BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bank Indonesia (BI)
sebagai bank sentral merupakan lembaga yang sangat vital dalam kehidupan
perekonomian nasional karena kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh BI akan
memiliki dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat. BI, yang didirikan
pada tanggal 1 Juli 1953, telah lebih dari setengah abad melayani kepentingan
bangsa. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak mengenal BI, apalagi memahami
kebijakan-kebijakan yang pernah diambilnya, sehingga seringkali terjadi salah
persepsi masyarakat terhadap BI. Masyarakat sering memberikan penilaian negatif
terhadap BI karena tidak cukup tersedianya data atau informasi yang lengkap dan
akurat yang dapat diakses dan dipahami dengan mudah oleh masyarakat.
Bank Indonesia mempunyai otonomi
penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Pihak luar tidak dibenarkan
mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari
pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus
tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
peranan bank Sentral ?
2. Bagaimana
sejarah bank sentral ?
3. Bagaimana
sejarah bank Indonesia ?
4. Bagaimana
Status dan Kedudukan Kelembagaan BI ?
5. Bagaimana
Peran BI pasca terbentuknya OJK ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui peranan Bank Sentral
2. Untuk
mengetahui sejarah Bank Sentral
3. Untuk
mengetahui sejarah Bank Indonesai
4. Untuk
mengetahui status dan kedudukan kelembagaan BI
5. Untuk
mengetahui peran BI setelah terbentuknya OJK.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Bank Sentral
Bank sentral merupakan lembaga yang
memiliki peranan strategis baik dalam perekonomian domestik suatu Negara maupun
dalam kaitannya dengan perekonomian manca Negara. Umumnya Bank Sentral
diberikan mandat berupa tanggung jawab merumuskan dan menjalankan kebijakan
moneter. Di Indonesia fungsi bank sentral dijalankan oleh Bank Indonesia. Sebagai
bank sentral, BI diberikan mandate untuk
mewujudkan stabilitas harga.
Sebagai otoritas
moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja
menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan
dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak
artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas
moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap
stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar
yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah
satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan
sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara
normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem
keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan
juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya,
bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan?
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga
stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar
terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter
secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter
memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan
moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung
bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu,
untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu
kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam
menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan.
Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan
regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan
memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan
di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu
perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan
dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin
pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan
hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki
stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi
perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem
keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara
berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Bila terjadi gagal bayar (failure to settle)
pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko
potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran.
Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang
bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk
mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat.
Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam
sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan,
Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam
stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential,
Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi
potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat
mengembangkan instrumen dan indicator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi
LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer
namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral
hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang
ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
B.
Sejarah Bank Sentral
Jika dilihat dari sejarah
berdirinya, keberadaan bank sentral diawali dengan berdirinya Bank Sentral
Swedia (The Riskbank of Sweden) yang
beroperasi pada tahun 1668 dan diikuti oleh berdirinya Bank Sentral Inggris (The Bank Of England) yang beroperasi
pada tahun 1694. Hingga tahun 1990-an sudah ada 173 Bank Sentral.
Sejarah bank sentral juga tidak terlepas
dari sejarah dikenalnya sistem uang sebagai alat tukar dalam perdagangan dan
perekonomian secara umum, dan mulai ditemukannya metode perbankan untuk pertama
kalinya dalam perekonomian dan perdagangan suatu negara. Dimana
pada zaman dahulu alat tukar yang digunakan adalah memang berupa uang yang memang memiliki nilai intrinsik yang sama terhadap material yang
terbuat dari uang tersebut. Biasanya berupa uang logam (emas, perak, perunggu, dll)
yang memiliki nilai intrinsik yang sama terhadap nilai dari uang logam
tersebut. Artinya jika uang logam emas seberat 1 gram bernilai 1000 misalnya, pada saat itu
memang karena emas dengan kondisi 1 gr tersebut ketika
diperdagangkan/dipertukarkan dimana-mana nilainya adalah 1000. Alat tukar
dengan uang logam seperti ini sudah lebih maju dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya dimana perdagangan dilakukan dengan alat tukar yang belum bisa
diterima oleh banyak kalangan atau bahkan sistem barter langsung terhadap barang yang
diperdagangkan dimana ini menjadi cikal-bakal dimulainya perdagangan dalam
sejarah peradaban manusia.
Seiring dengan waktu dan terus berkembangnya
perdagangan dan perekonomian, alat tukar berupa uang logam tersebut mulai
menjadi keterbatasan karena memang ketersediaan sumber daya alam yang terbatas
untuk mencetak jenis uang seperti itu, dan ini menghambat potensi untuk
berkembang lebih besarnya lagi perekonomian suatu negara sementara jenis-jenis
produk baru dan bentuk industri baru sangat potensial untuk muncul namun amat
disayangkan jika aktivitas perdagangan dan perekonomian secara umum harus
terhambat karena mengikuti kemampuan ketersediaan uang berupa logam yang sangat
terbatas tersebut.
Untuk itulah kemudian dikenal sistem uang
kertas yang pertama kali
ditemukan melalui sistem penjaminan yang dalam hal ini dilakukan oleh suatu
badan penjamin sekaligus penyimpan yang disebut bank, dimana uang
kertas yang dikeluarkan oleh bank tersebut dijamin memiliki nilai yang sama
atau dijanjikan akan memiliki nilai beberapa kali lebih besar terhadap emas atau uang logam yang di simpan oleh nasabah/masyarakat pada waktu mendatang atau pada masa
yang ditentukan. Pada praktik dan perkembangannya masing-masing, bank-bank yang
pada saat itu membuat aturannya sendiri-sendiri dan jenis-jenis jaminan/uang
kertasnya masing-masing yang sangat potensial merugikan masyarakat karena belum dikelola negara untuk memastikan tidak adanya
penyimpangan atau aturan yang tidak adil. Dimana pada suatu ketika seorang
nasabah berniat untuk mengambil kembali emas atau uang logam yang disimpan pada bank tersebut
dengan cara menukar kembali uang kertas yang dia dapat dari bank tersebut
ternyata harus kecewa karena uang logam yang dia terima lebih sedikit dari yang
dijanjikan atau bahkan lebih kecil dari jumlah yang sama dari yang pernah ia
simpan ke bank tersebut. Pada masa itulah mulai terjadi untuk pertama kalinya
dalam sejarah model-model fraud dan rekayasa dalam sektor industriyang
baru ini, yaitu sektor keuangan.
Sejak itulah negara menyadari perlunya suatu
bank sentral yang selanjutnya didirikan dengan tujuan untuk memastikan adanya
satu jenis mata uang kertas yang sama dan berlaku di suatu negara tersebut agar
memiliki nilai yang stabil dan dapat dipercaya karena dijamin oleh negara
(dengan cara awalnya negara menjamin uang kertas tersebut dengan sejumlah emas deposit atau logam berharga lainnya yang dicadangkan
setiap mencetak nominal uang tersebut, namun belakangan tidak lagi dan
jaminannya hanya atas nama negara saja atau sejumlah kecil emas) dan dapat
dipergunakan terus menerus oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas
perekenomiannya di negara tersebut. Dan dengan kewenangannya bank sentral
mengatur jumlah uang yang beredar tersebut agar dapat menggerakkan roda perekonomian dengan keseimbangan yang tepat antara
peredaran jumlah uang dan barang, dan dapat
terus saling mengembangkan, dengan cara tidak sampai menyebabkan kelebihan
jumlah likuiditas/uang
yang beredar dalam perekonomian negara tersebut yang dapat menyebabkan inflasi
(naiknya harga-harga atau turunnya nilai uang), dan juga sebaliknya jangan
sampai terjadi kekurangan likuiditas yang dapat menyebabkan perekonomian sulit
bergerak apalagi untuk berkembang.
Pada
mulanya Bank Sentral dinamakan Bank sirkulasi (bank of issue) yang bertugas mempertahankan konversi uang kertas
yang dikeluarkan terhadap emas atau perak atau keduanya. Dalam perkembangannya
bank sirkulasi menjalankan fungsi mengawasi dan mengatur perbankan, mengontrol
dan mengendalikan jumlah uang beredar dan bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran.
C.
Sejarah Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) berawal dari De Javasche Bank NV (DJB) yang
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 24 Januari 1827. Pada
waktu itu, DJB bertindak sebagai bank sirkulasi dan menjalankan beberapa fungsi
bank sentral lainya serta melakukan kegiatan bank umum. Pemerintah Belanda
memberikan hak oktrooi kepada DJB, yaitu hak untuk mencetak dan mengedarkan
uang Gulden Belanda.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang
Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank
sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain
tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah
sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam
sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan
tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank
Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan
tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.
Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam
menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
D.
Kelembagaan BI
1. Status dan Kedudukan BI
Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia,
kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan
lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa
Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen
karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI
berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI
mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah
dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap
awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi
pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang.
Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan
sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi
anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI
wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
2. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank
sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan
nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi,
sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk
memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh
tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.
Ketiga bidang tugas ini adalah:
·
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
·
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, serta
·
Mengatur dan mengawasi perbankan di
Indonesia.
3. Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi
perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin
atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari
bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia
berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi
prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain
memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan
izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan
atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia
melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung
dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu
bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah
menempuh langkah restrukturisasi perbankanyang
komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan
sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping
sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan
melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program
restrukturisasi kredit,
penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Selain itu bank Indonesia mempunyi tugas melakukan neraca pembayran.
E.
Peran BI Pasca Terbentuknya OJK
Tugas BI setelah
terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) relatif berkurang karena tugas BI
yang terkait dengan pengaturan dan pengawasan perbankan, khususnya microprudential sudah diserahkan ke OJK
sejak tanggal 1 Januari 2014. Meskipuan demikian, BI tetap mengawasi perbankan
dari sisi makroprudential (stabilitas
sistem keuangan), oleh karena itu BI sebagai lembaga yang memiliki otoritas di
bidang keuangan (sistem keuangan), maka sifat pelaksanaan tugas BI dapat
diklasifikasikan berdasarkan pendekatan makroprudesial dan mikroprudential.
1. Makaroprudensial
Dalam bidang ini Bank
Sentral (BI) melaksanakan asesmen dan uapaya-upaya untuk menjaga kestabilan
harga (price stability) dan menjaga
stabilitas sistem keuangan pada umumnya.
2. Dalam
bidang ini Bank sentral (BI) melakukan asesmen terhadap lembaga keuangan yang
menjadi kewajiban bank sentral sebagai Superviso atau pengawas.
Tugas BI pasca terbentuknya OJK adalah
sebagai berikut
1. Merumuskan
dan menerapkan kebijakan moneter
2. Mengatur
kelancaran sistem pembayaran
3. Stabilitas
sistem keuangan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Bahwa
bank sentral memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka.
2. Keberadaan bank sentral diawali
dengan berdirinya Bank Sentral Swedia (The
Riskbank of Sweden) yang beroperasi pada tahun 1668 dan diikuti oleh
berdirinya Bank Sentral Inggris (The Bank
Of England) yang beroperasi pada tahun 1694. Hingga tahun 1990-an sudah ada
173 Bank Sentral.
3. Berdirinya Bank Indonesia
(BI) berawal dari De Javasche Bank NV (DJB) yang didirikan oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tanggal 24 Januari 1827. Pada waktu itu, DJB bertindak
sebagai bank sirkulasi dan menjalankan beberapa fungsi bank sentral lainya
serta melakukan kegiatan bank umum.
4. Bank
Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
·
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
·
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, serta
·
Mengatur dan mengawasi perbankan di
Indonesia.
5. Tugas
BI pasca terbentuknya OJK adalah sebagai berikut
·
Merumuskan dan menerapkan kebijakan
moneter
·
Mengatur kelancaran sistem
pembayaran
·
Stabilitas sistem keuangan
DAFTAR
PUSTAKA
Nasir,
M. 2014. Ekonomi Moneter dan
Kebanksentrala. Jakarta. Mitra Wacana Media
http://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/peranbi/peran/Contents/Default.aspx
(diakses:
Sabtu, 10 Oktober 2015)
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/hubungan-kelembagaan/negara/Contents/Default.aspx
(diakses:
Sabtu, 10 Oktober 2015)
https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_sentral
(diakses:
Sabtu, 10 Oktober 2015)
https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia#Sejarah
(diakses:
Sabtu, 10 Oktober 2015)
No comments:
Post a Comment