PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem saraf pusat merupakan pusat
pengaturan informasi, dimana seluruh aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem
saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum tulang belakang dilindungi oleh
ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang dibungkus oleh
selaput meningia yang melindungi sistem saraf halus, membawa pembuluh darah,
dan dengan mensekresi sejenis cairan yang disebut serebrospinal, selaput
meningia dapat memperkecil benturan dan guncangan. Meningia terdiri ata tiga
lapisan, yaitu piamater, arachnoid, dan duramater. Susunan saraf pusat
berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf yang
kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi
sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi
antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Stimulan sistem saraf pusat (SSP)
adalah obat yang dapat merangsang serebrum medula dan sumsum tulang belakang.
Stimulasi daerah korteks otak-depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan
meningkatkan kewaspadaan, pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah.
Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin. Sistem saraf dapat
dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi (SST).
Pada sistem syaraf pusat, rangsang
seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mulamula diterima oleh reseptor,
kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan
oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik menekan
reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat
dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya
sedatif hipnotik. Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat
berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu : 1.
Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya. 2.
Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir
proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf-
sarafnya. Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang
sangat luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum).
Kelompok
obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik
khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.
B.
Rumusan Masalah
1)
Apa itu obat susunan
saraf pusat beserta klasifikasi dan struktur kimianya??
2)
Jelaskan apa
saja obat-obat penyakit parkinson?
3)
Jelaskan apa
saja obat-obat anti depresi?
4)
Jelaskan apa
saja obat anti cemas dan ketegangan?
5)
Jelaskan apa
saja obat-obat Anastesi?
C.
Tujuan
1)
untuk mengetahui obat
susunan saraf pusat beserta klasifikasinya dan struktur kimianya
2)
Dapat menjelaskan
obat-obat pada penyakit parkinson
3)
Bisa
mengetahui apa-apa saja obat anti depresi
4)
Mengetahui
obat-obat cemas dan ketegangan
5)
Dapat menjelaskan
apa-apa saja yang termasuk dalam obat-obat anastesi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGOBATAN PENYAKIT PARKINSON
1.
Tinjauan umum penyakit Parkinson
Parkinsonisme merupakan gangguan neurologik gerakan otot, bersifat
progresif, dengan tanda-tanda tremor, kaku otot, bradikinesia (lambat dalam
memulai dan melakukan gerakan) kelainan posisi tubuh dan cara-cara berjalan.
Penyakit parkinson adalah penyakit saraf keempat yang paling sering pada orang
tua, diderita 500.000 orang di AS saja. Umumnya kasus ini terjadi di atas umur
65 tahun dengan angka kesakitan 1:100.
2.
Etiologi
Pada umumnya, penyebab penyakit parkinson tidak diketahui.
Penyakit ini ada hubungannya dengan penurunan aktivitas inhibitor neuron dopaminergik
dalam substansi nigra dan korpus striatum bagian dari sistem ganglia basalis
otak yang berfungsi mengatur gerakan. Faktor genetik tidak memainkan peran
dominan dalam etiologi penyakit parkinson, meskipun dapat mempengaruhi pada
orang-orang yang peka pada penyakit tersebut. Mungkin faktor lingkungan yang
belum diketahui ikut mempengaruhi kenapa neuron dopaminergik tersebut
berkurang.
3.
Obat-obat yang digunakan pada penyakit parkinson
Obat-obat yang sekarang tersedia hanya membebaskan sementara dari
gejala-gejala, tidak menghentikan atau mengadakan regenerasi neuron akibat
penyakit tersebut.
a.
Levodopa
(L-dopa) dan karbidopa
Levodopa adalah prekursor metabolik dopamin. Obat ini
mengembalikan kadar dopamin dalam pusat ekstrapiramidal (substansi nigra) yang
atrofik pada penyakit parkinson. Pada awal penyakit, jumlah neuron dopaminegik
dalam substansia nigra (biasanya 20% dari normal) yang tersisa, cukup untuk
konversi levodopa ke dopamin. Dengan demikian, pada pasien baru respons terapi
terhadap levodopa konsisten dan pasien jarang mengeluh bahwa efek obat mengecil.
Sayangnya, waktu yang terlambat akan menyebabkan jumlah neuron dan sel-sel yang
mampu mengambil levodopa yang diberikan semakin berkurang, semakin sedikit pula
yang mampu mengubahnya menjadi dopamin untuk disimpan atau dikeluarkan lebih
lanjut. Akibatnya, terjadi fluktasi dalam pengendalian motorik. Kesembuhan
dengan levodopa hanya bersifat simtomatik dan berlangsung selama obat berada
dalam tubuh.
b.
Bromokriptin
Bromokriptin (broh moh KRIP teen), suatu derivat ergotamin
(alkaloid dengan kerja vasokonstriktor), adalah agonis reseptor dopamin. Pada
pasien yang tidak responsif dengan levodopa, obat ini menghasilkan respons yang
kecil, dan sering digunakan bersama levodopa untuk pasien yang responsif dengan
terapi tersebut. Kerja bromokriptin sama dengan levodopa, kecuali halusinasi,
bingung, delir, mual dan sering hipotensi ortostatik, meskipun diskinesia
kurang nyata. Pada pasien psikiatrik, bromokriptin memperburuk kondisi mental. Masalah
jantung dapat timbul, terutama pada pasien bekas penderita infark jantung.
Pasien penyakit vaskular prifer, dapat mengalami peningktan vasospasme, dan
pasien tukak lambung, ulkus semakin parah.
c.
Amantadin
Secara kebetulan, diketahui bahwa antivirus amantadin yang
digunakan dalam pengobatan influenza berpengaruh pula sebagai antiparkinson.
Barangkali fungsinya meningkat sintesis, pengeluaran atau ambilan dopamin dari
neuron yang sehat.
d.
Deprenil
Deprenil (DE pren ill) juga disebut selegilin (se LE ge leen),
secara selektif menghambat oksidase B (yang memetabolisme dopamin), tetapi
tidak mengambat monoamin oksidase A (metabolisator norepinefrin dan serotonin).
Karena itu, bermamfaat dalam menurukan metabolisme dopamin. Deprenil ditemukan
dapat meningkatkan kadar dopamin dalam otak. Karenanya, obat ini dapat
menigkatkan kerja levodopa dan bila diberikan bersama, deprenil secara nyata
menurukan dosis levodopa yang diperlukan. Tidak seperti inhibisi MAO yang
nonselektif, deprenil pada dosis yang dianjurkan punya potensi kecil untuk
menyebabkan krisis hipertensi. Namun, jika deprenil diberikan pada dosis
tinggi, selektivitas obat hilang dan pasien dalam keadaan bahaya untuk
hipertensi hebat. Data terakhir menunjukan bahwa penggunaan awal deprenil
sesungguhnya dapat memperlambat periode sampai 50% sebelum gejala hebat
terjadi, barangkali dengan mengurangi pembentukan radikal bebas.
e.
Obat
antimuskarinik
Antimuskarinik kurang efektif dibanding levodopa dan dalam terapi
antiparkinson berfungsi sebagai tambahan terapi. Kerja benztropin,
triheksifenidil, dan biperidin sama. Meskipun pada pasien tertentu respons
untuk suatu obat lebih besar. Semua obat-obat ini dapat memacu perubahan
pikiran dan menghasilakan serostomia (mulut kering) dan masalah visual seperti
halnya dengan obat penghambat muskarinik. Obat mengaggu peristalsis usus dan tidak
dapat digunakan untuk pasien glaukoma, hipertrofi prostat atau stenosis
pilorik. Penghambatan transmisi kolinergik memberikan efek yang sama dengan
peningkatan transmisi dopaminergik (lagi, karena pembentukan yang tidak
seimbang dalam rasio dopamin/asetilkolin). Efek samping sama dengan yang
disebabkan atropin dosis tinggi misalnya dilatasi pupil, bingung, halusinasi,
retensi urine dan mulut kering.
B. PENGOBATAN
ANTI DEPRESAN
Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan
sekedar suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan
terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu
Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa
lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan
semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Gejalanya tidak
disebabkan oleh kondisi medis, efek samping obat, atau aktivitas kehidupan.
Kondisi yang cukup parah menyebabkan gangguan klinis yang signifikan atau perusakan
dalam keadaan sosial, pekerjaan, atau bidang-bidang penting lainnya.
Anti deprasan merupakan
obat-obat yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan gejala gangguan
depresi, termasuk penyakit psikis yang dibawa sejak lahir. Antidepresan digunakan
untuk tujuan klinis dalam sejumlah indikasi termasuk yang berikut ini :
1)
Untuk
mengurangi perasaan gelisah, panik, dan stres.
2)
Meringankan
insomnia
3)
Untuk
mengurangi kejang / serangan dalam perawatan epilepsi.
4)
Menyebabkan
relaksasi otot pada kondisi ketegangan otot.
5)
Untuk
menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung.
6)
Untuk
meningkatkan mood dan atau meningkatkan kesupelan.
a.
Jenis
antidepresan adalah :
- antidepresan trisiklik (ATS)
- inhibitor monoamine oksidase
(MAOI)
- inhibitor reuptake serotonin
selektif (SSRI)
dan sekelompok antidepresan lain yang tidak
termasuk tiga kelas pertama. Indikasi klinis utama untuk penggunaan
antidepresan adalah penyakit depresif mayor. Obat ini juga berguna dalam
pengobatan gangguan panik, gangguan ansietas (cemas) lainnya dan enuresis pada
anak-anak. Berbagai riset terdahulu menunjukkan bahwa obat ini berguna untuk
mengatasi gangguan defisit perhatian pada anak-anak dan bulimia serta
narkolepsi.
Anti deprasan seperti
amitriptilin juga memiliki efek anti kejang. Golongan ini digunakan pada pasien
yang depresi dan juga mengalami kecemasan, atau untuk penggunaan jangka lama
dimana dikhawatirkan timbul ketergantungan bila menggunakan benzodiazepine.
Inhibitor MAO seperti meclobemid sangat berguna pada pasien depresi dengan fobia.
Selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti citaloram bisa digunakan
untuk serangan panic.
- Antidepresan
Trisiklik
Obat antidepresan
trisiklik adalah sejenis obat yang digunakan sebagai antidepresan sejak tahun
1950an. Dinamakan trisiklik karena struktur molekulnya mengandung 3 cincin
atom. Mekanisme kerja ATS tampaknya mengatur penggunaan neurotransmiter
norepinefrin dan serotonin pada otak. Manfaat Klinis dengan riwayat jantung
yang dapat diterima dan gambaran EKG dalam batas normal, terutama bagi individu
di atas usia 40 tahun, ATS aman dan efektif dalam pengobatan penyakit depresif
akut dan jangka panjang.
Reaksi yang merugikan
dan pertimbangan keperawatan, perawat harus mampu mengetahui efek samping umum
dari anti depresan dan mewaspadai efek toksik serta pengobatannya. Obat ini
menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering,
pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan
sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan kondisi ini adalah efek
samping jangka pendek dan biasa terjadi serta dapat diminimalkan dengan
menurunkan dosis obat. Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai
buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia,
bradikardia, dan koma.
Contoh obat-obatan yang tergolong
antidepresan trisiklik diantaranya adalah amitriptyline, amoxapine, imipramine,
lofepramine, iprindole, protriptyline, dan trimipramine.
- Selektif
serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Diduga SSRI
meningkatkan 5-HT di celah sinaps, pada awalnya akan meningkatkan aktivitas
autoreseptor yang justru menghambat pelepasan 5-HT sehingga kadarnya turun
dibanding sebelumnya. Tetapi pada pemberian terus menerus autoreseptor akan
mengalami desensitisasi sehingga hasilnya 5-HT akan meningkat dicelah sinaps di
area forebrain yang menimbulkan efek terapetik. Contoh obat-obat yang tergolong
SSRI diantaranya adalah fluoxetine, paroxetine, dan sertraline.
- Monoamine
oxidase inhibitor (MAO inhibitor)
Dulu MAOIs secara
nonselektif mengeblok MAO A dan B isoenzym dan memiliki efek antidepresan yang
mirip dengan antidepresan trisiklik. Namun, MAOIs bukan obat pertama terapi
antidepresan karena pasien yang menerima harus disertai dengan diet rendah
tiramin untuk mencegah krisis hipertensi karena MAOIs membawa resiko interaksi
obat dengan obat lain. MAOI tidak bersifat spesifik dan akan menurunkan
metabolisme barbiturate, analgesic opioid dan alkohol. Meclobamid menghambat
MAO A secara selektif dan reversible, relative aman dengan efek samping utama
pusing, insomnia, dan mual. Contoh obat-obat MAOIs diantaranya phenelzine, dan
tranylcypromine.
C. PENGOBATAN
ANTI CEMAS DAN KETEGANGAN
Obat yang digunakan
untuk meredakan gelisah, cemas, dan ketegangan dinamakan trankuilansia. Obat
ini diberikan pada gangguan yang menimbulkan kecemasan dan untuk menghilangkan
gelisah dan cemas jangka pendek.
- TRANKUILANSIA
Turunan benzodiazepin meprobamat
Klormezanon tibamat
Hidroksizin
Sebegitu jauh
trankuilansia yang paling sering digunakan adalah brnzodiazepin, dengan valium
yang paling banyak ditulis dalam resep dokter. Hidroksizin adalah antihistamin
yang efek sampingnya menenangkan dan mengurangi ketegangan. Meprobat yang
pernah merupakan trankuilansia yang populer sudah hampir tidak digunak lagi
sejak dikembangkan trankuilansia jenis valium yang lebih baru.
- INTERAKSI OBAT
Trankuilansia adalah
depresen susunan saraf pusat. Obat akan menekan atau mengaggu fungsi seperti
koordinasi dan kewaspadaan. Penekanan yang berlebihan dan gangguan fungsi dapat
terjadi bila suatu trankuilansia diberikan bersamaan dengan depresen susunan
saraf lainnya. Akibatnya : Mengantuk,
pusing, hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental; dalam kasus berat
terjadi gangguan peredaran darah dan fungsi pernafasan yang menyebabkan koma
dan kematian. Dokter harus memantau pasien secara teliti dan mengatur takaran
obat untuk mencegah terjadinya efek depresen yang berlebihan.
D.
OBAT
– OBAT ANASTESI
Obat-obatan
anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce
relaxant), obat anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Macam-
macam obat pre medikasi :
1. Golongan
Narkotika
- Mempunyai efek analgetika yang sangat kuat.
- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat
pembedahan.
- Efek
samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh
darah yang dapat membuat hipotensi.
- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan
anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental,
propofol.
a) Pethidin
:
-
mengurangi kecemasan
dan ketegangan
-
menekan TD dan nafas
(diinjeksikan pelan- pelan)
-
merangsang otot polos
b) Morfin
:
-
mengurangi kecemasan
dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi
-
menekan TD dan nafas
-
merangsang otot polos
-
depresan Sistem saraf
pusat
-
pulih pasca bedah lebih
lama
-
mempunyai efek samping
mual muntah dan penyempitan bronkus
c) Fentanyl
:
-
Mempunyai potensi
analgesi 75-125 kali morfin
-
Mempunyai mula kerja
yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh
-
Efek terhadap jantung
sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan
pemberian sufas atropin
-
Mempunyai efek samping
ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan
benzodiazepin
- Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk
premedikasi
- Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan
amnesia
- Dapat
digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau
penggunaannya
- Obat
yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral
ataupun iv
3.
antikolinergik
- Obat-obatan
itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan
premedikasi lain ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
- Dapat
digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi
- Efek
samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada
penderita penyakit jantung), pireksia, midriasis
- Obat-obatan
yang biasa digunakan adalah sulfas atropin
4.
5-HT antagonis
- Obat
yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah
dari obat-obatan anestesi lainnya.
Ø Obat induksi intravena
1.
Ketamin
- Efek
analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri
viseral
- Efek
hipnotik kurang
- Efek
relaksasi tidak ada
- Refleks
pharynx dan larynx masih cukup baik à batuk saat anestesi à refleks vagal
- Disosiasi
à mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh
gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
- Aliran
darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat
diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD
sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan
premedikasi opiat, hiosin.
- Dilatasi
bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk
penderita- penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia
umum yang masih ringan.
- Dosis
berlebihan secara iv à depresi napas
- Pada
anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan
kadar glukosa darah + 15%
- Pulih
sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme
di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
- Ketamin
bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat
retikular otak
Indikasi:
- Untuk
prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan
sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar
- Untuk
prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
- Tindakan
orthopedic (reposisi, biopsy)
- Pada
pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat
dipakai untuk induksi pada pasien syok.
- Untuk
tindakan operasi kecil
- Di
tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada
- Pasien
asma
Kontra
Indikasi
- hipertensi
sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
- riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
- Dekompensasi
kordis
Harus
hati-hati pada :
- Riwayat
kelainan jiwa
- Operasi-operasi
daerah faring karena refleks masih baik
2.
Propofol
- Bentuk
cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak
kedelai & postasida telur yang dimurnikan.
- Terasa
nyeri saat penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang
pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
- Analgetik
tidak kuat
- Dapat
dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance
- Obat
setelah diberikan à didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh
- Metabolisme
di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal
- Saat
dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan
apnea sejenak
Efek
Samping :
- Bradikardi
- Nausea,
sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
- Ekstasi,
nyeri lokal pada daerah suntikan
- Dosis
berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
- Sebaiknya
obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal,
liver, syok hipovolemik
Ø Obat anastetik inhalasi
1.
Halothan/fluothan
- Tidak
berwarna, mudah menguap
- Tidak
mudah terbakar/meledak
- Berbau
harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:
- Tidak
merangsang traktus respiratorius
- Depresi
nafas Þ stadium analgetik
- Menghambat
salivasi
- Nadi
cepat, ekskresi air mata
- Hipnotik
kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
- Mencegah
terjadinya spasme laring dan bronchus
- Depresi
otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
- Depresi
otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi
- Vasodilatasi
pembuluh darah otak
- Sensitisasi
jantung terhadap katekolamin
- Meningkatkan
aktivitas vagal à vagal refleks
- Pemberian
berulang (1-3 bulan) à kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)
- Menghambat
kontraksi otot rahim
- Absorbsi
& ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
- Dapat
digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan
:
- cepat
tidur
- Tidak
merangsang saluran napas
- Salivasi
tidak banyak
- Bronkhodilator
à obat pilihan untuk asma bronkhiale
- Waktu
pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
- Kadang
tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
:
- Overdosis
- Perlu
obat tambahan selama anestesi
- Hipotensi
karena depresi miokard & vasodilatasi
- aritmia
jantung
- Sifat
analgetik ringan
- Cukup
mahal
- Dosis
dapat kurang sesuai akibat penyusutan
2.
Nitrogen Oksida (N2O)
- gas
yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif
tidak larut dalam darah
Efek:
- Analgesik
sangat kuat setara morfin
- Hipnotik
sangat lemah
- Tidak
ada sifa relaksasi sama sekali
- Pemberian
anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. à Bila murni N2O = depresi
dan dilatasi jantung serta merusak SSP
- jarang
digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain
seperti halotan dan sebagainya.
3.
Isofluran
- Adalah
obat anestesi isomer dari enfluran
- Merupakan
cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya
dan tidak merusak logam
- Dalam
waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi
- Mempunyai
efek bronkodilator tetapi tidak kuat
- Mempunyai
bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan nafas,
menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan
darah sistemik
4.
Sevofluran
- Merupakan
cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif,
tidak mudah terbakar dan stabil terkena cahaya
- Induksi
dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak
- Pada
sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung
- Dapat
memicu bronkospasme
- Mengurangi
aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal
Ø Obat muscle relaksan
- Bekerja
pada otot bergaris à terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula,
otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas
- Bekerja
pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas mandibula intercostalis abdominal diafragma
- Pada
pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan
- Obat
ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal
tidak keluar dan terjadi relaksasi
- Terbagi
dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Efek
samping :
Non
depol long-acting
- D-tubokurarin
(tubarin)
- Pankuronium
- Metakurin
- Pipekuronium
- Doksakurium
- Alkurium
(alloferin)
Ø Stadium anestesi
Guedel
(1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi
menjadi 4 plana), yaitu:
Stadium
I
Stadium
I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan
gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.
Stadium
II
Stadium
II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan
refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat
adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan
hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah,
midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena
dapat menyebabkan kematian.
Stadium
III
Stadium
III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan
hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1:
Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata
yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi
meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi
otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2:
Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi
meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis,
refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang
sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3:
Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4:
Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar
air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium
lV
Stadium
IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut
dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur,
denyut jantung berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan
pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sebagian besar obat yang
mempengaruhi SSP (sistem saraf pusat) dengan mengubah beberapa tahapan dalam
proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat bekerja
presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja
neurotransinaptik. Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi,
dimana seluruh aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem
saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh
tengkorak dan sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas
(merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat
memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus
mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.
B.
SARAN
kami menyadari akan kekurangan bahan dari
materi makalah ini jadi penyusun menyarankan apabila terdapat kekurangan atau
isi dari makalah ini maka saran – saran kritik dari pembaca adalah penutup dari
semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk
memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Rascol
O et al. Ropinirole in the treatment of
levodopa induced motor fluctuations patents with parkinson’s disease. Clin
neuropharmacol.1996;3:234-45
Faber
ED. Ropinirol, nieuws uit de
parkinson-pijplijin. Pharma selecta 1997;13:100-3
Goetz
CG. News strategies with dopaminergic
drugs: modified formulations of levodopa and novel agonists. Exper
neurology 1997;144:17-20
Berg
C. Morbus parkinson: funf neue wirkstoffe
am start. Pharm Ztg wissensch 1997;142:49
No comments:
Post a Comment