Makalah
ANTROPOLOGI KESEHATAN
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,dan hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang KONSEP
KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Aceh Besar,
Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 4
A.
Latar
Belakang............................................................................................. 4
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 4
C.
Tujuan........................................................................................................... 5
D.
Kegunaan
Makalah....................................................................................... 5
E.
Prosedur
Makalah......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 6
A.
Tinjauan
Teoritis........................................................................................... 6
1.
Pengertian
Antropologi.................................................................... ....... 6
2.
Pengertian
Gizi........................................................................................ 9
3.
Hubungan
antara Antropologi dengan Gizi.......................................... 11
B.
Pembahasan.......................................................................................... ..... 17
BAB III PENUTUP............................................................................................. 19
A.
Kesimpulan................................................................................................. 19
B.
Saran........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami gizi
buruk. Masalah ini sangat meresahkan sekali, karena asupan gizi itu penting
sekali bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat
hidup sehat karena dengan mengkonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit,
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai penyakit.
Kekurangan
gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan bisa juga diakibatkan oleh
kebiasaan-kebiasaan atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh
suatu masyarakat, dimana tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan
yang justru mengandung banyak gizi.
Dengan
adanya masalah ini memotivasi penulis untuk menyusun makalah yang berjudul
“HUBUNGAN ANTARA ANTROPOLOGI DENGAN GIZI”, untuk mengetahui secara lebih
mendalam kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal makanan. Hal ini
diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya dapat memberikan
pengetahuan kepada kita tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita dapat
memperbaiki tentang masalah gizi ini, sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan orang banyak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan, maka penulis dapat merumuskan
masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
- Apa
yang dimaksud dengan antropologi ?
- Apa
yang dimaksud dengan gizi ?
- Bagaimana
hubungan antara antropologi dengan gizi ?
C. Tujuan Makalah
- Makalah
ini disusun dengan tujuan :
- Untuk
mengetahui pengertian antropologi
- Untuk
mengetahui pengertian gizi
- Untuk
mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi
D. Kegunaan Makalah
Dalam
penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
antropologi, gizi, dan hubungan antara keduanya agar dapat menigkatkan derajat
kesehatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya
bagi pembaca.
E. Prosedur Makalah
Metode
yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif dan teknik kajian
pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teoritis
1.
Pengertian Antropologi
Antropologi
merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dan juga
budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11) antropologi berarti “ilmu
tentang manusia.” Ilmu antropologi telah berkembang dengan luas, ruang lingkup
dan batas lapangan perhatiannya yang luas ini yang menyebabkan timbulnya paling
sedikit 5 masalah penelitian.
Koentjaraningrat
(1981 : 12) mengemukakan tentang 5 masalah ini : masalah sejarah asal dan
perkembangan manusia secara biologi, masalah sejarah terjadinya aneka warna
makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya masalah sejarah asal,
perkembangan dan penyebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di
seluruh dunia. Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya aneka warna
kebudayaan manusia di seluruh dunia. Masalah mengenai azas-azas dari kebudayaan
manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di
seluruh muka bumi masa kini.
Dengan
melihat 5 masalah di atas, sudah dapat dipastikan terdapat ilmu-ilmu yang
terdapat dalam ilmu antropologi yang membahas tentang ke-5 masalah tersebut.
Untuk memecahkan suatu masalah sudah dapat dipastikan dibutuhkan beberapa
penelitian untuk mengetahui sumber masalah itu sendiri dan pemecahannya.
Menurut Anderson (2006 : 256) ahli antropologi melaksanakan penelitian mereka
dengan cara eksplorasi yang relatif tanpa struktur dan meliputi masalah-masalah
yang sangat luas. Seorang ahli antropologi tidak terlalu mempersoalkan untuk
memisahkan antara masalah-masalah penelitian yang kecil dan ketat yang dapat
mereka kerjakan dengan disain-disain penelitian yang dari segi estetika
memuaskan, dengan masalah-masalah umum yang luas, yang akan mengarahkan
peneliti kepada banyak jalur penemuan.
Menurut
Anderson (2006 : 257) pendekatan holistik antropologi terhadap interpretasi
atas bentuk-bentuk sosial dan budaya serta ketergantungan pokok pada observasi
partisipasi untuk mengumpulkan data dan menghasilkan hipotesis adalah hasil
dari, atau berkaitan erat dengan sampel umum dari penelitian antropologi. Akan
tetapi Anderson (2006 : 246) juga menyatakan antropologi tidak mencukupi diri
dalam menghasilkan hipotesis-hipotesis dan topik-topik penelitian baru. Kita
(ahli antropologi) didorong oleh data dan ide-ide dari berbagai bidang lain.
Terdapat
macam-macam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi budaya,
antropologi biologi antropologi sosial, antropologi kesehatan. Ilmu antropologi
memberi sumbangan bagi ilmu kesehatan. Anderson (2006 : 247) menyatakan bahwa
kegunaan antropologi bagi ilmu-ilmu kesehatan terletak dalam 3 kategori utama :
a.
Ilmu antropologi memberikan suatu cara
yang jelas dalam memandang masyarakat secara keseluruhan maupun para anggota
individual mereka. Ilmu antropologimenggunakan pendekatan yang menyeluruh atau
bersifat sistem, dimana peneliti secara tetap menanyakan, bagaimana seluruh
bagian dari sistem itu saling menyesuaikan dan bagaimana sistem itu bekerja.
b.
Ilmu antropologi memberikan suatu model
yang secara operasional berguna untuk menguraikan proses-proses perubahan
sosial dan buaya dan juga untuk membantu memahami keadaan dimana para warga
dari “kelompok sasaran” melakukan respon terhadap kondisi yang berubah dan
adanya kesempatan baru.
c.
Ahli antropologi menawarkan kepada
ilmu-ilmu kesehatan suatu metodologi penelitian yang longgar dan efektif untuk
menggali serangkaian masalah teoritis dan praktis yang sangat luas, yang
dihadapi dalam berbagai program kesehatan.
Begitu
pula sebaliknya, menurut Anderson (2006 : 244) ilmu-ilmu kesehatan menawarkan
kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang khusus, yang langsung dapat
dibandingkan dengan subjek-subjek tradisional seperti masyarakat rumpun dan
desa-desa.
Antropologi
kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting sekali,
karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara
budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Anderson
(2006 : 3) menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin biobudaya
yang memberi perhatian kepada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi ntara keduanya di
sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Antropologi
kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi
antropologi kesehatan ini mempunyai akar. Anderson (2006 : 4) menyatakan
antropologi kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :
a.
Perhatian ahli antropologi fisik
terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi, anatomi, komparatif, tipe-tipe
ras genetika, dan serologi.
b.
Perhatian etnografi tradisional terhadap
pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir dan magis.
c.
Gerakan “kebudayaan dan kepribadian”
pada akhir 1930-an dan 1940-an yang merupakan kerjasama antara ahli-ahli
psikiatri dan antropologi.
d.
Gerakan kesehatan masyarakat
internasional setelah perang dunia II.
Untuk
menjadi seorang ahli antropologi kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan pegalaman,
naluri dalam menyikapi masalah, seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 244),
beliau menyatakan : untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan, seseorang
memerukan dasar latihan antropologi ang baik, pengalaman penelitian, naluri
terhadap masalah, simpati terhadap orang lain, dan tentunya dapat memasuki
dunia kesehatan dan masyarakat kesehatan yang bersedia menerma kehadiran para
ahli antropologi itu. Untuk menjadi ahli antropologi kesehatan, selain yang
sudah disebutkan, seorang ahli antropologi kesehatan haruslah sabar dan teliti
karena seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 246) beliau menyatakan : Para
ahli antropologi harus menjadi generalis, mencatat, dan menginterpretasikan
data tentang geografi, kebudayaan material, kehidupan ekonomi, organisasi
sosial, religi, kesenian, foklor, rekreasi, bahasa – segala sesuatu yang
dilakukan manusia atau diingat pernah dilakukan mereka. Akan tetapi semua ini
tidaklah cukup seorang ahli antropologi harus bisa mengetahui, memahami, dan
juga menerangkan mengapa suatu sikap atau tingkah laku di suatu masyarakat bisa
terjadi.
- Pengertian
Gizi
Ilmu
gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan berbagai ilmu
dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, fisiologi, pathologi, ilmu pangan,
dan lain-lain. Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang hal yang
berkaitan dengan penggunaan energi makanan meliputi proses pernapasan,
oksidasi, dan kalorimetri.
Gizi
merupakan zat yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Dan
untuk mengetahui tentang gizi ini kita harus lebih mendalam mempelajari tentang
gizi. Almatsier (2004 : 3) menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari
segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata
“gizi” berasal dari bahasa Arab Ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi
ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.
Selain
pendapat Almatsier, banyak juga yang berpendapat tentang ilmu gizi yang dibahas
dalam buku FKM UI (2007 : 4).
a.
Guthrie (1983), beliau menyatakan
prinsip-prinsip gizi dasar adalah ilmu yang mempelajari makanan, zat gizi,
proses pencernan, metabolisme dan penyerapan dalam tubuh, fungsi serta akibat
kekurangan atau kelebihan zat gizi bagi tubuh
b.
Sediaoetama (1987), beliau menyatakan
ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal makanan yang dikaitkan dengan
kesehatan tubuh.
c.
National Academy of Science (1994), ilmu
gizi adalah ilmu yang mempelajari zat-zat dari pangan yang bermanfaat bagi
kesehatan dan proses yang terjadi pada pangan sejak dikonsumsi, dicerna,
diserap sampai dimanfaatkan tubuh, serta dampaknya terhadap pertumbuhan,
perkembangan, dan kelangsungan hidup manusia serta faktor yang mempengaruhinya.
Dengan
melihat pengertian ilmu gizi di atas, sudah dapat dipastikan gizi merupakan zat
gizi atau makanan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kita. Menurut Almatsier
(2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian, apabila kita memilih makanan
sehari-hari kita harus memilih dengan baik karena makanan yang baik dapat
memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Jadi
apabila kita memilih makanan, kita harus memilih makanan yang mengandung zat
gizi yang berfungsi seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau
menyatakan bahwa :
a.
Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat
memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi
ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan
kegiatan/aktivitas.
b.
Pertumbuhan dan pemelihara jaringan
tubuh : protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh
karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti
sel-sel yang rusak.
c.
Mengatur proses tubuh : protein,
mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein
mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya
memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai pangkal organisme
yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.
Setelah
mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh kita, maka
kita harus senantiasa menjaga agar jangan sampai kita ini kekurangan ataupun
kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier (2004 : 9) bahwa
gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah
bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan,
kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor
sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di
sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi.
- Hubungan
antara Antropologi dengan Gizi
Dari
empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan
kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus mengenai
kelaparan dan perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang
lebar, bukan suatu garis yang jelas. Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan
sering mati kelaparan) merupakan hambatan yang paling besar bagi perbaikan
kesehatan di sebagian terbesar negara-negara di dunia. Kekurangan gizi menurunkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkan banyak penyakit kronis, dan
menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras. Kekurangan gizi ini
selain dari ketidakmampuan negara-negra non industri untuk menghasilkan cukup
makanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk mereka yang berkembang, juga muncul
karena kepercayaan-kepercayaan keliru yang terdapat di mana-mana, mengenai
hubungan antara makanan dan kesehatan, dan juga tergantung pada
kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-upacara, yang mencegah
orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka. Anderson
(2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah gizi di seluruh dunia
didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang berhasilnya
pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional maupun nasional
yang utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan produksi
makanan, melainkan juga pada kebiasaan makanan tradisional yang berubah, untuk
mencapa keuntungan maksimal dari gizi yang diperoleh dari makanan yang
tersedia.
Karena
kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh,
maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju kepada
perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan
sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi mengenai
makanan dalam konteks budayanya yang menunjuk kepada masalah-masalah yang
praktis ini, jelas merupakan suatu peranan para ahli antropologi yang sejak
pertama dalam penelitian lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang
praktek-praktek makan dan kepercayaan tentang makanan dari penduduk yang mereka
observasi.
Dalam
buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa “Antropologi
Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu
memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari
manusia. Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan
adaptasinya kepada variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan
yang beraneka ragam menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian
dalam antropologi gizi. Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua aspek penting
dari antropologi gizi :
a.
Sifat sosial, budaya, dan psikologis
dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial budaya dari makanan yang berbeda
dengan peranan-peranan gizinya).
b.
Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial
budaya dan psikologi dari makanan berkaitan dengan masalah gizi yang cukup,
terutama dalam masyarakat-masyarakat tradisional.
Menurut
Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang
kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah
kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan,
pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi,
persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang
penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan
dengan banyak kategori budaya lainnya.
Setelah
mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu masyarakat
mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan,
sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan
makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan
agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang
kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh
dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain,
penting untuk membedakan antara nutrimen dengan makanan. Anderson (2006 : 313)
menyatakan bahwa nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu
untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya. Makanan
adalah suatu konsep budaya, suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat
ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”
Dalam
kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi
konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di
antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka
merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan
rasa lapar. Jadi dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang
berhubungan namun berbeda. Anderson (2006 : 315) menyatakan nafsu makan, dan
apa yang diperlukan untuk memuaskan adalah suatu konsep budaya yang dapat
sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya,
lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep
fisiologis.
Makanan
selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan
sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari makanan :
a.
Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali
di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang minuman) adalah
menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan. Menerima makanan yang
ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang diungkapkan dan untuk
membalasnya.
b.
Makanan sebagai ungkapan dari
kesetiakawanan kelompok
Makanan
sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau nasional.
Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini, makanan yang
mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap berasal
dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara yang
berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa.
c.
Makanan dan stres
Makanan
memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan stres. Burgess
dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering mencerminkan
persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka, suatu cara untuk
mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman terhadap jiwa atau
terhadap keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari luar, cara
lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-pengaruh luar.
d.
Simbolisme makanan dalam bahasa
Pada
tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang
sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional.
Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh
bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan
kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas
manusia.
Setelah
mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini ataupun
makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda, maka
salah satu cara adalah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang
apa yang sering belum dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun masyarakat
pedesaan adalah hubungan antara makanan dan kesehatan serta antara makanan yang
baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-kebutuhan akan makanan khusus bagi anak
setelah penyapihan. Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan
kesehatan, masalahnya tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk
menyelesaikan lebih banyak bahan makanan, melainkan harus pula dicarikan
cara-cara untuk memastikan bahwa bahan-bahan makanan yang tersedia digunakan
secara efektif.
Kesenjangan
yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu digunakan dengan
sebaik-baiknya. Barangkali yang terpenting dari kesenjangan itu adalah
kegagalan yang berulangkali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti antara
makanan dan kesehatan. Susunan makanan yang cukup cenderung ditafsirkan dalam
rangka kuantitas, bukan kualitasnya mengenai makanan yang pokok, yang cukup,
bukan pula dari keseimbangannya dalam hal berbagai makanan. Kesenjangan besar
yang kedua dalam kearifan makanan tradisional pada masyarakat rumpun dan
masyarakat petani adalah seringnya kegagalan mereka untuk mengenali bahwa
anak-anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan gizi khusus, baik sebelum maupun
sesudah penyapihan.
Penemuan
Burgess dan Dean tentang masalah gizi karena perubahan budaya dalam buku karya
Anderson (2006 : 325) menggambarkan aturan yang umum. Meskipun terdapat suatu
kecenderungan umum bahwa makanan menjadi lebih baik dengan bertambahnya
penghasilan. Kebalikannya, makanan juga bisa lebih buruk terutama dalam
perubahan dari ekonomi sub sistem menjadi ekonomi uang. Dan Marchione yang
berpendapat tentang masalah gizi karena perubahan budaya. Beliau menemukan
masalah kekurangan gizi pada rumah tangga-rumah tangga di desa yang lebih miskin,
yang hidupnya berorientasi pada pertanian setengah sub sistem, menurun secara
menyolok terutama di atara anak-anak. Bahwa suatu peningkatan dalam pertanian
sub sistem sebagian besar atau seluruhnya menjelaskan perbaikan ini, hal itu
dibuktikan oleh angka-angka kekurangan gizi di perkotaan, yang tetap konstan
karena perubahan yang berarti dalam hal pola penyediaan makanan.
Setelah
mengetahui keterkaitan atau hubungan antara gizi atau makanan dengan
antropologi atau kebudayaan, bagi kita yang menaruh perhatian pada usaha
memperbaiki tingkatan gizi dari masyarakat yang menderita kurang gizi, jelaslah
bahwa analisis klinis dari kekurangan gizi baru merupakan langkah awal.
Kemajuan akan sedikit sekali tercapai, kecuali apabila petugas penyuluhan juga
memahami fungsi-fungsi sosial dari makanan, arti simbolik, dan kepercayaan yang
terkait dengannya. Pengetahuan mengenai kepercayaan lokal tersebut dapat
dipakai dalam perencanaan perbaikan gizi. Dalam buku Anderson (2006 : 330)
Cassel telah menunjukkan netapa pengidentifikasian makanan-makanan sehat dalam
makanan kuno orang Zulu dapat membangkitkan perhatian mereka terhadap makanan
dan dengan motivasi nasionalistik bersedia menerima banyak perubahan-perubahan
demi peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan
dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi
kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang
pangan. Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya
praktek-praktek budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan
praktek-praktek demikian dan pengetahuan tentang “hambatan-hambatan” yang harus
diatasi untuk dapat merubah mereka adalah sangat penting untuk membantu
masyarakat memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Di
sinilah antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu gizi dalam lapangan
penelitian dan pengajaran.
B. Pembahasan
Antropologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
manusia dan budayanya, dan di dalam antropologi juga diterangkan tentang
antropologi kesehatan yang menerangkan tentang hubungan manusia, budaya, dan
kesehatan. Di dalam antropologi kesehatan ini diterangkan dengan lebih jelas
tentang tingkah laku manusia yang mempengaruhi kesehatannya dikarenakan budayanya.
Gizi merupakan zat yang terdapat di dalam makanan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup. Dengan mengkonsumsi gizi seseorang dapat tumbuh dengan baik
karena zat gizi ini dapat memberikan zat-zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
sehingga tubuh dapat terpelihara dengan baik.
Setelah
mengetahui tentang antropologi dan gizi, maka sedikit banyak kita dapat melihat
hubungan antara antropologi dengan gizi. Hubungan antropologi dengan gizi ini
sangat kuat sekali atau sangart erat. Seseorang atau suatu kelompok masyarakat
mengalami gizi buruk atau kekurangan gizi bukann hanya karena masalah ekonomi,
akan tetapi bisa juga diakibatkan oleh kepercayaan atau budaya seseorang.
Banyak sekali terdapat suatu kelompok masyarakat yang mengalami gizi buruk dikarenakan
mereka percaya kepada kepercayaan atau kebudayaan mereka. Mereka mengalami gizi
buruk karena mereka tidak mau memakan makanan yang seharusnya mereka makan yang
jelas mengandung banyak gizi dikarenakan mereka mempercayai bahwa makanan
tersebut tidak boleh dimakan ataupun kebudayaan mereka melarang mereka untuk
mengkonsumsi makanan tersebut. Hal ini tentu saja sangat mengecewakan karena
banyak sekali kelompok masyarakat yang kekurangan gizi karena tidak bisa
mendapatkannya karena masalah ekonomi. Akan tetapi ada suatu kelompok
masyarakat yang mampu untuk mendapatkan makanan tersebut namun mereka tidak
mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini menyebabkan banyaknya suatu
kelompok masyarakat yang kekurangan gizi, padahal dalam kelompok masyarakat itu
terdapat cukup banyak makanan yang mengandung gizi.
Setelah
mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi, maka kita sebagai penyuluh
kesehatan penting sekali bagi kita untuk mempelajari antropologi atau
kebudayaan penduduk setempat yang akan diberi penyuluhan. Dengan mempelajari
antropologi akan memudahkan kita untuk meningkatkan derajat kesehatan, karena
kalaun kita sebelum memberikan penyuluhan kita mempelajari
kepercayaan-kepercayaan atau kebudayaan penduduk setempat akan memudahkan kita
untuk memberikan penyuluhan karena kita sudah mengetahui seluk beluk masyarakat
tersebut. Dengan ilmu antropologi kita akan mengetahui bagaimana menangani
masalah kesehatan atau kekurangan gizi suatu masyarakat. Dengan ilmu ini kita
dapat meyakinkan masyarakat tentang pentingnya kesehatan ini dan betapa
pentingnya makanan yang mengandung gizi untuk tubuh kita, ataupun kita bisa
memberikan alternatif lain yaitu dengan cara kita memberikan
penyuluhan
dengan cara menyarankan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung banyak gizi yang tidak bertentangan dengan kebudayaan mereka. Agar
apa yang kita usahakan tidak sia-sia karena tidak mungkin atau kecil sekali
kemungkinan kita dapat memperbaiki gizi syatu daerahkalau apa yang kita
sarankan itu bertentangan dengan kebudayaan mereka. Akan sulit sekali kita
merubah perilaku seseorang yang diakibatkan oleh budaya, hal itu akan memakan
atau membutuhkan proses yang lama dan panjang.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
- Antropologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dengan
budayanya, atau juga berarti ilmu tentang manusia. Dalam antropologi
diterangkan bagaimana hubungan manusia dengan budayanya dan apa
pengaruhnya. Cakupan ilmu antropologi itu luas sekali, salah satunya
antropologi kesehatan yang menerangkan tentang manusia, budaya, dan
kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu
masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
- Gizi
merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Ilmu gizi sendiri
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubungannya dengan kesehatan optimal. Gizi itu sangat penting sekali bagi
kelangsungan hidup kita. Apabila gizi kita terpenuhi, maka kita akan
terhindar dari berbagai penyakit karena kita mempunyai tubuh yang sehat.
- Hubungan
antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak
sekali orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah
ekonomi, akan tetapi diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka
yang melarang memakan makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal
ini menimbulkan sesuatu yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat
masyarakat yang kekurangan gizi karena mereka tidak bisa mendapatkannya
karena masalah ekonomi, di sisi lain terdapat masyarakat yang kekurangan
gizi akibat kebudayaan mereka tidak mengizinkan atau melarang mereka
memakan makanan tersebut yang seharusnya dipergunakan dengan
sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat bagi mereka.
B. Saran
Setelah
membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan pengetahuan
tentang hubungan antara antropologi dengan gizi, sehingga pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi suatu
masyarakat, sehingga pembaca mendapatka pengetahuan tentang cara-cara
meningkatkan derajat kesehatan. Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, Foster.
(2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
FKM
UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment