BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sel-sel
hidup dalam tubuh diselubungi cairan interstisial yang mengandung konsentrasi
nutrien, gas dan elektrolit yang di butuhkan untuk mempertahankan fungsi normal
sel. Kelangsungan hidup memerlukan lingkungan internal yang konstan
(homeostatis). Mekanisme regulator penting untuk mengendalikan keseimbangan
volume, komposisi dan keseimbangan asam
basa cairan tubuh selama fluktuasi metabolik normal atau saat terjadi
abnormalisasi seperti penyakit atau
trauma.
Menjaga
agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisinya tetap stabil
adalah penting untuk homeostatis. Sistem pengaturan mempertahankan konstannya
cairan tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa, dan pertukaran
kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler.
Kehidupan
manusia sangat bergantung pada apa yang ada di sekelilingnya termasuk
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu
makan dan minum lebih kurang 60% berat badan orang dewasa pada umumnya terdiri
dari cairan (air dan elektrolit). Faktor yang mempengaruhi jumlah cairan tubuh
adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak dalam tubuh.
Secara
umum orang yang lebih muda mempunyai persentase cairan tubuh yang lebih tinggi
dibanding dengan orang yang lebih tua, dan pria secara proporsional mempunyai
lebih banyak cairan tubuh dibanding dengan wanita. Orang yang lebih gemuk
mempunyai jumlah cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang lebih
kurus, karena sel lemak mengandung sedikit air.
1.2 Rumusan Masalah
1.
PengertianKeseimbanganCairandan elektrolit tubuh
2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3.
Faktor yang mempengaruhi keseimbangan normal cairan dan
elektrolit
4.
Asuhan keperawatan pada keseimbangan cairan dan elektrolit
1.3 Tujuan Masalah
1.
Mahasiswa dapat menjelaskan keseimbangan cairan dan
elektrolit
2.
Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
3.
Mahasiswa dapat menjelaskan variabel apa saja yang
mempengaruhi keseimbangan normal cairan dan elektrolit
4.
Mahasiswa dapat melaksanakan proses keperawatan dan ketidakseimbangan
cairan dan elektroli
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Cairan
dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah
larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan
dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan
intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan
cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari
tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan
cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem
vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel,
sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
a)
Distribusi Cairan Tubuh
Didistribusikan
dalam dua kompartemen yang berbeda.
1.
Cairan Ekstrasel, tediri dari cairan interstisial (CIS) dan
Cairan Intravaaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada diantara
sebagian besar sel tubuh dan menyusun sebagian besar cairan tubuh. Sekitar 15%
berat tubuh merupakan cairan tubuh interstisial.
Cairan
intravascular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air
tidak berwarna, dan darah mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan
trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
2.
Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi
subtansi terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan
elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh.
Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan cairan yang
berada diruang ekstrasel. Namun proporsi subtansi subtansi tersebut berbeda.
Misalnya, proporsi kalium lebih besar didalam cairan intrasel daripada dalam
cairan ekstasel.
3.
Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat
digambarkan sebagai berikut :
Distribusi cairan
tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri.
ü dewasa 60%
ü anak-anak 60 –
77%
ü infant 77%
ü embrio 97%
ü manula 40 – 50 %
Pada manula, prosentase
total cairan tubuh berkurang dikarenakan sudah mengalami kehilangan jaringan
tubuh.
ü intracellular
volume = total body water – extracellular volume
ü interstitial
fluid volume = extracellular fluid volume – plasma volume
ü total bloods
volume = plasma volume / (1 - hematocrite)
Fungsi Cairan Tubuh
a.
memberi bentuk pada tubuh
b.
berperan dalam pengaturan suhu tubuh
c.
berperan dalam berbagai fungsi pelumasan
d.
sebagai bantalan
e.
sebagai pelarut dan tranfortasi berbagai unsur nutrisi dan
elektrolit
f.
media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
g.
untuk performa kerja fisik
b)
Komposisi Cairan Tubuh
Zat |
Plasma (mOsm/l) |
Intertisial (mOsm/l) |
Intraselular (mOsm/l) |
Na+ |
142 |
139 |
14 |
K+ |
4,2 |
4,0 |
140 |
Ca2+ |
1,3 |
1,2 |
0 |
Mg2+ |
0,8 |
0,7 |
20 |
Cl- |
108 |
108 |
4 |
HCO3- |
24 |
28,3 |
1,0 |
HPO4-,
H2PO4 |
2 |
2 |
11 |
SO42- |
0,5 |
0,5 |
1 |
Fosfokreatin |
- |
- |
45 |
Kamosin |
- |
- |
14 |
Asam amino |
2 |
2 |
8 |
Kreatin |
0,2 |
0,2 |
9 |
Laktat |
1,2 |
1,2 |
1,5 |
Adenosin trifosfat |
- |
- |
5 |
Heksosa monofosfat |
- |
- |
3,7 |
Glukosa |
5,6 |
5,6 |
- |
Protein |
1,2 |
1,2 |
4 |
Ureum |
4 |
4 |
4 |
Lain-lain |
4,8 |
3,9 |
10 |
Total mOsm/l |
301,8 |
300,8 |
301,2 |
Aktivitas osmolar
terkoreksi |
282 |
281 |
281 |
Tekanan osmotik total |
5443 |
5423 |
5423 |
c)
Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanismepergerakancairantubuhmelaluienam
proses, yaitu :
a.
Difusi
Perpindahan
partikel melewati membran permeabel dan sehingga kedua kompartemen larutan atau
gas menjadi setimbang. Partikel listrik juga dapat berdifusi karena ion yang
berbeda muatan dapat tarik menarik. Kecepatan difusi (perpindahan yang terus
menerus dari molekul dalam suatu larutan atau gas) dipengaruhi oleh :
ü ukuran molekul (
molekul kecil lebih cepat berdifusi dari molekul besar).
ü konsentrasi
molekul (molekul berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
ü temperatur
larutan (temperatur tinggi meningkatkan kecepatan difusi).
b.
Osmosis
Pelarut bergerak
melewati membran menuju larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi. Tekanan
osmotik terbentuk ketika dua larutan berbeda yang dibatasi suatu membran
permeabel yang selektif. Proses osmosis (perpindahan pelarut dari dari yang
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi), dipengaruhi oleh :
ü pergerakan air
ü semipermeabilitas
membran.
c.
Transfor aktif
Merupakan proses
pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien elektrokimia dari area berkonsentrasi
rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul
ATP untuk melintasi membran sel.
d.
Tekanan hidrostatik
Gaya dari tekanan
zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh darah. Tekanan hidrostatik
berada diantara arteri dan vena (kapiler) sehingga larutan ber[indah dari
kapiler ke intertisial. Tekanan hidrostatik ditentukan oleh :
ü kekuatan pompa
jantung
ü kecepatan aliran darah
ü tekanan darah
arteri
ü tekanan darah
vena
e.
filtrasi
Filtrasi
dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan kapiler yang lebih
tinggi dari ruang intertisial. Perpindahan cairan melewati membran permeabel
dari tempat yang tinggi tekanan hidrostatiknya ke tempat yang lebih rendah
tekanan hidrostatiknya.
f.
Tekanan osmotik koloid
Terbentuk oleh
larutan koloid (protein atau substansi yang tidak bisa berdifusi) dalam plasma.
Tekanan osmotik koloid menyebabkan perpindahan cairan antara intravaskuler dan
intertisial melewati lapisan semipermeabel. Hal ini karena protein dalam
intravaskuler 16x lebih besar dari cairan intertisial, cairan masuk ke capiler
atau kompartemen pembuluh darah bila pompa jantung efektif.
Perpindahancairandanelektrolittubuhterjadidalamtigafaseyaitu
:
1.
FaseI :
Plasma darah pindah
dari seluruh tubuh kedalam system sirkulasi, dannutrisi dan oksigen diambil dari
paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2.
Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari
darah kapiler dan sel
3.
Fase III :
Cairan dan substansi
yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk kedalam sel. Pembuluh
darah kapiler dan membrane sel yang merupakan membrane semi permiabel mampu memfilter
tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah.
d)
Pengaturan Cairan tubuh
Keseimbangan
cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk
dan jumlah cairan yang keluar.
1.
Asupan
Asupan (intake)
cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah ± 2500cc per hari. Asupan
cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain. Pengaturan
mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme haus. Pusat pengaturan
rasa haus dalam rangka mengatur keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila
terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh di mana asupan cairan kurang atau
adanya perdarahan, maka curah jantung menurung, menyebabakan terjadinya
penurunan tekanan darah.
2.
Pengeluaran
Pengeluaran
(output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada orang
dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah air yang paling banyak
keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine), sebanyak ±1500 cc per hari
pada orang dewasa. Hal ini juga dihubugkan dengan banyaknya asupan air melalui
mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal mudah
diukur, dan sering dilakukakan melalui kulit (berupa keringat) dan saluran
pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula dikategorikan sebagai
pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur karena, khususnya pada pasien
luka bakar atau luka besar lainnya,
jumlah pengeluaran cairan (melalui penguapan) meningkat sehingga sulit untuk
diukur. Pada kasus seperti ini, bila volume urine yang dikeluarkan kurang dari
500 cc per hari, diperlukan adanya perhatian khusus. Setiap 1 derajat celcius
akan berpengaruh pada output cairan.
Pasien dengan
ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan
pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan,
deman, keringat, dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara
berlebihan adalah muntah secara terus menerus.
Hasil-hasil
pengeluaran cairan adalah:
1.
Urine
Pembentukan urine
terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung kemih).
Proses ini merupakanproses pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan dalam
ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap
kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine.
Jika terjadi penurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor atrium jantung
kiri dan kanan akan mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH
sehingga mempengaruhi pengeluaran urine.
2.
Keringat
Keringat
terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas. Keringat
banyak mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium. Banyaknya jumlah
keringat yang keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.
3.
Feses
Feses yang keluar
mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air melalui feses
merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika cairan yang
keluar melalui feses jumlahnya berlebihan,maka dapat mengakibatkan tubuh
menjadi lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan melalui feese adalah 100
ml/hari.
e)
Pengaturan Elektrolit
1.
Natrium (Na+)
Merupakan kation
paling banyak dalam cairan ekstrasel. Na+ mempengaruhi keseimbanagan air, hantaran
impulssaraf dan kontraksiotot. ion
natrium di dapat dari saluran pencernaan, makanan atau minuman masuk ke dalam
cairan ekstrasel melalui proses difusi.
Pengeluaran ion natrium melalui ginjal, pernapasan, saluran pencarnaan, dan
kulit. Pengaturan konsentrasi ion di
lakukan oleh ginjal. Normalnyasekitar 135-148 mEq/lt.
2.
Kalium (K+)
Merupakan kation utama
cairan intrasel. Berfungsi sebagaiexcitability neuromuskuler dankontraksiotot.
Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein, pengaturankeseimbanaganasambasa,
karena ion K+ dapatdiubahmenjadi ion hidrogen (H+). Kalium dapat diperoleh
melalui makanan seperti daging, buah-buahan dan sayur-sayuran. Kalium dapat
dikeluarkan melalui ginjal, keringat dan saluran pencernaan. Pengaturan
konsentrasi kalium dipengaruhi oleh perubahan ion kalium dalam cairan
ekstrasel.Nilainormalnyasekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
3.
Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan
ion yang paling banyak dalam tubuh, berguna untuk integritas kulit dan struktursel,
konduksijantung, pembekuandarah, serta pembentukan tulang dan gigi. Kalsium dalam
cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid. Hormon paratiroid mengabsorpsikalisum
melalui gastrointestinal, sekresi melalui ginjal. Hormon thirocalcitonin menghambat
penyerapan Ca+tulang. Kalsuim diperoleh dari absorpsi usus dan resorpsi tulang
dan di keluaran melalui ginjal, sedikit melalui keringaserta di simpan dalam
tulang. Jumlah normal kalsium 8,5 – 10,5 mg/dl.
4.
Magnesium (Mg2+)
Merupakan kationterbanyakkeduapadacairanintrasel.
Sangat penting untuk aktivitas enzim, neurochemia, danmuscular excibility. Sumber
magnesium didapat dari makanan seperti sayuran hijau, daging dan ikan.
Nilainormalnyasekita 1,5-2,5 mEq/lt.
5.
Klorida (Cl ˉ )
Terdapat pada cairan
ekstrasel dan intrasel, berperan dalam pengaturan osmolaritas serum dan volume
darah, regulasi asam basa, berperan dalam bufer pertukaran oksigen, dan karbon
dioksida dalam sel darah merah. Klorida disekresi dan di absorpsi bersama
natrium di ginjal dan pengaturan klorida oleh hormin
aldosteron.Normalnyasekitar 95-105 mEq/lt.
6.
Bikarbonat (HCO3ˉ )
HCO3 adalah
buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan ekstrasel dan intrasel
dengan fungsi utama adalah regulasi keseimbangan asam basa. Biknat diatur oleh ginjal.
7.
Fosfat
Merupakan anion
buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi untuk meningkatkan kegiatan
neuromuskular, metabolism karbohidrat, pengaturan asam basa. Pengaturan oleh
hormone paratiroid.
NILAI-NILAI NORMAL
Jeniscairandanelektrolit |
Nilai
normal dalamtubuh |
- Potasium [K+] - Sodium [Na+] - Kalsium [Ca2+] - Magnesium [Mg2+] - Fosfat [PO42-] - Klorida [Cl-] - Bikarbonat [HCO3] |
3.5 – 5
mEq/L 135 – 145
mEq/L 8.5 – 10.5
mg/dl (4.5 – 5.8 mEq/L) 1.5 – 2.5
mEq/L 2.7 – 4.5
mg/dl 98 – 106
mEq/L 24 – 28
mEq/L |
2.2 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
1.
Ketidakseimbangan cairan
Ketidakseimbangan
cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan keseimbangan isotonis dan
osmolar.Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika sejumlah cairan dan
elektrolit hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang. Sedangkan
ketidakseimbangan osmolar terjadi ketika
kehilangan cairan tidak diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam proporsi yang seimbang sehingga menyebabkan
perubahan pada konsentrasi dan osmolalitas serum. Berdasarkan hal tersebut,
terdapat empat kategori ketidak seimbangan cairan, yaitu :
a.
Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
b.
Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
c.
Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
d.
Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)
2.
Defisit Volume Cairan
Defisit volume
cairan terjadi ketika tubuh kehilangan
cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang
proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia.Umumnya,
gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti
dengan perpindahan cairan interseluler
menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler.Untuk
untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, defisit volumecairan disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu kehilangan cairan abnormal
melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke
lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat).
Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler
menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau
rongga sendi. Selain itu,
kondisitertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran
pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
3.
Defisit Cairan
Faktor Resiko
1.
kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan
lambung) tanda klinis : kehilangan berat badan
2.
ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak
ada cairan dan depresi konfusi) tanda klinis : penurunan tekanan darah
4.
Dehidrasi
Dehidrasi disebut
juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat kehilangan cairan yang
tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional,
terutama natrium.Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan kadarnatrium,
peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah dari sel
dan kompartemen interstitial menuju ruang vascular. Kondisi ini menybabkan
gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang beresiko mengalami
dehidrasi salah satunya adalah individu lansia.Mereka mengalami penurunan
respons haus atau pemekatan urine.Di samping itu lansia memiliki proporsi lemak yang lebih besar sehingga
beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang sedikit dalam
tubuh.Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon diuretik sering
mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian cairan hipertonik juga meningkatkan jumlah solute
dalam aliran darah.
5.
Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemia)
Kelebihan volume
cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan
dan elektrolit dalam kompartemen
ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi cairan
isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh
hampir selalu disebabkan
oleh penungkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan
terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatispada proses
regulasi keseimbangan cairan.
Penyebab spesifik
kelebihan cairan, antara lain :
a.
Asupan natrium yang berlebihan
b.
Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak,
terutama pada klien dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
c.
Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan
jantung (gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing
d.
Kelebihan steroid.
e.
Kelebihan Volume Cairan
Factor resiko :
1.
Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi
intravena
Tanda klinis :
penambahan berat badan
2.
Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau
obat-obatan
3.
Tanda klinis : edema perifer dan nadi kuat
6.
Edema
Pada kasus
kelebihan cairan, jumlah cairan dan natrium yang berlebihan dalam
kompartemen ekstraselulermeningkatkan
tekanan osmotik. Akibatnya, cairan keluar dari sel sehingga menimbulkan
penumpukan cairan dalm ruang interstitial (Edema). Edema yang sering terlihat disekitar mata, kaki dan tangan.
Edema dapat bersifat local atau menyeluruh, tergantung pada kelebihan cairan
yang terjadi. Edema dapat terjadi ketika adapeningkatan produksi cairan interstisial/gangguan perpindahan cairan
interstisial.
Hal ini dapat
terjadi ketika:
a.
Permeabilitas kapiler meningkat (mis.,karena luka bakar,
alergi yang menyebabkan perpindahan cairan dari kapiler menuju ruang
interstisial).
b.
Peningkatan hidrostatik kapiler meningkat (mis.,
hipervolemia, obstruksisirkulasi vena) yang menyebabkan cairan dalam pembuluh darahterdorong
ke ruang interstisial.
c.
Perpindahan cairan dari ruangan interstisial terhambat (mis.,
pada blokade limfatik)
Edema pitting
adalah edema yang meninggalkan sedikit depresi atau cekungan setelah
dilakukan penekanan pada area yang
bengkak. Cekungan unu terjadiakibat pergerakan cairan dari daerah
yang ditekan menuju jaringan sekitar (menjauhi lokasi tekanan). Umumnya, edema
jenis ini adalah edema yang disebabkan oleh gangguan natrium. Adapun edema yang
disebabkan oleh retensi cairan hanya menimbulkan edema non pitting.
2.3 Variabel Yang Mempengaruhi Keseimbangan Normal Cairan
Dan Elektrolit
1.
Usia
Asupan cairan
individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usiaberpengaruh terhadap
proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan.
Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih
besar dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan
jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya
kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak
juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal
mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran
cairan yang besar dari kulit dan pernapasan.
Pada individu lansia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering
disebabkan oleh masalah jantung atau
gangguan ginjal
2.
Aktivitas
Aktivitas hidup
seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit.
Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian,
jumlah cairan yang dibutuhkan juga
meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water
loss) juga mengalami peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar
keringat.
3.
Iklim
Normalnya,individu
yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas tidak akan
mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan pernapasan. Dalam
situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari (insensible water
loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap
individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan
usia. Individu yang tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah
dengan kelembapan yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan
elektrolit. Demikian pula pada orang
yang bekerja berat di lingkungan yang
bersuhu tinggi, mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima litet sehari
melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas
akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml
per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga dua
liter per jam.
4.
Diet
Diet seseorang berpengaruh
juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan makanan tidak seimbang,
tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah simpanan
lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.
5.
Stress
Kondisi stress
berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh
mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa
darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan
natrium.Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormone
anti deuritik yang dapat mengurangi produksi urine.
6.
Penyakit
Trauma pada
jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar sel atau
jaringan yang rusak (mis., Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang menderita
diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan
cairan melalui saluran gastro intestinal. Gangguan jantung dan ginjal juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompajantung
menurun, tubuh akan melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi
retensi cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi
inidapat menyebabkan edema paru. Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah
yang cukup untukmenyeimbangkan cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa
dalam tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih
banyak dan menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya, dalam
keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkanproduksi urine dengan berbagi
cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan
renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan
regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal
ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urine
kurang dari 200 ml/ 24 jam).
7.
Tindakan Medis
Beberapa tindakan
medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.
Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium
dan kalium.
8.
Pengobatan
Penggunaan
beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defist
cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan natrium
sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula
menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.
9.
Pembedahan
Klien yang
menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan cairan.
Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama perode operasi, sedangkan
beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih melalui
intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat
obat-obat anastesia.
2.4
Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Keseimbangan Cairan Elektrolit
1.
Pengkajian
Pengkajian pada
klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi pengkajian
riwayat kesehatan (keperawatan), pengukuran klinis (berat badan harian, tanda
vital, serta asupan dan haluaran cairan), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengevaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan
dalam pengkajian meliputi asupan makanan dan cairan, haluaran cairan,
tanda–tanda kehilangan atau kelebihan cairan, tanda-tanda gangguan keseimbangan
elektrolit, penyakit yang diderita, obat atau tindakan yang dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan.
3.
Pengukuran klinis
Tiga jenis
pengukuran klinis yang dapat dilakukan oleh perawat adalah pengukuran berat
badan harian, tanda-tanda vital, serta asupan dan haluaran cairan.
4.
Pengukuran berat badan
Pengukuran berat
badan harian menyediakan informasi yang relatif akurat tentang status cairan
sebab perubahan berat badan menunjukkan adanya perubahan cairan akut. Setiap
penurunan berat badan satu kilogram menunjukkan tubuh kekurangan cairan
sebanyak satu liter. Perubahan berat badan menunjukkan terjadinya perubahan
cairan pada seluruh kompartemen tubuh. Apabila kehilangan/kelebihan berta badan
mencapai 5%-8% dari total berat badan, ini mengindikasikan terjadinya
kelebihan/kehilangan cairan sedang hingga berat. Untuk memperoleh hasil
pengukuran berat badan yang akurat, diperlukan standardisasi alat ukur yang
digunakan sebelun dan sesudah penimbangan. Selain itu, penimbangan berat badan
sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama (mis., sebelum sarapan atau setelah
buang air besar) dan dengan mengenakan pakaian yang sama. Secara umum, jumlah
cairan yang hilang dapat dihitung dengan rumus berikut.
Kehilangan air=
berat badan normal – berat badan sekarang
Jika berat badan
turun lebih dari 500 g/hari, ini mungkin menunjukkan telah terjadi kehilangan
cairan dari tubuh. Akan tetapi, jika penurunan kurang dari 300 g/hari, ini
mungkin disebabkan oleh penyebab lain. Begitu juga bila ada penambahan berat
bdan, mungkn ini menunjukkan retensi cairan.
5.
Tanda vital
Perubahantanda
vital mungkin mengindikasikan adanya ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan
asma basa, atau sebagai upaya kompensasi dalam mempertahankan keseimbangan
dalam tubuh. Peningkatan suhu tubuh mungkin menunjukkan kondisi dehidrasi,
sedangkan takikardia merupakan tanda pertama yang menunjukkan adanya
hipovolemia akibat kekurangan cairan. Denyut nadi cenderung menguat pada
kondisi kelebihan cairan dan melemah pada kekurangan cairan. Perubahan laju dan
kedalaman pernapasan mungkin menunjukkan adanya gangguan keseimbangan
asam-basa. Tekanan darah cenderung meningkat pada kelebihan cairan dan menurun
pada kekurangan cairan.
6.
Asupan dan haluaran
Pengukuran klinis
ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah besarnya asupan dan haluaran cairan.
Pengukuran dan pencatatan asupan dan haluaran cairan dalam 24 jam diperlukan
sebagai data dalam menentukan keseimbangan cairan tubuh. Perawat harus
memberikan informasi pada klien, keluarga, dan seluruh tenaga kesehatan tentang
perlunya penghitungan asupan dan haluaran cairan yang akurat. Penghitungan
asupan cairan meliputi asupan minum per oral, makanan, makanan cair, cairan
parenteral, obat-obat intravena, serta irigasi kateter atau selang. Adapun
penghitungan haluaran cairan meliputi haluaran urine, feses encer, muntahan, keringat,
drainase (lambung atau usus), drainase luka/fistula, serta dari pernapasan yang
cepat dan dalam.
Untuk menentukan
apakah asupan dan haluaran cairan proporsional, kita dapat melakukan beberapa
teknik, seperti membandingkan total asupan cairan per 24 jam dengan total
haluaran dalam 24 jam atau dengan membandingkan hasil pengukuran saat ini
dengan sebelumnya. Langkah ini terutama dilakukan untuk mengukur jumlah cairan
yang besar, seperti urine. Normalnya, orang dewasa memproduksi urine 40-80
ml/jam. Jika volume urine melebihi kisaran tersebut, kemungkinan tubuh
mengalami kelebihan cairan. Sebaliknya, jika volume urine kurang dari 30ml/jam,
kemungkinan terjadi dehidrasi.
7.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
yang diperlukan untuk mengkaji kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada
kulit, rongga mulut, mata, vena jugularis,vena-vena tangan, dan sistem
neurologis.
8.
Turgor kulit
Turgor kulit
menggambarkan cairan intertisial dan elastisitas kulit. Penurunan turgor
terkait dengan elastisitas kulit. Normalnya, jika dicubit, kulit akan kembali
ke posisi normal setelah dilepaskan. Pada klien dengan defisit volume cairan,
kulit akan kembali datar dalam jangka waktu yang lebih lama(hingga beberapa
detik). Pada orang dewasa, pengukuran turgor kulit paling baik dilakukan di
atas sternum, kening, dan paha sebelah dalam. Pada anak, pengukuran turgor
sebaiknya dilakukan di area abdomen atau paha bagian tengah. Pada orang tua,
turgor kulit mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan penimbangan berat
badan untuk mengukur status hidrasi disamping dengan pengukuran turgor kulit.
9.
Iritabilitas neuromuscular
Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengkaji ketidakseimbangan kalsium dan magnesium. Pemerikaan
fisik meliputi pemeriksaan tanda chovstek dan tanda trousseau. Pemeriksaan
tanda chovstek dilakukan dengan mengetuk saraf wajah (sekitar 2cm di depan
liang telinga). Jika pada saat diketuk terjadi refleks meringis pada otot
wajah, termasuk bibir, berarti tanda chovstek positif (mungkin terjadi
hipomagnesemia atau hipokalsemia). Untuk melakukan test trousseau, pasang
manset tekanan darah pada lengan, pompa dengan tekanan di bawah sistole selama
2-3 menit. Apabila timbul spasme karpal dan tetani, mengindikasikan terjadinya
hipokalsemia dan hipomagnesemia.
10. Pemeriksaan
laboratorium
a.
Elektrolit serum
Pemeriksaan kadar
elektrolit serum sering dilakukan untuk mengkaji adanya gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pemeriksaan yang paling sering adalah natrium, kaliium ,
klorida, dan ion bikarbonat. Penghitungan kebutuhan cairan dengan menggunakan
nilai Na+adalah:
Air yang hilang =
0,6 x BB x(Na+ serum terukur – 142)
Na+serum
terukur
b.
Hitung darah
Hematokrit (Ht)
menggambarkan persentase total darah dengan sel darah merah. Karena hematokrit
adalah pengukuran volume sel dalam plasma, nilainya akan dipengaruhi oleh
jumlah cairan plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien yang mengalami
dehidrasi atau hipovolemia cenderung meningkat, sedangkan nilai Ht pada pasien
yang mengalami overdehidrasi dapat menurun. Normalnya, nilai Ht pada laki-laki
adalah 40%-54% dan perempuan 37%-47%. Biasanya, peningkatan kadar hemoglobin
diikuti dengan peningkatan kadar hematokrit.
Air yang hilang=
PAT x BB x [1- (Ht normal/Ht terukur)
Keterangan
Perbandingan air
tubuh(PAT)
a)
nilai 0,2 untuk dehidrasi akut
b)
nilai 0,6 untuk dehidrasi krooni
c.
Osmolalitas
Osmolalitas
merupakan indikator konsentrasi sejumlah partikel yang terlarut dalam serum dan
urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg.
1.
Ph urine
pH urine
menunjukkan tingkat keasaman urine yang dapat digunakan untuk menggambarkan
ketidakseimbangan asam-basa. pH urine normal adalah 4,6-8 pada kondisi asidosis
metabolik.
2.
Berat jenis urine
Berat jenis urine
dapat digunakan sebagai indikator gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
walaupun hasilnya kurang reliabel. Akan tetapi, pengukuran BJ urine merupakan
cara paling mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi urine. Berat jenis
urine dapat meningkat saat terjadi pemekatan akibat kekurangan cairan dan
menurun saat tubuh kelebihan cairan. Nilai BJ urine normal adalah 1,005-1,030
(biasanya 1,010-1,025). Selain itu, BJ urine juga meningkat saat terdapat
glukosa dalam urine, juga pada pemberian dekstran, obat kontras radiografi, dan
beberapa jenis obat lainnya.
2.5
Diagnosis
keperawatan
1.
kekurangan volume cairan
a.
Definsi
Kondisi ketika
individu, yang tidak menjalani puasa, mengalami atau berisiko mengalami
dehidrasi vaskular, interstisial, atau intravaskular.
Batasan
karakteristik
Mayor
ü ketidakcukupan
asupan cairan per oral
ü balans negatif
antara asupan dan haluaran
ü penurunan berat
badan
ü kulit/membran
mukosa kering(turgor menurun)
Minor
ü peningkatan
natrium serum
ü penurunan
haluaran urine atau haluaran urine berlebihan
ü urine pekat atau
sering berkemih
ü penurunan turgor
kulit
ü haus,
mual/anoreksia
b.
faktor yang berhubungan
berhubungan
dengan haluaran urine berlebihan, sekunder akibat diabetes insipidus
ü berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan melalui
evaporasi akibat luka bakar
ü berhubungan
dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam, drainase abnormal dari luka,
diare
ü berhubungan
dengan penggunaan laksatif, diuretik atau alkohol berlebihan
ü berhubungan
dengan mual, muntah
ü berhubungan
dengan penurunan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau keletihan
ü berhubungan
dengan masalah diet
ü berhubungan
dengan pemberian makan per slang dengan konsentrasi tinggi
ü berhubungan
dengan kesulitan menelan atau kesulitan makan sendiri akibat nyeri mulut
2.
kelebihan volume cairan
a.
Definisi
Kondisi ketika
individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler
atau interstisial.
Batasan
karakteristik
Mayor
ü Edema
ü kulit tegang,
mengilap
Minor
ü asupan melebihi
haluaran
ü sesak napas
ü kenaikan berat badan
b.
faktor yang berhubungan
ü berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi cairan, sekunder akibat gagal jantung
ü berhubungan
dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah
jantung, sekunder akibat infark miokard, gagal jantung, penyakit katup jantung
ü berhubungan
dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma yang rendah, retensi
natrium, sekunder akibat penyakit hepar, sirosis hepatis, asites, dan kanke
ü berhubungan
dengan gangguan aliran balik vena, sekunder akibat varises vena, trombus,
imobilitas, flebitis kronis
ü berhubungan
dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat penggunaan kortikosteroi
ü berhubungan
dengan kelebihan asupan natrium/cairan
ü berhubungan
dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak, malnutrisi
ü berhubungan
dengan venostasis/bendungan vena, sekunder akibat imobilitas, bidai atau
balutan yang kuat, serta berdiri atau duduk dalam waktu lama.
ü Berhubungan
dengan kompresi vena oleh uterus saat hamil
ü Berhubungan
dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder akibat mastektomi
3.
gangguan keseimbangan elektrolit(K)
a.
Definisi
Batasan karakteristik
Mayor
ü Perubahan kadar
kalium
Minor
ü Aritmia
ü Kram tungkai
ü Mual
ü Hipotensi
ü Bradikardia
ü Kesemutan
b.
Faktor yang berhubungan
ü Berhubungan
dengan kerusakan jaringan, sekunder akibat trauma panas
ü Berhubungan
dengan pengeluaran kalium berlebihan karena muntah, diare
ü Berhubungan
dengan gangguan regulasi elektrolit, sekunder akibat kerusakan ginjal
ü Berhubungan
dengan diet tinggi-kalium/rendah-kalium
Rencana dan
Implementasi Keperawatan
1.
kekurangan volume cairan
Kriteria hasil
ü Terjadi
peningkatan asupan cairan minimal 2000 ml per hari(kecuali ada kontra indikasi)
ü Menjelaskan
perlunya meningkatkan asupan cairan pada saat stres atau cuaca panas
ü Mempertahankan berat jenis urine dalam batas
normal
ü Tidak menunjukkan
adanya tanda atau gejala dehidrasi
2.
Intervensi
Kaji cairan yang disukai
klien dalam batasan diet
ü
Rencanakan target pemberian asupan cairan untuk setiap sif,
misalnya siang 1000 ml, sore 800 ml, dan malam 200 m
ü
Kaji pemahaman klien tentang alasan/pentingnya mempertahankan
hidrasi yang adekuat dan metode yang dapat digunakan untuk mempertahankan
hidrasi yang adekua
ü
Catat asupan dan haluaran
ü
Pantau asupan cairan per oral, minimal 1500 ml/24 jam
ü
Pantau haluaran cairan, minimal 1000-1500 ml/24 jam. Pantau
penurunan berat jenis urine
ü
Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan
dengan mengenakan pakaian yang sama.
ü
Penurunan BB 2%-4% menunjukkan dehidrasi ringan; penurunan
5%-9% menunjukkan dehidrasi sedang
ü
Pantau kadar elektrolit urine dan serum, BUN, dan
osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin
ü
Jelaskan bahwa kopi, teh dan jus buah anggur merupakan
diuretik dan dapat menyebabkan kehilangan cairan
ü
Untuk drainase luka, dapat dilakukan pengukuran jumlah dan
jenis drainase, bila perlu dengan menimbang balutan. Balut luka untuk
meminimalkan kehilangan cairan
3.
kelebihan volume cairan
Kriteria hasil
ü Klien akan
menyebutkan faktor penyebab dan metode pencegahan edema
ü Klien
memperlihatkan penurunan edema
Intervensi
ü Kaji asupan diet
dan kebiasaan yang mendorong terjadinya retensi cairan
ü Anjurkan klien untuk
menurunkan konsusi garam
ü Anjurkan klien
untuk:
·
menghindari makanan gurih, makanan kaleng, dan makanan beku;
·
mengonsumsi makanan tanpa garam dan menambahkan bumbu aroma
(lemon, kemangi, mint);
·
menggunakan cuka pengganti garam untuk penyedap rasa sop, rebusan,
dll.
ü Kaji adanya tanda
venostasis dan bendungan vena pada bagian tubuh yang menggantung
ü Posisikan
ekstremitas yang mengalami edema diatas level jantung, bila memungkinkan
(kecuali ada kontra indikasi)
ü Untuk drainase
limfatik yang tidak adekuat
·
tinggikan ekstemitas dengan menggunakan bantal
·
ukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit
·
jangan memberikan suntikan/infus pada lengan yang sakit
·
lindungi lengan yang sakit dari cidera
·
ingatkan klien untuk menghindari detergen yang keras, membawa
beban berat, memegang rokok, mencabut kutikula atau bintil kuku, menyentuh
kompor panas, mengenakan perhiasan atau jam tangan
·
lindungi kulit yang edema dari cidera
4.
gangguan keseimbangan elektrolit (kalium)
Kriteria hasil
ü Klien menjelaskan
diet yang sesuai untuk mempertahankan kadar kalium dalam batas normal
ü Klien
berpartisipasi untuk melaporkan tanda-tanda klinis hipokalenia/hiperkalenia
ü Kadar kalium
dalam batas normal/dapat ditoleransi
Intervensi
Penurunan kadar
kalium
ü Observasi tanda
dan gejala hipokalenian(mis., vertigo, hipotensi, aritmia, mual, muntah, diare,
distensi abdomen, penurunan peristalsis, kelemahan otot, dan kram tungkai)
ü Catatan asupan
dan haluaran (poliuria dapat menyebabkan pengeluaran kalium secara berlebihan).
ü Tentukan status
hidrase klien bila terjadi hipokalemia (kelebihan cairan dapat menyebabkan
penurunan kadar kalium serum).
ü Kenali perubahan
tingkah laku yang merupakan tanda-tanda hipokalemia. Nilai kalium yang rendah
dapat menyebabkan konfusi, mudah marah, depresi mental.
ü Anjurkan klien dan
keluarga untuk mengonsumsi makanan tinggi-kalium (mis., buah-buahan, sari buah,
buah kering, sayur, daging, kacang-kacangan, teh, kopi, dan kola).
ü Laporkan
perubahan EKG; segmen ST yang memanjang, depresi segmen ST, dan gelombang T
yang datar atau terbalik merupakan indikasi hipokalemia.
ü Encerkan suplemen
kalium per oral sedikitnya dalam 113,2 gram air atau sari buah untuk mengurangi
resiko iritasi mukosa lambung.
ü Pantau nilai
kalium serum pada klien yang mendapat obat diuretik dan steroid. (steroid kortison
dapat menyebabkan retensi natrium dan ekskresi kalium).
ü Kaji tanda dan
gejala toksisitas digitalis jika klien tengah mendapat obat golongan digitalais
dan diuretik atau steroid. (nilai kalium yang rendah dapat meningkatkan kerja
digitalis).
Peningkatan kadar
kalium
ü Observasi tanda
dan gejala hiperkalemia (mis., bradikardia, kram abdomen, oliguria, kesemutan,
dan kebas pada ekstremitas)
ü Kaji haluaran
urine. Sedikitnya 25 ml/jam atau 600 ml/hari. (haluaran urine yang sedikit
dapat menyebabkan hiperkalemia).
ü Laporkan nilai
kalium serum yang melebihi 5mEq/l. Batasi asupan kalium jika perlu. (nilai
kaliu lebih dari 7mEq/l dapat menyebabkan henti jantung).
ü Pantau EKG untuk
melihat adanya pelebaran kompleks QRS dan gelombang T tinggi yang merupakan
tanda hiperkalemia.
Tindakan
Keperawatan
1.
Peningkatan Asupan Cairan Per Oral
Tindakan ini
dilakukan pada klien yang mengalami atau beresiko mengalami kekurangan cairan
(mis., klien yang menderita diare, demam tinggi, atau baru pulih dari pemberian
anestesia). Dalam pemberiannya, pasien umunya mendapat makanan/cairan dengan
konsentrasi rendah. Jika dapat ditoleransi, selanjutnya pasien akan mendapat
makanan/minuman dengan jumlah dan konsentrasi yang lebih tinggi hingga memenuhi
kebutuhan diet yang diharapkan.
2.
Pembatasan asupan per oral
Pembatasan cairan
per oral diperlukan pada klien yang mengalami retensi cairan(mis., klien yang
menderita gagal ginjal, gagal jantung, atau SIADH).
3.
Pemberian makan
Pada kondisi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, diperlukan asupan makanan yang sesuai
kebutuhan diet guna memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Sebagai contoh, pada klien yang mendapat furosemit (diuretik), dapat diberikan
banyak pisang dan jaruk guna mencegah hipokalemia, sedangkan pada pasien yang kekurangan
zat besi dapat diberikan sayuran dan daging.
4.
Pemberian terapi intravena
Terapi intravena
merupakan metode yang efektif yang efisian untuk menyuplai kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh. Perawat berperan dalam melakukan pemasangan terapi intravena,
perawatan, serta pemantauan terapi intravena. Secara garis besar, prosedur
pemasangan terapi intravena adalah sebagai berikut.
a.
Persiapan alat dan bahan
·
Infus set
·
Cairan infus
·
Standar infus
·
Sarung tangan bersih
·
Torniket
·
Jarum infus
·
Pengalas
·
Gunting dan plester
·
Pompa elektrolik (bila diperlukan)
·
Lidi kapas
·
Bethadine (povidon-iodin)
·
Alkohol
·
Kassa
b.
Prosedur pelaksanaan
·
Persiapkan klien. Minta persetujuan klien setelah memberikan
penjelasan mengenai tujuan dan jenis prosedur
·
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
·
Siapkan lingkungan
·
Cuci tangan
·
Gantungkan botol cairan pada standar infus
·
Buka dan siapkan infus set
·
Buka slang dari plastik, jaga agar slang agar tidak terurai
·
Tutup klem
·
Buka botol, tusukkan pada jarum botol infus
·
Isikan cairan ke dalam tabung reservoir ( tabung penghitung
tetes) dan slang infus. Buka klem untuk mengisi slang dengan cairan infus. Jika
telah terisi, klem ditutup kembali.
·
Keluarkan udara dari slang (jika ada)
·
Siapkan plester yang diperlukan (mis., empat potong)
·
Pakai sarung tangan bersih
·
Cari lokasi pemasangan (usahakan pada area paling distal pada
ekstremitas yang tidak dominan)
·
Pasang pengalas di bawah lengan yang akan dipasang infus.
·
Pasang torniker sekitar 8-15 cm proksimal dari lokasi
pemasang
·
Perhatikan kondisi vena dan tentukan vena yang akan digunakan
·
Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan dipasangi infus
·
Buka penutup jarum dan tusukkan jarum ke dalam vena. Pastikan
jarum telah masuk ke dalam vena (2/3 jarum dimasukkan,mandrin ditarik sedikit
untuk melihat ada tidaknyaaliran darah)
·
Jika telah masuk, mandrin ditarik sekitar ½ panjang jaru,
kemudian jarum didorong hingga masuk seluruhnya ke dalam vena.
·
Dekatkan ujung infus set
·
Tekan daerah proksimal dari tempat pemasangan (sekitar 5 cm),
buka ujung infus set, tarik mandrin, dan segera masukkan ujung infus set pada
jarum infus.
·
Buka klem untuk memastikan bahwa cairan infus dapat mengalir
ke dalam pembuluh darah dan pastikan tidak terjadi ekstravasasi (ditandai
dengan aliran infus yang tidak lancar, edema pada area pemasangan infus, nyeri
yang sangat)
·
Apabila akses vena dipastikan lancar, lakukan fiksasi jarum
infus
·
Tulis tanggal dan jam pemasangan infus
·
Atur tetesan infus
·
Bereskan alat – alat
·
Cuci tangan
c.
Kateterisasi vena
sentral
Kateterisasi vena
sentral adalah pemasangan kateter ke dalam vena besar di tubuh. Ujung kateter
umumnya menjangkau vena besar (mis., vena kava inferior atau atrium kanan).
Pemasangan kateter vena sentral dapat dilakukan dengan atau tanpa teknik
pembedahan. Pemasangan kateter vena sentral melalui teknik pembedahan dapat
dilakukan dalam tiga cara, yaitu pemasangan pada vena subklavia, vena jugularis
interna, dan vena parifer. Pemasangan dengan teknik intraklavikular (di bawah
klavikula) memungkinkan tubuh untuk melakukan ambulasi, namun tindakan ini
beresiko menimbulkan pneumotoraks yang ditandai dengan nyeri dada berat dan
mendadak, sesak napas, hipotensi,sianosis, dan gelisah.
d.
Mengobservasi terapi intravena
Hal-hal yang
harus diobservasi dalam terapi intravena antara lain jenis cairan yang
diberikan; jumlah cairan yang telah, sedang, dan akan diberikan; serta
kecepatan tetesan cairan infus. Cairan yang diberikan secara cepat berpotensi
menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Karenanya, kecepatan tetesan infus
harus diobservasi setiap jam atau, jika cairan diberikan secara cepat,
observasi harus dilakukan lebih sering.
Di samping itu,
kita juga perlu megobservasi area pemasangan infus untuk melihat adanya
ekstravasasi-cairan infus tidak lagi mengalir ke pembuluh darah tetapi masuk ke
jaringan. Untuk meyakinkan adanya infiltrasi (ekstravasasi), kita dapat
menggunakan teknik palpasi. Jika terdapat edema dan perubahan suhu di sekitar
area pemasangan infus, bisa dipastikan terjadi ekstravasasi. Selain itu,
perawat juga perlu menginspeksi adanya plebitis pada area pemasangan. Jika
terjadi plebitis, infus harus segera dicabut dan dipasang kembali pada lokasi
yang lain.
Selain upaya di
atas, perawat juga perlu memberitahu klien untuk segera melaporkan adanya
bengkak pada area pemasangan; menghindari gerakan tiba – tiba pada ekstremitas
yang terpasang infus atau menekuk sendi ekstremitas yang terpasang infus; tidak
menekan tabung infus dan menjaga agar botol infus selalu lebih tingggi dari
lokasi pemasangan; serta segera memanggil perawat apabila aliran infus berhenti
atau berubah, botol infus hampir kosong, terdapat darah dalam slang infus, dan
adanya nyeri pada lokasi pemasangan infus.
e.
Melakukan penggantian
balutan infus
Penggantian
balutan infus dilakukan dalam waktu 24-72 jam. Penggantian balutan (kassa atau
pembalut transparan) dilakukan menurut prosedur berikut.
1.
Persiapan alat dan bahan
·
Basin/bengkok
·
Pinset 2 buah
·
Sarung tangan bersih
·
Pengalas
·
Gunting plester
·
Kassa steril ukura 2x2
·
Povidon-iodin (bhetadine)
·
Lidi kapas
·
Plester
·
Kapas alkohol
2.
Prosedur
·
Siapkan pasien dan lingkungan
·
Cuci tangan
·
Siapkan alat
ü siapkan plester
sesuai kebutuhan, gantung pada sisi meja troli
ü pasang pengalas
di bawah area pemasangan infus
ü letakkan bengkok
di dekat klien.
ü Pakai sarung
tangan
ü Lepaskan balutan
infus, bersihkan bekas plester dengan alkohol/bensin
ü Usapkan bhetadine
pada area pemasangan infus
ü Pasang kassa yang
baru dan plester
ü Bereskan alat
ü Cuci tangan
Transfusi
darah umumnya dilakukan dengan menggunakan dua jenis set pemberian, yaitu set Y
dan set transfusi satu jalur. Set Y digunakan untuk memberikan whole blood
sehingga kita bisa menambahkan cairan NaCl pada jalur lainnya. Umumnya, salin
normal (NaCl 0,9%) diberikan sebelum transfusi darah karena dapat mengembalikan
isotonisitas darah ke kondisi semula. Adapun cairan lainnya, seperti Ringers,
Dextrose, dan beberapa obat lain, dapat menyebabkan hemolisis dan mengakibatkan
penggumpalan sel darah merah. Karena sel darah merah umumnya mengandung debris,
set infus dilengkapi dengan filter sehingga makroagregat dapat tersaring dan
tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Secara umum, pemberian transfusi darah
dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam tubuh.
2.6
Evaluasi
keperawatan
Evaluasi
keperawatan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data selama tindakan
keperawatan (mis., turgor , asupan dan haluaran cairan, serta pengukuran berat
badan) di samping menentukan apakah kriteria hasil yang telah ditetapkan
menurut masing-masing diagnosis telah tercapai atau belum. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat harus menggali mengapa kriteria tersebut belum tercapai
dengan mengajukan pertanyaan- prtanyaan berikut.
1.
Mengapa belum terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit?
2.
Apa alasan yang diberikan oleh klien?
3.
Apakah klien tidak mampu mengonsumsi cairan melalui oral?
4.
Apakah klien merasa mual?
5.
Adakah kehilangan cairan abnormal?
6.
Apakah obat yang diberikan mempengaruhi asupan dan haluaran
cairan?
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cairan
tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel mengandung
cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling cocok untuk
sel tersebut dan berada di dalam cairan ekstraseluler (cairan di luar sel) yang
cocok pula.
Tubuh
harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai didalam cairan
tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan
cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Cairan
tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di
seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar
sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma),
cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan tubuh terdiri dari air
(pelarut) dan substansi terlarut (zat terlarut).
Air
menyusun ± 50 – 60% dari total berat badan. Hubungan antara berat badan total
dan total air dalam tubuh relatif konstan pada tiapindividu dan merupakan
refleksi dari lemak tubuh. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan dan elektrolit diantaranya adalah :
1.
Usia
2.
Jenis kelamin
3.
Sel-sel lemak
4.
Stres
5.
Sakit
6.
Temperatur lingkungan
7.
Diet
3.2 Saran
Demikian
makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi
para pembacanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
http://nendapurnama.blogspot.com/2013/05/materi-cairan-dan-elektrolit.html
http://hasanah619.wordpress.com/2009/11/13/keseimbangan-cairan-dan-elektrolit/
http://eonman95.blogspot.com/2011/11/fisiologi-cairan-dan-elektrolit-tubuh.html
http://eckobms.blogspot.com/p/micin.html
Tamsuri,
Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbanga
No comments:
Post a Comment