AKHLAK MAHMUDAH KEPADA ALLAH
A.
Pengertian Takut Kepada Allah
Takut kepada Allah bukan berusaha
menjauhi-Nya, akan tetapi sebaliknya, berusaha untuk dekat kepada-Nya, yaitu
mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Orang yang takut kepada Allah akan
memperoleh kemenangan, sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, takut dan bertaqwa kepada-Nya, itulah orang-orang yang
memperoleh kemenangan” (S. An-Nur : 52)
Juga diterangkan dalam sabda Rasulullah sebagai berikut
;
Artinya : “Ada tiga perkara yang dapat
menyelamatkan manusia, yaitu :
1). Takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terang, 2) berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, dan 3) hidup sederhana pada waktu miskin maupun pada waktu kaya”. (HR. Abu Syaikh).
1). Takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terang, 2) berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, dan 3) hidup sederhana pada waktu miskin maupun pada waktu kaya”. (HR. Abu Syaikh).
Rasa takut kepada Allah ditentukan
oleh iman seseorang. Makin tebal iman seseorang, makin tebal pula rasa takutnya
kepada Allah dan sebaliknya.
B.
Alasan Takut Kepada Allah
Allah bukanlah Dzat yang harus ditakuti
dalam arti dijauhi, tapi dipatuhi segala perintah-Nya dan ditinggalkan segala
larangan-Nya. Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Allah Maha Penolong juga
Maha Pengampun. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk jauh daripada-Nya.
1.
Allah
Maha Kuasa Lagi Maha Agung
Kekuasaan
dan keagungan Allah tidak ada bandinganya. Kekuasaan raja manapun tidak dapat
membandinginya, bahkan terlalu kecil untuk dibandingkan dengan kekuasaan dan
keagungan Allah. Pada umumnya manusia takut dan patuh kpada rajanya. Mengapa
kepaa Tuhannya, Tuhan yang menciptakannya dan memberinya rezeki, memberinya
kehidupan ia tidak takut? Hal ini merupakan kekeliruan yang sangat besar.
Agar rasa
takut tumbuh pada diri manusia, hendaklah senantiasa merenungi keagungan Tuhan.
Semakin banyak manusia merenungi dan mengetahui rahasia-rahasia keagungan
Tuhan, semakin tebal rasa takutnya kepada Allah SWT.
Allah
berfirman dan Surat Fathir ayat 28 sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya rasa takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi
Maha Pengampun”.
2.
Balasan
Allah terhadap perbuatan manusia
Allah telah
menawarkan dua pilihan surga atau neraka. Surga berupa kesenangan, neraka
merupakan penderitaan atau azab yang penih. Kedua pilihan itu ditentukan oleh
perbuatan manusia di dunia. Allah selalu mengawasi gerak-gerik manusia. Sekecil
apapun gerak-gerik manusia akan diperhitungkan.
Firman Allah
dalam Surat Az-Zalzalah, ayat 7 – 8 :
Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya pula”
C.
Berharap Kepada Allah
Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penolong. Ia juga Maha Adil Lagi Maha Bijaksana.
Oleh sebab itu, patutlah jika manusia berharap kepada Allah atas segala rahmat
dan karunia-Nya. Dan manusia harus yakin pula bahwa Allah akan mengganti
penderitaan itu dengan kesenangan, jika manusia mau bersabar, berusaha dan
berdo’a.
Dalam Surat Az-Zumar ayat 53, disebutkan
:
Artinya : “Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang
melampaui terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”
D.
Taubat dan Nadam
Istilah taubat dan nadam sering
diserangkaikan, baik dalam penulisan maupun dalam pengertiannya.
Seseorang bertaubat karena ia menyadari
bahwa perbuatan yang telah dilakukannya tidak baik dan dapat merugikan orang
lain dan diri sendiri. Sangat sesuai kiranya kalau ada ulama mangatakan bahwa
taubat itu adalah mengganti perbuatan-perbuatan yang tercela dengan
perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Taubat yang baik yaitu menyesali
perbuatan dosa dalam hati, memohon ampun dengan lisan dan banyak membaca
istighfar, misalnya, “Ya Allah, karena kebodohanku, aku telah menganiaya diriku
dan mengerjakan kejahatan, karenanya, Yas Allah ampunilah segala dosaku”.
Agar taubat diterima oleh Allah, ada
beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu :
1.
Menghentikan
perbuatan maksiat
2.
Menyesali
segala dosa yang telah diperbuat
3.
Berjanji
dengan sepenuh hati untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa.
4.
Jika
dosa itu menyangkut orang lain, maka harus minta maaf terlebih dulu kepada
orang yang bersangkutan.
Menurut Imam
Ghazali, tingkatan orang yang bertaubat ada empat tingkat, yaitu :
1.
Orang
yang bertaubat denagn sebenar-benarnya taubat, semua perbuatan dosa seperti
yang pernah dilakukan 5tidak dikerjakannya lagi selama hidupnya. Kecuali
kesalahan-kesalahan kecil yang tidak dengan sengaja dilakukannya. Taubat
tingkat pertama ini disebut ‘taubat nasuha”. Orang-orang seperti ini memiliki jiwa
yang tenang, disebut juga “nafsul muthmainnah”.
2.
Orang
yag bertaubat, semua dosa besar tidak pernah diulanginya. Untuk menghindari
dosa ia selalu mawas dii, berjaga-jaga agar tidak berbuat dosa lagi. Jiwa yang
selalu memperingatkan diri disebut “nafsu lawwamah”.
3.
Orang
yang bertaubat dengan disertai untuk tidak mengulanginya lagi perbuatan dosa
yang pernah dilakukannya. Setiap kali ia berbuat dosa, setiap kali itu pula ia
pula ia segera bertaubat. Jiwa seperti ini disebut “{nafsu muawalah”.
Sebagaimana Allah berfirman :
Artinya : “Dan (ada pula) orang-orang lain yang
mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik dengan
pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”. (S. At-Taubah :
102).
4.
Orang
yang bertaubat, setelah itu melakukan perbuatan dosa dan tidak ada penyesalan
dalam dirinya atas dosa yang dilakukan, sehingga terus-menerus melakukan
perbuatan maksiat. Jika semacam itu sudah dikuasai oleh nafsu yang jahat dan
disebut “nafsu ammarah”
E.
Tawadhu’ Kepada Allah
Tawadhu’ kepada Allah adalah sikap
merendah diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah. Tawadhu’ termasuk akhlak yang
terpuji. Dengan adanya tawadhu’, segala sikap da perilaku manusia, baik dalam
hubungannya dengan Allah, maupun dengan sesama manusia, akan harmonis, penuh
keikhlasan.
Bagi manusia tidak ada alasan untuk tidak
bertawadhu’ kepada Allah, karena ia diciptakan dari bahan (unsur) yang rendah
nilainya, yaitu tanah.
Firman Allah :
Artinya : “Dialah yang menciptakan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah,
kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak”. (S. Al-Mu’minun : 67)
F.
Tawakkal Kepada Allah
Tawakkal bukan berarti menyerah atau
pasrah tanpa usaha, menyerah atau pasrah membuat orang malas dan putus asa.
Adapun yang dimaksud tawakal kepada Allah
adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha. Misalnya, Si
Ahmad ingin lulus ujian. Ia lalu giat dan tekun belajar. Setelah itu ia
serahkan kepada Allah, sambil berdoa agar ia lulus. Si Ahmad menyadari bahwa
kewajibannya adalah berusaha, yakni belajar, lulus tidaknya berada di tangan
Allah. Manusia hanya merencanakan dan berusaha, Allah-lah yang menentukannya.
Allah berfirman
Artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia
langit dan bumi, dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu,
sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan
melupakan apa yang kamu kerjakan’. (S. Hud : 123).
Apabila kita sudah berusaha dengan sekuat
tenaga, tapi masih juga mengalami kegagalan, kita harus bersabar.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al’Inadi, Abi
Su’ud Muhammed Bin Mohammad, Tafsirel Abi Su’ud, Matba’ah El
Misriyah, Cairo ,
1928.
A. Hasan, Mengenal
Muhammad, Surabaya ,
Bina Ilmu, 1974
A. Hasan, Kesopanan
Tinggi Secara Islam, Bandung ,
CV. Dipenegoro, 1970.
No comments:
Post a Comment