Tuesday, 14 April 2020

IDENTIFIKASI DAN PSIKOTERAPI TERHADAP ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)


IDENTIFIKASI DAN PSIKOTERAPI TERHADAP ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)









BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Masalah kejiwaan menjadi bagian yang selalu muncul dalam kehidupan manusia di dunia. Adanya kondisi sedemikian rupa menggerakkan para pa-kar psikologi maupun psikiatri untuk mencarikan solusinya. Hasilnya te-lah ditunjukkan berupa ragam model penanganan psikoterapi.1 Psikoterapi merupakan kegiatan berupa treatment kepada seseorang yang kondisi keji-waannya terganggu, melalui terapi atau intervensi pada aspek psikologis.2 Secara garis besar terdapat beberapa model pokok pendekatan dalam terapi psikologi. Pertama, psikoanalisis yang dicetuskan oleh Freud. Terapi ini didasari “adanya kehidupan mental yang tidak disadari seperti dalam dunia mimpi beserta pemaknaan mimpi”. Kedua, behavioristik yang ber-pendapat adanya kelainan sikap dikarenakan oleh proses belajar yang tidak tepat. Ketiga, psikologi humanistik, berpedoman bahwa setiap individu itu memiliki keinginan dan kesadaran
Perkembangan kemajuan zaman, globalisasi dan modernisasi ternyata menimbulkan banyak perubahan dalam berbagai segi kehidupan. Kondisi demikian merambah pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolo-gi sehingga berdampak terhadap perubahan dinamika suatu kehidupan. Termasuk dalam dunia psikologi pada spesifikasi psikoterapi. Psikoterapi yang berkembang saat ini menjadi empat jenis, yaitu: Pertama adalah terapi psikofarmaka, merupakan treatment fisik-biologis pada pasien yang menga-lami depresi melalui obat anti-depresan. Kedua, terapi psikologis yangser-ing dikenal denganterapi psikologi biasa. Pendekatan terapi ini fokus pada penanganan masalah kejiwaan yang merujuk pada aliran psikologi barat. Adapun jenis yang ketiga adalah terapi psikososial. Terapi psikososial ada-lah treatment psikologi untuk penderita gangguan maladaptasi sosial. Ke-empat adalah terapi psikoreligius.4 Psikoterapi ini ditawarkan untuk anak penyandang ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Sindrom ketidak-seimbangan aktivitas yang muncul pada anak dengan gejala restlessatau hip-eraktif, rendahnya perhatian, semaunya sendiri, dan distruktif. Hal demikian dapat mengganggu prestasi di bidang akademik serta proses pembelajaran mereka di sekolah.5 Anak yang menderita ADHD harus mendapat perha tian khusus untuk mendapatkan terapi supaya berkembang sebagaimana mestinya. Berangkat dari pembahasan tersebut psikoterapi menjadi penting di-lakukan bagi penderita ADHD.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder secara istilah adalah hambatan pemusatan perhatian disertai kondisi hiperaktif. Secara umum sudah ban-yak penelitian tentang faktor penyebab Attention Deficit Hyperactivity Disor-der. Meskipun demikian, belum bisa dipastikan secara pasti fakor dominan atau utama penyebab adanya gangguan tersebut. Para ahli menyimpulkan bahwa Attention Deficit Hyperactivity Disorder disebabkan adanya masalah genetikal, bahan-bahan kimia, virus, problem kehamilan dan persalinan serta kondisi yang dapat mengintervensi penyebab rusaknya jaringan otak manusia.
Tidak hanyan faktor hereditas saja, dalam penelitian yang lain memper-lihatkan bahwa lingkungan sosial ternyata juga memiliki peran dan andil yang cukup besar. Pemanfaatan teknologi informasi audio-visual berupa televisi, komputer, dan gadget secara tidak tepat disinyalir ikut berperan memperburuk timbulnya sindrom tersebut. Perlu diketahui bahwa gejala ini juga bisa muncul pada anak yang mempunyai kondisi neurologis normal. Faktor penyebabnya bisa disebabkan oleh pola asuh orangtua kepada anak.

B.     Identifikasi ADHD
Diagnosa gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder sangat beragam, tidak ada jenis tes yang pasti untuk melakukan mengetahui apakah anak mengidap ADHD atau tidak. Gejala ADHD tersebut bergantung pada umur, situasi, dan lingkungan anak. Dapat dikatakan, ADHD merupakan suatu gangguan yang kompleks.6 yang berhubungan dengan kelainan aspek kog-initif, psikomotorik, maupun afektif. Perlu diketahui bahwa kemunculan gejala ADHD dimulai pada umur kanak-kanak, bersifat menahun. Gejala utamanya berupa hambatan kon-sentrasi, pengendalian diri, serta hiperaktif.7 Pada gejala Inatensi anak ser-ing terlihat mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (tidak bisa fokus). Adanya stimulus secara spontan dari indera masing-masing sangat mempengaruhi konsentrasi mereka. Daya tahan konsentrasi mereka sangat terbatas, sehingga menghambat proses information receiving dari luar (ling-kungan). Kemudian pada gejala Impulsifitas, anak mengalami kelainan sikap atau ketidak harmonisan antara pikiran dengan tindakannya. (Disor-der among think and do). Faktor sense atau perasaan begitu mendominasi seh-ingga mereka sangat cepat merespon. Anak juga mengalami hambatan da-lam menentukan skala prioritas ketika sedang beraktifitas, kondisi demikian sangat mengganggu kepribadian dan lingkungannya. Pada gejala Hiperak-tifitas, anak mengalami aktifitas berupa gerakan motorik yang berlebih di atas rata-rata aktifitas motorik anak normal sesuai usianya. Mereka terlalu banyak bergerak serasa tanpa lelah dan tujuan yang jelas bahkan sangat sulit untuk ditenangkan.

C.    Panduan Identifikasi
Dalam melaksanakan proses identifikasi ADHD American Psychiatric Association (APA), menggunakan standar untuk memastikan hambatan da-lam memusatkan perhatian dengan merujuk kepada DSM IV “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, edition4th”antara lain:
“Pertama, fokus atau perhatian lemah. Ciri-cirinya antara lain: hal-hal yang detail sukar dipahami, sering menciptakan kesalahan fatal “sembrono” dalam beraktifitas, ketika diajak berbicara secara langsung tidak didengar-kan, arahan atau instruksi tidak diindahkan, gagal menyelesaikan peker-jaan, seringkali kehilangan benda berharga, kurang menyukai tantangan, menghindari tugas-tugas yang membutuhkan kerja keras mental, mudah sekali lupa dalam menyelesaikan aktifitas dan rutinitas.8 Kedua, Hiperaktivi tas Impulsifitas. Kondisi hiperaktif mempunyai ciri-ciri menonjol yaitu men-galami kecemasan. Ditunjukkan dengan kondisi tangan atau kaki “meng-geliat” di kursi, tidak tahan lama duduk di dalam kelas seperti anak normal biasanya, aktif berlarian atau melakukan gerakan berlebihan pada keadaan yang tidak semestinya. Saat remaja atau dewasa gejala sebatas pada peras-aan cemas yang sifatnya subjektif muncul dari diri sendiri.Sedangkan gejala impulsifitas pada diri mereka ditandai dengan seringnya menjawab pertan-yaan sebelum penanya selesai mengajukan suatu pertanyaan, kurang mam-pu bersabar dalam kegiatan antri atau menunggu, senang menginterupsi atau mengganggu orang lain, seperti rnemotong diskusi.9 Ketiga, beberapa gejala kurang fokus yang muncul sebelum anak berusia 7 tahun. Keempat, terdapat hambatan ketika berada di dua atau lebih keadaan. Kelima, terda-pat hambatan secara klinis, signifikan pada fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan. Keenam, gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya skizofrenia, atau gangguan psikotik yang lain. Berikut adalah prosedur dalam melaku-kan identifikasi:

Kemudian hal-hal yang harus dicermati adalah dampak ADHD pada penderita itu sendiri beserta orang di sekitar lingkungannya. Sepertinya ter lihat simpel, tetapi dampak ADHD sebenarnya bisa diamati melalui tiga as-pek, yakni aspek pendidikan, perilaku, dan sosial anak.
“Dampak ADHD terhadap pendidikan antara lain:
1)      membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memulai aktifitas;
2)      kurang berprestasi;
3)      ketidak stabilan dalam melakukan ritme pekerjaan;
4)      mengabaikan in-struksi atau perintah;
5)      mengabaikan tugas;
6)      selalu meninggalkan benda-benda;
7)      kebingungan;
8)      menangguhkan pekerjaan;
9)      motivasi rendah;
10)  kesulitan mengerjakan tugas;
11)  menghindari teman;
12)  berperilaku ka-cau.10
Sedangkan pengaruh ADHD pada perilaku: menuntut, turut campur dengan orang lain, mudah frustasi, kurang mengendalikan diri, tidak ten-ang/gelisah, lebih banyak bicara, suka menjadi pemimpin, mudah berubah pendiran, mengganggu, cenderung untuk mendapat kecelakaan, dan mudah bingung, mengalami hari-hari baik dan buruk. Pengaruh ADHD terhadap aspek sosial antara lain egois, cemas, kasar, kurang peka, kurang dewasa, tertekan, harga diri rendah, membuat keributan, tidak berfikir panjang, me-narik diri dari kelompok, sering berperilaku tanpa perasaan, dan tidak mau menunggu giliran.”

D.    Metode ADHD
Meskipun ada obat untuk ADHD, ada sejumlah pilihan pengobatan yang telah terbukti efektif bagi beberapa anak. Strategi yang efektif termasuk pendekatan perilaku, farmakologi, dan metode multimodal.
1.      Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku merupakan satu set luas intervensi tertentu yang memiliki tujuan bersama memodifikasi lingkungan fisik dan sosial untuk mengubah atau mengubah perilaku.12 Mereka digunakan dalam pengoba tan ADHD untuk memberikan struktur untuk anak dan untuk memperkuat perilaku yang sesuai. Mereka yang biasanya menerapkan pendekatan pe-rilaku termasuk orang tua serta berbagai profesional, seperti psikolog, per-sonil sekolah, masyarakat terapis kesehatan mental, dan dokter perawatan primer. Jenis pendekatan perilaku meliputi pelatihan perilaku wali murid serta pendidik (keduanya diajarkan keterampilan manajemen anak), pro-gram sistematis manajemen kontingensi (misalnya penguatan positif, “wak-tu menyendiri,” biaya respon, dan token economy) , terapi perilaku klinis (training dalam pemecahan masalah dan keterampilan sosial), dan pengo-batan kognitif-perilaku (misalnya, self-monitoring, verbal diri instruksi, pengembangan strategi pemecahan masalah, self-reinforcement). Secara umum, pendekatan ini dirancang untuk menggunakan strategi pengajaran dan penguatan langsung untuk perilaku positif dan konsekuensi langsung bagi perilaku yang tidak pantas. Pilihan ini, program yang sistematis dari manajemen kontingensi intensif dilakukan di dalam kelas khusus dan kamp musim panas dengan pengaturan dikendalikan oleh individu yang sangat terlatih telah ditemukan untuk menjadi sangat efektif. Sebuah studi kemudi-an dilakukan oleh Pelham, Wheeler, dan Chronis (1998) menunjukkan bah-wa dua pelatihan pendekatan-orang tua dalam terapi perilaku dan perilaku kelas intervensi-juga berhasil dalam mengubah perilaku anak-anak dengan ADHD. Selain itu, interaksi rumah-sekolah yang mendukung pendekatan yang konsisten adalah penting untuk keberhasilan pendekatan perilaku.
Penggunaan strategi perilaku memegang janji tetapi juga menyajikan beberapa keterbatasan. Teknik perilaku mungkin menarik bagi orang tua dan profesional untuk alasan berikut:
a.       Strategi perilaku yang digunakan paling sering ketika orang tua tidak ingin memberikan obat anak mereka;
b.      Strategi perilaku juga dapat digunakan bersama dengan obat-obatan (li-hat metode multimodal);
c.       Teknik behavioral dapat diterapkan dalam berbagai pengaturan ter-masuk sekolah, rumah, dan masyarakat; dan
d.      Strategi perilaku mungkin satu-satunya pilihan jika anak memiliki reak-si yang merugikan terhadap obat-obatan.
Hasil penelitian tentang efektivitas teknik perilaku yang dicampur. Sementara studi yang membandingkan perilaku anak selama periode dan mematikan terapi perilaku menunjukkan efektivitas terapi perilaku, sulit untuk mengisolasi efektivitasnya. Banyaknya intervensi dan ukuran hasil membuat analisis yang cermat dari efek terapi perilaku sendiri, atau dalam hubungan dengan obat, sangat sulit. Sebuah review yang dilakukan oleh McInerney, Reeve, dan Kane (1995) menegaskan bahwa pendidikan yang efektif dari anak-anak dengan ADHD membutuhkan modifikasi instruksi akademik, manajemen perilaku, dan lingkungan kelas. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode perilaku menawarkan kesempatan bagi anak-anak untuk bekerja pada kekuatan mereka dan belajar manaje-men diri, penelitian lain menunjukkan bahwa intervensi perilaku yang efek-tif tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dari pengobatan dengan psiko-stimulan.
Terapi perilaku telah ditemukan efektif hanya jika diimplementasikan dan dipelihara. Memang, strategi perilaku bisa sulit untuk menerapkan secara konsisten di semua pengaturan yang diperlukan untuk itu menjadi maksimal efektif. Meskipun program manajemen perilaku telah ditunjuk-kan untuk meningkatkan kinerja akademik dan perilaku anak-anak dengan ADHD, ikutan dan pemeliharaan perawatan sering kurang.
Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknik perilaku mungkin gagal untuk mengurangi karakteristik inti ADHD untuk hiperak-tif, impulsif, dan kurangnya perhatian. Sebaliknya, kita harus mempertim-bangkan bahwa masalah anak-anak dengan ADHD jarang terbatas pada gejala inti sendiri. Anak-anak sering menunjukkan jenis lain dari kesulitan psikososial, seperti agresi, perilaku pemberontak oposisi, prestasi akademik, dan depresi. Karena banyak dari kesulitan lain tidak dapat dikelola melalui psychostimulants, intervensi perilaku mungkin berguna dalam menangani ADHD dan masalah lain anak dapat menunjukkan.
2.      Pendekatan Farmakologi
Terapi farmakologi tetap menjadi salah satu bentuk yang paling umum, namun yang paling kontroversial, pengobatan ADHD.13 Penting untuk di-catat bahwa keputusan untuk meresepkan obat apapun adalah tanggung jawab medis tidak pendidikan-profesional, setelah berkonsultasi dengan keluarga dan kesepakatan tentang rencana pengobatan yang paling tepat. terapi farmakologi termasuk penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat anti-kecemasan, antipsikotik, dan suasana hati stabilisator (NIMH, 2000). Stimulan mendominasi penggunaan klinis dan telah ditemukan efektif dengan 75 sampai 90 persen anak-anak dengan ADHD. Stimulan termasuk methylphenidate (Ritalin), Dextroamphetamine (Dexedrine), dan pemoline (Cylert).14 Jenis-jenis obat (antidepresan, anti-kecemasan obat, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati) digunakan terutama bagi mereka yang tidak menanggapi stimulan, atau mereka yang memiliki gangguan berdampingan. Hasil Studi Perawatan Multimodal (MTA), yang dibahas lebih lanjut secara rinci pada bagian berikutnya, mengkonfirmasi temuan penelitian tentang penggunaan pengobatan farmakologis untuk pasiendengan ADHD. Secara khusus, studi ini menemukan bahwa penggunaan obat hampir mirip tingkat efektifitasnya dengan pengobatan multimodal obat dan perilaku intervensi. Penyelenggara obat di sekolah perlu mengembangkan rencana untuk me-mastikan obat yang diberikan sesuai dengan rekomendasi dokter, sertakan rencana ini di anak IEP, menjaga hak anak dan orang tua untuk kerahasiaan medis
Para peneliti percaya bahwa psikostimulan mempengaruhi bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproduksi neurotransmitter. Neu-rotransmiter adalah bahan kimia di ujung saraf yang membantu impuls lis-trik perjalanan di antara sel-sel saraf. Neurotransmitter yang bertanggung jawab untuk membantu orang menghadiri aspek penting dari lingkungan mereka. Obat yang sesuai merangsang bahan kimia underfunctioning untuk menghasilkan neurotransmitter tambahan, sehingga meningkatkan kemam puan anak untuk memperhatikan, impuls kontrol, dan mengurangi hiperak-tivitas. Obat yang diperlukan untuk mencapai hal ini biasanya membutuh-kan beberapa dosis sepanjang hari, sebagai dosis individu obat berlangsung untuk waktu yang singkat (1 sampai 4 jam). Namun, bentuk lambat atau berjangka waktu-release obat (misalnya, Konser) memungkinkan seorang anak dengan­ ADHD untuk terus mendapatkan keuntungan dari obat se-lama jangka waktu yang lama. Dokter, guru, dan orang tua harus berkomu-nikasi secara terbuka tentang perilaku dan disposisi anak untuk mendapat-kan dosis dan jadwal ke titik di mana anak bisa tampil maksimal di kedua pengaturan akademik dan sosial, sekaligus menjaga efek samping semini-mal mungkin. Jika ditentukan bahwa anak harus menerima pengobatan se-lama hari sekolah, penting untuk mengembangkan rencana untuk memas-tikan bahwa obat yang diberikan sesuai dengan rencana. Rencana tersebut akan menjadi komponen yang tepat dari anak IEP. Selain itu, sekolah harus memastikan bahwa anak dan hak-hak orang tua untuk kerahasiaan medis dipertahankan.
Meskipun efek positif dari obat perangsang adalah langsung, semua obat memiliki efek samping. Menyesuaikan dosis obat dapat mengurangi beberapa efek samping. Beberapa efek samping yang lebih umum termasuk insomnia, gugup, sakit kepala, dan penurunan berat badan. Dalam kasus yang lebih sedikit, mata pelajaran telah melaporkan memperlambat per-tumbuhan, gangguan tic, dan masalah dengan pemikiran atau dengan in-teraksi sosial. Obat juga bisa mahal, tergantung pada obat yang diresepkan, frekuensi pemberian, dan frekuensi berikutnya isi ulang. Obat jenis stimulan tidak “menormalkan” seluruh rentang masalah perilaku, dan anak-anak di bawah perawatan mungkin tingkat masih manifest yang lebih tinggi dari masalah perilaku dibandingkan rekan-rekan mereka. Meskipun demikian, American Academy of Pediatrics (AAP) menemukan bahwa setidaknya 80 persen anak-anak bakal menanggapi salah satu stimulan jika mereka diberi-kan dengan sistematis. Di bawah perawatan medis, anak-anak yang gagal menunjukkan efek positif atau yang mengalami efek samping tak tertahank-an pada satu jenis obat dapat menemukan obat lain membantu. AAP me-laporkan bahwa anak-anak yang tidak menanggapi salah satu obat mungkin memiliki respon positif terhadap obat alternatif, dan menyimpulkan bahwa stimulan mungkin menjadi teknik yang aman dan efektif untuk mengobati ADHD pada anak-anak.
Pada bulan Januari 2003, jenis baru obat nonstimulant untuk pengoba-tan anak-anak dan orang dewasa dengan ADHD telah disetujui oleh FDA. Atomoxetine, juga dikenal sebagai Straterra, dapat diresepkan oleh dokter dalam beberapa kasus.
3.      Pendekatan Multimodal
Penelitian menunjukkan bahwa bagi banyak anak-anak cara terbaik un- tuk mengurangi gejala ADHD adalah penggunaan pendekatan gabungan. Sebuah studi terbaru oleh NIMH-Pengobatan Studi multimodal Anak-anak dengan ADHD (MTA) adalah studi terpanjang dan paling menyeluruh dari efek intervensi ADHD (MTA Cooperative Group, 1999a, 1999b). Studi ini di-ikuti 579 anak-anak antara usia 7 dan 10 di enam lokasi nasional dan di Ka-nada. Para peneliti membandingkan efek dari empat intervensi: obat yang diberikan oleh para peneliti, intervensi perilaku, kombinasi obat-obatan dan intervensi perilaku, dan tidak ada intervensi perawatan masyarakat (yaitu, perawatan medis umum yang disediakan di masyarakat). Intervensi multi-modal membaik: Prestasi akademik, interaksi orangtua-anak, perilaku yang berkaitan dengan Sekolah. Dan mengurangi : kecemasan anak dan perilaku oposisi.
Dari empat intervensi diselidiki, para peneliti menemukan bahwa gabun-gan obat/pengobatan perilaku dan pekerjaan perawatan obat secara signifi-kan lebih baik daripada terapi perilaku sendiri atau kepedulian masyarakat sendiri untuk mengurangi gejala-gejala ADHD. Perawatan multimodal yang sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial bagi siswa yang be-rasal dari lingkungan stres tinggi dan anak-anak dengan ADHD dalam kom-binasi dengan gejala kecemasan atau depresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis obat yang lebih rendah efektif dalam perawatan multimodal, sedangkan dosis yang lebih tinggi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang sama dalam pengobatan obat-satunya.
Para peneliti menemukan peningkatan dalam bidang berikut setelah menggunakan intervensi multimodal: kecemasan anak, prestasi akademik, perilaku oposisi, dan interaksi orangtua-anak. Hasil positif juga ditemukan dalam perilaku yang berhubungan dengan sekolah ketika pengobatan multi-modal digabungkan dengan keterampilan ditingkatkan orangtua, termasuk tanggapan disiplin yang lebih efektif, dan bala bantuan yang tepat. Temuan ini direplikasi di semua enam lokasi penelitian, meskipun ada perbedaan substansial antara situs karakteristik sosiodemografi sampel mereka’. Ha-sil keseluruhan penelitian ini tampaknya berlaku untuk berbagai anak-anak dan keluarga yang diidentifikasi sebagai yang membutuhkan layanan pengobatan untuk ADHD. Penelitian lain menunjukkan bahwa perawatan multimodal memegang nilai bagi anak-anak untuk siapa perawatan dengan obat saja tidak cukup.
Pada bulan Oktober 2001, AAP merilis rekomendasi berbasis bukti un-tuk pengobatan anak-anak didiagnosis dengan ADHD. Pedoman mereka menyatakan bahwa:
  1. Dokter perawatan primer harus membuat program pengobatan yang mengakui ADHD sebagai kondisi kronis;
  2. The mengobati dokter, orang tua, dan anak, bekerja sama dengan per-sonil sekolah, harus menentukan hasil sasaran yang tepat untuk mem-bimbing manajemen;
  3. Dokter harus merekomendasikan mediasi stimulan dan / atau terapi perilaku yang sesuai untuk meningkatkan hasil sasaran pada anak-anak dengan ADHD;
  4. Ketika manajemen yang dipilih untuk anak dengan ADHD belum ber-temu hasil sasaran, dokter harus mengevaluasi diagnosis asli, penggu-naan semua perawatan yang tepat, kepatuhan terhadap rencana pengo-batan, dan kehadiran kondisi hidup bersama; dan
  5. Dokter harus secara berkala memberikan ikutan sistematis untuk anak dengan ADHD. Pemantauan harus diarahkan untuk menargetkan hasil dan efek samping, dengan informasi yang dikumpulkan dari orang tua, guru, dan anak.
Laporan AAP menekankan bahwa pengobatan ADHD (apakah perilaku, farmakologis, atau multimodal) memerlukan pengembangan rencana pera-watan-anak tertentu yang menggambarkan tidak hanya metode dan tujuan pengobatan, tetapi juga termasuk sarana pemantauan dari waktu ke waktu dan rencana khusus untuk mengikuti. Proses pengembangan hasil sasaran membutuhkan masukan-hati dari orang tua, anak-anak, dan guru serta per-sonil sekolah lain di mana tersedia dan sesuai.16 AAP menyimpulkan bahwa orang tua, anak-anak, dan pendidik harus setuju pada setidaknya tiga sam-pai enam target kunci dan perubahan yang diinginkan sebagai syarat un-tuk membangun rencana perawatan. Tujuan harus realistis, dapat dicapai, dan terukur. Laporan AAP menemukan bahwa, untuk sebagian besar anak-anak, obat perangsang sangat efektif dalam pengelolaan gejala inti ADHD. Bagi banyak anak, intervensi perilaku yang berharga sebagai pengobatan primer atau sebagai tambahan dalam pengelolaan ADHD, berdasarkan sifat kondisi hidup bersama, hasil target khusus, dan keadaan keluarga

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
ADHD merupakan gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. ADHD dapat disebabkan oleh faktor keturunan (herediter), sosial dan ling-kungan. Ada dugaan kuat juga pengaruh dari televisi, komputer, dan vid-eogame, faktor emosi dan pola pengasuhan. ADHD merupakan gangguan atau kelainan pada aspek koginitif, psikomotorik, maupun afektif yang ber-sifat kompleks. Kemunculan gejala ADHD dimulai pada usia anak-anak dan bersifat menahun. Gejala utamanya berupa hambatan konsentrasi (inat-ensi), pengendalian diri (impulsifitas), dan hiperaktifitas. Efektifitas prose-dur psikoterapi secara umum dapat dilakukan melalui pendekatan perilaku, pendekatan farmakologi, dan pendekatan multimodal atau gabungan.
Psikoterapi atau pengobatan yang telah terbukti efektif bagi beberapa anak meliputi pendekatan perilaku yang memiliki tujuan memodifikasi lingkungan fisik dan sosial untuk mengubah perilaku. Farmakologi dengan menggunakan psikostimulan, antidepresan, obat anti-kecemasan, antipsiko-tik, dan suasana hati stabilisator. Serta metode multimodal atau gabungan obat/ pengobatan perilaku, dengan perawatan obat secara signifikan dis-ertai terapi perilaku untuk mengurangi gejala-gejala ADHD. Adapun dalam kasus ADHD, psikologi pendidikan Islam kontemporer menawarkan beberapa solusi diantaranya adalah: 1) terapi desensititasi melalui proses membayangkan atau relaksasi; 2) terapi sholat secara khusu’ (meditasi); 3) terapi auto-sugesti melaui do’a dalam sholat dengan memberikan sugesti terhadap diri untuk berbuat baik (hypnosis theory); 4) terapi aspek kebersa-maan melalui sholat berjamaah; 5) terapi murottal yang bersifat menenang-kan penderita ADHD

DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzaky, M. Hamdani Bakran. Konseling & Psikoterapi Islam: Penerapan

Metode Sufistik. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.

Al-Ghazali, Abū Ḥāmid Muḥammad b. Muḥammad al-. Rahasia-Rahasia Sha-lat. Diterjemahkan oleh Muhammad al- al-Baqir. Bandung: Karisma, 1993.

Al-Mahalliy, Jalaluddin, dan Jalaluddin As-Suyuthi. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul Jilid 4. Bandung: Sinar Baru, 1990.

Bruno, Frank Joe. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius, 1989. Caroline, Stephannie. “Komunikasi Interpesonal Antara Terapis Dengan

Anak Penyandang ADHD.” Jurnal e-Komunikasi Vol. 2, no. 2 (2014). http://publication.petra.ac.id/index.php/ilmu-komunikasi/article/ view/1767.

Darajat, Zakiah. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Cet. 15. Jakarta: Gu-nung Agung, 1996.

Desiningrum, Dinie Ratri. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain, 2016. eprints.undip.ac.id/51629/1/Dinie_Ratri_-_Buku_ Psikologi_ABK_2016.pdf.
Djamaludin Ancok, Fuad Nashori Suroso, dan Muh Sungaidi Ardani. Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

F, Chrisna. Writing Skill for Adhd: Terapi Dan Bimbingan Menulis Untuk Anak

ADHD. Sleman: Maxima, 2014.

Hatiningsih, Nuligar. “Play Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 1, no. 2 (2013): 324–42. https://doi.org/10.22219/ jipt.v1i2.1586.

Hawari, Dadang. Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Yogya-

karta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Mahalliy, Jalaluddin al-, dan Jalaluddin Suyūṭī. Terjemah Tafsir Jalalain Beri-kut Asbaabun Nuzul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru, 1990.

Malik B. Badri, dan Siti Zainab Luxfiati. Dilema Psikolog Muslim. Jakarta: Pus-taka Firdaus, 1991.
Mariyah, Mariyah, Christiyanti Aprinastuti, dan Brigitta Erlita Tri Ang-gadewi. “Pengembangan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Kemam-puan Belajar Matematika Pada Anak Dengan ADHD.” Prosiding Temu Ilmiah Nasional X Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia, Peran Psikolo-gi Perkembangan Dalam Penumbuhan Humanitas Pada Era Digital, Vol. 1 (2017). http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ippi/article/ view/2195.

Nashori, Fuat. Membangun Paradigma Psikologi Islam. Yogyakarta: SIPRESS, 1994.

Paternotte, Arga, dan Jan Buitelaar. ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Dirsoder) : Gangguan Pemusatan Perhatian dan hiperaktivitas. Jakarta: Pre-nada Media Group, 2010.
Pykhtina, Olga, Madeline Balaam, Gavin Wood, Sue Pattison, dan Patrick Olivier. “Designing for Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Play Therapy: The Case of Magic Land.” In Proceedings of the Designing Inter-active Systems Conference. Newcastle, UK: ACM, New York, USA, 2012. http://people.cs.vt.edu/~mccricks/dis12-cogdisab/pos-pykhtina.pdf.

Rachmawati, Praptiwi. “Penerapan Terapi ‘Back in Control (BIC)’ Pada Anak ADHD (Attention Deficits Hiperactivity Disorder).” Warta Warga (blog), 2010. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/penerapan-terapi-%e2%80%9cback-in-control-bic%e2%80%9d-pada-anak-adhd-attention-deficits-hiperactivity-disorder/.

Roshinah, Fithroh Roshinah, Laila Nursaliha, dan Saiful Amri. “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif – Impulsif Pada Anak At-tention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).” Pelita - Jurnal Penelitian Mahasiswa UNY Vol. 9, no. 2 (2014). https://journal.uny.ac.id/index. php/pelita/article/view/4017.

Rusmawati, Diana, dan Endah Kumala Dewi. “Pengaruh Terapi Musik Dan Gerak Terhadap Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Dengan Gangguan ADHD.” Jurnal Psikologi UNDIP Vol. 9, no. 1 (2011). https://doi.org/10.14710/jpu.9.1.

Selekta, Mayang Cendikia. “Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Pada Anak Usia 2 Tahun.” Jurnal Medula Vol. 1, no. 3 (2013). http://juke. kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/109.

Serfontein, Gordon. The Hidden Handicap: How to Help Children Who Suffer from Dyslexia, Hyperactivity and Learning Disabilities. East Roseville, NSW: Simon & Schuster, 1994.

Sugiarmin, Mohamad. “Bahan Ajar: Anak Dengan ADHD.” Bandung :

PLB, 2007. file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/.../ ADHD.pdf.

Sukanto Mm. Nafsiologi: Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi. Jakarta:

Integrita Press, 1985.



No comments:

Post a Comment