DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......... ii
BAB 1
PENDAHULUAN............................................................................ ....... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... ....... 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA................................................................. ....... 2
2.1. Definisi..................................................................................... ....... 2
2.2. Klasifikasi................................................................................. ....... 4
2.3. Etiologi..................................................................................... ....... 5
2.4. Patogenesis............................................................................... ....... 5
2.5. Manifestasi Klinis..................................................................... ....... 6
2.6. Diagnosis.................................................................................. ....... 8
2.7. Diagnosis Banding.................................................................... ..... 11
2.8 . Penatalaksanaan........................................................................ ..... 11
2.9. Komplikasi................................................................................ ..... 15
2.10. Prognosis................................................................................... ..... 15
BAB III
KESIMPULAN.............................................................................. ..... 16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 17
1.1 Latar Belakang
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan
yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di
daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama yaitu bronkus,
arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis
kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah
kapiler dan pembuluh getah bening.1
Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti
terjadi efusi pleura, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena
infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe),
piotoraks atau empiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi
udara.1
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam
rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan
pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akn tetapi merupakan tanda
suatu penyakit. Akibat adanya cairan yang cukup banyak dalam rongga pleura,
maka kapasitas paru akan berkurang dan disamping itu juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkaninsufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada
jantung dan sirkulasi darah.
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura
bermacam-macam, terutama karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis,
keganasan, trauma dan lain-lain.1
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam
menanggulangi efusi pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta
pengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.
2.1. Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Pada keadaan
normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang
membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi
utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu
pernapasan. 2 Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5
gr/dl.
Ada beberapa jenis cairan yang bisa
berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah, pus, cairan seperti susu
dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
1.
Hidrotoraks
Pada
keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya
disebut hidrotorsk dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab- sebab lain yang
mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati denagn asites, serta
sebagai salah satu trias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites, dan
hidrotorak).
2.
Hemothoraks
Hemothoraks
adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena trauma
toraks. Trauma ini bisa karena ledakan dahsyat di dekat penderita, atau trauma
tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25%
kdar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku
beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai
sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut bersala dari trauma dinding dada.
Penyebab lainnya hemotoraks adalah :
a.
Pecahnya sebuah
pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
b.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di
dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
c.
Gangguan pembekuan
darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna,
sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.
3.
Empiema
Bila
karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis ini akan
berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada
setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai
salah satu komplikasinya dari:
a.
Pneumonia
b.
Infeksi pada cedera
di dada
c.
Pembedahan dada
4.
Kilotoraks
Kilotoraks
adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening pada rongga
pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks anatara lain:
1.
Kongenital, sejak
lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat fistula antara
duktus torasikus rongga pleura.
2.
Trauma yang berasal
dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan pada dada
(denagan /tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi daerah torakolumbal,
reaksi esophagus 1/3 tangah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular
yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
3.
Obstruksi karena
limfoma malignum, metastasis karsinoma ke mediastinum (tuberkulosis,
histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga
perforasi terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat
juga penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan
duktus torasikus yang menyebabakan kilotoraks.
Efusi pleura maligna merupakan salah
satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama
disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura keganasan
memiliki dua sifat yang khas, yaitu cairan pleura lazim berwarna merah
(hemoragik) dan pada umumnya cepat terbentuk kembali setelah diaspirasi. Oleh
karena itu, jumlah cairan pleura biasanya bnayak, sehingga mengakibatkan
pendorongan mediastinum ke arah sisi yang sehat dengan segala akibatnya.
2
2.2. Klasifikasi
Efusi pleura umunya
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimiawi cairan
menjadi 2 yaitu transudatdan eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan
antara tekanan onkotik denagn tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari perdangan pleura atau
drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungin terjadi kombinasi
antara karakteristik cairan transudat dan eksudat.
1. Efusi
transudatif
Karakteristik transudat adalah rendahnya
konsentrasi protein dan molekul besar lainnya. Terjadi akibat kerusakan/
perubahan faktor-faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Penyebab utama biasanya gagal jantung ventrikel kiri
dan sirosis. Penyebab utama lainnya diantaranya sindrom nefrotik,
hidronefrosis, dialisis peritoneal, efusi pleura maligna (atelektasis pada
obstruksi bronkial atau limfatik). 3
2.
Efusi eksudatif
Karakteristik
eksudat, kandungan protein lebih tinggi dibandingakan transudat. Hal ini karena
perubahan faktor lokal sehingga pembentukan dan penyerapan cairan pleura tidak
seimbang. Penyebab utama, yaitu pneumonia bakteri, keganasan (ca para, limfoma,
ovarium), infeksi virus, dan emboli paru. Selain itu, juga diseabkan oleh abses
intraabdomen, hernia diafragmatika, sfingter esofagus bawah, trauma,
kilotoraks(trauma, tumor mediastinum), uremia, radiasi paska CABG, hemotoraks (trauma
tumor), efusi pleura maligna, dan paramaligna.
Ada berbagai keaganasan yang dapat
menimbulkan efusi pleura, namun pada umunmya disebabkan oleh metastasis tumor
ganas dari bagian tubuh yang lain; karena keganasan primer pleura sendiri,
yaitu mesotelioma pleura sangat jarang ditemukan. Keganasan yang paling sering
mengakibatkan efusi pleura adalah karsinoma paru, baik berupa karsinoma
epidermoid, karsinoma sel kecil, adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar.
Jenis kanker paru yang paling banyak menimbulkan efusi pleura adalah
adenokarsinoma, karena keganasan ini biasanya terletak di daerah perifer paru.
Tumor lain yang dapat menimbulkan komplikasi efusi pleura adalah keganasan
payudara, serviks, pankreas, uterus, ovarium, lambung , hati, prostat, dan
testis.2
Tabel 1. Penyebab Efusi Pleura |
|
Transudat |
Eksudat |
Sering : Gagal
jantung, sirosis hati, hipoalbuminemia, dialisis peritoneal |
Sering : Keganasan,
efusi para pneumonia |
Jarang
: Hipotiroidisme, sindrom nefrotik, stenosis mitral, emboli paru |
Jarang
: Infark pulmoner, artritis reumatoid, penyakit autoimun, pankreatitis |
Sangat
jarang : Perikarditis konstriktif, urinotoraks, sindrom vena kava superior |
Sangat
jarang : Obat, infeksi jamur |
2.4. Patofisologi
Dalam keadaan normal, selalu
terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura
parietalis tetapi cairan ini segera direasopsi oleh sauran limfe, sehingga
terjadi keseimbangan antara produksi dan reasorpsi oleh saluran limfe, sehingga
terjadi keseimbangan anatara produksi dan reasorpsi. Kemamapuan untuk reasorpsi
dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak
seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul
efusi pleura.4
Patofisiologi terjadinya efusi
pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan
tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura
dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.1 Pergerakan cairan dari pleura
parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanay perbedaan tekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pleuravisceralis adalah
terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.4
Proses penumpakan cairan dalam
rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman
piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.1
Efusi pleura akan menghambat
fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan
kelemahan bergantung pada ukuran dan
cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan
maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit
gangguan fisik yang nyata.1
Efusi cairan dapat berbentuk
transudat, terjadinya karena penyakit lain bukn primer paru seperti gagal
jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan,
atelektasis paru dan pneumotoraks.1
Efusi eksudat terjadi bila ada
proses perdanagan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa
yang paling sering adalah karena mikobaktterium tuberkulosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia,
parasit, (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik. (virus,
kikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti
pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti
pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.1
2.5. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya
adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan
dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umunya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan,
dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1
Dari
anamnesa ddidapatkan:
1. Sesak
nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis
disebabkan karena nyeri dada dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat,
terutama kalau cairannya penuh.
2. Rasa
berat pada dada
3. Batuk
pada umunya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses
tuberkulosis di parunya, batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
4. Demam
subfebris pada TB, demam menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a. Dinding
dada lebbih cembuh dan gerakan tertinggal
b. Vokal
fremitus menurun
c. Perkusi
dull sampai flat
d. Bunyi
pernafasan menurun sampai menghilang
e. Pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada trakea
Nyeri dada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang
tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura
visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang
inflamasi dan mendapat persarafan dari nevus intercostal. Nyeri biasanya
dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah
lain :
1. Iritasi
dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervus
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi
bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan
nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
2.6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis baik, pemeriksaan fisis yang diteliti dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Pada
anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Rasa nyeri membuat
penderita membatasi pergerkan rongga dada dengan bernapas dangkal atau tidur
miring ke sisi yang sakit. Sesak napas dapat ringan atau berat, tergantung pada
proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang
mendasari timbulnya efusi. Selain itu, dapat dijumpai keluhan ynag berkaitan
dengan keganasan penyebab efusi pleura. Sekitar 25% penderita efusi pleura
keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis ditegakkan.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pada
pemeriksaan fisik, penderita dapat terlihat sesak napas dengan pernapasan yang
dangkal, hemitoraks yang sakit lebih cembung, ruang sela iga melebar, mendatar
dan tertinggal pada pernapasan. Fremitus suara melemah sampai menghilang, dan
pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi, tergantung
jumlah cairan; unttuk menimbulkan suara pekak paling ssedikit harus terdapat
cairan sekitar 500 ml. Selain itu, dapat ditemukan tanda-tanda pendorongan
jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat. Pada auskultasi, suara
pernapasan melemah sampai mengghilang pada daerah efusi pleura.2
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pencitraan Dada
Pemeriksaan
radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura,
meskipun tidak berguna dalam nenentukan faktor penyebabnya. Pada foto toraks
terlihat perselubungan homogen dan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut
kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan
memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah
kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan
teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi
lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA),
maka dapat dibuat foto pada posisi lateral dekubitus.2
b. Pungsi Pleura
Selain
bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan
tujuan terapetik. Aspirasi cairan (torakosintesis) dapat dilakukan sebagai
berikut: penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan
pada penderita dalam posisi tidur terlentang. Lokasi penusukan jarum dapat
didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial dari ujung
skapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.
Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 16. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan
karena penusukan jaram terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu
dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura
oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan makroskopik dan sitologik pada cairan yang diperoleh.2
c. Analisa Cairan Pleura
Cairan
efusi pleura keganasan pada umunmya merupakan suatu eksudat serta lazim
bersifat hemoragik. Kadar protein pada umumnya lebih tinggi (lebih dari 3
g/dl), demikian juga kadar LDH (di atas 200 UI). Kaadr glukosa kurang dari 60
mg/dl, jumlah eosinofil meningkat, jumlah limfosit pada hitung jenis leukosit
50% atau lebih, dan jumlah eritrosit lebih dari 100.000/ml.2
d. Sitologi Cairan Pleura
Pemeriksaan
sitologik cairan pleura memilki arti yang amat penting dalam menegakkan
diagnosis efusi pleura keganasan. Pada setiap penderita yang dicurigai mengidap
efusi pleura.2
Keganasan,
pemeriksaan sitologik cairan pleura merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan
pertama kali,. Ketepatan diagnosis pemeriksaan ini mencapai 60% dari semua
penderita dan apabila dilakukan tiga kali, angka yang dicapai sekitar 80%-90%. Namun demikian, diagnosis mesotelioma sukar
ditegakkan dengan pemeriksaa sitologik, meskipun merupakan keganasan pleura
primer, karena tumor ini memilki gambaran histologik yang berbeda-beda. Pada
tumor ini, perlu dilakukan torakoskopi untuk menegakkan diagnosis pasti pada
hampir 65% penderita. Hasil pemeriksaan laboratorioum yang dapat mendukung
diagnosis mesotelioma adalh tingginya kadar asam mukopolisakarida sebagai asam.
Hialuronat di dalam cairan pleura.2
e. Biopsi Cairan Pleura
Biopsi
pleura perlu dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif,.
Diagnosis keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 30-60%
penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang dilkaukan berulang
(dua sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis sebesar 2-4%. Biopsi
pleura dapat dilakukan dengan jarum Van Silverman atau jarum Abrams, Jika
pemeriksaan sitologik dan biopsi dilakuakn bersamaan pada satu penderita, angka
diagnosis yang dapat dicapai hampir 90%. Namun demikian, hasil pemeriksaan
sitologik dan biopsi yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
adanya keganasan. 2
Perlu
diingat bahwa tidak semua cairan pleura pada efusi pleura keganasan merupakan
eksudat; metastasis sel-sel tumor ke sistem getah bening subpleura akan
menghambat pengaliran cairan dari rongga pleura, sehingga menimbulkan
penimbunan transudat di dalam rongga pleura.2
Gambar 1. Gambaran
Radiologis pada Efusi Pleura Maligna
2.7. Diagnosis Banding
-
Gagal jantung kongestif
-
Edema paru
-
Trauma diafragma
-
Robekan/ruptur esofagus
-
Hipotiroidisme
-
Karsinoma paru
-
Pankreatitis
-
Artritis reumatoid2
2.8 . Penatalaksanaan
Terapi Efusi Pleura
berdasarkan penyakit dasarnya
1. Gagal
Jantung
Pada pasien ini, terapi
terbaik dengan diuretik. Jika setelah penberian efusi menetap, diagnostik
torakosintesis perlu dilakukan. Selain itu, torakosintesis dilakukan pada efusi
satu sisi, disertai demam, atau nyeri dada pleuritik. Jika nilai NT- proBNP
cairan pleura > 1500 pg/cc, mengaartikan bahwa efusi terjadi karena gagal
jantung.
2.
Empiema atau efusi parapneumonia
Terapi
pasien ini dengan torakosintesis, pemberian antibiotik, dan drainase.
3.
Hidrotoraks hepatik
Terjadi pada 5% pasien sirosis
dan asites karena perpindahan cairan dari rongga peritoneum ke rongga pleura
melalui lubang kecil di diafragma. Posisi efusi di sebelah kanan.
4.
Pleuritis TB
Disertai gejala demam,
penurunan BB, dispneu, dan nyeri dada pleuritis. Penatalaksanaan dengan
pemberian obat anti TB minimal 9 bulan dan kotikosteroid dosis 0,75-1
mg/KgBB/hari selama 2-3 minggu yang mana dosis akan diturunkan bertahap;
torakosintesis jika teerdapat sesak atau efusi lebih tinggi dari sela iga III.
5.
Kilotoraks
Penyebabnya trauma. Hasil dari
torakosintesis, akan terlihat cairan seperti susu dan trigliserida ≥ 1,2 mmol/L
(110 mg/dL). Penatalaksanaannya dengan pemasangan chest tube, tidak boleh lama-lama karena bisa mengakibatkan
malnutrisi dan penurunan status imun.
6.
Hemotoraks
Penyebabnya trauma. Jika dalam
cairan pleura terlihat darah, perlu dilakukan pemeriksan hematokrit cairan
pleura. Hasil hematokrit ≥ ½ dibandingkan dengan hasil dari darah tepi, berarti
mengarah ke hemotoraks. Tatalaksana hemotoraks, yaitu dengan chest tube torakostomi. Bila perdarahan
>200 ml/jam, torakotomi atau torakoskopi menjadi pilihan pertama.3
7.
Efusi Pleura Maligna
a. Terapi
Non Farmakologi Efusi Pleura Maligna
Efusi yang terinfeksi perlu segera
dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya
kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu tindakan
operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam
fisiologi atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara sistemik
hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yang adekuat.1
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura
setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni
melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai
adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin, korinebakterium parvum,
Tio-tepa, 5 flourourasil.1
Efusi pleura keganasan pada umumya merupakan
stadium lanjut dari suatu keganasan dan pengobatan terhadap keganasan pada
stadium ini biasanya tidak memberikan hasil yang baik.2
Oleh karena itu, penanganan eusi pleura
keganasan hampir selalu bersifat paliatif dengan tujuan untuk mengurangi
gejala-gejala dan mencegah pembentukan cairan pleura. Pengobatan terhadap
kankerprimer dapat diberikan apabila diketahui lokasinya serta terdapat
pengobatan untuk tumor tersebut. Penanganan paliatif pada efusi pleura
keganasan dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan pembedahan. Tujuan
tindakan ini adalah mengurangi dan mencengah penimbunan kembali cairan pleura,
menghindari komplikasi akibat efusi pleura, dan mengembalikan fungsi normal
pleura-paru.2
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan
aspirasi secara berulang atau dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan
dengan Water Seal Drainage (WSD).
Aspirasi cairan (torakosintesis) berulang merupakan tindakan penanganan yang
tidak berbeda dengan torakosintesis untuk tujuan diagnostik. Cairan yang
dikeluarkan pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1500 ml
untuk mencegah terjadinya edema prau akibat pengembangan paru secara mendadak.
Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-tiba bisa
menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmia yang berat,
dan hipotensi. Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang
toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
namun aman dan sempurna. WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah terlihat
undulasi pada selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah
mengembang. Untuk memastikan hal tersebut, dapat dilakukan pembuatan foto
toraks. Selang toraks dapat dicabut jika produksi cairan harian kurang dari 100
ml dan jaringan paru telah mengembang, yang ditandai oleh terdengarnya kembali
suara napas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut
pada waktu ekspirasi maksimum.2
b. Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan
pleura viseralis dengan pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan
kimia atau kuman ke dalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis
obliteratif. Pleurodesis merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura
keganasan. Bahan kimia yang lazoim digunakan adalah sitotastika, seperti
tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-flourourasil, adriamisin, dan
doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat
sitostatika (misalnya, bleomisin 45 mg) diberikan dengan selang waktu 7-21
hari; pemberian obat tidak perludisertai pemasangan WSD. Setelah 1-3 hari, jika
berhasil akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura,
sehingga mencengah penimbnan kembalicairan di dalam rongga tersebut. Obat lain
yang mudah dan murah diperoleh adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD
harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan ke dalam 30-50 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks,
ditambah dengan larutan garam faal 10-30 ml unttuk membilas selang serta 10 ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulakn obat ini. Analgesik
narkotik yang diberikan 1-1,5 jam sebelum pembeerian tetrasiklin juga berguna
mengurangi rasa nteri tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan
posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian
rongga pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi, selang
toraks dapat dicabut. Zat lain juga digunakan untuk pleurodesis adalah talk.2
c. Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi
pleura keganasan, oleh karena efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan
stadium lanjut dari suatu keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang
besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas
pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura
keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan
mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan
pleurodesis.2
Gambar 2. Pungsi pleura
d. Terapi
Farmakologi Efusi Pleura Maligna
Terapi noninvasif berupa antimikroba dapat
diberikan pada pasien dengan efusi pleural maligna dengan komplikasi infeksi.
Antikoagulan diberikan untuk mencegah trombosis pada keganasan.2
2.9. Komplikasi
- Efusi pleura berulang,
terlokalisasi
-
Empiema
-
Gagal napas2
Prognosis efusi pleura adalah baik, kecuali
prognosis efusi pleura maligna buruk karena umunya merupakan stadium lanjut
dari keganasan yang dideritanya.2
Efusi
pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Hal ini disebabkan
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan pleura. Pada keadaan
normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang
membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama
sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernapasan
Normalnya, cairan dari kapiler pleura parietal
masuk ke rongga pleura. Kemudian, diserap oleh sistem limfe. Selain itu, cairan
juga masuk melalui pleura viseral dari rongga interstisial dan melalui lubang
kecil di diafragma dari rongga peritoneum. Sistem limfaik akan menyerap hingga
20 kali cairan yang berlebih diproduksinya. Namun, ketika terjadi penurunan
absorpsi cairan oleh sistem tersebut ataupun produksinya yang sangat banyak
maka terjadilah efusi pleura.
1. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM.
V. Jakarta: Interna Publishing
2. Setyohadi B,
Nasution SA, Arsana PM, eds. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
(Emergency in Internal Medicine). Jakarta; 2016.
3. Tanto C,
Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, eds. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 4th
ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
4. Price SA,
Wilson LM. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2005.
No comments:
Post a Comment