal titik-henti dalam upayanya untuk mencari dan
menemukan kebenaran dan kenyataan yang utuh dalam dimensinya sebagai
masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai masyarakat berarti
mewujud dalam academic community; sebagai proses berarti mewujud dalam
scientific activity; sebagai produk berarti mewujud dalam scientific product
beserta aplikasinya.
Pada
epistemologisnya berarti Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandungnya
dijadikan metode berpikir (dijadikan dasar dan arah berpikir) dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan, yang parameternya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu sendiri
Pada
aksiologisnya berarti bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut,
kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak
bertentangan dengan ideal Pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila
Atas dasar itu,
perguruan tinggi harus mewujud secara kultural dan struktural dalam tradisi
akademis/ilmiah. Kultural dalam arti sivitas akademikanya memiliki sikap
akademis yang selalu berusaha sebagai ‘pemusafir’ ilmu pengetahuan yang tanpa
batas. Struktural dalam arti dunia perguruan tinggi harus dipupuk secara
demokratis dan terbuka melalui wacana akademis—harus melepaskan diri sebagai
‘jawatan’—agar kreativitas dan daya inovasi dapat berkembang, sehingga tugas
tridharma perguruan tinggi dapat berjalan dan berhasil secara optimal.
C.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah
memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok
materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya perlindungan terhadap HAM, (2)
adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya pembagian
dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar
Sesuai dengan
UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945
merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam
kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi
positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37
UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU
dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara
(silasila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya
dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak
boleh bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian,
substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran
sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan
merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
D.
Supremasi
Hukum dalam Perspektif Pengembangan HAM
Dalam negara hukum, supremasi hukum pun harus
menjamin bahwa HAM dijunjung tinggi dan dilindungi oleh hukum; HAM harus
sebagai ciri negara hukum.
Secara objektif,
HAM merupakan kewenangan-kewenangan pokok yang melekat pada manusia (atau
melekat pada kodrat manusia), yang harus diakui dan dihormati oleh masyarakat
dan negara. HAM itu universal, tidak tersekat oleh suku, bangsa, dan agama;
tetapi tatkala HAM dirumuskan dalam UUD (konstitusi), ia menjadi berbeda-beda
menurut ideologi, menurut kultur negara masing-masing.
Begitu juga di
Indonesia, HAM Indonesia adalah HAM yang berlandaskan pada Ideologi Pancasila.
Ini berarti bahwa HAM di Indonesia (sila Kedua) harus yang berlandaskan pada
dan bertanggungjawab kepada Tuhan (sila Pertama), harus yang mendahulukan
kepentingan bangsa dan negara (sila Ketiga), harus yang diakui/disepakati dan
dihormati oleh masyarakat/rakyat (sila Keempat), dan harus yang diimbangi oleh
kewajiban-kewajiban sosial(sila Kelima).
E.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Politik
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan
dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya
dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
1. Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
2. Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan
persatuan;
3. Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
4. Tidak
dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era
globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai
sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
ü Nilai
toleransi
ü Nilai
transparansi hukum dan kelembagaan
ü Nilai
kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata)
ü Bermoral
berdasarkan konsensus (fakuyama dalam Astrid: 2000:3).
F.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan
Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila
Dalam Ekonomi
Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian
nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang
seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat).
Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan
pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha
menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun
perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi
Ekonomi
Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah
di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan
dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan
mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam
berekonomi,
sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi
Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan
pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan
kepastian hukum.
G.
Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Kebudayaan Bangsa
Paradigma-baru
dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang
dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati
hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk
mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila
Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara
hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan
keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian,
era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi sukubangsa tetapi justru
akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan
pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan
kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila
dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi
kebudayaan-kebudayaan di daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun
sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang
tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Sila Kedua,
merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia
tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3)
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa
yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas
persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan
kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan
nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila Kelima,
betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
H.
. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan
Paradigma-baru TNI dalam rangka
menjadikan Pancasila (sila-sila Pancasila) sebagai paradigma pembangunan
pertahanan adalah berupa: (1) Tindakan TNI senantiasa: (a) melaksanakan tugas
negara dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional, (b) atas kesepakatan
bangsa, (c) bersama-sama komponen strategis bangsa lainnya, (d) sebagai bagian
dari sistem nasional, (e) melalui pengaturan konstitusional; dan (2) pada
hakikatnya merupakan pemberdayaan bangsa
Esensi implementasi paradigma-baru
itu—secara internal TNI—berupa: (1) tanggalkan kegiatan sosial politik, (2)
bertugas pokok pada pertahanan negara terhadap ancaman dari luar negeri, (3)
keamanan dalam negeri merupakan fungsi Polri, (4) melakukan penguatan dan
penajaman pada konsistensi doktrin gabungan (keseimbangan AD-AL-AU).
Paradigma-lama TNI (ABRI) berupa:
(1) pendekatan keamanan pada masalah kebangsaan, (2) posisi ABRI dekat dengan
pusat kekuasaan, (3) ABRI sebagai penjuru bagi penyelesaian segenap masalah
kebangsaan, (4) ABRI dapat ambil inisiatif bagi penyelesaian masalah kebangsaan,
(5) ABRI berperan dalam sistem politik nasional, (6) bermitra tetap dalam
politik: dukung mayoritas tunggal (ABG).
I.
Implikasi
Paradigma Pancasila pada Pemahaman UUD 1945
Karena Ideologi
Pancasila merupakan pandangan hidup (PH), dasar negara (DN), dan tujuan negara
(TN) di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia harus dijadikan sistem nilai
acuan (paradigma) dalam memahami UUD 1945.
Selanjutnya,
karena UUD 1945 merupakan hukum dasar (yang tertulis) bagi segala norma moral
bangsa (NM), norma hukum nasional (NH), dan norma politik/kebijakan pembangunan
(NK), ia harus dijadikan landasan bagi pembangunan moral bangsa, hukum
nasional, dan kebijakan pembangunan nasional di segala bidang. Sehingga,
pembangunan moral, hukum, dan kebijakan pembangunan di Indonesia harus dalam
kerangka merealisasikan, selalu berada di jalur, dan selalu mengacu pada
nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila.
Implikasinya
pada pemahaman UUD 1945 dapat dijelaskan bahwa setiap pemaknaan,
penafsiran-kembali, atau perubahan UUD 1945 harus ditempatkan dalam kerangka
memahami, merealisasikan, menjabarkan, menegakan, dan mengacu pada nilai-nilai
yang terkandung dalam kesatuan sila Pancasila.
J.
Reaktualisasi
Nilai-nilai Pancasila di Era Reformasi dan Era Global
Di era reformasi
dan era global ini kita menyaksikan seakan-akan Pancasila begitu ‘hilang dari
peredaran’, padahal ia sesungguhnya merupakan ideologi bangsa/negara Indonesia
yang terwujudkan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara
kesatuan Republik Indonesia, dan tujuan negara/bangsa Indonesia.‘Kehilangan’
ini tampak pada adanya dua fenomena, sebagai contoh, berikut
1. Dalam
berpraktek politik kenegaraan, yang menonjol kini adalah aktualisasi
ideologi-ideologi-aliran/ideologi-ideologi-partisan yang ditunjukan oleh pribadipribadi,
partai-partai politik, ormas-ormas, daerah-daerah, dan lain sebagainya. Mereka
cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau daerah
daripada kepentingan bangsa dan negara untuk bersama-sama mengatasi krisis
bangsa yang multidimensional.
2. Dalam
berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jualbeli
uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain
sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik
pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisan partai politik,
atau yang lainnya yang seringkali mengabaikan kepentingan yang lebih luas,
lebih besar, dan lebih jauh ke depan untuk kepentingan bangsa dan negara
Fenomena seperti
itu, kemudian mengundang kita untuk berpikir: Bagaimana mengatasinya? Secara
ideologis, jawabannya adalah dengan cara reinterpretasi dan reaktualisasi
nilai-nilai Pancasila. Agar reinterpretasi dan reaktualisasi Pancasila itu
tepat—yang pada akhirnya akan dapat memahami UUD 1945 secara benar—, diperlukan
pemahaman Pancasila:
1. Yang
dilatarbelakangi oleh pengetahuan empiris dan objektif dari sejarah nilainilai
budaya bangsa Indonesia sejak budaya suku-suku asli sampai dengan saatsaat
menjelang tanggal 18 Agustus 1945 ketika Pancasila disahkan oleh PPKI
2. Ini
diperlukan untuk lebih meyakini bahwa Pancasila itu milik bangsa Indonesia
sejak dahulu kala; y
3. Yang
diyakini bahwa ideologi Pancasila itu berguna dalam menjawab dan mengatasi
permasalahan bangsa Indonesia di masa kini dan mendatang, yaitu terutama
permasalahan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan: (1) yang tidak
terjawab oleh masing-masing agama di Indonesia, (2) yang tidak terjangkau oleh
masing-masing budaya-lokal, oleh ideologi-ideologi partisan di Indonesia, atau
oleh ideologiideologi global di dunia, (3) yang tidak terakomodasi oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi, (4) yang tidak terpikirkan oleh ilmuwan/pemimpin/
tokoh bangsa di Indonesia, dan (5) yang belum teralami oleh hidup
manusia/masyarakat Indonesia
4. Yang
sedang ditantang oleh globalisasi ilmu pengetahuan dan informasi, liberalisasi
ekonomi/perdagangan, globalisasi politik dan hukum/HAM yang liberal
(west-vision), standardisasi kualitas lingkungan hidup (yang ramah lingkungan)
global, dan seterusnya.
Tegasnya, kini tidak bisa lagi
memahami Pancasila dan UUD 1945 secara mengabaikan nilai-nilai budaya asli
bangsa Indonesia, berpikir dan bersikap eksklusif seakan-akan pihak dirinya
yang paling benar, dan menutup diri dari pengaruh globalisasi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asal mula Pancasila secara materil
merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia,
yaitu berupa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila; secara formal
merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah pergerakan nasional yang
berpuncak pada proklamasi kemerdekaan, yaitu berupa proses perumusan dan
pengesahannya sebagai dasar filsafat NKRI.
Secara materil, nilai-nilai Pancasila
bermula dari tradisi hidup-berdampingan (antar-yang-berbeda agama), toleransi
umat beragama, persamaan haluan politik yang anti-penjajahan untuk
mencita-citakan kemerdekaan, gerakan nasionalisme, dan sebagainya. Yang
kesemuanya telah hidup dalam adat, kebiasaan, kebudayaan, dan agama-agama
bangsa Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
B u k u :
Astrid S. Susanto Sunario, 1999, Masyarakat
Indonesia Memasuki Abad ke Duapuluh Satu, Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.
Mubyarto, 2000,
Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE. Suwarno, P.J., 1993, Pancasila
Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta: Kanisius.
M a k a l a h :
Astrid S.
Susanto Sunario, 2000, Pancasila (untuk Abad ke-21), Jakarta.
Agus Widjojo, 2000, Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan, Jakarta. --------, 2000, Ceramah
Kepala Staf Teritorial TNI pada Penataran Dosen Pendidikan dan Filsafat
Pancasila tanggal 18 Oktober 2000, Jakarta.
A. Gunawan
Setiardja, 2000, Supremasi Hukum dalam Perspektif Pengembangan HAM, Jakarta.
A.T. Soegito,
1997, Pokok-pokok materi: Sejarah Perjungan Bangsa Indonesia, Semarang.
--------, 1998, Sejarah Indonesia Kontemporer sebagai Materi Pendidikan
Pancasila (Analisis Berbagai Permasalahannya), Bogor: Ditbinsarak Ditjen Dikti
Depdikbud. --------, 1999, Nasionalisme Indonesia (Pengertian dan
Perkembangannya), Jakart
No comments:
Post a Comment