Tuesday, 12 March 2019

MAKALAH AKHLAK MAHMUDAH KEPADA ALLAH

AKHLAK MAHMUDAH KEPADA ALLAH

A.    Pengertian Takut Kepada Allah
Takut kepada Allah bukan berusaha menjauhi-Nya, akan tetapi sebaliknya, berusaha untuk dekat kepada-Nya, yaitu mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Orang yang takut kepada Allah akan memperoleh kemenangan, sebagaimana firman Allah :

Artinya :     “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, takut dan bertaqwa kepada-Nya, itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan” (S. An-Nur : 52)
Juga diterangkan dalam sabda Rasulullah sebagai berikut ;

Artinya :     “Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia, yaitu :
1). Takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terang, 2) berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, dan 3) hidup sederhana pada waktu miskin maupun pada waktu kaya”.
(HR. Abu Syaikh).
Rasa takut kepada Allah ditentukan oleh iman seseorang. Makin tebal iman seseorang, makin tebal pula rasa takutnya kepada Allah dan sebaliknya.



B.     Alasan Takut Kepada Allah
Allah bukanlah Dzat yang harus ditakuti dalam arti dijauhi, tapi dipatuhi segala perintah-Nya dan ditinggalkan segala larangan-Nya. Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Allah Maha Penolong juga Maha Pengampun. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk jauh daripada-Nya.

1.      Allah Maha Kuasa Lagi Maha Agung
Kekuasaan dan keagungan Allah tidak ada bandinganya. Kekuasaan raja manapun tidak dapat membandinginya, bahkan terlalu kecil untuk dibandingkan dengan kekuasaan dan keagungan Allah. Pada umumnya manusia takut dan patuh kpada rajanya. Mengapa kepaa Tuhannya, Tuhan yang menciptakannya dan memberinya rezeki, memberinya kehidupan ia tidak takut? Hal ini merupakan kekeliruan yang sangat besar.
Agar rasa takut tumbuh pada diri manusia, hendaklah senantiasa merenungi keagungan Tuhan. Semakin banyak manusia merenungi dan mengetahui rahasia-rahasia keagungan Tuhan, semakin tebal rasa takutnya kepada Allah SWT.
Allah berfirman dan Surat Fathir ayat 28 sebagai berikut :

Artinya :     “Sesungguhnya rasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Pengampun”.

2.      Balasan Allah terhadap perbuatan manusia
Allah telah menawarkan dua pilihan surga atau neraka. Surga berupa kesenangan, neraka merupakan penderitaan atau azab yang penih. Kedua pilihan itu ditentukan oleh perbuatan manusia di dunia. Allah selalu mengawasi gerak-gerik manusia. Sekecil apapun gerak-gerik manusia akan diperhitungkan.
Firman Allah dalam Surat Az-Zalzalah, ayat 7 – 8 :

Artinya :     “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”

C.    Berharap Kepada Allah
Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penolong. Ia juga Maha Adil Lagi Maha Bijaksana. Oleh sebab itu, patutlah jika manusia berharap kepada Allah atas segala rahmat dan karunia-Nya. Dan manusia harus yakin pula bahwa Allah akan mengganti penderitaan itu dengan kesenangan, jika manusia mau bersabar, berusaha dan berdo’a.
Dalam Surat Az-Zumar ayat 53, disebutkan :


Artinya :     “Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”

D.    Taubat dan Nadam
Istilah taubat dan nadam sering diserangkaikan, baik dalam penulisan maupun dalam pengertiannya.
Seseorang bertaubat karena ia menyadari bahwa perbuatan yang telah dilakukannya tidak baik dan dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Sangat sesuai kiranya kalau ada ulama mangatakan bahwa taubat itu adalah mengganti perbuatan-perbuatan yang tercela dengan perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Taubat yang baik yaitu menyesali perbuatan dosa dalam hati, memohon ampun dengan lisan dan banyak membaca istighfar, misalnya, “Ya Allah, karena kebodohanku, aku telah menganiaya diriku dan mengerjakan kejahatan, karenanya, Yas Allah ampunilah segala dosaku”.
Agar taubat diterima oleh Allah, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu :
1.      Menghentikan perbuatan maksiat
2.      Menyesali segala dosa yang telah diperbuat
3.      Berjanji dengan sepenuh hati untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa.
4.      Jika dosa itu menyangkut orang lain, maka harus minta maaf terlebih dulu kepada orang yang bersangkutan.
Menurut Imam Ghazali, tingkatan orang yang bertaubat ada empat tingkat, yaitu :
1.      Orang yang bertaubat denagn sebenar-benarnya taubat, semua perbuatan dosa seperti yang pernah dilakukan 5tidak dikerjakannya lagi selama hidupnya. Kecuali kesalahan-kesalahan kecil yang tidak dengan sengaja dilakukannya. Taubat tingkat pertama ini disebut ‘taubat nasuha”. Orang-orang seperti ini memiliki jiwa yang tenang, disebut juga “nafsul muthmainnah”.
2.      Orang yag bertaubat, semua dosa besar tidak pernah diulanginya. Untuk menghindari dosa ia selalu mawas dii, berjaga-jaga agar tidak berbuat dosa lagi. Jiwa yang selalu memperingatkan diri disebut “nafsu lawwamah”.
3.      Orang yang bertaubat dengan disertai untuk tidak mengulanginya lagi perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Setiap kali ia berbuat dosa, setiap kali itu pula ia pula ia segera bertaubat. Jiwa seperti ini disebut “{nafsu muawalah”. Sebagaimana Allah berfirman :

Artinya :     “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”. (S. At-Taubah : 102).
4.      Orang yang bertaubat, setelah itu melakukan perbuatan dosa dan tidak ada penyesalan dalam dirinya atas dosa yang dilakukan, sehingga terus-menerus melakukan perbuatan maksiat. Jika semacam itu sudah dikuasai oleh nafsu yang jahat dan disebut “nafsu ammarah”

E.     Tawadhu’ Kepada Allah
Tawadhu’ kepada Allah adalah sikap merendah diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah. Tawadhu’ termasuk akhlak yang terpuji. Dengan adanya tawadhu’, segala sikap da perilaku manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah, maupun dengan sesama manusia, akan harmonis, penuh keikhlasan.
Bagi manusia tidak ada alasan untuk tidak bertawadhu’ kepada Allah, karena ia diciptakan dari bahan (unsur) yang rendah nilainya, yaitu tanah.
Firman Allah :
Artinya :     “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak”. (S. Al-Mu’minun : 67)

F.     Tawakkal Kepada Allah
Tawakkal bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha, menyerah atau pasrah membuat orang malas dan putus asa.
Adapun yang dimaksud tawakal kepada Allah adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha. Misalnya, Si Ahmad ingin lulus ujian. Ia lalu giat dan tekun belajar. Setelah itu ia serahkan kepada Allah, sambil berdoa agar ia lulus. Si Ahmad menyadari bahwa kewajibannya adalah berusaha, yakni belajar, lulus tidaknya berada di tangan Allah. Manusia hanya merencanakan dan berusaha, Allah-lah yang menentukannya.
Allah berfirman
Artinya :     “Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia langit dan bumi, dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu, sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan melupakan apa yang kamu kerjakan’. (S. Hud : 123).
Apabila kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga, tapi masih juga mengalami kegagalan, kita harus bersabar.












DAFTAR  KEPUSTAKAAN


Al’Inadi, Abi Su’ud Muhammed Bin Mohammad, Tafsirel Abi Su’ud, Matba’ah El Misriyah, Cairo, 1928.
A. Hasan, Mengenal Muhammad, Surabaya, Bina Ilmu, 1974
A. Hasan, Kesopanan Tinggi Secara Islam, Bandung, CV. Dipenegoro, 1970.



No comments:

Post a Comment