BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Perlu kita ketahui terlebih dahulu
sebelum kita masuk kepada pembahasan
tentang hukum perdata, hukum perdata itu adalah berbentuk aturan aturan hukum
yang mengatur tingkhlaku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan
hak dengan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan
keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua,
yaitu hukum perdata materil dan hukum perdata formil.
- Hukum perdata materil mengatu
kepentingan kepentingan perdata setiap subjek hukum.
- Hukum perdata formil mengatur
bagaimana seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar orang lain.
Hukum perdata formil mempertahan hukum perdata materil, karena hukum
perdata formil berfungsi menerapkan hukum perdata materil apabila ada yang
melanggarnya.
B.
Rumusan masalah
- Pengertian Hukum Perdata
- Bagaiman Sejarah Kuh Perdata
- asas asas hokum perdata
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian hukum perdata
Istilah “perdata” berasal dari bahasa
sangsekerta yang berarti warga (burger), pribadi (privat), sipil Hukum perdata
berarti peraturan mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan
kewajiban.
Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa
hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dan orang lain.
Definisi tersebut di atas mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
- peraturan hukum,
- hubungan hukum,
- orang
Hukum perdata ialah aturan aturan hukum
yang mengatur tingkhlaku setiap orang
terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dengan kewajiban yang timbul
dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua,
yaitu hukum perdata materil dan hukum perdata formil.
- Hukum perdata materil mengatu
kepentingan kepentingan perdata setiap subjek hukum.
- Hukum perdata formil mengatur
bagaimana seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar orang lain.
Hukum perdata formil mempertahan hukum perdata materil, karena hukum
perdata formil berfungsi menerapkan hukum perdata materil apabila ada yang
melanggarnya.
B.
Sejarah KUH Perdata
Kitab undang undang hukum perdata { KUH
perdata} yang dikenal dengan istilah burgerlijk wetboek { BW} adalah kodifikasi
hukum perdata yang disusun di negeri belanda.
Penyusun tersebut sangat dipengaruhi
oleh hukum perdata prancis. Code napoleon
sendiri disusun berdasarkan hukum ramawi yang pada waktu itu dianggap sebagai
hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku diprancis dimuat dalam
dua kodifikasi{ pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur
dalam satu buku } yang bernama : code civil dan code commerce.
Pada waktu prancis menguasai belanda.
Kedua kodifikasi itu diberlakukan dinegeri belanda. Bahkan sampai 24 tahun
sesudah belanda merdeka dari prancis tahun 1915, kedua kodifikasi itu masih
berlaku dinegeri belanda.
C.
Asas Asas Hukum Perdata
Beberapa asas yang terkandung dalam
KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:
1.
Asas kebebasan berkontrak,
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan
perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang
belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338
ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:
a.
Membuat atau tidak membuat
perjanjian;
b.
Mengadakan perjanjian dengan siapa
pun;
c.
Menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya;
d.
Menentukan bentuk perjanjiannya
apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham
individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan
oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui
antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J.
Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa
saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”.
Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin
kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak
boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham
individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk
menguasai golongan lemah ekonomi.Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak
yang lemah.Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti
yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.
2.
Asas Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPdt.Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.Asas ini merupakan asas
yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.Didalam
hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal
dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.Perjanjian riil adalah
suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat
disebut secara kontan).Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang
telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun
akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan
contractus innominat.Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi
bentuk yang telah ditetapkan.Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt
adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3.
Asas Kepercayaan,
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan
perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka
dibelakang hari
4.
Asas Kekuatan Mengikat,
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang menyatakan bahwa
perjanjian hanya mengikat bagi para fihak yang mengikatkan diri pada perjanjian
tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya.”
5.
Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang
mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam
hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun
subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6.
Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik
7.
Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang.Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak.
8.
Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan
sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat
prestasi dari pihak debitur.Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu
seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral).Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan
hati nuraninya
9.
Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan
kreditur harus dilindungi oleh hukum.Namun, yang perlu mendapat perlindungan
itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan
dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan
mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir
dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan
oleh para pihak
10.
Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan
dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan
berdasarkan sifat perjanjiannya
11.
Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
12.
Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang
berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak.Asas itikad baik terbagi menjadi dua
macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
D.
Sistematika Hukum Perdata
Sistematika hukum perdata Eropa menurut
ilmu Pengetahuan Hukum dengan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) terdapat perbedaan.
Adapun sistematika hukum perdata Eropa
menurut Ilmu Pengetahuan Hukum dibagi atas 4 (empat) buku atau bagian, yaitu:
Buku I : Hukum
perorangan (personen recht), berisikan peraturan- peraturan yang mengatur
kedudukan orang dalam hukum, kewenangan seseorang serta akibat-akibat hukumnya.
Buku II : Hukum keluarga (familie recht),
berisikan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara orang tua dengan
anak- anak, hubungan antara suami dan istri serta hak-hak dan kewajibannya
masing-masing.
Buku III : Hukum
harta kekayaan (vermogens- rechts), berisikan peraturan– peraturan yang
mengatur kedudukan benda dalam hukum yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.
Buku IV : Hukum
waris (erfrecht), berisikan peraturan-peraturan mengenai kedudukan benda-benda
yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.
Sedangkan sistematika
hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Per)
terdiri atas 4 (empat) macam buku atau bagian, yaitu:
Buku I : Tentang
orang (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.
Buku II : Tentang
benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum waris.
Buku III : Tentang
perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir dari
undang-undang dan dari persetujuan- persetujuan/perjanjian-perjanjian.
Buku IV : Tentang
pembuktian dan daluarsa (van - bewijs en verjaring), berisikan peraturan-peraturan
tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat lampau waktu
(verjaring).
Apabila diperhatikan antara sistematika
hukum perdata Eropa menurut ilmu pengetahuan hukum dengan sistematika hukum
perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW terdapat
perbedaan. Adapun perbedaan ini disebabkan karena latar belakang penyusunannya.
Adapun penyusunan atau sistematika ilmu pengetahuan hukum itu didasarkan pada
perkembangan siklus kehidupan manusia, seperti lahir kemudian menjadi dewasa
(kawin), dan selanjutnya cari harta (nafkah hidup), dan akhirnya mati
(pewarisan).
Sedangkan penyusunan atau sistematika
BW didasarkan pada sistem individualisme (kebebasan individu) sebagai pengaruh
dari revolusi Prancis. Hak milik (eigendom) adalah sentral, dan tidak dapat
diganggu gugat oleh siapa pun juga.
Dalam hal ini perbedaan sistematika
tersebut dapat dilihat di bawah ini:
1.
Buku I hukum perdata menurut ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang manusia pribadi dan badan hukum,
keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan buku I hukum perdata
menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga
(perkawinan).
2.
Buku II hukum perdata menurut ilmu
pengetahuan hukum memuat tentang ketentuan keluarga (perkawinan dan segala
akibatnya). Sedangkan buku II hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat
ketentuan tentang benda dan waris.
3.
Buku III hukum perdata menurut
ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang harta kekayaan yang meliputi
benda dan perikatan. Sedangkan buku III hukum perdata menurut BW (KUH Per)
hanya memuat ketentuan tentang perikatan saja.
4.
Buku IV hukum perdata menurut ilmu
pengetahun hukum memuat ketentuan tentang pewarisan. Sedangkan buku IV hukum
perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan tentang bukti dan daluarsa
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sesuai dengan pembahasan diatas tadi
dari sana kita semua bisa lihat betapa pentingnya kita mempelajari tentang hukum perdata ini ,sebab ini sangat berguna
untuk kita sekarang maupun sampai saat saat yang akan datang dan kita juga
perlu lebih utama mengatahui tentang bangaiman tata cara pembagian harta waris
dari pada orang tua kita, karna apa dalam pembahasan ini lebih utama yang
disimpulkan yaitu tentang waris..karna kadang-kadang orang banyak berpecah belah
oleh sebab warisan ini, jadi sekarang sepatutnyalah kita mengatahui yang
namanya tentang warisan harta bangaimana cara pembagian harta warian dengan
baik dan benar.
B.
Saran
Demikianlah kami dari pemakalah telah
mempertasekan makalah kami semoga dengan adanya penampilan dari makalah kami
hari ini, kita semua mengerti hendaknya, dan semoga pelajaran yang kita
dapatkan hari menjadi bermanfaat unutuk nusa dan bangsa amin ya rabbal’alamin
kami akhiri wallahul muwaffiq ila aqwamitthoriq wassalamu’alaikum warohmatullahi
wabar kaatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Amanat, anisitus. 2000, membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum
perdata bw, jakarta: rajagrafindo persada.
Arto, h.a. Mukti. 2005, praktek perkara perdata pada pengadilan agama,
Yogyakarta: pustaka pelajar.
Effendie, bachtiar, masdari tasmin dan a. Chodari, adp, 1991, surat
gugat dan hukum pembuktian dalam perkara perdata, bandung: citra aditya bakti
Fauzan, m. 2003, pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan
mahkamah syari’ah di indonesia, jakarta: kencana.
Gautama, s. 1987, pengantar hukum perdata internasional indonesia,
bandung: bina cipta.
Harahap, m. Yahya. 2005, hukum acara perdata tentang gugatan,
persidangan, penyitaan, pembuktian, dan putusan pengadilan, jakarta: sinar
grafika.
Hartono, c.f.g. Sunaryati, 1976, pokok-pokok hukum perdata
internasional indonesia, bandung: bina cipta.
Manan, abdul. 2005, penerapan hukum acara perdata di lingkungan
peradilan agama, jakarta: kencana.
Mertokusumo, sudikno. 1993, hukum acara perdata indonesia, yogyakarta:
liberty.
Muhammad, abdulkadir. 1982, hukum acara perdata indonesia, bandung:
alumni
No comments:
Post a Comment