Friday, 9 December 2022

MAKALAH ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar belakang masalah

Perlu kita ketahui terlebih dahulu sebelum kita masuk kepada  pembahasan tentang hukum perdata, hukum perdata itu adalah berbentuk aturan aturan hukum yang mengatur tingkhlaku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dengan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.

Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata materil dan hukum perdata formil.

  1. Hukum perdata materil mengatu kepentingan kepentingan perdata setiap subjek hukum.
  2. Hukum perdata formil mengatur bagaimana seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar orang lain. Hukum perdata formil mempertahan hukum perdata materil, karena hukum perdata formil berfungsi menerapkan hukum perdata materil apabila ada yang melanggarnya.

 

B.       Rumusan masalah

  1. Pengertian Hukum Perdata
  2. Bagaiman Sejarah Kuh Perdata
  3. asas asas hokum perdata

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian hukum perdata

Istilah “perdata” berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti warga (burger), pribadi (privat), sipil Hukum perdata berarti peraturan mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang lain.

Definisi tersebut di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  1. peraturan hukum,
  2. hubungan hukum,
  3. orang

Hukum perdata ialah aturan aturan hukum yang  mengatur tingkhlaku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dengan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.

Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata materil dan hukum perdata formil.

  1. Hukum perdata materil mengatu kepentingan kepentingan perdata setiap subjek hukum.
  2. Hukum perdata formil mengatur bagaimana seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar orang lain. Hukum perdata formil mempertahan hukum perdata materil, karena hukum perdata formil berfungsi menerapkan hukum perdata materil apabila ada yang melanggarnya.

 

B.       Sejarah KUH Perdata

Kitab undang undang hukum perdata { KUH perdata} yang dikenal dengan istilah burgerlijk wetboek { BW} adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri belanda.

Penyusun tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum perdata prancis. Code napoleon  sendiri disusun berdasarkan hukum ramawi yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku diprancis dimuat dalam dua kodifikasi{ pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku } yang bernama : code civil dan code commerce.

Pada waktu prancis menguasai belanda. Kedua kodifikasi itu diberlakukan dinegeri belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah belanda merdeka dari prancis tahun 1915, kedua kodifikasi itu masih berlaku dinegeri belanda.

 

C.      Asas Asas Hukum Perdata

Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:

1.        Asas kebebasan berkontrak,

Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a.           Membuat atau tidak membuat perjanjian;

b.           Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

c.           Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

d.          Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.

Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi.Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah.Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.

2.        Asas Konsesualisme,

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt.Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan).Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).

Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat.Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan.Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3.        Asas Kepercayaan,

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari

4.        Asas Kekuatan Mengikat,

Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam  Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”

5.        Asas Persamaan hukum,

Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

6.        Asas Keseimbangan,

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik

7.        Asas Kepastian Hukum,

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

8.        Asas Moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral).Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya

9.        Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak

10.    Asas Kepatutan.

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya

11.    Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.

12.    Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.

 

D.      Sistematika Hukum Perdata

Sistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu Pengetahuan Hukum dengan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) terdapat perbedaan.

Adapun sistematika hukum perdata Eropa menurut Ilmu Pengetahuan Hukum dibagi atas 4 (empat) buku atau bagian, yaitu:

Buku I :      Hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan- peraturan yang mengatur kedudukan orang dalam hukum, kewenangan seseorang serta akibat-akibat hukumnya.

Buku II : Hukum keluarga (familie recht), berisikan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara orang tua dengan anak- anak, hubungan antara suami dan istri serta hak-hak dan kewajibannya masing-masing.

Buku III :   Hukum harta kekayaan (vermogens- rechts), berisikan peraturan– peraturan yang mengatur kedudukan benda dalam hukum yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.

Buku IV :   Hukum waris (erfrecht), berisikan peraturan-peraturan mengenai kedudukan benda-benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.

Sedangkan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Per) terdiri atas 4 (empat) macam buku atau bagian, yaitu:

Buku I :      Tentang orang (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.

Buku II :    Tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum waris.

Buku III :   Tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir dari undang-undang dan dari persetujuan- persetujuan/perjanjian-perjanjian.

Buku IV :   Tentang pembuktian dan daluarsa (van - bewijs en verjaring), berisikan peraturan-peraturan tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat lampau waktu (verjaring).

Apabila diperhatikan antara sistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu pengetahuan hukum dengan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW terdapat perbedaan. Adapun perbedaan ini disebabkan karena latar belakang penyusunannya. Adapun penyusunan atau sistematika ilmu pengetahuan hukum itu didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia, seperti lahir kemudian menjadi dewasa (kawin), dan selanjutnya cari harta (nafkah hidup), dan akhirnya mati (pewarisan).

Sedangkan penyusunan atau sistematika BW didasarkan pada sistem individualisme (kebebasan individu) sebagai pengaruh dari revolusi Prancis. Hak milik (eigendom) adalah sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga.

Dalam hal ini perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat di bawah ini:

1.      Buku I hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang manusia pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan buku I hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan).

2.      Buku II hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang ketentuan keluarga (perkawinan dan segala akibatnya). Sedangkan buku II hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan tentang benda dan waris.

3.      Buku III hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan. Sedangkan buku III hukum perdata menurut BW (KUH Per) hanya memuat ketentuan tentang perikatan saja.

4.      Buku IV hukum perdata menurut ilmu pengetahun hukum memuat ketentuan tentang pewarisan. Sedangkan buku IV hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan tentang bukti dan daluarsa


BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Sesuai dengan pembahasan diatas tadi dari sana kita semua bisa lihat betapa pentingnya kita mempelajari tentang  hukum perdata ini ,sebab ini sangat berguna untuk kita sekarang maupun sampai saat saat yang akan datang dan kita juga perlu lebih utama mengatahui tentang bangaiman tata cara pembagian harta waris dari pada orang tua kita, karna apa dalam pembahasan ini lebih utama yang disimpulkan yaitu tentang waris..karna kadang-kadang orang banyak berpecah belah oleh sebab warisan ini, jadi sekarang sepatutnyalah kita mengatahui yang namanya tentang warisan harta bangaimana cara pembagian harta warian dengan baik dan benar.

 

B.       Saran

Demikianlah kami dari pemakalah telah mempertasekan makalah kami semoga dengan adanya penampilan dari makalah kami hari ini, kita semua mengerti hendaknya, dan semoga pelajaran yang kita dapatkan hari menjadi bermanfaat unutuk nusa dan bangsa amin ya rabbal’alamin kami akhiri wallahul muwaffiq ila aqwamitthoriq wassalamu’alaikum warohmatullahi wabar kaatuh.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Amanat, anisitus. 2000, membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum perdata bw, jakarta: rajagrafindo persada.

Arto, h.a. Mukti. 2005, praktek perkara perdata pada pengadilan agama,

Yogyakarta: pustaka pelajar.

Effendie, bachtiar, masdari tasmin dan a. Chodari, adp, 1991, surat gugat dan hukum pembuktian dalam perkara perdata, bandung: citra aditya bakti

Fauzan, m. 2003, pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan mahkamah syari’ah di indonesia, jakarta: kencana.

Gautama, s. 1987, pengantar hukum perdata internasional indonesia, bandung: bina cipta.

Harahap, m. Yahya. 2005, hukum acara perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian, dan putusan pengadilan, jakarta: sinar grafika.

Hartono, c.f.g. Sunaryati, 1976, pokok-pokok hukum perdata internasional indonesia, bandung: bina cipta.

Manan, abdul. 2005, penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama, jakarta: kencana.

Mertokusumo, sudikno. 1993, hukum acara perdata indonesia, yogyakarta: liberty.

Muhammad, abdulkadir. 1982, hukum acara perdata indonesia, bandung: alumni

No comments:

Post a Comment